Ahad, 25 November 2018

Ulama dan Politik. 8724.


Penegak keadilan.
Nutralnya ulama tidak sepatutnya berpolitik.
Ulama menghasilkan politi dakwah

Dua syarat Ulama berpolitik:

Pertama, ulama semestinya mengatasi politik (yang tidak diatur oleh atasan atau menjadi wakil - oh yes man atau pak turut.) 

Model ke dua, ulama boleh bergiat cergas ke dunia politik, tetapi harus menjadi kepala, ketua atau pemimpin dan bukan menjadi dipimpin atau bawahan. Apa lagi jika sebagai politik pembangkang? 
https://www.youtube.com/watch?v=sgI9MeP_Hiw
https://www.youtube.com/watch?v=mD6Fejdwd44
https://www.youtube.com/watch?v=UiT_SAIo4Wc
Imam Nawawi, Potret Wara’ yang Terlupakan 
Ahad, 25 November 2018 14:33
KIBLAT.NET – Ada dua hadits yang perlu kita renungkan dalam-dalam terutama di zaman penuh hoax (kebohongan) serta ghurur (omong kosong yang indah) ini.

Yang pertama  adalah,

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ

“Tinggalkanlah sesuatu yang engkau ragu kepada sesuatu yang engkau tidak ragukan.” (HR Tirmidzi)

Dan yang kedua,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi)

Para ulama bersepakat bahwa dua hadits di atas menjelaskan makna sifat wara’. Setidaknya ada dua hal yang menjadi ukuran kewara’an seseorang; meninggalkan sesuatu yang meragukannya serta yang tidak bermanfaat baginya. DR. Abdullah Azzam dalam kitabnya Tarbiyah Jihadiyah mengungkapkan bahwa “takwa dan wara’ pada diri seseorang bisa diketahui pada saat menghadapi perkara-perkara syubhat. Manakala ketakwaan, kehati-hatian, serta kewaspadaan itu berjalan secara kontinu, saat itu pula sifat wara’ pada diri seseorang semakin meningkat dan tinggi.”
Siapa sangka, ternyata kewaspadaan serta kehati-hatian terhadap segala hal baru yang masih terasa meragukan dan belum jelas maslahatnya berkaitan erat dengan takwa, sebuah kata yang tersebut sebanyak 224 kali dalam Al Qur’an. Kenyataan semacam ini bukankah seharusnya lebih dari cukup untuk menjadi pegangan kita dalam setiap langkah di kehidupan ini.

Ujian Yang Hebat

Sikap wara’ seseorang juga akan mengalami ujian yang sangat hebat ketika menghadapi dua perkara; kedudukan dan harta. Maklum, dua perkara tersebut akan selalu dikejar oleh manusia, sayangnya keduanya tak pernah memberikan rasa puas bahkan hanya memberi rasa haus yang semakin menyengat, rasa haus inilah yang seringkali mematikan hati manusia sehingga segala cara akan dihalalkan demi mengobati kehausan yang tak akan pernah terobati.

Terlebih lagi soal kedudukan, berapa banyak manusia yang terjerumus dalam jurang kebinasaan akibat ketamakan mereka terhadap kedudukan, jabatan, ataupun kepemimpinan. Nyatanya wara’ dari emas dan perak terasa lebih ringan dibanding wara’ terhadap kedudukan. Sebab emas dan perak seringkali dikorbankan demi memenuhi syahwat manusia untuk tampak menonjol dan memimpin.


Berapa banyak harta benda yang habis dalam sebuah pesta demokrasi, berapa banyak negara yang mengalami kekacauan-kekacauan baru usai menggelar pesta demokrasi, berapa banyak kesengsaraan-kesengsaraan baru yang harus ditanggung rakyat di saat yang sama. Semua karena syahwat segelintir manusia terhadap jabatan serta kedudukan.Oleh karena itu, seorang muslim sudah seharusnya berpegang teguh pada apa yang diyakininya sebagai kebenaran, dan harus senantiasa mengabaikan perkara-perkara syubhat sampai datang kejelasan perkara tersebut. Janganlah seorang muslim berbicara mengenai sesuatu yang belum pasti kebenarannya, dan jangan pula seorang muslim berbicara mengenai sesuatu yang telah pasti kebenarannya, melainkan jika hal itu membawa maslahat ketika disampaikan kepada khalayak.

Dan sikap wara’ bekerja sebagaimana iman bekerja. Jika iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan, maka wara’ akan bertambah ketika manusia menjauhi perkara syubhat serta mampu mengendalikan syahwatnya, dan akan berkurang ketika manusia menceburkan dirinya ke medan syubhat dan syahwat.    

Potret Wara’ Yang Terlupakan

Adalah Imam Nawawi, sang ulama besar madzhab Syafii yang tinggal, hidup, dan mati di Syam. Kendati demikian, beliau belum pernah merasakan buah-buahan negeri tersebut. Ketika ditanya mengapa beliau berbuat demikian, maka beliau menjawab, “Sesungguhnya di sana terdapat kebun-kebun wakaf yang hilang, dan aku khawatir makan dari harta wakaf tersebut.”

Potret kewara’an Imam Nawawi lainnya dapat kita jumpai pada saat beliau harus berhadapan dengan Zahir Baibars, penguasa Syam saat itu. Untuk memperkuat persenjataan pasukan kaum muslimin Baibars membutuhkan dana yang tak sedikit, maka dia meminta para ulama agar memberikan fatwa yang menghimbau kaum muslimin agar menginfakkan harta mereka untuk membeli senjata.

Maka seluruh ulama Syam pun memberikan fatwanya, kecuali Imam Nawawi. Imam Nawawi pun dipanggil menghadap Zahir Baibars. “Aku hendak menyingkirkan musuh-musuh Allah dan menjaga wilayah Islam. Lalu mengapa engkau tidak mau memberikan fatwamu agar kaum muslimin mengumpulkan harta untuk membeli persenjataan?”

Imam Nawawi pun menjawab, “Sungguh, dahulu engkau datang kepada kami sebagai hamba sahaya yang tidak punya harta sedikit pun, sekarang aku lihat di sekelilingmu, ada pelayan laki-laki, pelayan perempuan, istana-istana serta sawah ladang yang luas. Padahal itu bukan hartamu, jika engkau jual itu semua untuk membeli senjata, lalu sesudah itu engkau masih membutuhkan lagi, maka saya akan memberikan fatwa kepadamu untuk mengumpulkan harta kaum muslimin.”

Zahir berteriak karena marahnya, “Keluar engkau dari negeri Syam.” Maka beliau pun keluar dari Syam ke desa kelahirannya Nawa.

Tak lama setelah peristiwa tersebut, para ulama negeri Syam berbondong-bondong menemui Zahir Baibars dan berkata, “Kami tak mempunyai kuasa apa pun tanpa persetujuan Muhyiddin An Nawawi.”

“Jika demikian halnya, kembalikan dia.” Kata Zahir.

Kemudian para ulama tersebut pun membujuk Imam Nawawi agar kembali ke Syam. Namun beliau malah menjawab, “Demi Allah, aku sekali-kali tidak akan memasuki Syam selama Zahir masih di sana.”

Inilah sikap wara’, yang menjadikan hati bersikap sedemikian gagahnya, menumbuhkan sikap keperwiraan serta memberi jiwa kekuatan yang luar biasa. Hati yang dihiasi sifat wara’ adalah hati yang gagah, berani, kuat, dan perkasa.

Adapun hati yang bergelimang syahwat dan syubhat adalah hati yang lemah serta sakit. Para pemilik hati yang lemah tidak akan banyak berkontribusi dalam pekerjaan iqomatuddienjustru seringkali menjadi beban bagi yang lainnya.

Dan Allah pun mengabulkan sumpah Imam Nawawi, tak lama sesudah Imam Nawawi mengucapkan sumpahnya, Zahir Baibars mati. Maka kembalilah Imam Nawawi ke negeri Syam.

Penulis: Bang Azzam  
https://www.kiblat.net/2018/11/25/imam-nawawi-potret-wara-yang-terlupakan/

Bisakah Ulama Berpolitik? Ini Jawaban Tegas Ustadz Abdul Somad dan TGB. Siap di Pilpres 2019? 
Rabu, 11 April 2018 00:18
Bisakah Ulama Berpolitik? Ini Jawaban Tegas Ustadz Abdul Somad dan TGB. Siap di Pilpres 2019?
Ustad Abdul Somad, AA GYM dan Tuan Guru Bajang Zainul Majdi 
TRIBUN-TIMUR.COM-- Tiga dai kondang, Ustadz Abdul Somad Lc, MA, KH. Abdullah Gymnastiar, TGB Zainul Majdi menghadiri Kajian Tausiah Dakwah Ceramah di Pondok Pesantren Eco Daarut Tauhid Bandung beberapa waktu lalu.

Dalam tausiah ini, Abdul Somad dan TGB sebagai pemateri sedangkan AA Gym sebagai moderator.

Dalam tausiah, beberapa pesan dan hikmah kehidupan disampaikan. Salah satunya tentang pemimpin. 

"Pemimpin yang adil itu adalah pemimpin beriman, Pemimpin yang kenal dan Yakin Ke Allah SWT. Jika pemimpin yang beriman maka ia tahu apa yang disaksikan Allah SWT. Maka itu pemimpin yang baik. Bukan pemimpin yang cinta dunia,' jelas AA Gym.

Sementara menurut TGB pemimpin itu seperti menunggang kuda. "Hidup seperti menunggang kuda, kita yang mengendalikan, tapi bukan kita yang dikendalikan," jelasnya

Selain tentang pemimpin, juga berbicara tentang tentang politik. 

AA Gym  bertanya apakah ulama bisa berpolitik? Pertanyaan ditujukan pertama untuk TGB.

Bisakah Ulama Berpolitik? Ini Jawaban Tegas Ustadz Abdul Somad dan TGB. Siap di Pilpres 2019? - Tribun Timur
http://makassar.tribunnews.com/2018/04/11/bisakah-ulama-berpolitik-ini-jawaban-tegas-ustadz-abdul-somad-dan-tgb-siap-di-pilpres-2019

Menurut TGB, dalam Islam, politik itu sama seperti mengajar dan berdagang. Hal ini yang menunjang aspek kehidupan.

Ada pedagamg yang jujur, ada yang tidak. Sama seperti berpolitik. Ada politisi jujur ada yang tidak.

"Jadi Berdagang, belajar mengajar dan politik, itu merupakan wadah, bergantung apa yang kita isikan," jelas TGB 

Kemudian AA Gym menimpali, " Jadi Jangan alergi dengan politik," jelasnya.

Kemudian pertanyaan ini Ditanyakan ke Ustadz Somad, Bolehkan Ulama berpolitik?

"Saya tidak menduga pertanyaan ini akan ditujukan ke saya," jelas Somad kepada AA Gym disambut tawa.

Somad pun lanjut menjelaskan. "Ketika Nabi Muhammad SAW di Kota Mekkah, Tidak ada shalat Berjamaah karena takut akan diserang Abu jahal, Abu Lahab, Kenapa (tidak bisa dilawan), karena Nabi tidak punya kekuasaan" jelasnya.

Lanjut Somad, Tapi di Madinah Nabi punya kekuasaan. Salat Berjamaah dilakukan rutin. 

"Bahkan usai Salat, Nabi bahkan mengecek semua jamaahnya (mencari mana yang tidak Salat berjamah),"

Bisakah Ulama Berpolitik? Ini Jawaban Tegas Ustadz Abdul Somad dan TGB. Siap di Pilpres 2019? - Halaman 2 - Tribun Timur
http://makassar.tribunnews.com/2018/04/11/bisakah-ulama-berpolitik-ini-jawaban-tegas-ustadz-abdul-somad-dan-tgb-siap-di-pilpres-2019?page=2

"Begitu juga jika imamnya Gubernur, dia bisa tanya mana kepala dinas, mana kepala badan ( yang tidak solat berjamaah). Itu karena punya kekuasaan. Apalagi kalo gubernurnya jadi Presiden," jelas Somad disambut riuh jamaah.

Kemudiaan AA Gym menimpali "Saya sebagai moderator berusaha netral jamaah," jelasnya. Sebelumnya juga berbicara tentang sifat seorang pemimpin. 

Dukungan TGB

TGB sunter diberitakan akan ikut serta dalam kontestasi Pilpres 2019.Gubernur NTB itu bahkan sudah mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD bertemu Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi.

Pertemuan dilakukan di Pendopo Gubernur NTB, Sabtu (7/4/2018) sore. Hal tersebut diungkapkan Mahfud sebelum mengisi talk show di Lapangan Atletik Universitas Mataram (Unram), Sabtu malam. 

"Saya bertemu dengan TGB, dia itu sahabat saya, seorang pemimpin, tokoh politik sekaligus tokoh agama yang sangat baik sebagai sahabat. Mumpung saya ke sini, saya mampir tadi ngobrol banyak hal, begitu saja," ujarnya.

Bisakah Ulama Berpolitik? Ini Jawaban Tegas Ustadz Abdul Somad dan TGB. Siap di Pilpres 2019? - Halaman 3 - Tribun Timur
http://makassar.tribunnews.com/2018/04/11/bisakah-ulama-berpolitik-ini-jawaban-tegas-ustadz-abdul-somad-dan-tgb-siap-di-pilpres-2019?page=3 

Dalam pertemuan tersebut, Mahfud mengaku juga membahas soal pemilu presiden 2019.

"Ya pasti, sudah pasti bicara soal itu," kata Mahfud yang masuk dalam bursa cawapres Joko Widodo itu.

Namun, Mahfud menolak membeberkan apa yang dibicarakan. 

"Tadi disepakat rahasia," kata mantan Menteri Pertahanan tersebut. Mahfud mengaku mendukung jika TGB mencalonkan diri sebagai presiden.

"Bagus, bagus, pastilah orang sebaik dia pantaslah didukung menduduki posisi penting di negara ini," ujarnya. 

Sebelum mengisi talk show bersama Rosiana Silalahi, dengan tema besar Pancasila Zamanku, Sabtu malam di Lapangan Atletik Universitas Mataram (Unram).

Bisakah Ulama Berpolitik? Ini Jawaban Tegas Ustadz Abdul Somad dan TGB. Siap di Pilpres 2019? - Halaman 4 - Tribun Timur
http://makassar.tribunnews.com/2018/04/11/bisakah-ulama-berpolitik-ini-jawaban-tegas-ustadz-abdul-somad-dan-tgb-siap-di-pilpres-2019?page=4

Baca Juga
https://youtu.be/DfT97bJBOGc?t=142
“Bendera Komunis yang Harus Dibakar, Bukan Bendera Tauhid” 
Ahad, 25 November 2018 16:41
Foto: Bendera PKI disiram bensin.
KIBLAT.NET, Solo – Koordinator acara ‘Semarak Maulid Nabi Dengan Tauhid’ di Solo, Sigit menyatakan bahwa bendera tauhid tidak seharusnya dibakar. Menurutnya, yang layak dibakar adalah bendera Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai kelompok yang pernah mengkhianati negeri.

“Bendera komunis lah yang seharusnya dibakar, karena sudah jelas mengkhianati negara ini, bukan bendera tauhid,” kata Sigit mengiringi aksi pembakaran bendera berlambang palu arit di Bundaran Gladak, Surakarta, pada Ahad (25/11/2018).

Menurutnya, PKI tidak boleh ada di Indonesia. Karena, merekalah yang sebenarnya musuh yang telah berkhianat dan mengancam kenyamanan bangsa Indonesia. Terlebih, pelarangan tersebut sudah tertera di TAP MPRS.

“Kami menenggelamkan bendera PKI dan menjunjung tinggi bendera merah putih, ini adalah bukti dari kecintaan kami pada negeri,” ujarnya.

“Kalau ada yang tidak setuju, keberatan, maka tanyakan mana makna bendera merah putih kalian?” imbuhnya.

Bagi seorang muslim, kata Sigit, seharusnya sangat marah ketika bendera tauhid dibakar. Terlebih, ketika pelaku pembakar bendera hanya dijerat dengan Pasal 174 KUHP karena telah membuat kegaduhan dalam sebuah acara.

“Ini adalah marah yang diridhoi, diberkahi karena membela, berjuang untuk agama,” tandasnya.

Acara ‘Semarak Maulid Nabi Dengan Tauhid’ dihadiri oleh ribuan orang. Acara diawali dengan aksi longmarch yang diikuti dengan tabligh akbar.

Reporter: Reno Alvian
Editor: M. Rudy
"Bendera Komunis yang Harus Dibakar, Bukan Bendera Tauhid" - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/11/25/bendera-komunis-yang-harus-dibakar-bukan-bendera-tauhid/


Ilmu politik adalah ilmu mengatur negara

Ilmu diperlukan untuk segala sesuatu. Umar bin Khattab ra pernah mengatakan belajarlah sebelum kalian memimpin. 

Sejatinya konsep politik ulama adalah menegakkan keadilan. 

Dalam keadaan ulama yang menjadi penguasa atau mengarahkan/menasihati penguasa untuk menegakkan keadilan

Politik yang tidak mendekati ulama akan menjadi politik yang rosak. 

Manakala politik yang meminta arahan/nasihat ulama, akan mewujudkan politik yang baik dan santun. 

Idealnya ulama tidak terlibat berpolitik. 

Keterlibatan ulama dalam politik ada dua kategori. 

Pertama, ulama semestinya mengatasi politik (yang tidak diatur oleh atasan atau menjadi wakil - oh yes man atau pak turut.) 

Model ke dua, ulama boleh bergiat cergas ke dunia politik, tetapi harus menjadi kepala, ketua atau pemimpin dan bukan menjadi dipimpin atau bawahan. 

Ulama boleh menghasilkan Politik dakwahSehingga ulama harus menjaga keidealannya dalam menjadi rujukan penguasa. Ulama harus mengarahkan, bukan diarahkan oleh penguasa atau menjaga hati penguasa seperti Raja dan Sultan. Tiadalah keadilan jika ulama gagal menegur Raja atau Sultan yang bermaksiat. Maka adlah tragedi ulama dipergunakan. Berapa ramai ulama dipenjara dan diseksa dan dibunuh kerana berani menegur Raja atau Sultan untuk kembali ke Jalan Allah Subhanahu Wa Ta'alla. Seperti rakyat biasa, mana-mana Sultan atau Raja yang telah insaf, bertaubat dan kembali ke Jalan Allah Subhanahu Wa Ta'alla., usah digembar gemburkan keburukan yang telah lalu. 

Ulama mengikuti perintah Allah dan Rasul. Merujuk maksud ulil amri, ialah pemimpin iaitu pemimpin yang taat kepada ulama. Keutamaan ulama banyak disebutkan dalam kitab Al Quran. Salah satunya dalam QS. An Nisa ayat (59), perintah untuk taat kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri. Ahli Tafsir sepakat Ulil Amri dalam ayat tersebut bermakana ulama. 
Dua Syarat Ulama Boleh Berpolitik 
Selasa, 20 November 2018 21:34 
Foto: Diskusi 'Arah Politik Ulama' di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (20-11-2018)

KIBLAT.NET, Jakarta – Ketua majelis fatwa Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Dr. Ahmad Zain An Najah mengatakan politik yang tidak mendekati ulama maka akan menjadi politik yang rusak. Sebaliknya apabila politik yang meminta arahan ulama maka akan lahir politik yang baik dan santun.

“Ilmu politik adalah ilmu mengatur negara. Sebab segala sesuatu diperlukan ilmu. Umar bin Khattab pernah mengatakan belajarlah sebelum kalian memimpin. Adapun sumber ilmu adalah melalui ulama,” katanya dalam diskusi ‘Arah Politik Ulama’ di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2018).

Ia menjelaskan keterlibatan ulama dalam politik ada dua, meski idealnya ulama tidak masuk ke dalam politik praktis. Pertama, ulama semestinya berada di atas politisi, yang tidak diatur oleh atasan atau menjadi wakil. Model ke dua, ulama boleh masuk ke dunia politik praktis tetapi harus menjadi pemimpin bukan menjadi bawahan.

“Sehingga ulama harus menjaga keidealannya dalam menjadi rujukan penguasa. Ulama harus mengarahkan, bukan justru diarahkan oleh penguasa. Sebab tidak ada contoh Nabi ﷺ menduduki jabatan sebagai wakil atau bawahan, kecuali pemimpinnya adalah Nabi,” tuturnya.

Dr. Zain melanjutkan sejatinya umat Islam ini bisa memenangkan pertarungan antara hak dan batil tanpa perang. Salah satunya melalui politik ulama yakni politik dakwah. Ulama harus menjadi hakim para politisi, yang mengarahkan atau menegur politisi yang melakukan kekeliruan.

BACA JUGA  

BERITA TERKAIT






“Sejatinya alur politik ulama adalah menegakkan keadilan. Baik ulama menjadi penguasa atau mengarahkan penguasa untuk menegakkan keadilan,” ujar Pimpinan Pesantren Tinggi Al Islam Bekasi itu.

Ia menyampaikan keutamaan ulama banyak disebutkan dalam kitab Al Quran. Salah satunya dalam QS. An Nisa ayat (59), perintah untuk taat kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri. Ahli Tafsir sepakat Ulil Amri dalam ayat tersebut bermakana ulama.

“Sebab ulama mengikuti perintah Allah dan Rasul. Adapun makna ulil amri, pemimpin ialah pemimpin yang taat pada ulama,” tukasnya.

Reporter: Hafidz Syarif
Editor: Imam S. 

TITIAN
Kunci Kesuksesan Itu Bernama Sabar
Dua Syarat Ulama Boleh Berpolitik - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/11/20/dua-syarat-ulama-boleh-berpolitik/

Kumpulan penjahat tuding jari orang lain jahat.

Panglima Militer Inggris: Rusia Lebih Berbahaya daripada ISIS


Foto: Jenderal Carleton-Smith
KIBLAT.NET, London – Kepala Jenderal Angkatan Darat Inggris Mark Carleton-Smith mengatakan bahwa ancaman Rusia lebih besar daripada ancaman dari kelompok-kelompok Islam yang dianggap teroris di Timur Tengah.

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Inggris, Jenderal Carleton-Smith mengatakan bahwa Rusia sekarang menjadi ancaman yang jauh lebih besar bagi keamanan nasional Kerajaan Inggris (Inggris) daripada ISIS dan Al-Qaidah.

“Rusia telah memulai upaya sistematis untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kerentanan Barat, khususnya di beberapa wilayah non-tradisional cyber, ruang angkasa, peperangan bawah laut,” katanya, seperti dikutip India Today, Sabtu (24/11/2018).

“Kami tidak bisa berpuas diri atas ancaman yang diajukan Rusia atau membiarkannya tidak terbantahkan.”

Mantan komandan SAS berusia 54 tahun itu terlibat memimpin pencarian pemimpin Al-Qaidah Osama bin Laden menyusul serangan 11 September 2001. Dia juga berada di garis terdepan peran Inggris dalam kampanye untuk memerangi ISIS di Iraq dan Suriah.

Komentarnya datang setelah Inggris menyebut Rusia terlibat dalam pembunuhan mata-mata Rusia dan putrinya di Salisbury dengan racun.
Pada bulan Oktober, pemerintah Inggris juga menyebut layanan intelijen militer GRU Rusia berada di belakang empat serangan maya profil-tinggi pada target, termasuk Partai Demokrat AS dan jaringan TV kecil di Inggris.

Sumber: India Today
Redaktur: Ibas Fuadi
Panglima Militer Inggris: Rusia Lebih Berbahaya daripada ISIS - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/11/25/panglima-militer-inggris-rusia-lebih-berbahaya-daripada-isis/

Turki dan Rusia Kembali Bahas Kesepakatan Terkait Idlib


Foto: Idlib
KIBLAT.NET, Ankara – Menteri pertahanan Turki dan Rusia membahas situasi terbaru di Idlib dan Tal Rifaat, Suriah barat laut melalui percakapan telepon hari Sabtu (24/11/2018). Hal ini dikemukakan oleh sumber-sumber Turki.

Sumber yang berbicara dengan syarat anonimitas mengatakan Hulusi Akar dan Sergei Shoigu membahas masalah keamanan regional dalam kerangka perjanjian Sochi.

“Dalam percakapan itu, langkah-langkah teknis dan taktis yang akan diambil di lapangan telah ditentukan,” kata sumber tersebut.

“Akar dan Shoigu juga mengkonfirmasi konsensus mereka tentang kerja bersama untuk memastikan dan memelihara perdamaian dan keamanan di Idlib dan Tal Rifaat.”

Setelah pertemuan 17 September di Sochi antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin, kedua pihak sepakat untuk membentuk zona demiliterisasi – di mana tindakan agresi secara tegas dilarang – di provinsi Idlib Suriah.

Menurut ketentuan kesepakatan itu, kelompok-kelompok oposisi di Idlib akan tetap di daerah-daerah di mana mereka sudah hadir, sementara Rusia dan Turki akan melakukan patroli bersama di daerah itu untuk mencegah dimulainya kembali pertempuran.

Kendati demikian, saling gempur dengan martir dan roket beberapa kali terjadi meski penjanjian itu sudah berlaku. Tak hanya melibatkan kelompok jihadis, kelompok-kelompok oposisi yang setuju dengan penjanjian itu juga menjadi sasaran mortar militer Suriah. Namun bentrokan terbatas itu belum menggagalkan perjanjian. 

BACA JUGA  Laporan: Rezim Assad Bersikap Keras terhadap Pengungsi Palestina

Sumber: Zaman el-Wasl
Redaktur: Ibas Fuadi
Turki dan Rusia Kembali Bahas Kesepakatan Terkait Idlib - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/11/25/turki-dan-rusia-kembali-bahas-kesepakatan-terkait-idlib/



Tiada ulasan: