بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ , الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ , الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ , مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ , إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ , اهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيمَ , صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ , غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ.
Assalamualaikum w.b.t/السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Doa pagi Nabi Muhammad S.A.W..
Kisah Nabi Ibrahim as., dan Nabi Ismail as..
Pada suatu
hari, Nabi Ibrahim AS menyembelih korban fisabilillah berupa 1.000 ekor domba,
300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Banyak orang mengaguminya, bahkan para malaikat
pun terkagum-kagum atas korbannya. “Korban sejumlah itu bagiku belum apa-apa.
Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih kerana Allah dan aku korbankan kepadaNya,” kata Nabi Ibrahim AS, sebagai ungkapan karena Sarah, isteri Nabi Ibrahim as., belum juga mengandung.
Kemudian
Sarah menyarankan Nabi Ibrahim as., agar menikahi Hajar, orang negro, yang diperoleh
dari Mesir. Ketika berada di daerah Baitul Maqdis, beliau berdoa kepada Allah
SWT agar dikaruniai seorang anak dan doa beliau dikabulkan Allah SWT. Ada yang
mengatakan saat itu usia Nabi Ibrahim as., mencapai 99 tahun.
Dan kerana
demikian lamanya maka anak itu diberi nama Isma'il, artinya "Allah telah mendengar". Sebagai ungkapan kegembiraan
kerana akhirnya memiliki putra, seolah-olah Nabi Ibrahim as., berseru: "Allah mendengar
doaku".
Ketika usia
Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada pula yang berpendapat 13 tahun), pada
malam Tarwiyah, hari ke-8 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS bermimpi ada seruan,
“Hai Ibrahim! Penuhilah nazarmu (janjimu).” Pagi harinya, beliau pun berfikir
dan merenungkan erti mimpinya semalam.
Apakah mimpi itu dari Allah SWT atau dari syaitan laknatullah?. Dari sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari Tarwiyah (ertinya, berpikir/merenung).
Apakah mimpi itu dari Allah SWT atau dari syaitan laknatullah?. Dari sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari Tarwiyah (ertinya, berpikir/merenung).
Pada malam
ke-9 di bulan Dzulhijjah, beliau bermimpi sama dengan sebelumnya. Pagi harinya,
beliau tahu dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah SWT.. Dari sinilah
hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari ‘Arafah (ertinya mengetahui), dan
bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di tanah Arafah.
Malam
berikutnya lagi, beliau mimpi lagi dengan mimpi yang serupa.
Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nazarnya (janjinya) itu. Kerana itulah, hari itu disebut dengan hari menyembelih korban (yaumun nahr). Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim AS bermimpi untuk yang pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban.
Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nazarnya (janjinya) itu. Kerana itulah, hari itu disebut dengan hari menyembelih korban (yaumun nahr). Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim AS bermimpi untuk yang pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban.
Tiba-tiba
api datang menyantapnya. Nabi Ibrahim as., mengira bahawa perintah dalam mimpi sudah
terpenuhi. Untuk mimpi yang kedua kalinya, beliau memilih unta-unta gemuk sejumlah
100 ekor untuk disembelih sebagai kurban.
Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi. Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun seketika, langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Subuh tiba.
Untuk melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, beliau menemui isterinya terlebih dahulu, Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, sebab ia akan ku ajak untuk bertamu kepada Allah.” Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta meminyaki dan menyisir rambutnya. Kemudian beliau bersama putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang.
Pada saat itu, iblis laknatullah sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir ke sana ke mari. Ismail yang melihatnya segera mendekati ayahnya. “Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” seru iblis laknatullah. “Benar, namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim AS..
Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi. Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun seketika, langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Subuh tiba.
Untuk melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, beliau menemui isterinya terlebih dahulu, Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, sebab ia akan ku ajak untuk bertamu kepada Allah.” Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta meminyaki dan menyisir rambutnya. Kemudian beliau bersama putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang.
Pada saat itu, iblis laknatullah sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir ke sana ke mari. Ismail yang melihatnya segera mendekati ayahnya. “Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” seru iblis laknatullah. “Benar, namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim AS..
Setelah
gagal memujuk Nabi Ibrahim as., iblis laknatullah pun datang menemui Hajar. “Mengapa kau hanya duduk-duduk tenang saja,
padahal suamimu membawa anakmu untuk disembelih?” goda iblis laknatullah. “Kau
jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar.
“Mengapa ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih puteranya?” rayu iblis laknatullah lagi. “Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya. “Ia menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”, goda iblis laknatullah meyakinkannya. “Seorang Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan.
Seandainya itu benar, nyawaku sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia itu, apa lagi hanya dengan mengorbankan nyawa anaku, hal itu belum bererti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap.
“Mengapa ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih puteranya?” rayu iblis laknatullah lagi. “Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya. “Ia menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”, goda iblis laknatullah meyakinkannya. “Seorang Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan.
Seandainya itu benar, nyawaku sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia itu, apa lagi hanya dengan mengorbankan nyawa anaku, hal itu belum bererti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap.
Iblis
laknatullah gagal untuk kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk menggagalkan
upaya penyembelihan Ismail itu. Maka, ia pun menghampiri Ismail seraya memujuknya,
“Hai Isma’il! Mengapa kau hanya bermain-main dan bersenang-senang saja, pada hal
ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali
dan sebilah pedang,”.
“Kau dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail dengan heran. “Ayahmu menyangka bahawa Allah memerintahkannya untuk itu” kata iblis laknatullah meyakinkannya. “Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap.
Ketika iblis laknatullah hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain, mendadak Ismail memungut sejumlah kerikil ditanah dan langsung melemparkannya ke arah iblis laknatullah hingga butalah matanya sebelah kiri. Maka, iblis laknatullah pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah kemudian dikenal dengan kewajiban untuk melempar kerikil (Jumrah) dalam ritual Ibadah Haji.
Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahawa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu? …” (QS. Ash-Shâffât, [37]:102). “Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai bapaku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, In Syaa Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shâffât, [37]:102).
“Kau dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail dengan heran. “Ayahmu menyangka bahawa Allah memerintahkannya untuk itu” kata iblis laknatullah meyakinkannya. “Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap.
Ketika iblis laknatullah hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain, mendadak Ismail memungut sejumlah kerikil ditanah dan langsung melemparkannya ke arah iblis laknatullah hingga butalah matanya sebelah kiri. Maka, iblis laknatullah pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah kemudian dikenal dengan kewajiban untuk melempar kerikil (Jumrah) dalam ritual Ibadah Haji.
Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahawa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu? …” (QS. Ash-Shâffât, [37]:102). “Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai bapaku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, In Syaa Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shâffât, [37]:102).
Mendengar
jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim AS dan langsung berTahmid (mengucapkan
Alhamdulillâh) sebanyak-banyaknya. Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail
berpesan kepada ayahnya, “Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak
bergerak-gerak sehingga meronta-ronta.
Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa hiba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikit pun sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.”
“Tajamkanlah pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada agar ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’ Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga ibu sehingga semakin menambah belasungkawa padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulkan rasa sedih di hati ayah,” sambung Isma'il.
Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa hiba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikit pun sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.”
“Tajamkanlah pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada agar ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’ Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga ibu sehingga semakin menambah belasungkawa padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulkan rasa sedih di hati ayah,” sambung Isma'il.
Setelah
mendengar pesan-pesan putranya itu, Nabi Ibrahim AS menjawab, “Sebaik-baik kawan
dalam melaksanakan perintah Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!”. Kemudian
Nabi Ibrahim as menggoreskan pedangnya sekuat tenaga ke bahagian leher putranya
yang telah diikat tangan dan kakinya, namun beliau tidak mampu menggoresnya.
Ismail berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku agar Para Malaikat megetahui bahawa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan perintah semata-mata karena-Nya.”
Ismail berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku agar Para Malaikat megetahui bahawa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan perintah semata-mata karena-Nya.”
Nabi Ibrahim
as melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya, lalu beliau hadapkan wajah
anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya dengan
sekuat tenaganya, namun beliau masih juga tidak mampu melakukannya kerana pedangnya
selalu terpental. Tidak puas dengan kemampuanya, beliau menghujamkan pedangnya ke
arah sebuah batu dan batu itu pun
terbelah menjadi dua bahagian.
“Hai pedang!
Kau dapat membelah batu, tetapi mengapa kau tidak mampu menembus daging?”
gerutu beliau. Atas izin Allah SWT, pedang menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki
untuk menyembelih, sedangkan Allah penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan
disembelih’. Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?”
Allah SWT
berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu). Dan
Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shâffât, [37]:
106)
Menurut satu
riwayat, bahawa Ismail diganti dengan seekor domba kibas yang dulu pernah dikurbankan
oleh Habil dan selama itu domba itu hidup di Syurga. Malaikat Jibril datang membawa
domba kibas itu dan ia masih sempat melihat Nabi Ibrahim AS menggoreskan pedangnya ke leher putranya. Dan pada saat
itu juga semesta alam beserta seluruh isinya bertakbir (Allâhu Akbar) mengagungkan
kebesaran Allah SWT atas kesabaran kedua-dua umatNya dalam menjalankan
perintahnya.
Melihat itu,
Malaikai Jibril terkagum-kagum lantas mengagungkan
asma Allah S.W.T., “Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar”. Nabi Ibrahim AS
menyahut, “Lâ IlâhaI llallâhu wallâhu Akbar”. Ismail mengikutinya, “Allâhu
Akbar wa lillâhil hamd”. Kemudian bacaan-bacaan tersebut dibaca pada setiap Hari
Raya Korban (Aidul Adha).
Aku doakan moga dirimu bahagia hingga ke akhir hayatmu.
Perhatian:
Pemaparan tajuk-tajuk, gambar-gambar dan segala bagai, adalah pandangan dan
pendapat peribadi yang lebih menjurus kepada sikap dan sifat untuk menjadi
lebih baik dengan mengamalkan gaya hidup menurut perentah dan larangan Allah
S.W.T., antaranya bersikap dengan tiada prasangka, tidak bertujuan untuk
kebencian, tidak berkeperluan untuk bersubahat dengan perkara bohong dan tiada
kaitan dan berkepentingan dengan mana-mana individu. Jujur., aku hanyalah hamba
Allah S.W.T., yang hina dina. BERSANGKA BAIK KERANA ALLAH S.W.T..
Blogger Home.
s3v3n
s3v3n
copyright©
Tiada ulasan:
Catat Ulasan