بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ , الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ , الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ , مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ , إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ , اهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيمَ , صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ , غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ.
Assalamualaikum w.b.t/السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Islam Agama Ku.
Munafik dan kafir laknatullah adalah pemberontak dan pengganas sebenar.
Wanita Perkasa Di Medan Perang
Hari itu Nasibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said tengah
beristirahat di kamar tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan
gunung-gunung batu yang runtuh. Nasibah menebak, itu pasti tentara musuh.
Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di sekitar Gunung Uhud.
Dengan bergegas, Nasibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke kamar. Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya. “Suamiku tersayang,” Nasibah berkata, “aku mendengar suara aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah menyerang.”
Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang mendengar suara itu. Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nasibah menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.
“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”
Said
memandang wajah isterinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak
pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap
dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju utara.
Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk.
Di satu
sudut yang lain, Rasulullah SAW melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang
tulus itu makin mengobarkan keberanian Said saja.
Di rumah, Nasibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang pengendara kuda yang nampaknya sangat gugup.
“Ibu,
salam dari Rasulullah SAW,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru
saja gugur di medan perang. Beliau syahid…”
Nasibah
tertunduk sebentar, “*Inna lillah*…..” gumamnya, “Suamiku telah menang perang.
Terima kasih, ya Allah.”
Setelah
pemberi kabar itu meninggalkan tempat itu, Nasibah memanggil Amar. Ia tersenyum
kepadanya di tengah tangis yang tertahan, “Amar, kau lihat Ibu menangis? Ini
bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih kerana tidak
punya apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi SAW. Mahukah engkau
melihat ibumu bahagia?”
Amar
mengangguk. Hatinya berdebar-debar. “Ambilah kuda di kandang dan bawalah
tombak. Bertempurlah bersama Nabi SAW hingga kaum kafir terbasmi.” Mata amar
bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku
was-was seandainya Ibu tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membela agama
Allah.”
Putra
Nasibah yang berbadan kurus itu pun segera menderapkan kudanya mengikut jejak
sang ayah. Tidak tampak ketakutan sedikit pun dalam wajahnya. Di depan
Rasulullah SAW, ia memperkenalkan diri. “Ya Rasulullah SAW, aku Amar bin Said.
Aku datang untuk menggantikan ayah yang telah gugur.”
Rasulullah
SAW dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang
sejati, Amar. Allah memberkatimu….”
Hari itu
pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung sampai petang. Pagi-pagi
seorang utusan pasukan Islam berangkat dari perkhemahan mereka meunuju ke rumah
Nasibah. Setibanya di sana, perempuan yang tabah itu sedang termangu-mangu
menunggu berita, “Ada kabar apakah gerangan kiranya?” serunya gemetar ketika
sang utusan belum lagi membuka suaranya, “apakah anakku gugur?”
Utusan
itu menunduk sedih, “Betul….” “*Inna lillah*….” Nasibah bergumam kecil. Ia
menangis. “Kau berduka, ya Ummu Amar?” Nasibah menggeleng kecil. “Tidak, aku
gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan ku berangkatan? Saad masih
kanak-kanak.”
Mendegar
itu, Saad yang tengah berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan
remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putra
seorang ayah yang gagah berani.” Nasibah terperanjat. Ia memandangi putranya.
“Kau tidak takut, nak?”
Saad yang
sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di
wajahnya. Ketika Nasibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang
bersama utusan itu.
Di arena
pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun
itu telah banyak menghempaskan banyak nyawa orang kafir. Hingga akhirnya
tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya. Saad
tersungkur mencium bumi dan menyerukan, “Allahu Akbar!”
Kembali
Rasulullah SAW memberangkatkan utusan ke rumah Nasibah. Mendengar berita
kematian itu, Nasibah meremang bulu kuduknya. “Hai utusan,” ujarnya, “Kau
saksikan sendiri aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diri
yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.”
Sang
utusan mengerutkan keningnya. “Tapi engkau perempuan, ya Ibu….” Nasibah
tersinggung, “Engkau meremehkan aku kerana aku perempuan? Apakah perempuan
tidak ingin juga masuk syurga melalui jihad?”
Nasibah
tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas saja menghadap
Rasulullah SAW dengan kuda yang ada. Tiba di sana, Rasulullah SAW mendengarkan
semua perkataan Nasibah. Setelah itu, Rasulullah SAW pun berkata dengan
senyum. “Nasibah yang dimuliakan Allah. Belum waktunya
perempuan mengangkat senjata. Untuk sementara engkau kumpulkan saja
ubat-ubatan dan rawatlah tentera yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang
bertempur.”
Mendengar
penjelasan Nabi SAW demikian, Nasibah pun segera menantang tas ubat-ubatan dan
berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. Dirawatnya mereka yang
luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi
minum seorang prajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba terciprat (terpercik) darah
di rambutnya. Ia menegok. Kepala seorang tentara Islam menggelinding
(mengelitik) terbabat (terkena) senjata orang kafir.
Timbul
kemarahan Nasibah menyaksikan kekejaman ini. Apa lagi waktu dilihatnya Nabi SAW
terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet (tergesel) anak panah musuh,
Nasibah tidak bisa menahan diri lagi. Ia bangkit dengan gagah berani.
Diambilnya pedang prajurit yang rebah itu. Dinaiki kudanya. Lantas
bagai singa betina, ia mengamuk. Musuh banyak yang terbirit-birit
menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang. Hingga pada suatu waktu
seorang kafir mengendap dari belakang dan membabat putus lengan kirinya. Ia
terjatuh terinjak-injak kuda.
Peperangan
terus saja berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga Nasibah teronggok
sendirian. Tiba-tiba Ibnu Mas’ud mengendari kudanya, mengawasi kalau-kalau ada
korban yang bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu melihat seonggok tubuh
bergerak-gerak dengan payah, segera mendekatinya. Dipercikannya air ke muka
tubuh itu. Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, “Isteri Said-kah engkau?”
Nasibah
samar-sama memperhatikan penolongnya. Lalu bertanya, “bagaimana dengan
Rasulullah SAW? Selamatkah beliau?” “Beliau tidak kurang suatu apapun…” “Engkau
Ibnu Mas’ud, bukan? Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku….”
“Engkau
masih luka parah, Nasibah….” “Engkau mau menghalangi aku membela Rasulullah
SAW?”
Terpaksa
Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah payah, Nasibah
menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke pertempuran. Banyak musuh yang
dijungkir balikannya. Namun, kerana tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung
juga lehernya terbabat putus. Rubuhlah perempuan itu ke atas pasir. Darahnya
membasahi tanah yang dicintainya.
Tiba-tiba
langit berubah hitam mendung. Padahal tadinya cerah terang benderang.
Pertempuran terhenti sejenak. Rasulullah SAW kemudian berkata kepada para
sahabatnya, “Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan? Itu adalah
Bayangan Para Malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun
menyambut kedatangan Allahyarhamah Nasibah, wanita yang perkasa.”
Baca juga:
Penyakit Hasad Dengki.
FIRMAN ALLAH S.W.T., YANG BERMAKSUD: "..KEHIDUPAN DUNIA HANYALAH KESENANGAN YANG MEMPERDAYA" [QS. AL 'IMRAN (3):185]
FIRMAN ALLAH S.W.T., YANG BERMAKSUD: Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang yang bukan daripada kalangan kamu (seperti Yahudi, Nasrani, dan Munafiq) menjadi teman karib (yang dipercayai). Mereka tidak akan berhenti berusaha mendatangkan kesusahan kepada kamu. Mereka sukakan apa yang menyusahkan kamu. Telah pun nyata (tanda) kebencian mereka pada pertuturan mulut mereka, dan apa yang tersembunyi oleh hati mereka lebih besar lagi. Sesungguhnya Kami telah jelaskan kepada kamu ayat ayat (Kami), jika kamu memahaminya (memikirkannya).” - [Al Quran Surah Al Imran ayat 118-120]
Perhatian: Pemaparan tajuk-tajuk, gambar-gambar dan segala bagai, adalah pandangan dan pendapat peribadi yang lebih menjurus kepada sikap dan sifat untuk menjadi lebih baik dengan mengamalkan gaya hidup menurut perentah dan larangan Allah S.W.T., antaranya bersikap dengan tiada prasangka, tidak bertujuan untuk kebencian, tidak berkeperluan untuk bersubahat dengan perkara bohong dan tiada kaitan dan berkepentingan dengan mana-mana individu. Jujur., aku hanyalah hamba Allah S.W.T., yang hina dina. BERSANGKA BAIK KERANA ALLAH S.W.T..
KLIK UNTUK KE MENU UTAMA. eaho™.
fgrt9.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan