Ahad, 21 Jun 2015

5413. Berpijak di bumi nyata milik Allah.

Bismillahirrohmanirrohim.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

SubhanAllah.
•...............

Sang Sufi Pemecah Batu 


Di satu sudut pekarangan rumah, seorang lelaki bertubuh tegap hendak mulai bekerja. Ia melepas bajunya. Tak lama ia mengambil alat pemecah batu. Ancang-ancang dilakukannya. Terpancar rasa optimis di wajahnya. Lalu ia mulai memukul batu dihadapannya dengan keras.

Suara pukulan pada batu memecah keheningan di waktu pagi. Satu kali, dua kali, sepuluh kali. Batu belum pecah. Ia memukul kembali. Dua puluh kali. Tiga puluh kali. Batu masih tetap utuh. Ia kembali memukul dengan keras. Empat puluh kali. Lima puluh kali. Batu belum juga pecah. Kali ini, ia memukul dengan lebih keras lagi. Tapi hingga seratus kali pukulan, batu belum pecah juga.

Sang lelaki nampaknya putus asa. Ia pun bersandar di batu tersebut. Nafasnya turun naik. Lelah menghampiri tubuhnya. Tiba-tiba dari arah depan, datang seorang lelaki kurus berbaju putih. Ia tampak seperti seorang sufi dan bermaksud membantu lelaki yang sedang kepayahan tersebut.

“Boleh saya bantu memecahkan batu itu?” tanya sang sufi. Sang lelaki yang tampak kepayahan tadi nampaknya pesimis. Ia saja sudah seratus kali mencoba memecahkan batu, tetapi tetap gagal. Namun, ia mempersilahkan sang sufi itu mencobanya.

“Silahkan saja, saya sudah menyerah.” katanya. Sang sufi pun lalu mengayunkan alat pemecah batu dan memukul batu yang belum pecah tersebut. Sekali, dua kali, tiga kali, hingga kali kelima pukulan yang diayunkan, batu itu akhirnya pecah juga. Lelaki dihadapannya yang menyaksikannya begitu keheranan sekaligus takjub.

“Luar biasa, Anda tentunya mempunyai ilmu khusus!” ujarnya penuh kekaguman. “Tidak, tidak, aku tidak mempunyai ilmu apapun, aku sama seperti dirimu.” jawab sang sufi merendah. Ia melanjutkan, “Batu itu sebenarnya pecah pada hitungan ke seratus lima. Hanya saja Anda tidak sabar melakukannya.”
Perhatikan, sering kali kita tidak sabar pada ‘detik-detik’ akhir dalam perjuangan yang kita lalui. Bisa jadi perjuangan itu sudah dekat di mata. Tapi, karena ketidak sabaran, kita sering gagal mencapai apa yang kita ingini.

Meraih cita-cita yang dituju, tak hanya membutuhkan kerja keras, tapi juga tingkat kesabaran yang tinggi. Sabar tanpa kerja keras merupakan omong kosong belaka. Sedangkan kerja keras tanpa kesabaran hanya menghasilkan kesia-siaan.
Sumber:
facebook
.

Tiada ulasan: