Bila Allah buka aib/ghaibah seseorang - maka keluarkan kata-kata yang sedemikian rupa. Astaghfirullahalazim. Nauzubillahminzalik.
Siapalah pernah undi dia dulu neh? Sampai boleh jadi menteri. Allahu Akbar.
Hukum berkaitan arak dalam Islam: Syeikh Dr Yusuf Al-Qaradawi
By admin Posted in Semasa Posted on March 15, 2017
Khamar (arak) adalah bahan yang mengandung alkohol yang memabukkan.Untuk lebih jelasnya, di sini akan kami sebutkan beberapa bahaya khamar terhadap pribadi seseorang, baik akalnya, tubuhnya, agamanya dan dunianya. Akan kami jelaskan juga betapa bahayanya terhadap rumahtangga ditinjau dari segi pemeliharaannya maupun pengurusannya terhadap isteri dan anak-anak. Dan akan kami bentangkan juga betapa mengancamnya arak terhadap masyarakat dan bangsa dalam existensinya, baik yang berupa moral maupun etika.
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh salah seorang penyelidik, bahwa tidak ada bahaya yang lebih parah yang diderita manusia, selain bahaya arak. Kalau diadakan penyelidikan secara teliti di rumah-rumah sakit, bahwa kebanyakan orang yang gila dan mendapat gangguan saraf adalah disebabkan arak. Dan kebanyakan orang yang bunuh diri ataupun yang membunuh kawannya adalah disebabkan arak. Termasuk juga kebanyakan orang yang mengadukan dirinya karena diliputi oleh suasana kegelisahan, orang yang membawa dirinya kepada lembah kebangkrutan dan menghabiskan hak miliknya, adalah disebabkan oleh arak.
Begitulah, kalau terus diadakan suatu penelitian yang cermat, niscaya akan mencapai batas klimaks yang sangat mengerikan yang kita jumpai, bahwa nasehat-nasehat, kecil sekali artinya.
Orang-orang Arab dalam masa kejahilannya selalu disilaukan untuk minum khamar dan menjadi pencandu arak. Ini dapat dibuktikan dalam bahasa mereka yang tidak kurang dari 100 hama dibuatnya untuk mensifati khamar itu. Dalam syair-syairnya mereka puji khamar itu, termasuk sloki-slokinya, pertemuan-pertemuannya dan sebagainya.
Setelah Islam datang, dibuatnyalah rencana pendidikan yang sangat bijaksana sekali, yaitu dengan bertahap khamar itu dilarang. Pertama kali yang dilakukan, yaitu dengan melarang mereka untuk mengerjakan sembahyang dalam keadaan mabuk, kemudian meningkatkan dengan diterangkan bahayanya sekalipun manfaatnya juga ada, dan terakhir baru Allah turunkan ayat secara menyeluruh dan tegas, yaitu sebagaimana firmanNya:
“Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya arak, judi, berhala, dan undian adalah kotor dari perbuatan syaitan. Oleh karena itu jauhilah dia supaya kamu bahagia. Syaitan hanya bermaksud untuk mendatangkan permusuhan dan kebencian di antara kamu disebabkan khamar dan judi, serta menghalangi kamu ingat kepada Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mau berhenti?” (al-Maidah: 90-91)
Dalam kedua ayat tersebut Allah mempertegas diharamkannya arak dan judi yang diiringi pula dengan menyebut berhala dan undian dengan dinilainya sebagai perbuatan najis (kotor). Kata-kata His (kotor, najis) ini tidak pernah dipakai dalam al-Quran, kecuali terhadap hal yang memang sangat kotor dan jelek.
Khamar dan judi adalah berasal dari perbuatan syaitan, sedang syaitan hanya gemar berbuat yang tidak baik dan mungkar. Justru itulah al-Quran menyerukan kepada umat Islam untuk menjauhi kedua perbuatan itu sebagai jalan untuk menuju kepada kebagiaan.
Selanjutnya al-Quran menjelaskan juga tentang bahaya arak dan judi dalam masyarakat, yang di antaranya dapat mematahkan orang untuk mengerjakan sembahyang dan menimbulkan permusuhan dan kebencian. Sedang bahayanya dalam jiwa, yaitu dapat menghalang untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agama, diantaranya ialah zikrullah dan sembahyang.
Terakhir al-Quran menyerukan supaya kita berhenti dari minum arak dan bermain judi. Seruannya diungkapkan dengan kata-kata yang tajam sekali, yaitu dengan kata-kata: fahal antum muntahun? (apakah kamu tidak mau berhenti?).
Jawab seorang mu’min terhadap seruan ini: “Ya, kami telah berhenti, ya Allah!”
Orang-orang mu’min membuat suatu keanehan sesudah turunnya ayat tersebut, yaitu ada seorang laki-laki yang sedang membawa sloki penuh arak, sebagiannya telah diminum, tinggal sebagian lagi yang sisa. Setelah ayat tersebut sampai kepadanya, gelas tersebut dilepaskan dan araknya dituang ke tanah.
Banyak sekali negara-negara yang mengakui bahaya arak ini, baik terhadap pribadi, rumah tangga ataupun tanah air. Sementara ada yang berusaha untuk memberantasnya dengan menggunakan kekuatan undang-undang dan kekuasaan, seperti Amerika, tetapi akhirnya mereka gagal. Tidak dapat seperti yang pernah dicapai oleh Islam di dalam memberantas dan menghilangkan arak ini.
Dari kalangan kepala-kepala gereja bertentangan dalam menilai bagaimana pandangan Kristen terhadap masalah arak, justru karena di Injil ditegaskan: “Bahwa arak yang sedikit itu baik buat perut.”
Kalau omongan itu betul, niscaya yang sedikit itu perlu dihentikan, sebab minum arak sedikit, dapat membawa kepada banyak. Gelas pertama akan disambut dengan gelas kedua dan begitulah seterusnya sehingga akhirnya menjadi terbiasa.
Setiap yang memabukkan berarti arak
Pertama kali yang dicanangkan Nabi Muhammad s.a.w. tentang masalah arak, yaitu beliau tidak memandangnya dari segi bahan yang dipakai untuk membuat arak itu, tetapi beliau memandang dari segi pengaruh yang ditimbulkan, yaitu memabukkan. Oleh karena itu bahan apapun yang nyatanyata memabukkan berarti dia itu arak, betapapun merek dan nama yang dipergunakan oleh manusia; dan bahan apapun yang dipakai. Oleh sebab itu Beer dan sebagainya dapat dihukumi haram.
Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang minuman yang terbuat dari madu, atau dari gandum dan sya’ir yang diperas sehingga menjadi keras. Nabi Muhammad ﷺ sesuai dengan sifatnya berbicara pendek tetapi padat, maka didalam menjawab pertanyaan tersebut beliau sampaikan dengan kalimat yang pendek juga, tetapi padat:
“Semua yang memabukkan berarti arak, dan setiap arak adalah haram.” (Riwayat Muslim)
Dan Umar pun mengumumkan pula dari atas mimbar Nabi ﷺ “Bahwa yang dinamakan arak ialah apa-apa yang dapat menutupi fikiran.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Minum sedikit
Untuk kesekian kalinya Islam tetap bersikap tegas terhadap masalah arak. Tidak lagi dipandang kadar minumannya, sedikit atau banyak. Kiranya arak telah cukup dapat menggelincirkan kaki manusia. Oleh karena itu sedikitpun tidak boleh disentuh.
Justru itu pula Rasulullah ﷺ pernah menegaskan:
“Minuman apapun kalau banyaknya itu memabukkan, maka sedikitnya pun adalah haram.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi)
”Minuman apapun kalau sebanyak furq6 itu memabukkan, maka sepenuh tapak tangan adalah haram.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi)
Memperdagangkan arak
Rasulullah ﷺ tidak menganggap sudah cukup dengan mengharamkan minum arak, sedikit ataupun banyak, bahkan memperdagangkan pun tetap diharamkan, sekalipun dengan orang di luar Islam. Oleh karena itu tidak halal hukumnya seorang Islam mengimport arak, atau memproduser arak, atau membuka warung arak, atau bekerja di tempat penjualan arak.
Dalam hal ini Rasulullah ﷺ pernah melaknatnya, yaitu seperti tersebut dalam riwayat di bawah ini:
“Rasulullah ﷺ melaknat tentang arak, sepuluh golongan: (1) yang memerasnya, (2) yang minta diperaskannya, (3) yang meminumnya, (4) yang membawanya, (5) yang minta dihantarinya, (6) yang menuangkannya, (7) yang menjualnya, (8) yang makan harganya, (9) yang membelinya, (10) yang minta dibelikannya.” (Riwayat Tarmizi dan Ibnu Majah)
Setelah ayat al-Quran surah al-Maidah (90-91) itu turun, Rasulullah ﷺ kemudian bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan arak, maka barangsiapa yang telah mengetahui ayat ini dan dia masih mempunyai arak walaupun sedikit, jangan minum dan jangan menjualnya.” (Riwayat Muslim)
Rawi hadis tersebut menjelaskan, bahwa para sahabat kemudian mencegat orang-orang yang masih menyimpan arak di jalan-jalan Madinah lantas dituangnya ke tanah.
Sebagai cara untuk membendung jalan yang akan membawa kepada perbuatan yang haram (saddud dzara’ik), maka seorang muslim dilarang menjual anggur kepada orang yang sudah diketahui, bahwa anggur itu akan dibuat arak. Karena dalam salah satu hadis dikatakan:
“Barangsiapa menahan anggurnya pada musim-musim memetiknya, kemudian dijual kepada seorang Yahudi atau Nasrani atau kepada tukang membuat arak, maka sungguh jelas dia akan masuk neraka.” (Riwayat Thabarani)
Seorang muslim tidak boleh menghadiahkan arak
Kalau menjual dan memakan harga arak itu diharamkan bagi seorang muslim, maka menghadiahkannya walaupun tanpa ganti, kepada seorang Yahudi, Nasrani atau yang lain, tetap haram juga.
Seorang muslim tidak boleh menghadiahkan atau menerima hadiah arak. Sebab seorang muslim adalah baik, dia tidak boleh menerima kecuali yang baik pula.
Diriwayatkan, ada seorang laki-laki yang memberi hadiah satu guci arak kepada Nabi ﷺ kemudian Nabi ﷺ memberitahu bahwa arak telah diharamkan Allah. Orang laki-laki itu bertanya:
Rajul: Bolehkah saya jual?
Nabi: Zat yang mengharamkan meminumnya, mengharamkannya juga menjualnya.
Rajul: Bagaimana kalau saya hadiahkan raja kepada orang Yahudi?
Nabi: Sesungguhnya Allah yang telah mengharamkan arak, mengharamkan juga untuk dihadiahkan kepada orang Yahudi.
Rajul: Habis, apa yang harus saya perbuat?
Nabi: Tuang saja di selokan air. (Al-Humaidi dalam musnadnya)
Tinggalkan tempat persidangan arak
Berdasar sunnah Nabi, orang Islam diharuskan meninggalkan tempat persidangan arak, termasuk juga berduduk-duduk dengan orang yang sedang minum arak.
Diriwayatkan dari Umar r.a. bahwa dia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah duduk pada suatu hidangan yang padanya diedarkan arak.” (Riwayat Ahmad)
Setiap muslim diperintah untuk menghentikan kemungkaran kalau menyaksikannya. Tetapi kalau tidak mampu dia harus menyingkir dan menjaga masyarakat dan keluarganya.
Dalam salah satu kisah diceriterakan, bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mendera orang-orang yang minum arak dan yang ikut menyaksikan persidangan mereka itu, sekalipun orang yang menyaksikan itu tidak turut minum bersama mereka.
Dan diriwayatkan pula, bahwa pernah ada suatu kaum yang diadukan kepadanya karena minum arak, kemudian beliau memerintahkan agar semuanya didera. Lantas ada orang yang berkata: ‘Bahwa di antara mereka itu ada yang berpuasa.’ Maka jawab Umar: ‘Dera dulu dia!’
Apakah kamu tidak mendengarkan firman Allah yang mengatakan;
“Sungguh Allah telah menurunkan kepadamu dalam al-Ouran, bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah ditentangnya dan diejeknya. Oleh karena itu jangan kamu duduk bersama mereka, sehingga mereka itu tenggelam dalam omongan lain, sebab sesungguhnya kamu kalau demikian keadaannya adalah sama dengan mereka.” (an-Nisa’: 140)
Khamar adalah penyakit bukan ubat
Dengan nas-nas yang jelas, maka Islam dengan gigih memberantas arak dan menjauhkan umat Islam dari arak, serta dibuatnya suatu pagar antara umat Islam dan arak itu. Tidak ada satupun pintu yang terbuka, betapapun sempitnya pintu itu, buat meraihnya.
Tidak seorang Islam pun yang diperkenankan minum arak walaupun hanya sedikit. Tidak juga diperkenankan untuk menjual, membeli, menghadiahkan ataupun membuatnya. Disamping itu tidak pula diperkenankan menyimpan di tokonya atau di rumahnya. Termasuk juga dilarang menghidangkan arak dalam perayaan-perayaan, baik kepada orang Islam ataupun kepada orang lain. Juga dilarang mencampurkan arak pada makanan ataupun minuman.
Tinggal ada satu segi yang sering oleh sementara orang ditanyakan, yaitu tentang arak dipakai untuk berobat. Dalam hal ini Rasulullah ﷺ pernah menjawab kepada orang yang bertanya tentang hukum arak. Lantas Nabi menjawab: Dilarang! Kata laki-laki itu kemudian: “Innama nashna’uha liddawa’ (kami hanya pakai untuk berobat).
Maka jawab Nabi ﷺ selanjutnya:
“Arak itu bukan obat, tetapi penyakit.” (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Dan sabdanya Rasulullah ﷺ lagi:
Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan untuk kamu bahwa tiap penyakit ada obatnya, oleh karena itu berobatlah, tetapi jangan berobat dengan yang haram.” (Riwayat Abu Daud)
Dan Ibnu Mas’ud pernah juga mengatakan perihal minuman yang memabukkan:
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu dengan sesuatu yang Dia haramkan atas kamu.” (Riwayat Bukhari).
Memang tidak mengherankan kalau Islam melarang berobat dengan arak dan benda-benda lain yang diharamkannya, sebab diharamkannya sesuatu, sesuai dengan analisa Ibnul Qayim, mengharuskan untuk dijauhi selamanya dengan jalan apapun. Maka kalau arak itu boleh dipakai untuk berobat, berarti ada suatu anjuran supaya mencintai dan menggunakan arak itu. Ini jelas berlawanan dengan apa yang dimaksud oleh syara’.
Selanjutnya kata Ibnul Qayim: Membolehkan berobat dengan arak, lebih-lebih bagi jiwa yang ada kecenderungan terhadap arak, akan cukup menarik orang untuk meminumnya demi memenuhi selera dan untuk bersenang-senang, terutama orang yang mengerti akan manfaatnya arak dan dianggapnya dapat menghilangkan sakitnya, maka pasti dia akan menggunakan arak guna kesembuhan penyakitnya itu.
Sebenarnya obat-obat yang haram itu tidak lebih hanya kira-kira saja dapat menyembuhkan.
Ibnul Qayim memperingatkan juga yang ditinjau dari segi kejiwaan, ia mengatakan: “Bahwa syaratnya sembuh dari penyakit haruslah berobat yang dapat diterima akal, dan yakin akan manfaatnya obat itu serta adanya barakah kesembuhan yang dibuatnya oleh Allah. Sedang dalam hal ini telah dimaklumi, bahwa setiap muslim sudah berkeyakinan akan haramnya arak, yang karena keyakinannya ini dapat mencegah orang Islam untuk mempercayai kemanfaatan dan barakahnya arak itu, dan tidak bisa jadi seorang muslim dengan keyakinannya semacam itu untuk berhusnundz-dzan (beranggapan baik) terhadap arak dan dianggapnya sebagai obat yang dapat diterima akal. Bahkan makin tingginya iman seseorang, makin besar pula kebenciannya terhadap arak dan makin tidak baik keyakinannya terhadap arak itu. Sebab kepribadian seorang muslim harus membenci arak. Kalau demikian halnya, arak adalah penyakit, bukan obat.”10
Walaupun demikian, kalau sampai terjadi keadaan darurat, maka darurat itu dalam pandangan syariat Islam ada hukumnya tersendiri.
Oleh karena itu, kalau seandainya arak atau obat yang dicampur dengan arak itu dapat dinyatakan sebagai obat untuk sesuatu penyakit yang sangat mengancam kehidupan manusia, di mana tidak ada obat lainnya kecuali arak, dan saya sendiri percaya hal itu tidak akan terjadi, dan setelah mendapat pengesahan dari dokter muslim yang mahir dalam ilmu kedokteran dan mempunyai jiwa semangat (ghirah) terhadap agama, maka dalam keadaan demikian berdasar kaidah agama yang selalu membuat kemudahan dan menghilangkan beban yang berat, maka berobat dengan arak tidaklah dilarang, dengan syarat dalam batas seminimal mungkin.
Sesuai dengan firman Allah:
“Barangsiapa terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih.” (al-An’am: 145)
Sumber: Halal Haram dalam Islam, Dr Yusuf Al-Qardawi
www.indahnyaislam.my
http://www.indahnyaislam.my/2017/03/hukum-berkaitan-arak-dalam-islam-dr-yusuf-al-qaradawi/
Hukum berkaitan arak dalam Islam: Syeikh Dr Yusuf Al-Qaradawi – Indahnya Islam
‘Kenapa Tak Beri Lesen Kasino, Alkohol Kepada Bumiputera?’ – Zaid Ibrahim
By MT Webmaster On Oct 24, 2018
(Astro Awani) – Kerajaan dicadang untuk memberi lesen pusat judi dan penjualan alkohol kepada Bumiputera supaya mereka dapat bersaing dengan kaum lain dari segi ekonomi.
Cadangan ini dibuat oleh bekas menteri kabinet, Datuk Zaid Ibrahim menerusi sebuah posting di blognya, www.zaid.my, hari ini. Katanya, dasar kerajaan yang selama ini tidak membenarkan orang Melayu menceburi perniagaan sedemikian merupakan faktor utama mereka ketinggalan.
“Kenapa tidak beri lesen kepada Bumiputera untuk buka kasino, pusat hiburan, aktiviti judi dan penjualan alkohol? “Sektor itu merupakan sumber ekonomi yang besar yang melibatkan berbilion ringgit namun orang Melayu dihalang turut serta.
“Bagaimana orang Melayu muslim akan mampu menyaingi kaum lain dari segi ekonomi?” soalnya. Tambah Zaid, perniagaan seperti ini telah memberi peluang kepada kaum Cina untuk melabur dalam bidang hartanah, sekaligus meningkatkan taraf ekonomi mereka.
Disebabkan itu, Zaid mempersoalkan mengapa orang Melayu tidak diberikan peluang yang sama agar mereka juga mampu membeli rumah atau memiliki tanah sendiri. “Perniagaan ini berdosa, sudah tentu, tapi sejak bila kerajaan diberikan mandat di bawah perlembagaan untuk melindungi orang Melayu daripada dosa? “Tugas kerajaan adalah memastikan semua rakyat dapat merasai kekayaan dan kemakmuran negara. Tugas kerajaan bukan untuk memastikan orang Melayu masuk syurga,” katanya. Katanya lagi, beliau akan menyokong dasar yang tidak bersifat diskriminasi yang membolehkan Bumiputera turut serta dalam perniagaan menjual produk tidak halal.
“Sesetengah orang Melayu mudah tersinggung, tapi kita tidak harus menguruskan negara mengikut perasaan semata-mata. “Tidak masuk akal kita boleh terima kasino besar di Genting dan menganggapnya ‘kurang berdosa’ tapi menghalang kasino kecil di tempat lain. “Bumiputera dan orang Melayu yang tidak tersinggung dengan aktiviti ini perlu diberi lesen operasi,” tambahnya.
‘Kenapa tak beri lesen kasino, alkohol kepada Bumiputera?’ – Zaid Ibrahim – Malaysia Today
https://www.malaysia-today.net/2018/10/24/kenapa-tak-beri-lesen-kasino-alkohol-kepada-bumiputera-zaid-ibrahim/
Munafiq si pemecah belah
By admin Posted in Kalam Tokoh Kolumnis Semasa Posted on October 24, 2018
1. RASULULLAH ﷺ melancarkan peperangan kepada Bani Mustaliq setelah agen perisikan kaum muslimin (Buraidah al-Aslami) mengesahkan bahawa al-Harith ibn Dirar (pemimpin Bani Mustaliq) merancang untuk menyerang Rasulullah ﷺ dan Madinah.
2. Dalam peperangan ini, berlaku beberapa insiden yang menarik untuk diteladani.
2.1 Pertama, berlakunya perselisihan antara Jahjah ibn Mas’ud (dari Muhajirin) dan Sinan ibn Wabr al-Juhani (dari kaum Ansar). Perselisihan ini berlaku di telaga al-Muraysi’ dan hampir mencetuskan peperangan di antara kaum Muslimin. Jahjah telah meminta bantuan kaum Muhajirn untuk berlawan dengan Sinan, begitu juga dengan Sinan. Sinan menyeru kaum Ansar untuk menyokong pergaduhan ini.
Mendengar pergaduhan ini, Rasulullah ﷺ segera meleraikan dan menyifatkan pertengkaran ini sebagai sifat asabiyyah iaitu membantu kaum sendiri atas dasar kezaliman. Begitulah Rasulullah ﷺ mendidik Muslim agar mengalah dalam perkara yang ranting dan mengutamakan kesatuan dan perpaduan Muslim.
3. Ketika perkara ini berlaku, Abdullah ibn Ubai (ketua Munafiq) merasa geram apabila melihat pergaduhan sesama Muslim ini tidak berlaku. Bahkan beliau merungut atas sikap Ansar yang selama ini banyak memberi bantuan kepada kaum Muhajirin.
4. Lihatlah sikap si munafiq ini. Mereka dari dahulu suka melihat perpecahan di kalangan Muslim berlaku dan mengambil kesempatan atas emosi dan perselisihan kaum Muslimin. Bahkan munafiq juga tidak suka melihat kebajikan yang dilakukan oleh kaum Ansar yang lebih banyak menguntungkan Islam. Muslim seharusnya bertindak dan menyokong pendirian yang memartabatkan Islam dan bertegas dalam perkara yang menguntungkan kafir dan kekufuran.
5. Insiden yang kedua pula berlaku setelah selesainya perang Bani Mustaliq ini. Kali ini, kaum munafiq bukan sahaja menimbulkan perpecahan dikalangan kaum Muslimin bahkan cuba mencalar kemuliaan keluarga Nabi ﷺ. Saidatina Aisyah telah difitnah melakukan perbuatan yang tidak elok dengan Safwan ibn al-Mu’attal al-Sulami.
5.1 Lihatlah betapa jahatnya perancangan munafiq. Mereka bukan sahaja berusaha memecah-belahkan umat Islam, malah melemparkan fitnah kepada Rasulullah ﷺ.
6. Hari ini kita dipecahkan oleh sesama Muslim. Ketahuilah bahawa perpecahan Muslim hanya menguntungkan si kafir sedangkan Rasulullah ﷺ mendidik kita supaya bersatu dan mengalah dalam perkara yang menguntungkan Islam.
Kegagalan Muslim mencari titik persamaan dalam memartabatkan Islam hanya menyebabkan mereka menjadi lemah, bahkan Rasulullah ﷺ turut dihina, malah Syariah Islam diperlekehkan.
Jangan sampai berlunak dengan kekufuran bahkan menekan agenda Islam sedang Allah memberi petunjuk yang jelas dalam Quran dan Sunnah.
Dr. Ahmad Sanusi Azmi
Penasihat Syariah Indahnya Islam
Penasihat Syariah Indahnya Islam
www.indahnyaislam.my
—-—
Sumbangan ikhlas untuk dakwah Indahnya Islam:
MYDAKWAH RESOURCES
5628 3464 5315 (Maybank Islamik)
5628 3464 5315 (Maybank Islamik)
http://www.indahnyaislam.my/2018/10/munafiq-si-pemecah-belah/
Tiada ulasan:
Catat Ulasan