Rabu, 10 Oktober 2018

Untuk apa badai musibah membadai di serata dunia? 8345.


Berdoa tidak mengajar diri kita lokek (kedekut) dan khianat. In Syaa Allah. 

Berpuas hati kita selamat? Kadang puncanya orang lain yang seronok berpoya-poya dan menafikan ayat-ayat Allah, yang sedang solat jadi mangsa korban. Sedarkah kita itu petandanya kiamat kecil? Bagaimana hebatnya Tentera Allah melaksanakan perintah Allah yang menjadikan mereka. Setianya Air, Api, Angin, Tanah semua menjadi Tentera Allah yang Allah kurniakan kehebatan kepada mereka. Tergapai otak akal manusia yang bersifat baharu, yang juga hamba Nya? Sejauh mana kita kenali diri hasil dari pengetahuan musibah yang Allah turunkan di serata dunia?



Kembali pada Allah. Esakan dan Agongkan akan Dia Allah Tuhan Yang Maha Menjadikan. Salah menyalah, menghukum, sakit hati, tidak puas hati, bukan jalan penyelesaian. Tanpa sedar kita bersubahat dengan perkara mungkar dan perkara maksiat. Antaranya kita tidak mendoakan kebaikan untuk orang lain dan hanya doakan kebaikan untuk diri sendiri. Kita hanya mendoakan Allah redai hidup kita, orang lain terutama untuk Umat Islam apa doa kita?. Kita mohon Allah murahkan rezeki kita, yang lain kita doakan? Jika ya Alhamdulillah. Kita mohon petunjuk, taufik dan hidayah, indah jika itu juga kita doakan untuk yang disekeliling kita. Kita mohon keampunan untuk diri, emak, bapak, isteri, suami, anak-anak juga untuk muslimin dan muslimat. In Syaa Allah. Aamiin.

Kisah Rahmat beroleh Rahmat Allah untuk meneruskan kehidupan. Aamiin:

Rahmat selamat dari tsunami Palu dan Aceh: 'Yang lain turun ke bawah, saya naik ke lantai lima' 
6 Oktober 2018 
Pria yang selamat didua tsunami dahsyat, Acheh dan Palu. 
Lolos dari maut dalam bencana yang menewaskan ribuan orang dan meluluhlantakkan segalanya, merupakan pengalaman luar biasa. Tetapi lolos dari dua bencana serupa? Itulah yang terjadi pada Rahmat Saiful Bahri. 

Pada 2004, pria berusia 50 tahun itu selamat dari tsunami yang menerjang Aceh dan menewaskan 200.000 orang lebih.

Dan Jumat (28/9) 2018 lalu, saat gempa-tsunami menghantam Sulawesi Tengah sehingga sejauh ini menewaskan lebih dari 1.500 orang, pria Aceh ini sedang berada di Palu, salah satu kawasan yang paling parah diterjang tsunami.

Ia kembali lolos dari maut yang sudah begitu dekat. 



Hak atas foto JEWEL SAMAD/AFP/GETTY IMAGES
Sebagai Kepala Sekretariat Majelis Adat Kota Banda Aceh, Rahmat Saiful Bahri berada di Palu untuk menghadiri lokakarya nasional best practiceimplementasi penguatan peran tokoh informal dan lembaga adat, sebuah acara tentang peran adat tradisional daerah dalam kebudayaan Indonesia. 

Ia tiba di Palu pada Kamis (27/08), sehari sebelum pembukaan acara yang dijadwalkan berlangsung Jumat (28/08), dan menginap di sebuah wisma dekat bandara.

Baru pada Jumat itu Rahmat pindah ke Swiss Belhotel tempat berlangsungnya acara. Setelah menyelesaikan registrasi sebagai peserta dan chek-in di hotel yang terletak tak jauh dari di tepi pantai Palu, ia pun masuk kamar.

"Baru masuk kamar mandi di kamar, tiba-tiba gempa mengguncang, sampai saya terbontang-banting di dalam kamar mandi," kata Rahmad Saiful Bahri, kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Rahmat Saiful Bahri, menunggu giliran terbang dari Palu, setela lolos dari terjangan tsunami.
Pengalaman sebagai penyintas tsunami Aceh 2004, membuatnya bergerak cepat. 

"Ketika gempa itu, saya sudah terpikir akan terjadi tsunami, (karena letak Palu di dekat pantai). Maka dari kamar hotel yang berada di lantai tiga, saya bukan lari keluar, tapi berusaha lari ke lantai lima untuk menyelamatkan diri, dari kemungkinan tsunami," katanya. 

Dalam perhitungannya, "kalau pun hotel ambruk karena gempa, yang jadi korban itu di bawah, jadi saya masih bisa selamat karena berada di atas," kata Rahmat. 




Beberapa orang mengikuti jejaknya naik ke lantai lima, lantai tertinggi hotel itu. Bahkan ada yang naik melalui jendela.

Di lantai lima sudah ada beberapa orang. Dan betul saja, tsunami terjadi.

"Tetapi ada juga yang berlarian turun ke bawah dalam keadaan panik, walaupun diserukan untuk jangan turun. Akhirnya jadi korban, terbawa air bah," kata Rahmat.
Hak atas foto MOHD RASFAN/AFP/GETTY IMAGES Image caption 
Swiss Belhotel, tempat Rahmat menginap dan berlindung dari tsunami. 
Dari jendela lantai lima, dalam kecemasan menyaksikan dahsyatnya peristiwa tsunami itu. 

"Kita lihat ombak mungkin tingginya tiga meter, menggulung arah daratan, menghempas hotel kami," kata Rahmat. 

Untunglah bangunan hotel mereka cukup kokoh. "Hanya lantai bawah yang rusak," kata Rahmat pula.
Hak atas foto MOHD RASFAN/AFP/GETTY IMAGES Image caption 
Saat gempa, Rahmat berlari ke lantai lima karena yakin akan ada tsunami. Dan betul: mereka selamat, dan hanya bagian bawah bangunan yang rusak. 

Beberapa puluh menit kemudian, gempa selesai dan gelombang sudah mulai reda, Rahmat bersama beberapa orang lain yang selamat baru berani turun ke lantai bawah. 

"Masih ada air, ketinggiannya tinggal sekitar 30 cm, tapi sudah tenang. Lalu kami bersama yang lain lari ke Bukit Sirei yang jaraknya sekitar dua kilometer dari hotel," katanya, seraya menjelaskan bahwa hal itu untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya tsunami susulan. 

Bukit Sirei tingginya sekitar 50 meter. 

"Semua lari ke bukit, di sana kami berlindung selama setengah hari. Untuk makan ada bantuan dari warga berupa nasi dengan mi instan."
Hak atas foto CARL COURT/GETTY IMAGES 
Setelah merasa keadaan sudah lebih stabil, mereka memutuskan untuk turun dari bukit. Rahmat dan beberasapa sesama peserta lokakarya dari luar Sulawesi, langsung mencari cara untuk terbang meninggalkan Palu. 

"Jadi semua orang berinisiatif untuk pergi ke bandara," kata Rahmat. Bandara Mutiara Sis Al-Juffrie berjarak sekitar 10 km dari tempat mereka. 

Mereka berjalan beberapa jam, menembus lumpur, puing, dan berbagai jenis sampah. 

Jenazah manusia dan bangkai hewan tampak bergelimpangan. Kendaraan yang rusak dan terbalik akibat tsunami terlihat di mana-mana. Juga perabotan-peraboitan rumah dan berbagai benda lain.
Hak atas foto GETTY IMAGES Image caption 
Ribuan orang memadati bandara Palu, untuk menumpang pesawat Hercules agar bisa meninggalkan Palu. 
Di bandara, ternyata sudah sangat banyak orang yang mengantre dengan harapan yang sama: untuk bisa naik pesawat militer jenis Hercules untuk dievakuasi.

Jumlah pesawat dan mereka yang ingin pergi sangat tidak seimbang, Rahmat harus menunggu selama tiga hari ditempat tersebut."Semua orang kesulitan, tidak ada bantuan, tidak ada makanan. Keributan mulai terjadi, karena semua yang ada di situ ingin keluar dari wilayah Palu, lantaran gempa terus terjadi. Syukurnya, pada hari keempat, saya mendapat giliran, dievakuasi ke Makassar, lalu Jakarta. Dan Alhamdulillah, akhirnya tiba kembali ke Aceh," kisah Rahmat.

Sebelumnya, keluarga Rahmat resah ketika dua hari hilang kontak padahal laporan mengenai gempa dan tsunami bermunculan.
Hak atas foto GETTY IMAGES 
'Dua Kali Gempa dan Tsunami' 

Pada Rabu (03/10), Rahmat kembali mendarat di Aceh, kampung halamannya, tempat ia mengalami kejadian serupa 14 tahun lalu dalam skala yang bahkan jauh lebih dahsyat. 

Gempa dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 menewaskan lebih dari 220.000 orang di berbagai negeri, termasuk Thailand. Namun yang paling menderita dan paling banyak korban, adalah Aceh, dengan lebih dari 170.000 korban jiwa. 

Rahmat Saiful Bahri mengenang, pada 2004 ia selamat dari gempa dan tsunami Aceh dengan berlindung di atas surau yang tinggi. Pengalaman yang memberinya pelajaran penting dalam menyelamatkan diri di Palu. 

"Tanggal 26 Desember tahun 2004 itu saya sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja, walaupun hari Minggu, karena ada tugas menyiapkan pidato wali kota untuk rapat paripurna," Rahmat Saiful Bahri, mengenang gempa dan tsunami Aceh 14 tahun lalu. 

Itu tsunami pertama yang dialaminya dalam hidupnya, dan Rahmat tak pernah membayangkan akan mengalami yang kedua kalinya, dan, untungnya, selamat."Mulanya tidak ada yang tahu itu tsunami, semua berpikir itu banjir saja," kata Rahmat. Saat itu rumahnya yang berada di Desa Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, hanya berjarak sekitar satu kilometer dari bibir pantai. "Saya pikir banjir biasa, makanya saya masih sempat mengunci pintu dan membawa semua keluarga ke surau didekat rumah. Namun tiba-tiba gelombang tinggi datang, dan menggulung apa saja," kenang Rahmat."Banyak orang yang di depan mata kita terhimpit bangunan dan dibawa ombak, semua meminta tolong, tapi kita hanya bisa melihat sampai mereka meninggal. lailahaillallah... lailahaillallah... awalnya hidup walaupun terhimpit, tepat didepan mata, tapi tidak ada yang berani menolong.

"Saat itu semua orang berzikir dan mengucapkan apa pun yang bisa diucapkan untuk berdoa," ungkap Rahmat dengan suara yang semakin serak.

Keluarga Rahmat sempat panik karena salah satu anaknya tak ada. Namun ternyata sang anak sudah dievakuasi ke Kabupaten Pidie oleh tetangga, "Semua kami sehat."
Hak atas foto GETTY IMAGES Image caption 
Sejauh mata memandang adalah kehancuran dan puing.
Surau dengan bangunan dua tingkat tempat mereka mengungsi dan berlindung dari tsunami, masih ada sampai saat ini, jelas Rahmat Saiful Bahri.

Pengalaman itulah yang membuatnya bisa mengendus bahaya, Jumat pekan lalu, ketika gempa terjadi.

"Jadi langsung sya mencari tempat tinggi, dan alhamdulillah, selamat untuk kedua kalinya."

Tentu saja, Rahmat berharap peristiwa Palu akan mrupakan tsunami terakhir yang dialaminya, dan tak akan pernah mengalami yang ketiga kali.

Topik terkait 

Rahmat selamat dari tsunami Palu dan Aceh: 'Yang lain turun ke bawah, saya naik ke lantai lima' - BBC News Indonesia
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45703712

Tsunami Palu 


Tsunami Palu - BBC News Indonesia
https://www.bbc.com/indonesia/topics/0d08e896-b094-48e8-8ce8-33fb1f24f4d7

Berita Utama

Tsunami Palu Donggala: korban tewas jadi 2.045, bantuan mulai menembus wilayah terisolir
Di hari terakhir evakuasi, kembali ditemukan sejumlah jenazah, membuat korban tewas seluruhnya menjadi 2.045 orang, sementara ratusan lain dinyatakan hilang selain ribuan orang yang dicemaskan tewas tak teridentifikasi karena likuifaksi.

10 Oktober 2018
 Topan Michael: 'badai monster' mengancam, Florida diungsikan
10 Oktober 2018

Pilihan editor


... 

Tiada ulasan: