بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ , الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ , الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ , مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ , اهْدِنَا الصِّرَاطَ
المُسْتَقِيمَ , صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ , غَيْرِ
المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ.
Assalamualaikum w.b.t/السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
. 006. Nota Buat Pengunjung Blog.. KLIK UNTUK KE MENU UTAMA.
"..KEHIDUPAN
DUNIA HANYALAH KESENANGAN YANG MEMPERDAYA" [QS. ALI 'IMRAN (3):185]
Oleh : Abu Salma al-Atsary
S
|
egala puji hanya bagi Allah, Rabb pemelihara alam semesta, satu-satunya
Ilah yang Haq untuk disembah, yang tiada sekutu bagi-Nya baik dalam
nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, hukum-hukum dan ibadah kepada-Nya, yang
mengutus para Nabi untuk menegakkan haq-Nya, yang menurunkan al-Kitab sebagai
bayyinah atas keesaan-Nya, yang menciptakan malaikat, manusia dan jin hanya
untuk beribadah kepada-Nya, dan menjadikan segala maksud dan tujuan hanyalah
untuk-Nya. Amma Ba’du:
Sesungguhnya, sejak zaman dahulu hingga sekarang, sejak manusia pertama
diciptakan hingga manusia terakhir akan binasa, Tauhid merupakan pondasi dasar
ubudiyah seorang hamba, haq Rabb yang harus dipenuhi hamba-Nya, baik dalam
keadaan lapang maupun sempit, dalam keadaan suka maupun duka. Bahkan, tiadalah
diutus para anbiya’ dimuka buni ini kecuali mengembalikan fitrah manusia pada
kesuciannya, dalam mengabdi dan beribadah kepada penciptanya semata.
Namun, sungguh sayang, ketika kelompok-kelompok Islam yang parsial/juz’iyyat dalam
gerakannya bermunculan, mereka membangun bangunan yang dimulai dari atapnya,
sedangkan pondasinya keropos dan kosong dari pilar-pilar aqidah, maka bagaimana
mungkin bangunan tersebut akan berdiri, sedangkan pondasinya tidak ada dan
mereka mencurahkan segala daya dan upaya mencari cara untuk membangun atap
bangunan yang tak berpondasi dan berpilar tersebut.
Mereka berfikir, jika mereka membangun pondasi terlebih dahulu, akan memerlukan waktu yang lama, biaya dan tenaga yang besar, sedangkan hujan, badai dan terik telah menyiksa, maka atap untuk berlindung lebih diperlukan, karena mereka tak kuat lagi tertimpa hujan dan panas terik…
Mereka berfikir, jika mereka membangun pondasi terlebih dahulu, akan memerlukan waktu yang lama, biaya dan tenaga yang besar, sedangkan hujan, badai dan terik telah menyiksa, maka atap untuk berlindung lebih diperlukan, karena mereka tak kuat lagi tertimpa hujan dan panas terik…
Namun sungguh malang, karena upaya mereka itu adalah mustahil dan bodoh,
karena biar bagaimanapun, pondasi adalah penting dalam membangun infra-struktur
suatu bangunan, tanpa pondasi, maka kita seolah-olah hanya mengharap sesuatu
yang tak mungkin tegak, bak hendak meraih bulan dan bintang di tengah malam,
padahal tangan tak sampai.
Pun seandainya berdiri atap tersebut, dan mereka beranggapan telah aman dari hujan dan terik yang mendera, namun bangunan itu sangat lemah, hanya dengan tiupan angin sedikit saja, maka akan hancur berkeping-keping bangunan dan usaha mereka yang sia-sia tersebut. Inilah perumpaan mereka, penyeru-penyeru Islam yang senantiasa menggembar-gemborkan khilafah Islamiyyah, namun mereka jahil dan acuh terhadap aqidah dan manhaj yang benar di dalam Islam.
Pun seandainya berdiri atap tersebut, dan mereka beranggapan telah aman dari hujan dan terik yang mendera, namun bangunan itu sangat lemah, hanya dengan tiupan angin sedikit saja, maka akan hancur berkeping-keping bangunan dan usaha mereka yang sia-sia tersebut. Inilah perumpaan mereka, penyeru-penyeru Islam yang senantiasa menggembar-gemborkan khilafah Islamiyyah, namun mereka jahil dan acuh terhadap aqidah dan manhaj yang benar di dalam Islam.
Inilah fenomena nyata saat ini, dimana banyak sekali kelompok yang
mengklaim sebagai kelompok penegak syariat islamiyyah dan pelanggeng
hukum-hukum Islam, berkoar-koar ke sana kemari, meneriakkan dan memekikkantathbiqus
syarii’ah (penegakkan syariat), namun sekali lagi sungguh sayang,
pekikan mereka tampak begitu parsial, seolah-olah syariat Islam yang dimaksud
hanyalah seputar hukum-hukum siyasiyyah saja, hanya
penyelenggaraan hukumhad, qishash, dan lain sebagainya, mereka
melalaikan suatu hal yang lebih penting dari itu semua, yang merupakan dasar
dan pijakan dari hukum-hukum lainnya, dan merupakan syariat terbesar di dalam
Islam, yang seharusnya kita tegakkan dan kita prioitaskan, sebagai
pengejawantahan penegakkan syariat secara integral dan kaafah, yakni penegakkan
haqqullah (hak Allah) yang wajib dipenuhi hamba-Nya, yaitu mentauhidkan-Nya di
dalamuluhiyah/ubudiyyah.
Karena inilah metode rasululullah ShallaLlahu 'alaihi wa Sallam dalam da’wahnya, manhajnya seluruh rasul dan nabi, karena Allah Ta'ala’ala telah menandaskannya secara gamblang di dalam firman-Nya surat An-Nahl ayat 36, “Dan sungguh telah kami utus pada tiap-tiap ummat seorang rasul, (yang menyeru) sembahlah Allah semata dan jauhilah thaghut.”
Karena inilah metode rasululullah ShallaLlahu 'alaihi wa Sallam dalam da’wahnya, manhajnya seluruh rasul dan nabi, karena Allah Ta'ala’ala telah menandaskannya secara gamblang di dalam firman-Nya surat An-Nahl ayat 36, “Dan sungguh telah kami utus pada tiap-tiap ummat seorang rasul, (yang menyeru) sembahlah Allah semata dan jauhilah thaghut.”
Mereka menyatakan bahwa menegakkan daulah merupakan ghoyah (tujuan)
da’wah, dan daulah khilafah Islamiyyah adalah suatu hal yang niscaya dan wajib,
mereka berdalil dengan qoidah ushul fiqh, Maa Laa Yutimmu waajibun illa
bihi fahuwa waajibun, Suatu hal yang jika tanpanya tidak akan sempurna
suatu kewajiban, maka hukumnya adalah wajib, karena tidaklah akan tegak syariat
Islam kecuali jika ada perangkatnya, sedangkan daulah khilafah adalah perangkat
syar’i untuk meng-implementasikannya. Maka daulah khilafah hukumnya wajib, dan
tidak menegakannya termasuk dosa.
Mereka juga berdalil dengan hadits baiat, bersabda nabi ShallaLlahu
'alaihi wa Sallam, “Man maata walaysa fi unuqihi baa’iatan, fa maata
miytaatan jaahilayatan” (barangsiapa yang mati sedangkan tidak ada baiat di
pundaknya, maka matinya bagaikan bangkai jahiliah).
Anggapan mereka, bahwa baiat wajib atas kholifah/imamul a’dham, namun sekarang saat tak ada imamul a’dham, maka dengan kembali ke qoidah awal tadi, makai baiat adalah wajib, karena jika tak ada baiat maka mati kita adalah mati jahiliah, sehingga wajib atas kita untuk membaiat seorang imamul a’dham, padahal ba’iat takkan bisa ditegakkan jika tak ada daulah, maka menegakkan daulah hukumnya wajib, sehingga menurut anggapan mereka, orang-orang yang menegakkan daulah tidak terkena ancaman hadits tersebut, namun orang Islam yang tak ada keinginan untuk menegakkan daulah terkena ancaman matinya dalam keadaan jahiliah.
Anggapan mereka, bahwa baiat wajib atas kholifah/imamul a’dham, namun sekarang saat tak ada imamul a’dham, maka dengan kembali ke qoidah awal tadi, makai baiat adalah wajib, karena jika tak ada baiat maka mati kita adalah mati jahiliah, sehingga wajib atas kita untuk membaiat seorang imamul a’dham, padahal ba’iat takkan bisa ditegakkan jika tak ada daulah, maka menegakkan daulah hukumnya wajib, sehingga menurut anggapan mereka, orang-orang yang menegakkan daulah tidak terkena ancaman hadits tersebut, namun orang Islam yang tak ada keinginan untuk menegakkan daulah terkena ancaman matinya dalam keadaan jahiliah.
Maka, kami katakan pada mereka, wahai para pengklaim penegak hukum Islam
dan perindu daulah khilafah Islamiyyah, dengan cara apakah antum memenuhi
harapan antum tersebut? Dengan metode bagaimanakah antum menegakkannya?
Na’am!!! Tidak dipungkiri bahwa syariat islam takkan bisa tegak secara sempurna
jika tidak didukung oleh hukama’ atau daulah Islamiyyah.
Sungguh merupakan suatu dambaan bagi kami dan antum akan tegaknya daulah khilafah Islamiyyah ‘ala manhaj nubuwwah, namun ingatlah, bahwa islam ini adalah agama yang sempurna, yang tak butuh pengurangan terlebih lagi penambahan, telah terang metode da’wah al-haq di al-Qur’an dan as-Sunnah, bahwa tidaklah para nabi dan rasul (QS 16:36, 21:25), baik itu nabi Nuh kepada kaumnya (QS 7:59), Hud kepada kaum ‘Aad (QS. 7:65), Sholih kepada kaum Tsamud (QS. 7:73), Nabi Syuaib kepada Madyan (QS. 7:85), dan seluruh Nabi hingga Nabi terakhir kita MuhammadShallaLlahu 'alaihi wa Sallam (39:65-66, dan masih banyak ayat pada tempat lain) melainkan adalah mereka semua diutus untuk menegakkan peribadatan hanyalah untuk Allah semata, baik dalam ibadah dan ahkam. Lantas, mengapa gaung dan gema pekikan tathbiq syariiatil islaamiyyah yang antum tabu kosong dari syariat islamiyyah yang paling tinggi ini, yakni da’wah kepada tauhidul uluhiyyah/ibaadah? Kenapa antum konsentrasikan, fokuskan dan curahkan segala daya dan upaya antum pada bagian yang parsial/juz’iyyah saja, yakni penegakkan daulah khilafah semata, penegakan syariat had, qishahsh dan yang semisalnya, sedangkan tidak pernah kami lihat antum mengajak manusia kepada Aqidah yang benar secara tafshil (teperinci), kepada sunnah nabi yang mulia yang shohihah, kepada dien yang murni sebagaimana awalnya.
Sungguh merupakan suatu dambaan bagi kami dan antum akan tegaknya daulah khilafah Islamiyyah ‘ala manhaj nubuwwah, namun ingatlah, bahwa islam ini adalah agama yang sempurna, yang tak butuh pengurangan terlebih lagi penambahan, telah terang metode da’wah al-haq di al-Qur’an dan as-Sunnah, bahwa tidaklah para nabi dan rasul (QS 16:36, 21:25), baik itu nabi Nuh kepada kaumnya (QS 7:59), Hud kepada kaum ‘Aad (QS. 7:65), Sholih kepada kaum Tsamud (QS. 7:73), Nabi Syuaib kepada Madyan (QS. 7:85), dan seluruh Nabi hingga Nabi terakhir kita MuhammadShallaLlahu 'alaihi wa Sallam (39:65-66, dan masih banyak ayat pada tempat lain) melainkan adalah mereka semua diutus untuk menegakkan peribadatan hanyalah untuk Allah semata, baik dalam ibadah dan ahkam. Lantas, mengapa gaung dan gema pekikan tathbiq syariiatil islaamiyyah yang antum tabu kosong dari syariat islamiyyah yang paling tinggi ini, yakni da’wah kepada tauhidul uluhiyyah/ibaadah? Kenapa antum konsentrasikan, fokuskan dan curahkan segala daya dan upaya antum pada bagian yang parsial/juz’iyyah saja, yakni penegakkan daulah khilafah semata, penegakan syariat had, qishahsh dan yang semisalnya, sedangkan tidak pernah kami lihat antum mengajak manusia kepada Aqidah yang benar secara tafshil (teperinci), kepada sunnah nabi yang mulia yang shohihah, kepada dien yang murni sebagaimana awalnya.
Maka kami katakan lagi kepada mereka mengenai dalil-dalil parsial mereka
tentang ghoyah da’wah mereka yang mereka orientasikan kepada
daulah, maka kami jawab:
1. Likulli maqool maqoom wa likulli maqoom maqool (tiap-tiap
ucapan ada tempatnya dan tiap tempat juga ada ucapannya), qoidah yang antum
gembar-gemborkan, Laa yutimmu waajibun illa bihi fahuwa waajib,
tentulah ada konteksnya, dan memang kami membenarkan bahwa daulah adalah suatu
hal yang niscaya sebagai perangkat penegakkan syariat islamiyyah, dan ini
adalah ideal keinginan tiap muslim, jika ada muslim yang tak menghendaki akan
adanya daulah Islamiyyah maka patutlah dipertanyakan keimanannya, namun satu
hal yang harus diingat, metode apakah yang kita tempuh dalam menuju daulah
Islamiyyah, inilah yang membedakan antara kami dengan antum, antum lebih fokus
kepada upaya parsial dengan pengopinian kepada masyarakat pentingnya daulah
islamiyyah dan penegakkan syariat (walau banyak dari antum jahil terhadap
syariat itu sendiri) sedangkan kita mengajak ummat secara integral dari metode
yang digariskan Allah dan Rasul-Nya, yang kita berpijak dan berangkat darinya.
Maka wahai antum yang berjuang dengan orientasi daulah, kita katakan, maa
laa yutimmu waajibun illa bihi fahuwa waajib, dengan qoidah ini kita
sepakat bahwa menegakkan daulah adalah suatu hal yang niscaya, maka mari kita
juga bersepakat, dengan qoidah itu pula, tidak akan bisa tegak daulah jika kita
tidak meniti dengan metodenya paraanbiya’ dan rusul yang
telah ma’tsur di dalam kitabain, yakni memulai
da’wah ini dari tauhid dan aqidah shohihah.
2. Allah Ta'ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah”
(Al-Hujurat : 1), dari ayat ini maka wajib bagi tiap mu’min untuk
mendahulukan al-Qur’an dan as-Sunnah dari lainnya, dan wajib berhujjah dengan
keduanya, maka apakah layak bagi kita mendahulukan qoidah ushul fiqh di
atas al-Qur’an dan as-Sunnah. Padahal ushul fiqh merupakan istinbath para
ulama’ yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah,.
3. Allah Ta'ala berfirman, “Kemudian jika kamu berselisih mengenai
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah)”
(An-Nisaa’ : 59), dari ayat ini wajib atas mu’min jika berselisih untuk
mengembalikan kepada al-Qur’an dan al-Hadits. Sekarang kita berselisih terhadap
orientasi da’wah, antum mengatakan daulah prioritas pertama saat ini sedangkan
kami menyatakan tauhid dan aqidah islamiyyah yang terpenting, maka merupakan
kewajiban atas kita untuk mengembalikan perselisihan kita ini kepada kitabain,
maka wahai antum yang berorientasi kepada daulah dan tathbiqusy
syarii’at, tunjukkan dalil-dalil antum dari al-Qur’an dan as-Sunnah, di
ayat mana para anbiya’ dan rusul memulai
da’wahnya dan memprioritaskan da’wahnya kepada kekuasaan, di hadits
mana?? Apakah qoth’i ad-Dilalah (pasti
penunjukannya)??, maka ketahuilah!!! kami dapat menunjukkan berpuluh-puluh ayat
dari al-Qur’an dan beratus-ratus hadits tentang manhaj kami yang qoth’i
ad-Dilalah, bahwa metode haq dari kitabain adalah tauhid, prioritas pertama
dan utama!!!
4. Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Allah takkan merubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka.”
(ar-Ra’du : 11), kita beristifaadah dengan ayat ini bahwa keadaan
ummat ini takkan berubah hingga ummat ini yang merubah keadaan mereka, tentunya
dengan cara/ikhtiyar yang masyru’ (disyariatkan),
maka kita sama-sama sepakat dan sering menggunakan ayat ini, namun kita berbeda
dalam pemahamannya, antum sering menggunakan ayat ini sebagai hujjah wajibnya
menerapkan syariat islamiyyah dan dorongan untuk menegakkannya sebagai solusi
dari semua krisis ummat saat ini, namun antum lupa, bahwa ikhtiyar manusia itu
juga tak lepas dari Irodah syar’iyyah Allah, yakni Allah
takkan menolong hamba-Nya yang tak menolong agama-Nya, Intanshurullahu
yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum, mafhum muwaafaqoh (pemahaman
tekstual) dari ayat ini adalah, jika kita menolong agama Allah niscaya Allah
akan menolong kita, namun mafhum mukhalafah (pemahaman
berkebalikan) dari ayat ini adalah, jika kita tidak menolong
agama Allah dengan cara yang digariskan Allah dan rasul-Nya, maka bagaimana
mungkin Allah akan menolong kita dan memperteguh kedudukan kita,
walaupun kita sudah berusaha untuk merubah keadaan kita, namun jika Allah
tak menghendaki, yang disebabkan oleh faktor penghalang turunnya nashrullah,
maka keadaan kita akan tetap demikian, dan ingatlah bahwa cara perubahan yang
paling masyru’ adalah inqilabiyyah yakni dengan tashfiyah (pensucian/pemurnian)
dari syirik, bid’ah, maksiat, dan tarbiyah(pembinaan) dengan
aqidah yang benar, sunnah yang shohihah, dan amal yang sholih. Inilah metode
yang haq itu, inilah perubahan yang akan membawa kepada kemenangan, yakni at-Tashfiyah
wat-Tarbiyah!!!
5. Allah Ta'ala berfirman, “Dan Allah telah bejanji dengan
orang-orang yang beriman diantara kalian dan beramal sholeh, bahwa ia
sungguh-sungguh akan menjadikanmu berkuasa di bumi (dengan kekhilafahan),
sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang sebelummu berkuasa, dan sungguh ia
akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhai-Nya untuk mereka, dan Ia
benar-benar merubah keadaan mereka setelah mereka dala keadaan ketakutan
menjadi aman sentausa, mereka tetap menyembah-Ku dan tiada mempersekutukan-Ku
dengan suatu apapun.” (an-Nur : 55), ayat ini bagi orang-orang yang berakal
pasti akan menunjukkan banyak faidah, dari tekstual ayat telah nyata bahwa
merupakan janji Allah untuk memberikan kekuasaan bagi ummatnya yang
beriman dan beramal sholih, iman kepada Allah secara ijmal (global) dan tafshil
(terperinci), yang mana keimanan ini hanya dimiliki oleh ahlus sunnah wal
jama’ah, dan beramal sholih, yang ikhlash lillahi Ta'ala dan ittiba’ rosul
ShallaLlahu 'alaihi wa Sallam, inilah syarat kemenangan itu, bahkan pada akhir
ayat Allah menjelaskan syarat yang lain, yakni mentauhidkan-Nya semata
dan tak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun. Lantas, bagaimana mungkin
Allah Ta'ala akan mmberikan kekuasaan jika ummat ini masih jahil terhadap
aqidah yang benar, mereka tak bisa membedakan mana syirik mana tauhid, mana
sunnah mana bid’ah, mereka masih menyembah kuburan-kuburan, bertawassul dengan
wali-wali dan orang sholih yang telah meninggal, menyeru mayat-mayat, membangun
kubah di kuburan, ghuluw terhadap nenek moyang mereka, lantas bagaimana mungkin
Allah akan memenuhi janji-Nya. Maka berfikirlah!!! Inilah yang ditinggalkan
oleh hampir kebanyakan kelompok islam, yakni metode da’wah integral/kulliyat
yang ittiba’ terhadap metode da’wah anbiya’ dan rusul,
yang ma’tsur di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, yang tidaklah jika ummat ini
berpijak dan berangkat dainya kecuali hanyalah kemenangan yang akan didapatnya.
Maka berfikirlah sekali lagi wahai antum yang berjuang menatap ke langit namun
kepalamu tak mampu mendongak ke atas apalagi meraihnya.
6. Al-Ghoyah laa tubirrul washilah, Tujuan tak membenarkan
segala cara, karena, al-ashlu fil ‘ibaadah al-ittiba’, asal
dari ibadah adalah ittiba’ rasul, dan islam itu tauqifiyyah, laa
yutsbitu illa bid’dalil, tidak ditetapkan kecuali dengan dalil, dan
da’wah termasuk bagian dari islam, dan ia adalah da’wah, sedangkan da’wah itu
adalah tauqifiyyah, maka wajib untuk ittiba’ terhadap metode
rasul, maka kami tanyakan kepada mereka, ittiba’ terhadap siapakah antum dalam
metode da’wah antum? Tidakkah antum telah melakukan bid’ah fi manhajid
da’wah, bid’ah dalam metode da’wah? Maka dimanakah hujjahmu wahai orang
yang berakal???
Sungguh, kami dapat menunjukkan kepada mereka berpuluh hujjah akan
lemahnya pemahaman mereka terhadap manhaj da’wah bid’iyyah mereka, banyak kitab
yang telah ditulis para ulama’ mengenainya, namun kami cukupkan hanya sampai di
sini, semoga dapat mengambil pelajaran orang-orang yang berakal, dan semoga
impian mereka yang hanya isapan jempol semata itu dapat sirna dan mereka
akhirnya tersedarkan bahwa kita takkan dapat meraih kekuasaan dengan pemahaman
parsial, dan bersumber dari pemahaman mu’tazilah, khowarij dan kelompok
sempalan Islam.
Perhatian: Pemaparan tajuk-tajuk,
gambar-gambar dan segala bagai, adalah pandangan dan pendapat peribadi
yang lebih menjurus kepada sikap dan sifat untuk menjadi lebih baik
dengan mengamalkan gaya hidup menurut perentah dan larangan Allah
S.W.T., antaranya bersikap dengan tiada prasangka, tidak bertujuan untuk
kebencian, tidak berkeperluan untuk bersubahat dengan perkara bohong
dan tiada kaitan dan berkepentingan dengan mana-mana individu. Jujur.,
aku hanyalah hamba Allah S.W.T., yang hina dina. BERSANGKA BAIK KERANA
ALLAH S.W.T..
Tiada ulasan:
Catat Ulasan