Sejarah oral sex, setua sejarah manusia itu sendiri. Dimulai ketika Cleopatra melakukannya terhadap 100 orang laki-laki perwira Romawi hanya dalam waktu satu malam. Ini terjadi sekitar tahun 30-69 Sebelum Masehi. Oral sex masa itu masih terbatas bagi kaum laki-laki saja (fellatio=mencumbu alat vital pria). Sebab masa itu wanita belum terbiasa membersihkan alat kelamin dengan menggunakan air. Namun seiring dengan berjalannya waktu, priapun melakukan oral sex terhadap wanita (cunnilingus).
Oral sex atau sexualoralisme atau hubungan sex dengan gaya “karaokean” terdiri dari gabungan dua kata yaitu sexual dan oralisme. Kata sexual berarti nafsu birahi atau syahwat yang disalurkan melalui hubungan intim atau senggama yang dalam bahasa Arab disebut jima. Sedangkan kata oralisme berarti mulut. Dalam bahasa Arab disebut al-lisan (jama’ dari alsinatun wa alsunun), yang artinya segala sesuatu dengan menggunakan mulut. Secara terminologis berarti sexualoralisme berarti mendapatkan kepuasan hubungan seksual dengan menggunakan mulut, bibir atau lidah untuk merangsang alat kelamin pasangan.
Oral sex selalu menjadi primadona pertanyaan selama ini. Apakah tabu atau tidak. Tahukah Anda bahwa dalam Islam sebelum melakukan hubungan sex, kita dianjurkan untuk melakukan foreplay (mula’abah) atau permainan pendahuluan? Ini dianjurkan agar hubungan sexual yang dilakukan tidak menyerupai hubungan sexual yang dilakukan oleh binatang. Tanpa pemanasan. Sehingga diharapkan tidak ada pihak yang tersakiti. Dan sangat diharapkan kedua belah pihak untuk bisa menikmatinya. Salah satu bentuk foreplay dalam pengetahuan sexualitas modern yaitu tadi oral sex atau sexualorisme yang dikenal juga dengan sebutan posisi 69.
Umat Islam masih sering menganggap oral sex dianggap tidak sesuai dengan tuntunan melakukan hubungan sexual yang diajarkan oleh Rasulullah yang penuh dengan etika dan estetika yang luhur. Hal ini diperkuat dengan teks-teks Al-Qur’an dan hadist yang berbicara masalah hubungan sex masih bersifat zhanni (samar). Sehingga membuka peluang pemahaman yang berbeda-beda di kalangan ulama. Terutama mempertimbangkan segi mashlahat dan mudharatnya. Akan tetapi apabila ditinjau dari aspek manfaat, berdasarkan penelitian Imam al-Syathibi (w. 790 H) dalam karya monumentalnya, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, bahwa ada lima unsur pokok dalam kehidupan yang harus dipelihara yaitu hifzh al-din (memelihara agama), hifzh al-nafs (memelihara jiwa), hifzh al-aql (memelihara akal), hifzh al-nasl (memelihara keturunan) dan hifzh al-mal (memelihara harta). Kelima pokok tersebut merupakan hasil interprestasi Al-Qur’an dan Hadist. Berdasarkan hasil penelitian Imam al-Syathibi diatas maka kajian tentang perilaku oral sex dalam pandangan Islam dan medis sangatlah penting untuk dilakukan, terutama dari segi manfaat (mashlahat) dan mudharatnya.
Namun terlepas dari itu semua, hal ini tergantung dari kepentingan, kenyamanan, kesehatan alat kelamin dan mulut serta komitmen dalam perkawinan antara pasangan suami istri yang sah secara hukum dan agama untuk melakukan oral sex. Jangan sampai salah satu pihak merasa terintimidasi!
Kesimpulannya::
Oral sex = ulama-ulama sepakat untuk MEMPERBOLEHKAN, bahkan menelan sperma pun tidak dilarang. Namun ada ulama yg tidak sependapat, karena oral sex ~ menyalahi penggunaan anggota tubuh.
Oral sex = ulama-ulama sepakat untuk MEMPERBOLEHKAN, bahkan menelan sperma pun tidak dilarang. Namun ada ulama yg tidak sependapat, karena oral sex ~ menyalahi penggunaan anggota tubuh.
Sumber:
Tiada ulasan:
Catat Ulasan