Indonesia Rawan (terdedah) Bencana, Bagaimana Seorang Mukmin Bersikap?
Wilayatul Faqih, Agenda Politik Kaum Syiah
Insiden Pengeroyokan Harlingga, Begini Cara Islam Menjaga Nyawa Manusia
Khutbah Jumat: Mengapa Kita Harus Menegakkan Syariat
Khutbah Jumat : Tiga Rahasia Sahabat Nabi Menjadi Umat Terbaik
Khutbah Jumat : Obat Bagi Yang Merindukan Haji – Ust Abu Umar Abdillah
Khutbah Jumat: Tugas Ulama, Meluruskan Penyimpangan Penguasa
Khutbah Jumat: Pertarungan Abadi antara Haq Dan Bathil
Khutbah Jumat: Berdiri di Barisan Ahlul Haq – Ust. Abu Harits, Lc.

Indonesia Rawan (terdedah) Bencana, Bagaimana Seorang Mukmin Bersikap?
Jum'at, 12 Oktober 2018 19:10

Foto: Wilayah terdampak tsunami di Donggala, Sulteng.
KIBLAT, Jakarta – Musibah bencana silih berganti terjadi di bumi pertiwi, ribuan jiwa korban meninggal dunia telah menjadi saksi bahwa Indonesia menjadi negara rawan bencana. Dalam buku yang disusun Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia “Resiko Bencana Indonesia” dari segi ilmu kebumian, Indonesia memang merupakan daerah yang sangat menarik.Profil Geologi Indonesia, Rawan Bencana
Selain memiliki wilayah paparan benua yang luas (Paparan Sunda dan Paparan Sahul), Indonesia juga memiliki pegunungan lipatan tertinggi di daerah tropika dan bersalju abadi (Pegunungan Tengah Papua). Selain itu, wilayah Indonesia menjadi satu-satunya di dunia yang terdapat laut antar pulau yang sangat dalam yaitu Laut Banda (lebih dari 5.000 meter), dan laut sangat dalam antara dua busur kepulauan yaitu palung Weber (lebih dari 7.000 meter). Dua jalur gunung api besar dunia juga bertemu di Nusantara dan beberapa jalur pegunungan lipatan dunia pun saling bertemu di Indonesia.
Kondisi tersebut merupakan bagian dari hasil dari proses pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik. Zona pertemuan antara lempeng Indo Australia dengan lempeng Eurasia di lepas pantai barat Sumatera, selatan Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan lempeng Pasifik di bagian utara pulau Papua dan Halmahera.
Zona ini umumnya juga ditandai dengan keberadaan palung yang cukup dalam. Aktifitas tektonik yang terjadi menyebabkan terbentuknya deretan gunung api (volcanic arc) di sepanjang pulau Sumatera, Jawa-Bali-Nusa Tenggara, utara Sulawesi-Maluku, hingga Papua. Deret gunung api di Indonesia merupakan bagian dari deret gunung api sepanjang Asia-Pasifik yang sering disebut sebagai Ring of Fire atau deret sirkum pasifik.
BACA JUGA Fanatisme Buta Suporter Sepakbola
Bencana dan Kerugian Sejak 2006-2018
BNPB merilis setidaknya telah terjadi 7 (tujuh) kali bencana besar dalam kurun waktu 13 tahun terakhir. Berikut rentetan bencana, kerugian dan alasan status bencana tidak pernah dinaikkan menjadi bencana nasional.
1. Gempa bumi Yogyakarta, terjadi (27/5/2006). Sutopo mengatakan bencana tersebut telah menimbulkan korban, meninggal 5.773 jiwa, luka-luka 32.081 jiwa, korban terdampak dan mengungsi 2.165.488 jiwa dan rumah rusak berat 390.077 unit.
“Kerugian diperkirakan mencapai 29,2 Triliun. Status bencana bukan Bencana Nasional,” kata Kepala Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di Gedung BNPB kepada awak media.
2. Gempabumi Sumatera Barat, terjadi pada (30/9/2009). Tercatat bencana menelan korban meninggal 1.197 jiwa, korban luka-luka 2.902 jiwa, korban mengungsi 1,2 juta jiwa, rumah rusak 271.560 unit dan kerugian dikisaran 21,6 Triliun. Bencana ini juga bukan termasuk Bencana Nasional.
3. Erupsi Merapi terjadi (26/10/2010) telah memakan korban meninggal 386 jiwa, korban terdampak & mengungsi 448,835 jiwa, rumah rusak 2.919 unit dengan total kerugian mencapai 4,23 Triliun, serta juga bukan Bencana Nasional.
4.Tsunami Mentawai (25/10/2010) dengan korban meninggal dan hilang 503 jiwa, korban terdampak dan mengungsi 15.353 jiwa, rumah rusak 721 unit dengan kerugian 697,82 Miliar, serta bukan Bencana Nasional.
5. Bencana Asap dan Karhutla sepanjang tahun 2015. Bencana ini menimbulkan korban meninggal 24 orang, lebih dari 600 ribu jiwa menderita ISPA, lebih dari 60 juta jiwa terpapar asap, 2,61 juta hektar hutan dan lahan terbakar .
BACA JUGA Semangat Pemuda Islam untuk Taklukan Dunia
“Kerugian ditaksir menjadi kerugian terbesar mencapai 221 triliun. Sebab bencana asap ini efeknya melumpuhkan aktivitas masyarakat dan mematikan perekonomian. Status bencana juga bukan Bencana Nasional,” kata Sutopo.
6. Gempabumi Lombok (Juli-Agustus 2018). Sutopo mengatakan update terbaru bencana tersebut telah menelan korban meninggal 564 jiwa, luka-luka 1.584 jiwa, mengungsi 445.343 jiwa, mengakibatkan rumah Rusak 149.715 unit.
“Tercatat kerugian mencapai 17,13 Triliun dan sedangkan kebutuhan rehabilitasi dan rekontruksi mencapai 12,22 Triliun. Bukan Bencana Nasional,” ujarnya.
7. Gempa bumi dan Tsunami Sulawesi Tengah terjadi pada September 2018 s/d 05 Oktober 2018 pukul 17.00 wib. Tercatat korban Meninggal 2.073 jiwa, korban Luka Berat 2.549 orang, korban hilang 680 orang, pengungsi 87,725 orang, rumah Rusak 67.310 unit, sekolah Rusak 2.736 unit.
“Jumlah ini masih terus bertambah, adapun kerugian belum keseluruhan dapat diperkirakan,” katanya.
Sikap Mukmin terhadap Bencana
Seorang mukmin meyakini bahwa setiap bencana yang menimpa umat manusia ada kaitannya dengan dosa. Sebuah dosa akan mengundang bencana ketika tidak diselesaikan secara aturan agama, dilakukan secara terang-terangan dan tidak ada orang yang mengingkari. Ketika ketiga komponen ini terwujud, menjadi formulasi yang pas untuk mengundang bencana.
Oleh karena itu, orang yang beriman seharusnya meminimalisir dosa dan kemaksiatan, serta berupaya menyelesaikan setiap pelanggaran-pelanggaran syar’i sesuai dengan aturan Allah dan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar agar “kapal kita tidak tenggelam”.
Sumber: Data BNPB
Penulis: Hafidz Syarif
Indonesia Rawan Bencana, Bagaimana Seorang Mukmin Bersikap? - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/12/indonesia-rawan-bencana-bagaimana-seorang-mukmin-bersikap/
Wilayatul Faqih, Agenda Politik Kaum Syiah
KIBLAT.NET – Pembahasan tentang Syiah tidak bisa dipisahkan dengan pembahasan politik yang menjadi agenda besar mereka. Jika dibandingkan dengan Sunni, bisa jadi Syiah lebih politis. Syiah sendiri lahir dari latar belakang politik, yaitu sengketa tentang siapa yang lebih berhak menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sepeninggalnya. Masalah politik dan kekuasaan inilah yang menjadi sumber penyimpangan Syiah dari Sunni.
Secara ideologi, Syiah menganut sistem pemerintahan imamah, yaitu doktrin politik yang menyebutkan bahwa pemerintahan Islam sepeninggal Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah hak mutlak Ahlul Bait, yakni Ali bin Abi Thalib dan sebelas keturunannya. Ini adalah hak mutlak, tidak seorang pun berhak mendapatkan atau merampas hak kepemimpinan ini. Namun sepeninggal dua belas imam, mereka mengalami kebuntuan karena kekosongan kepemimpinan yang menjadi rujukan mereka dalam berbagai persoalan hidup. Maka, lahirlah ijtihad Wilayatul Faqih yang penerapannya dimulai masa kepemimpinan Khomeini pasca Revolusi Iran.
Apa itu Wilayatul Faqih?
Menurut ulama Syiah, Wilayatul Faqih adalah kedudukan seorang Fakih yang memiliki kapasitas menyeluruh karena memiliki syarat-syarat dalam memberikan fatwa dan hukum, kedudukannya setara dengan hakim syar’i, pemimpin tertinggi dan al-Imam al-Muntadzar (Imam kedua belas yang ditunggu kedatangannya) di zaman gaibnya. Tugasnya berupa: memberikan kebijakan politik, mengatur segala urusan, menyiapkan berbagai bekal untuk jihad ofensif, yaitu penaklukan negeri-negeri kafir dengan pedang serta wilayah yang berada di luar kekuasaannya. (Ahmad Fathullah, Mu’jam al-Alfadz al-Fiqh al-Ja’fari, hlm. 453)
Maka diketahui di sini bahwa seorang fakih adalah perwakilan dari Imam al-Muntadzar atau Imam Mahdi versi Syiah dalam berbagai urusan, seperti hukum, penarikan khumus yaitu lima persen dari pendapatan, Amar ma’ruf, nahi munkar dan jihad. Padahal syiah dan ulamanya telah berlalu bertahun-tahun hingga masa sebelum Khomeini tidak berpandangan demikian.
Dalam perjalanan pemikirannya, Khomeini tidak serta merta berijtihad sendiri dalam melahirkan konsep Wilayatul Faqih. Gagasan Wilayatul Faqih ini dimulai oleh seorang pemikir Syiah yang dijuluki al-Muhaqqiq ats-Tsani, yaitu Ali bin al-Husain al-Karki. Al-Karki menyebutkan dalam bukunya Jami’ul Maqashid 1/33bahwa siapa yang menyelisihi hukum seorang mujtahid maka hukumnya sama dengan syirik, terlaknat dan murtad. Dari sini, al-Karki membangun pondasi gagasan Wilayatul Fakih dengan mencampurkan wilayah ulama ke dalam pemerintahan dan politik.
Setelah itu, datang lah Ahmad an-Niraqi yang mengembangkan pemikiran tersebut. Melalui bukunya ‘Awa’idul Ayyam halaman 536, ia menyebutkan bahwa tugas Fakih sebagaimana tugas para Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para Imam setelahnya, maka semua perkara manusia, baik urusan dunia dan akhirat, dikembalikan kepada seorang Fakih. Dari sini, an-Niraqi memberikan legalitas bagi seorang Fakih untuk memegang kendali pemerintahan sekaligus sebagai ganti para imam.
Kemudian, datang lah al-Khomeini yang mengumpulkan gagasannya tentang Wilayatul Faqih dalam sebuah buku khusus. Buku yang diberi judul Wilayatul Faqih itu berisi pandangannya tentang Wilayatul Fakih, urgensinya di masa sekarang hingga dalil-dalil yang dipaksakannya. Sehingga gagasan ini benar-benar dilaksanakan dalam sebuah sistem Negara pasca revolusi Iran yang ia pimpin.
Wilayatul Faqih, Konsep yang Berbahaya
Khomeini menarasikan konsep ini dan mengajak para pengikutnya untuk meyakini pentingnya mendirikan Negara yang dipimpin oleh wakil dari Imam Ghaib. Khomeini mengatakan:
واليوم – في عهد الغيبة – لا يوجد نص على شخص معين يدير شؤون الدولة، فما هو الرأي؟ هل تترك أحكام الإسلام معطلة؟ أم نرغب بأنفسنا عن الإسلام؟ أم نقول إن الإسلام جاء لحكم الناس قرنين من الزمان فحسب ليهملهم بعد ذلك؟ أو نقول: إن الإسلام قد أهمل أمور تنظيم الدولة؟ ونحن نعلم أن عدم وجود الحكومة يعني ضياع ثغور الإسلام وانتهاكها، ويعني تخاذلنا عن أرضنا، هل يسمح بذلك في ديننا؟ أليست الحكومة تعني ضرورة من ضرورات الحياة؟
“Hari ini -di masa persembunyian imam- tidak ada satu orang yang ditunjuk untuk menjalankan pemerintahan negara. Lalu apa pendapat kalian? Apakah hukum Islam harus dibiarkan tidak diterapkan? Atau kita sudah benci kepada Islam? Atau kita mengatakan bahwa Islam hanya turun untuk mengatur kehidupan manusia selama dua abad saja, lalu membiarkan manusia sesudahnya? Atau kita ingin mengatakan: bahwa Islam telah mengabaikan urusan pemerintahan negara? Dan kita semua tahu bahwa tidak adanya pemerintahan mengakibatkan wilayah kekuasaan Islam akan diserang musuh, dan artinya kita akan diam ketika musuh masuk ke wilayah kita. Apakah agama kita membolehkan hal itu terjadi? Bukankah adanya sebuah pemerintahan merupakan hal yang amat penting dalam kehidupan?” (al-Hukumah al-Islamiyyah, hlm. 74)
Lalu, siapakah yang dimaksud Khomeini layak menggantikan Imam yang dalam persembunyian menjalankan roda pemerintahan? Tidak lain adalah ulama Syiah. Khomeini mengatakan:
إن معظم فقهائنا في هذا العصر تتوفر فيهم الخصائص التي تؤهلهم للنيابة عن الإمام المعصوم
“Mayoritas ulama kita di zaman ini memiliki sifat-sifat yang membuat mereka layak mewakili imam yang maksum.” (al-Hukumah al-Islamiyyah, hlm. 113)
Konsekuensi dari mewakili jabatan dan kewenangan imam Maksum adalah perintah para ulama syiah sama dengan perintah Rasul. Maka, seluruh kaum Syiah yang ada di dunia pun harus tunduk di bawah pemerintahan sang wakil Imam. Lebih dari itu, Fakih juga menggantikan Imam dalam melaksanakan tugasnya. Di antara tugas Imam yang disebutkan dalam referensi mereka adalah pembantaian kaum selain Syiah.
وأن القائم إذا خرج قتل ذراري قتلة الحسين بفعال آبائهم
“Kelak Imam Mahdi (yang disebut dengan Al Qa’im, artinya adalah yang bangkit) muncul, maka dia akan membantai anak keturunan para pembunuh Husein, karena dosa yang dilakukan oleh kakek mereka.” (Biharul Anwar, 52/313)
وإنه يقتل المولي، ويجهز على الجريح
“Imam Mahdi akan membantai para budak, dan membunuh musuh yang terluka.” (Biharul Anwar, 52/353)
Menyebarkan Konsep Wilayatul Faqih ke Seluruh Dunia
Khomeini tidak hanya ingin menyebarkan revolusinya secara damai, tetapi ingin memaksakan mazhabnya kepada kaum muslimin dengan kekuatan senjata. Dia telah mengisyaratkan hal itu sebelum berdirinya Iran. Khomeini memutuskan bahwa jalan untuk menyebarkan ajaran syiah ke seluruh dunia adalah dengan mendirikan negara Syiah yang akan melaksanakan tugas ini. Khomeini berkata :
ونحن لا نملك الوسيلة إلى توحيد الأمة الإسلامية، وتحرير أراضيها من يد المستعمرين وإسقاط الحكومات العميلة لهم، إلا أن نسعى إلى إقامة حكومتنا الإسلامية، وهذه بدورها سوف تكلل أعمالها بالنجاح يوم تتمكن من تحطيم رؤوس الخيانة وتدمر الأوثان والأصنام البشرية التي تنشر الظلم والفساد في الأرض
“Kita tidak memiliki jalan untuk mempersatukan umat Islam (di atas mazhab Rafidhah) dan membebaskan negeri Islam dari para penjajah, dan menjatuhkan pemerintahan boneka penjajah, kecuali dengan mendirikan pemerintahan Islam, dan negara ini akan mensukseskan programnya, pada saat mampu meremukkan kepala para pengkhianat, dan menghancurkan berhala berwujud manusia yang meneybarkan kezhaliman dan kerusakan di muka bumi.” (al-Hukumah al-Islamiyyah, hlm. 35)
Syiah akan terus berusaha meluaskan kekuasaannya ke seluruh dunia Islam dengan segala cara. Pemikiran mereka telah dituangkan dalam literatur-literatur yang diajarkan di setiap generasi dan kaderisasi. Didukung dengan kekuatan Negara Iran, mereka akan terus bergerak menyongsong datangnya sang Imam.
Dengan demikian, keberadaan Syiah di manapun akan menjadi bahaya bagi masyarakat dan Negara. Selain menyebarkan ideologinya yang sesat, mereka juga berhasrat untuk merebut kekuasaan politik Negara tersebut. Dan mereka tidak akan pernah puas selain terbalasnya dendam mereka atas pembunuhan imam Husain kepada kaum Sunni. Wallahu a’lam bish showab.
Wilayatul Faqih, Agenda Politik Kaum Syiah - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/09/23/wilayatul-faqih-agenda-politik-kaum-syiah/
Insiden Pengeroyokan Harlingga, Begini Cara Islam Menjaga Nyawa Manusia
KIBLAT.NET – Pengeroyokan yang dilakukan oknum bobotoh terhadap Harlingga Sirlia yang berakibat kepada kematian, memberikan sebuah potret murahnya harga nyawa manusia. Kematian Harlingga bukanlah yang pertama, terlalu banyak potret yang bisa kita tangkap yang menggambarkan murahnya harga sebuah nyawa. Mulai dari tawuran antar pelajar, perseteruan antar geng motor, perselisihan supporter sepakbola dan perkara-perkara sepele lainnya.
Hal ini menjadi kontras jika melihat agama mayoritas di Indonesia adalah Islam. Padahal Islam sangat menjaga dan mengahargai setiap nyawa, apalagi jika dia seorang muslim. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa hancurnya dunia dan isinya lebih ringan di sisi Allah dari pada tertumpahnya darah seorang muslim tanpa alasan yang dibenarkan. Salah satu mekanisme penjagaan terhadap jiwa di dalam Islam adalah dengan hukuman qishash, bagi siapa saja yang terbukti melakukan pembunuhan dengan sengaja, dalam bahasa fikihnya disebut qotlul amd.
Qishash, Sebuah Mekanisme Menjaga Kehidupan
Allah SWT berfirman :
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya, “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 179)
Qishash, pada kenyataannya adalah hukuman mati, lantas kenapa disebut terdapat kehidupan? Hal ini ditinjau dari efeknya, yaitu apabila hukum qishash ditegakkan, manusia terhalangi dari melakukan pembunuhan terhadap manusia yang lain. Dengan demikian, kelangsungan hidup manusia akan tetap terjaga. Imam Qatadah rahimahullah berkata :
جعل الله في القصاص حياة ونكالا وعظة إذا ذكره الظالم المعتدي كف عن القتل
Artinya, “Allah menetapkan hukum qishash (hukuman mati) itu pada hakikatnya adalah kehidupan, peringatan dan nasihat. Karena, ketika orang dzalim yang memiliki niat jahat mengingat qishash (sebagai hukumannya nanti), ia akan menahan diri untuk membunuh.” (Fathul Qadir, 1/228)
Ibnu Katsir rahimahullah menambahkan ketika beliau berkomentar tentang ayat 179 surat al-Baqarah :
يقول اللّه تعالى وفي شرع القصاص- وهو قتل القاتل- حكمة عظيمة، وهي بقاء المهج وصونها، لأنّه إذا علم القاتل أنّه يقتل انكفّ عن صنيعه، فكان في ذلك حياة للنّفوس
Artinya, “Allah menyinggung syari’at Qishash -hukuman mati- hikmahnya besar, yaitu keberlangsungan hidup dan penjagaannya. Karena jika pembunuh mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh juga, niscaya ia menahan diri dari perbuatannya. Di sana lah kehidupan.” (Tafsir Ibn Katsir, 1/211)
Di dalam qishash ada kehidupan, yaitu kehidupan untuk saling menghargai hak hidup manusia lainnya. Karena nyawa adalah harta yang tidak bisa dibeli, tidak boleh dihilangkan dengan sembarangan, Terlebih hanya masalah sepele. Sehingga qishash dapat mengangkat martabat manusia bahkan menjadikan manusia termasuk Ulul Albab (orang-orang yang cerdas). Imam Asy-Syaukani rahimahullahmengatakan :
فإنه جعل القصاص الذي هو موت حياة باعتبار ما يؤول إليه من ارتداع الناس عن قتل بعضهم بعضا؛ إبقاء على أنفسهم، واستدامة لحياتهم، وجعل هذا الخطاب موجها إلى أولي الألباب؛ لأنهم هم الذين ينظرون في العواقب، ويتحامون ما فيه الضرر الآجل،
Artinya, “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut qishash yang hakikatnya adalah kematian sebagai kelangsungan hidup, ditinjau dari akibat yang ditimbulkannya, berupa tercegahnya manusia saling bunuh di antara mereka. Hal ini dalam rangka menjaga keberadaan jiwa mereka dan keberlangsungan kehidupan mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyampaikan ayat ini untuk ulil albab (orang yang berakal), karena merekalah orang yang memandang jauh ke depan dan berlindung dari bahaya yang munculnya di kemudian hari.” (Fathul Qadir, 1/176)
Qishash Bukanlah Kekejaman tapi Rahmat Allah
Qishash adalah bagian tak terpisahkan dari syariat Islam yang seutuhnya adalah rahmat. Islam diturunkan untuk membawa kemaslahatan manusia. Sejatinya Islam datang dari Sang Maha Mengatur segala Kehidupan.
Dalam Islam, pemberlakuan qishash bertujuan untuk mewujudkan kebaikan manusia seutuhnya. Hukuman qishash sudah berjalan selama berabad-abad dalam pemerintahan Islam dengan berbagai coraknya. Kampanye seram dan mengerikan terhadap syariat Islam, terkhusus qishash, dimulai sejak adanya kampanye Islamophobia oleh musuh-musuh Islam. Guna mencitrakan negatif terhadap Islam. Syaikh Muhammad Amin bin Muhammad Mukhtar Asy-Syinqithi berkata:
Artinya, “Klaim musuh-musuh Islam bahwa qishash tidak sesuai dengan hikmah -karena mengurangi jumlah masyarakat, karena membunuh orang kedua (pembunuh) setelah orang pertama (korban) meninggal. Seharusnya (orang kedua) hukumannya tidak dibunuh, yaitu dipenjara. Selama dia di penjara, mungkin saja dia dikarunia anak dan bertambah populasi masyarakat.
Akan tetapi, semua itu adalah pendapat yang keliru dan salah. Tidak ada hikmahnya sama sekali. Hukuman penjara tidak membuat jera dari pembunuhan. Jika hukuman terseut tidak membuat jera, maka orang-orang bodoh akan melakukan banyak pembunuhan, sehingga populasi masyarakat berkurang akibat pembunuhan yang merajalela.” (Adhwa’ul Bayan, 3/285).
Sehingga, jika ada oknum yang menyangkal bahwa qishash adalah hukum yang kejam, biadab dan tidak berprikemanusiaan. Pada dasarnya mereka hanya melihat satu pihak dan melupakan pihak yang lain. Mereka hanya melihat kepada pelaku, lantas bagaimana dengan keluarga korban pembunuhan. Secara umum mereka sangat terpukul dan tidak bersedih. Terlebih jika mengetahui keluarganya dibunuh dengan sadis, bayangan kejamnya pembunuhan tidak akan hilang dari mereka. Syaikh Shalih bin Fauzan menyatakan:
Artinya, “Syariat qishash adalah rahmat bagi manusia dan penjagaan atas darah mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,‘Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu.‘ (Qs. al-Baqarah: 179). Celakalah mereka yang menyatakan bahwa qishash itu biadab dan sadis. Mereka tidak melihat kepada kebiadaban pelaku pembunuhan ketika membunuh orang tak berdosa, ketika menebar rasa takut di daerah tersebut, dan ketika menjadikan para wanita janda, anak-anak menjadi yatim, serta hancurnya rumah tangga.
Mereka kasihan kepada pelaku kejahatan dan tidak kasihan korban yang tak berdosa. Sungguh jelek akal dan kedangkalan mereka. Allah berfirman, ‘Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?‘ (Qs. al-Ma`idah: 50)” (al-Mulakhkhash al-Fiqhi, 2/475)
Qishash adalah Keadilan yang Tidak Bisa Ditawar
Dengan qishash tegaklah keadilan dan tertolonglah orang yang terzalimi. Yaitu dengan memberikan kemudahan bagi wali atau keluarga korban untuk melakukan tindak.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُفْدَى وَإِمَّا أنْ يَقْتُلَ
Artinya,“Siapa menjadi keluarga korban terbunuh maka ia memiliki dua pilihan: Memilih diyat, dan bisa juga membunuh (meminta qishash).” (HR. Muslim no. 1355)
Lafal At-Tirmidzi rahimahullah :
وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يَعْفُوَ وَإِمَّا أَنْ يَقْتُلَ
Artinya,“Siapa menjadi keluarga korban terbunuh maka ia diberi dua pilihan : memaafkannya atau membunuhnya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1409)
Setelah seseorang divonis qishash, penguasa sekalipun tidak bisa mengintervensi atau membatalkan hukuman. Karena itu adalah hak keluarga korban, dan hukuman itu adalah ketetapan dari Allah ta’ala. Sehingga di sini ditemukan keadilan, ketika penguasa tidak menentang hukum yang ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa. Tugas penguasa dan pemerintah hanya menfasilitasi dan melaksanakan hukum Allah ta’ala.
Sekuat apapun pihak pelaku yang terhukum mati dalam kasus pembunuhan, jika keluarga ahli waris tidak memaafkan, maka hukuman qishash tetap terlaksana. Sebesar apapun tebusan yang akan diberikan pada keluarga korban, tetap tak akan mempengaruhi hukuman qishash.
Namun dalam Islam sangat dianjurkan bagi keluarga atau wali korban untuk memaafkan atau tidak meminta qishash, cukup dengan diyat. Akan lebih baik lagi jika memberi maaf tanpa meminta tebusan sama sekali. Tentu tanpa mengesampingkan hak keluarga korban. Kita tentu harus obyektif, tidak hanya memandang orang yang terhukum mati, tapi hak korban juga harus diperhatikan.
Qishash sebagai Penebus Dosa
Hukum qishash dalam Islam bukan hanya sekedar hukuman, namun sebagai penutup perkara dan pembersih dosa bagi si pelaku pembunuhan. Sehingga di akhirat nanti, pelaku terbebas dari siksaan yang lebih berat di neraka akibat dosa membunuh yang dilakukannya. Dalam kata lain, pelaku telah dihapuskan dosanya dengan qishash dan mendapatkan rahmat Allah, insya Allah.
مَنْ أَصَابَ ذَنْبًا أُقِيمَ عَلَيْهِ حَدُّ ذَلِكَ الذَّنْبِ فَهُوَ كَفَّارَتُهُ
Artinya,“Barang siapa melakukan dosa yang telah ditegakkan had atas dosa tersebut, itu menjadi penebus baginya.” (HR. Ahmad no. 21876)
Dalam hukum qishash tidak sesederhana yang dibayangkan, untuk kasus pembunuhan seperti yang dilakukan para terhukum mati, urusan nyawa dibayar nyawa melewati proses yang cukup berliku. Jika terbukti membunuh dengan sengaja maka, syarat meminta qishash adalah seluruh wali korban pembunuhan sepakat untuk menuntut qishash, jika ada salah satu yang memaafkan maka gugurlah permintaan qishash.
Demikianlah hukum qishash yang menyimpan banyak hikmah. Kita tidak akan mengetahui berapa banyak hikmah dalam qishash kecuali kita memberlakukannya. Sehingga tidak ada orang kuat yang menganiaya orang lemah. Hukum menjadi adil karena bukan milik penguasa, namun hukum adalah milik Yang Maha Kuasa. Wallahu ‘alam bish showab.
Penulis: Zamroni
Editor: Arju
Editor: Arju
Insiden Pengeroyokan Harlingga, Begini Cara Islam Menjaga Nyawa Manusia - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/09/27/insiden-pengeroyokan-harlingga-begini-cara-islam-menjaga-nyawa-manusia/
Khutbah Jumat: Mengapa Kita Harus Menegakkan Syariat
Khutbah Pertama
الحمد لله الذي أصلحَ الضمائرَ، ونقّى السرائرَ، فهدى القلبَ الحائرَ إلى طريقِ أولي البصائرِ، وأشهدُ أَنْ لا إلهَ إلا اللهُ وحدَه لا شريكَ له، وأشهدُ أن سيِّدَنا ونبينا محمداً عبدُ اللهِ ورسولُه، أنقى العالمينَ سريرةً وأزكاهم سيرةً، (وعلى آله وصحبِه ومَنْ سارَ على هديهِ إلى يومِ الدينِ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah SWT.
Selama ini seruan penegakkan syariat sering disalahartikan, banyak di antara kaum muslimin yang masih memahami bahwa penegakkan syariat hanya sekedar hukum hudud, potong tangan, rajam, hukuman mati dan sebagainya. Pemahaman seperti ini sering dikampanyekan oleh musuh-musuh Islam untuk membeikan kesan negatif terhadap Islam.
Dalam banyak tulisannya, mereka selalu menggambarkan masyarakat islam seolah-olah masyarakat yang suka menghunus pedang. Masyarakat yang hanya menyibukkan dirinya dengan penegakkan hukuman hudud atau gambaran-gambaran sadis lainnya yang mereka sematkan.
Padahal seruan penegakkan syariat, sejatinya adalah seruan untuk menanamkan nilai-nilai Islam secara menyeluruh dalam aturan hidup kita. Seruan untuk bermusyawarah dalam pengangkatan pemimpin, seruan untuk menaati pemimpin, menegakkan amar makruf nahi mungkar, melindungi kaum muslimin yang tertindas, menegakkan jihad serta meninggalkan segala bentuk kemungkaran; riba, judi dan aturan-aturan jahiliyah lainnya. Semua itu tertuju pada satu tujuan, yaitu mewujudkan kemaslahatan hidup manusia yang adil dan sejahtera.
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah SWT.
Dalam kitab I’lamimul Muwaqqi’in, juz 3, hal: 3 Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah berkata, “Syariat Islam dibangun berdasarkan asas hikmah dan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.Ia merupakan keadilan yang bersifat mutlak, kasih sayang, kemaslahatan, dan hikmah. Oleh karenanya, setiap persoalan yang bertolak belakang dari keadilan menuju kezaliman, kasih sayang menuju kekerasan, maslahat menuju kemudaratan, serta hikmah menuju sesuatu yang bernilai sia-sia, maka itu semua bukanlah bagian dari syariat, sekalipun ditafsirkan sebagai syariat.”
Sebagai seorang muslim, kita patut meyakini bahwa tidak ada hukum yang paling sempurna dan paling adil, selain hukum yang telah ditetapkan sendiri oleh Dzat Yang Maha Adil. Dalam QS. Al-Ma’idah: 50, Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.”
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma menafsirkan bahwa maksud “Bagi orang-orang yang yakin” adalah “orang-orang yang meyakini [kebenaran] al-Qur’an.”
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah SWT…..
Namun dibalik harapan tegaknya keadilan, Al-Quran menjelaskan setidaknya ada dua alasan kuat mengapa kita sebagai orang mukmin wajib berjuang menegakkan syariat Islam.
Pertama: Kaum muslimin wajib berhukum dengan syariat Islam
Dalam ayat Al-Qur’an, Allah ta’ala berulangkali menyebutkan tentang wajibnya seorang mukmin untuk mengembalikan setiap persoalan hukum kepada aturan syariat Islam. di antaranya Allah ta’ala berfirman:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS.Al-Jatsiyah: 18)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala dengan jelas mewajibkan Rasulullah SAW dan seluruh kaum muslimin untuk menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk hukum dalam setiap aturan hidupnya. Lalu Allah Ta’ala juga mengingatkan agar membuang jauh-jauh hawa nafsu manusia dalam menegakkan hukum. Bahkan dalam ayat lain, Allah Ta’ala tegaskan tujuan diturunkan Al-Quran dengan firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu,…” (QS. An-Nisa’; 105)
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah SWT….
Kedua: Agar terhindar dari sifat orang-orang munafik
Menegakkan syariat adalah sifat orang mukmin, sedangkan menolaknya adalah sifat orang kafir dan munafik Dalam ayat yang lain, Allah juga menegaskan bahwa mau berhukum dengan hukum Allah adalah salah satu sifat orang mukmin sedangkan menolaknya dan berhukum dengan selain hukum Allah adalah bagian dari sifat orang munafik.
وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ
“Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.” (QS. An-Nur: 48)
Sementara sikap orang-orang mukmin bila diseru untuk menegakkan syariat Islam, Allah sifati dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur; 51)
Ibnu Taimiyah berkata, “Suatu hal yang telah disepakati bersama oleh kaum muslimin bahwa dirinya wajib berhukum kepada petunjuk Nabi SAW dalam setiap permasalahan yang mereka hadapi, baik perkara agama maupun dunia mereka, dalam perkara ushul (pokok) maupun furu’ (cabang). Mereka semua wajib menaati hukumnya apabila sudah diputuskan dan tidak ada rasa berat dalam jiwa mereka serta menerimanya dengan sepenuh hati.” (Majmu’ Fatawa; 7/37-38)
Karena itu, sebagai seorang muslim kita tentu tidak ingin iman kita terkontaminasi dengan kotoran nifaq. Sebab, nifaq merupakan bagian dari sifat yang paling dibenci dalam Islam. Karena nifak, seorang muslim terkikis imannya. Karena nifak, seorang muslim bisa keluar dari barisan umat islam. Bahkan, karena nifak, seorang muslim bisa terancam berada dalam kerak api neraka yang terdalam.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah SWT….
Tunduk dan patuh kepada seluruh hukum Allah adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. Kita semua yakin bahwa tidak ada satu pun hukum syariat Islam, kecuali Allah tetapkan untuk kebaikan hamba. Baik kebaikan yang diperoleh di dunia maupun di akhirat kelak. Setiap syariat yang dijalankan sesuai dengan tuntunan-Nya pasti akan menciptakan keadilan dan kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu, seruan penegakkan syariat harus selalu menjadi darah dan urat nadi seorang muslim.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah SWT….
Pada khutbah yang kedua ini, khatib tidak lupa mengingatkan kepada kita semuanya untuk senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah Ta’ala. Sebab, tidak ada bekal yang mampu menyelamatkan kita di hari akhir kelak kecuali amal ibadah yang kita jalankan di dunia ini.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah SWT….
Sekali lagi, khatib tegaskan bahwa seruan penegakkan syariat Islam harus menjadi gaung setiap muslim. Dan perlu kita tekankan bahwa syariat tidaklah perputar pada urusan penegakkan hudud, potong tangan, rajam dan sebagainya. Tapi seruan penegakkan syariat adalah seruan untuk menanamkan nilai-nilai Islam secara menyeluruh dalam aturan hidup kita.
Seruan untuk bermusyawarah dalam pengangkatan pemimpin, seruan untuk menaati pemimpin, menegakkan amar makruf nahi mungkar, melindungi kaum muslimin yang tertindas, menegakkan jihad serta meninggalkan segala bentuk kemungkaran; riba, judi dan aturan-aturan jahiliyah lainnya. Semua itu tertuju pada satu tujuan, yaitu mewujudkan kemaslahatan hidup manusia yang adil dan sejahtera.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah SWT….
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعاً مَرْحُوْماً، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقاً مَعْصُوْماً، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْماً.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَاناً صَادِقاً ذَاكِراً، وَقَلْباً خَاشِعاً مُنِيْباً، وَعَمَلاً صَالِحاً زَاكِياً، وَعِلْماً نَافِعاً رَافِعاً، وَإِيْمَاناً رَاسِخاً ثَابِتاً، وَيَقِيْناً صَادِقاً خَالِصاً، وَرِزْقاً حَلاَلاً طَيِّباً وَاسِعاً، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجمع كلمتهم عَلَى الحق، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظالمين، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعَبادك أجمعين.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ.
اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ :
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعاً مَرْحُوْماً، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقاً مَعْصُوْماً، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْماً.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَاناً صَادِقاً ذَاكِراً، وَقَلْباً خَاشِعاً مُنِيْباً، وَعَمَلاً صَالِحاً زَاكِياً، وَعِلْماً نَافِعاً رَافِعاً، وَإِيْمَاناً رَاسِخاً ثَابِتاً، وَيَقِيْناً صَادِقاً خَالِصاً، وَرِزْقاً حَلاَلاً طَيِّباً وَاسِعاً، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجمع كلمتهم عَلَى الحق، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظالمين، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعَبادك أجمعين.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ.
اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ :
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Naskah ditulis oleh: Fakhruddin
Editor: Arju
https://www.kiblat.net/2018/08/30/khutbah-jumat-mengapa-kita-harus-menegakkan-syariat/
Khutbah Jumat : Tiga Rahasia Sahabat Nabi Menjadi Umat Terbaik
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Sebelum Islam datang, para sahabat hanyalah bagian dari bangsa Arab yang saat itu di pandang sebelah mata oleh bangsa lain. Mereka dianggap tidak ada. Kalaupun ada yang mengenal profil mereka di jazirah Arab tidak lebih hanyalah sebagai masyarakat miskin dan bodoh (jahiliyah). Bahkan bangsa super power sekalipun waktu itu tidak berhasrat untuk menjajah negeri yang dikelilingi gurun pasir itu.
Mereka hidup terpecah-pecah antar satu suku dengan suku lainnya. Tidak ada wadah yang mempersatukan mereka kecuali hanya sebatas kesamaan daerah, bahasa atau budaya. Mungkin inilah yang dinamakan dengan persatuan bangsa pada masa jahiliyah. Persatuan yang rapuh dan gampang terpecah. Terbukti, peperangan antar suku sering terjadi di antara mereka.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Demikianlah kondisi masyarakat jahiliyah, hingga risalah Islam datang mempersatukan mereka. Melalui dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat mampu bersatu menghapus segala sekat perbedaan. Tidak ada yang membatasi mereka untuk bersaudara. Semuanya memiliki derajat yang sama di hadapan syariat ,tak ada yang membedakan kecuali tingkat ketakwaan.
Mulai dari titik inilah mereka mulai bangkit mengubah statusnya. Terbukti, akhirnya mereka menjadi masyarakat yang paling disegani di jazirah Arab. Mereka menjadi umat terbaik dan mulia dalam catatan sejarah. Prestasi ini disebutkan langsung oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (QS. Ali-Imran: 110)
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Pertanyaannya, apa yang menyebabkan mereka mampu bangun dari keterbelakangan dan berhasil membangkitkan kedigdayaan Islam yang mulia ini?
Dr. Muhammad Quthb, salah seorang pemikir muslim dari timur tengah, mencoba menganalisa pertanyaan ini dengan penjelasan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Setidaknya, kata beliau, ada beberapa faktor yang menjadikan generasi para sahabat bisa bangkit dengan begitu cepat.
Pertama; Menjadikan Al-Qur’an sebagai Petunjuk Aturan Hidup
Awalnya, mereka hidup di tengah-tengah kemusyrikan yang kental dengan budaya kufur. Lalu, al-Qur’an turun membersihkan budaya syirik tersebut dan menggantikannya dengan prinsip tauhid yang ditancapkan dalam jiwa mereka. Dari sini lah jiwa-jiwa mereka berubah secara total. Laksana hidup kembali di dunianya yang baru. Mereka lebih mudah dalam menghadapi masalah.
Ketika al-Qur’an menjadi spirit utama yang menggerakkan jiwa dan raganya, maka seluruh aturan hidupnya pun otomatis berjalan di atas manhaj rabbani. Manhaj yang memperbaiki cara pandang manusia dalam menjalani hidup. Ia turun langsung dari Sang Pencipta Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui tentang makhluk-Nya. Aturan itu diturunkan tidak lain karena Allah-lah satu-satunya Dzat yang berhak mengatur dan menetapkan pedoman hidup bagi manusia. Sebab, Dia-lah Sang Pencipta seluruh alam beserta isinya.
أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“….Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al-A’raf: 54)
Syaikh Muhammad Quthb menerangkan, “Manusia tidak akan mampu menerapkan manhaj Rabbani ini sehingga mereka mengetahui dan meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Setelah itu, ia menyerahkan sepenuh jiwa dan raganya untuk Allah semata. Ia yakin bahwa tak ada yang mampu mendatangkan manfaat dan madharat kecuali Allah Ta’ala. Sehingga ia rela menerima seluruh ketatapan-Nya, mengamalkan perintah dan meninggalkan larangan-Nya dan menjadikan hukum-Nya (Al-Quran) sebagai sumber pijakan hukum dalam hidupnya.”
Baca halaman selanjutnya: Jamaah Jumat Rahimakumullah...
Khutbah Jumat : Tiga Rahasia Sahabat Nabi Menjadi Umat Terbaik - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/09/13/khutbah-jumat-tiga-rahasia-sahabat-nabi-menjadi-umat-terbaik/
Khutbah Jumat : Obat Bagi Yang Merindukan Haji – Ust Abu Umar Abdillah
KIBLAT.NET – Khutbah Jumat : Kita masih berada di penghujung Bulan Dzulhijjah bertepatan dengan saudara-saudara kita yang pulang dari tanah suci ke tanah air seusai melaksanakan ibadah haji. Dan tak ayal, pasti saudara- saudara kita yang pulang dari haji akan merasa rindu ingin kembali. Dan bagi yang belum berkesempatan melaksanakannya, pasti dalam jiwanya ada rasa ingin yang kuat untuk melaksanakan ibadah haji.
Ada sebuah nasehat dari Ibnu Rajab Al Hambali untuk yang belum berkesempatan berhaji agar mendapat pahala dan manfaat seperti saudara-saudara kita yang berhaji. Bagaimanakah nasehat tersebut ? Yuk kita simak khutbah jumat Ust. Abu Umar Abdillah berikut ini !
Video ini dapat dilihat dan diunduh di sini.
Video ini dapat dilihat dan diunduh di sini.
Video dan post by : KIBLAT TV
Khutbah Jumat : Obat Bagi Yang Merindukan Haji - Ust Abu Umar Abdillah - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/09/07/khutbah-jumat-obat-bagi-yang-merindukan-haji-ust-abu-umar-abdillah/
Khutbah Jumat: Tugas Ulama, Meluruskan Penyimpangan Penguasa
Khutbah Pertama
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Nasihat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keimanan seorang muslim. Di mana pun dan kapan pun, seorang muslim selalu dianjurkan untuk saling menasihati satu sama lain. Bahkan Nabi SAW sendiri menyebutkan bahwa agama itu sendiri adalah nasihat. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya, dari Tamim Ad-Dari r.a, bahwa Nabi SAW bersabda;
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، قَالُوْا: لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: ِللهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ أَوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ
“Agama itu nasihat, Agama itu nasihat, Agama itu nasihat. Mereka bertanya, ‘Untuk siapakah, ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin secara keseluruhan’.” (HR. Muslim)
Dalam kitab Syarh An-Nawawy ‘ala Shahih Muslim, I/38, Imam An-Nawawi menjelaskan, “Makna nasihat untuk pemimpin kaum muslimin yaitu membantu dan mematuhi mereka dalam kebenaran, memerintahkan mereka melakukan kebaikan, mengingatkan mereka dengan lemah lembut, memberitahukan apa saja yang mereka lalaikan dan hak-hak kaum muslimin yang belum ia dengar, tidak memberontak terhadap mereka, dan menyatukan hati rakyat untuk mematuhi mereka.”
Jamaah Jumat rahimakumullah
Menurut Syekh Abu Amr bin Shalah, Nasihat adalah kata menyeluruh mencakup makna orang yang memberi nasihat melakukan segala bentuk kebaikan untuk orang yang dinasihati, baik dalam bentuk keinginan maupun aksi nyata.”
Upaya menasihati pemimpin merupakan cara meluruskan kebijakan penguasa agar tidak keluar dari petunjuk syar’i. Idealnya, menasehati pemimpin akan lebih bagus ketika bisa dilakukan secara face to face atau empat mata. Sebagaimana dalam sebuah hadis:
“Barangsiapa hendak menasihati pemilik kekuasaan, janganlah ia menyampaikannya secara terang-terangan. Hendaklah ia meraih tangan (si sultan) dan (berbicara) berdua dengannya. Jika (sultan) mau menerimanya, ia pasti menerimanya. Jika (sultan) tidak (menerima), (orang yang memberikan nasihat) sudah menunaikan kewajibannya yang menjadi hak (sultan)’.” (HR. Ahmad)
Jamaah Jumat rahimakumullah
Namun itu bukanlah satu-satunya cara dalam upaya merubah kebijakan penguasa yang dianggap keliru. Ketika nasihat dengan cara empat mata sudah tidak efektif, bahkan pemimpin justru menampakkan kezalimannya tak bergeming dengan nasihat, maka menasehati secara terbuka menjadi sebuah pilihan. Bahkan ia menjadi sebuah keharusan ketika kezaliman penguasa semakin merajalela.
Dalam sebuah riwayat dari Imam Ahmad dengan sanad yang bersambung hingga Abdullah bin Amr, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا رَأَيْتَ أُمَّتِي تَهَابُ فَلَا تَقُولُ لِلظَّالِمِ : يَا ظَالِمُ فَقَدْ تُوُدِّعَ مِنْهُمْ
“Jika engkau melihat umatku takut, sehingga tidak berani mengatakan kepada orang zalim, ‘wahai orang zalim,’ maka mereka tidak berarti lagi (keberadaannya).”(HR. Ahmad)
Jamaah Jumat rahimakumullah
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mendorong agar setiap mukmin menyampaikan nasihat kepada pemimpin zalim meski mengkhawatirkan keselamatan diri mereka. Nabi SAW menganggapnya sebagai jihad terbaik.
Diriwayatkan dari Umamah r.a bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah! Jihad apa yang paling utama?’ Saat itu Rasulullah SAW tengah melempar jumrah ula, beliau berpaling darinya. Saat beliau melempar jumrah wustha, orang tersebut bertanya lagi, beliau kembali berpaling. Setelah beliau melempar jumrah aqabah dan meletakkan kaki beliau di atas batang kayu, beliau bertanya, ‘Mana orang yang bertanya tadi?’ ‘Saya, wahai Rasulullah,’ jawab orang tersebut. Beliau kemudian bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
“Jihad paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan sultan yang zalim’.”(HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Al-Khathabi dalam kitab Al-Uzlah, hal; 92, menjelaskan, “Mengatakan kebenaran di hadapan sultan zalim dinilai sebagai jihad paling utama karena orang yang berjihad memerangi musuh punya harapan menang dari musuh dan tidak lemah menghadapinya karena ia tidak yakin akan dikalahkan. Sementara orang yang mengatakan kebenaran di hadapan sultan zalim tahu bahwa kekuasaan sultan lebih besar dari kekuasaannya, sehingga pahala diberikan sesuai beban berat yang ditanggung.”
Jamaah Jumat rahimakumullah
Ulama salaf biasa menyampaikan kebenaran dan nasihat kepada imam-imam zalim secara langsung di hadapan mereka, meski mereka yakin akan disiksa karenanya. Mereka tidak takut celaan siapa pun juga selagi karena Allah, karena mereka tahu bahwa siapa yang terbunuh karena hal itu, ia mati syahid.
Sebut saja misalnya kisah tatkala Marwan bin Hakam mengeluarkan mimbar pada hari raya dan berkhutbah terlebih dahulu sebelum shalat dengan menyelisihi sunnah Nabi SAW. Abu Sa’id mengisahkan peristiwa ini dengan lengkap. Beliau berkata, “Tatkala kami telah sampai di tanah lapang, ternyata mimbar yang dibangun oleh Katsir bin Al-Shalt telah disediakan. Tiba-tiba Marwan hendak menaikinya untuk berkhutbah. Lantas, aku tarik bajunya dan ia pun menarik tanganku, lalu ia naik mimbar dan berkhutbah sebelum shalat.
Lantas, aku berkata kepadanya, ‘Wallahi, kamu telah mengubah sunnah!’ Ia berkata, ‘Wahai Abu Said, apa yang engkau ketahui telah ditinggalkan.’ Maka, aku berkata kepadanya, ‘Demi Allah, apa yang aku ketahui lebih baik daripada yang tidak aku ketahui.’
Lalu, ia berkata, ‘Sesungguhnya manusia tidak akan mendengarkan khutbah kami setelah shalat, maka aku dahulukan khotbah sebelum shalat’.” (HR. Bukhari-Muslim)
Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari, 2/450, berkata, “Dalam hadits ini terdapat contoh pengingkaran para ulama terhadap para penguasa manakala mereka menyelisihi sunnah.”
Jamaah Jumat rahimakumullah
Kisah di atas hanya salah satu teladan para ulama yang mengungkapkan ketegasan mereka dalam menyampaikan nasihat kepada para pemimpin. Mereka tidak terlalu mempedulikan kekuasaan para sultan. Mereka berserah diri sepenuhnya kepada Allah, menjalankan kewajiban yang dibebankan Allah kepada mereka, dan meniti jalan menuju mati syahid.
Menasihati pemimpin, baik secara diam-diam maupun terang-terangan, tidak tepat kalau hanya dipandang mana yang salah dan mana yang benar. Karena ia hanyalah sebagai uslub (metode) dalam meluruskan kebijakan pemimpin. Ketika menasihati pemimpin dengan cara keteladanan, doa dan lisan tersembunyi tidak lagi efektif maka menasihati secara terang-terangan menjadi sebuah kebutuhan. Terlebih ketika kezaliman pemimpin semakin merajalela di tengah-tengah umat.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
https://www.kiblat.net/2018/09/27/khutbah-jumat-tugas-ulama-meluruskan-penyimpangan-penguasa/
Khutbah Jumat: Pertarungan Abadi antara Haq Dan Bathil
Khutbah Pertama
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …
Dalam kehidupan ini, kita pasti mengenal yang namanya predator, yaitu binatang pemangsa dalam sebuah ekosistem. Untuk menjaga keseimbangan alam, keberadaan binatang predator sangatlah urgen adanya. Sebab, bila predatornya hilang maka populasi hewan akan berbahaya bag lingkungan yang lain.
Sebagai contoh, mungkin kita sering menyaksikan ada tanaman diserang oleh ulat yang makan dedaunan. Agar tanamannya selamat, maka Allah Ta’ala mendatangkan burung-burung kecil yang memakan ulat-ulat tersebut, sehingga tanaman yang daunnya dirusak ulat kembali tumbuh dengan baik. Atau contoh lainnya adalah keberadaan wereng yang dapat merusak tanaman. Ketika populasi meningkat dan tak terkendali, maka ia akan berbahaya. Untuk menjaganya, Allah pun menciptakan burung atau katak sebagai pemangsanya.
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …
Sudah menjadi ketetapan Allah di muka bumi, bahwa selain ditetapkannya Sunnah Mudawalah (saling berkuasa), Allah juga menetapkan sebuah kehendak lain yang tidak bisa dihindarkan oleh makhluknya, yaitu sunnah tadafu’ (saling monolak dan melawan). Yaitu suatu ketetapan yang berlaku di antara makhluk untuk saling membela diri, berkonfrontasi dan saling melawan dan memperebutkan.
Tidak hanya terjadi pada ekosistem hewan, sunnah tadafu’ juga berlaku di antara manusia. Ketika orang-orang zalim berkuasa dan menghancurkan gerak hidup manusia yang ideal, maka Allah Ta’ala mengutus pasukan dari hamba yang dipilihNya untuk menghentikan kezaliman tersebut. Allah Ta’ala mengutus Nabi Ibrahim kepada Namrud yang tirani, mengirim Nabi Musa kepada Fir’aun yang sombong lagi menindas, menyuruh Thalut untuk melawan Jalut yang kejam, dan menghadirkan Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam– di tengah-tengah masyarakat Quraisy yang musyrik dan suka membunuh.
Dalam Islam, adanya ketetapan tersebut biasa disebut oleh para ulama dengan sunnah tadaffu’, yaitu sebuah ketetapan Allah yang terjadi antar makhluk untuk saling bersaing, melawan, dan saling memangsa. Ketetapan ini merupakan hukum alam yang tidak pernah berubah. Dari dulu sampai sekarang, kajadiannya selalu sama hanya tokoh yang berganti. Dalam al-Quran surat Al-fath ayat 23, Allah ta’ala menyebutkan:
سُنَّةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلُ ۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ ٱللَّهِ تَبْدِيلًا
“Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.”
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …
Demikianlah hakitat sunnah tadafu’ yang terjadi di antara manusia. Perlawanan akan selalu ada di muka bumi ini. Sejak pertama kali Allah ciptakan manusia, perlawanan ahlu haq untuk menghancurkan kebatilan akan terus berlangsung. Pertarungan wali Allah—sebagai pengusung kebenaran—melawan wali setan—sebagai pengusung kebatilan—merupakan pertarungan yang tidak pernah ada ujungnya. Di antara mereka saling memenangkan pertarungan. Terkadang wali Allah yang tampil sebagai pemenang walaupun di waktu yang lain dia ditakdirkan kalah dan dikuasai oleh musuh.
Mengenail perihal ini, Ibnul Qayyim menuturkan,“Apa yang menimpa orang beriman di dunia ini, berupa pengusaan musuh atas diri mereka, terkadang mereka dikalahkan dan dilecehkan. Ini bagian dari sesuatu yang pasti terjadi. Sama seperti adanya panas dan dingin, sakit demam dan sedih, semua itu adalah perkara yang biasa terjadi di tengah-tengah kehidupan manusia di muka bumi ini.” (Ighatsatul lahfan 2/189)
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …
Perlawanan yang terjadi di antara ahlul haq dan ahlul bathil merupakan salah satu sunnah tadafu’ yang tak pernah ada ujungnya. Bahkan semenjak pertama Allah menciptakan Adam, peperangan antara pembela al-haq dengan pembela kebatilan terus terjadi hingga sekarang.
Dalam sebuah ayat, Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
Artinya,“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,”(Al-Hajj: 40)
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa hikmah dari ditetapkannya sunnah tadafu’ agar agama Islam terjaga dan dunia selamat dari kerusakan yang ditimbulkan orang zalim. Allah sebutkan bahwa jika tidak ada sunnah tadafu’, sementara orang-orang kafir itu terus berkuasa, maka tidak ada upaya dari umat Islam untuk melawan dan menghadang keganasan mereka. Tidak ada yang berjihad menghancurkan mereka, tidak ada yang mengalahkan mereka. Oleh karena itu di antara hikmah sunnah tadafu’ ini adalah menghapus segala bentuk pengrusakan di muka bumi ini.
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …
Jadi sunnah tadafu’ (melawan) itu menjadi upaya untuk menyelamatkan kemaslahatan hidup manusia dari semua kekejaman tersebut. Menghilangkan keganasan orang zalim dan menghapus segala bentuk penindasan yang dimainkan oleh musuh.
Mengenai ayat di atas, Imam As-Sa’di berkata menjelaskan, “Maknanya jika bukan karena penolakan terhadap peperangan yang di mainkan oleh orang-orang fajir, konspirasi orang-orang kafir, maka bumi akan hancur dengan berkuasanya mereka di atasnya. Mereka akan mengangung-agunngkan syiar-syiar kufur, melarang hamba Allah untuk beribadah, karena itu Allah tutup ayat tersebut dengan firmannya, “Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (Taisirul Karim Rahman, 108)
Hari ini kita bisa meyaksikan langsung apa yang terjadi di Suriah atau apa yang dilakukan oleh orang-orang yahudi di Palestina. Mereka menghancurkan masjid beserta menara-manaranya. Menyerang orang-orang yang berada di dalamnya, mengotorinya dan melecehkan kehormatannya. Kelakuan seperti ini, jika tidak ada upaya untuk melawan, maka kezaliman itu terus meluas. Pada akhirnya tidak ada lagi masjid di muka bumi ini yang dipakai untuk beribadah kepada Allah, tidak ada lagi al-quran yang dibaca oleh kaum muslimin. Tidak ada lagi azan yang berkumandang tengah-tengah masyarakat.
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …
Ayat di atas juga menjadi dalil yang cukup mendasar bahwa pertarungan antara ahlul haq dan ahlul batil ini akan terus berlangsung, tidak ada ujungnya. Ada beragam hikmah yang terdapat dibalik ketetapan itu semua. Selain bagian dari cara Allah Ta’ala menguji keimanan kita sebagai orang mukmin, melalui pertarungan ini, Allah juga hendak memilih siapa di antara hambaNya yang berhak mendapatkan gelar syuhada. Seandainya tidak ada sunnah tadaffu ini maka tidak ada wasilah bagi hamba-hambanya untuk mendapatkan gelar syuhada. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu digolongkan dalam barisan ahlul haq dalam melawan kebatalin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْkhutbah Jumat
https://www.kiblat.net/2018/09/20/khutbah-jumat-pertarungan-abadi-antara-haq-dan-bathil/
Khutbah Jumat: Berdiri di Barisan Ahlul Haq – Ust. Abu Harits, Lc.
KIBLAT.NET – Satu hal harus umat Islam ingat saat mengucap syahadat Laa Ilaha Illallah maka sebenarnya mereka sudah mendaftar untuk masuk dalam barisan Rasulullah dan menjadi pengikut Rasulullah SAW. Dan saat kita sudah mengucap syahadat, maka kita juga telah dinyatakan siap untuk mengemban misi besar untuk memenangkan agama Allah Subhanahu Wata’ala.
Allah berfirman :
Allah berfirman :
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Dialah Allah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, agar Dia menangkan -Rasul & agamanya- atas segala agama; dan atas perkara ini cukuplah Allah jadi saksinya.”
(QS. Al-Fath Ayat 28)
“Dialah Allah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, agar Dia menangkan -Rasul & agamanya- atas segala agama; dan atas perkara ini cukuplah Allah jadi saksinya.”
(QS. Al-Fath Ayat 28)
Dan hanya ada 2 kelompok besar di dunia ini, ahlul haq dan ahlul bathil. Termasuk kelompok manakah kita ? Bisakah kita menjadi kelompok tengah antara haq dan bathil? Dan apakah korelari ahlul haq dan ahlul bathil pada zaman sekarang ? Kita simak khutbah jumat yang disampaikan oleh Ust. Abu Harits, Lc berikut ini !
Video dapat dilihat dan diunduh di sini.
Video and post by : KIBLAT TV
Video and post by : KIBLAT TV
https://www.kiblat.net/2018/09/21/khutbah-jumat-berdiri-di-barisan-ahlul-haq-ust-abu-harits-lc/
Tiada ulasan:
Catat Ulasan