Erdogan Yakin Raja Salman Tak Perintahkan Pembunuhan Khashoggi Ahad, 4 November 2018 11:04
Foto: Presiden Turki Erdogan dan Raja Saudi Salman
KIBLAT.NET, Ankara – Kasus pembunuhan jurnalis senior Saudi Jamal Khashoggi terus bergulir. Belum diketahui secara pasti dalang pembunuhannya, meskipun Arab Saudi mengaku bertanggung jawab.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meyakini Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud bukan sosok yang memerintahkan pembunuhan terhadap wartawan yang kerap menyuarakan kritik terhadap Kerajaan. Namun, dia percaya pejabat di tingkat tinggi sebagai dalangnya.
“Kita tahu bahwa perintah untuk membunuh Khashoggi berasal dari tingkat tinggi pemerintah Saudi,” katanya dalam sebuah tulisan di Washington Post yang dikutip Sindonews.com, Jumat (02/11/2018).
“Saya tidak percaya sedetik pun bahwa Raja Salman, penjaga masjid suci, memerintahkan serangan terhadap Khashoggi,” lanjut Erdogan.
Khashoggi, yang pernah tinggal di pengasingan di Amerika Serikat itu dibunuh setelah memasuki Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober lalu. Dia mendatangi konsulat untuk memperoleh dokumen perceraian dengan mantan istrinya sebagai syarat untuk menikahi tunangannya, seorang perempuan Turki bernama Hatice Cengiz.
“Tidak ada alasan untuk percaya bahwa pembunuhannya mencerminkan kebijakan resmi Arab Saudi,” papar Erdogan. “Jadi, itu akan salah untuk melihat pembunhan Khashoggi sebagai ‘masalah’ antara dua negara,” imbuh dia mengacu pada Turki dan Saudi.
Erdogan menegaskan bahwa Riyadh dan Ankara sebagai sahabat.”(Namun), tidak berarti kita akan menutup mata terhadap pembunuhan terencana yang terjadi di depan mata kita,” katanya.
Sejauh ini, pemimpin Turki tersebut mengecam penyelidikan Saudi terhadap kasus pembunuhan Khashoggi. Dia mencatat ada upaya pejabat Saudi tertentu untuk menutupi pembunuhan terencana terhadap Khashoggi daripada menegakkan keadilan.
“Meskipun Riyadh telah menahan 18 tersangka, ini sangat memprihatinkan bahwa tidak ada tindakan yang diambil terhadap Konsul Jenderal Saudi, yang berbohong melalui giginya ke media dan melarikan diri dari Turki tak lama kemudian,” kata Erdogan.
“Demikian juga, penolakan jaksa penuntut umum Saudi, yang baru-baru ini mengunjungi mitranya di Istanbul untuk bekerja sama dengan penyelidikan dan menjawab pertanyaan sederhana pun sangat mengesalkan. Undangan untuk penyelidik Turki ke Arab Saudi untuk pembicaraan lebih lanjut tentang kasus itu terasa seperti taktik putus asa dan disengaja,” kritik Erdogan.
Jaksa di Saudi pada pekan lalu mengakui bahwa pembunuhan Khashoggi telah diatur sebelumnya. Sementara jaksa penuntut umum Turki Irfan Fidan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Khashoggi dicekik sesaat setelah dia memasuki konsulat.
Sumber: Sindonews
Redaktur: Ibas Fuadi
Redaktur: Ibas Fuadi
https://www.kiblat.net/2018/11/04/erdogan-yakin-raja-salman-tak-perintahkan-pembunuhan-khashoggi/
Gurita Syiah Iran di Damaskus Sebelum Arab Spring Ahad, 4 November 2018 11:55
Foto: Suasana sebuah pasar di Damaskus, Suriah.
KIBLAT.NET- Sebelum konflik 2011, warga Suriah -khususnya penduduk Damaskus- tidak menyaksikan kehadiran para peziarah Syiah ke kota tua Damaskus selain kunjungan wisata religius yang menumbuhkan kehidupan ekonomi di ibukota. Bentuk pariwisata ini telah berkembang pesat, dan bertujuan untuk menguasai setiap area yang memiliki landmark keagamaan yang terkait dengan tokoh Syiah.Namun, setelah masa itu berlalu, mereka kemudian mengubah fitur-fitur kawasan serta mengalihkan ritual keagamaan ke barak-barak militer untuk mobilisasi dan menerapkan wajib militer sektarian. Selain menetapkan kontrol di atasnya, juga untuk menarik dan mengintimidasi penduduk setempat.
Pusat Penelitian Kepercayaan, sebuah proyek yang berkaitan dengan penyebaran Syiah di seluruh dunia, memperkirakan bahwa jumlah Syiah Suriah pada tahun 2013 adalah antara 300.000 dan 500.000 orang. Sumber lain mengatakan mereka terdiri dari 4 hingga 4,5 persen populasi. Angka ini yang paling mendekati kebenaran, terutama setelah terjadi mobilisasi kelompok Syiah dari Iran dan Lebanon di pedesaan ibukota dan beberapa distrik lain.
Penduduk ibukota Damaskus telah menyaksikan banyak praktik sektarian Iran, dimulai dengan perluasan kuil Syiah melalui Komite Rekonstruksi Tempat Suci, dan pembentukan “kantor koordinasi” yang mencakup sejumlah lembaga keagamaan, yang paling menonjol. Basisnya di distrik Al-Amin, di mana khutbah-khutbah agama yang sesuai dengan kebijakan Iran dirumuskan dan diawasi penyampaiannya.
Seorang pemilik toko di distrik Al-Amara kota tua Damaskus mengatakan bahwa, “Orang Iran bekerja secara konstan di kuburan dan distrik lama untuk menggali kuil apa pun yang dimiliki Ahlul Bait, dan membuatnya menjadi situs ziarah utama. Mereka kemudian membeli tanah dan rumah-rumah di sekitarnya, dan mendirikan Husseiniyah, membuat area yang dimiliki hampir seluruhnya oleh mereka.”
BACA JUGA Orasi Seberapa Greget Loe Felix Siauw: Loe Bilang Kami Makar, Loe Main Bakar
“Di makam Bab al-Saghir di Damaskus, mereka telah mendirikan sebuah kuil baru yang disebut kuil Martir Karbala. Di situs pemakaman ada sekelompok kuburan bagi para istri nabi, yang mereka telah sangat peduli dan menghabiskan jumlah besar untuk mengesankan para peziarah Iran yang melihat mereka. Orang Iran percaya bahwa itu sebenarnya adalah tempat yang didirikan ratusan tahun yang lalu dan baru ditemukan baru-baru ini,” tambahnya.
Penyebaran Syiah di Sekolah-sekolah Agama
Iran mencoba untuk menerapkan model Iraq di Suriah dan menyusup melalui lembaga agama, sekolah dan universitas dan mengalokasikan anggaran khusus untuk tujuan ini. Beberapa bulan yang lalu, kantor berita Tasnim Iran menerbitkan laporan tentang pendirian akademi agama di Damaskus setelah pertemuan antara Menteri Wakaf Agama dan kepala Dewan Strategis untuk Hubungan Luar Negeri di Iran. Perguruan tinggi ini akan berada di bawah otoritas “Forum Dunia untuk Kedekatan Sekolah-sekolah Pikiran Islam”, yang merupakan saah satu agensi Iran.
Iran juga telah membuka cabang dari Islamic Free University, yang dikenal sebagai Azad, di Damaskus, selain membuka sekolah dan seminari di daerah Mazanet al-Shaham, dan distrik al-Joura di dalam Kota Tua dan dekat kuil Syiah di sana.
Menurut penduduk setempat, pendirian seminari dan sekolah agama ini melayani sejumlah tujuan. Yang pertama adalah membangun kehadiran mereka di daerah-daerah ini dan memperluas basis Syiah mereka, karena lembaga-lembaga ini tidak terbatas pada pendidikan, tetapi juga memiliki aspek sosial dan layanan dan menyebarkan paham Syiah di antara penduduk daerah tersebut serta memobilisasi pemuda dan menggabungkan mereka ke dalam milisi dengan tawaran uang dan senjata gratis.
BACA JUGA Tuntutan Aksi Bela Tauhid: Usut Aktor Intelektual Pembakaran Bendera Tauhid
Salah seorang penduduk distrik Al-Amara mengatakan, “Uang dan makanan terus didistribusikan di wilayah kota tua Damaskus, dan Iran mengikuti kebijakan membujuk untuk membawa pemuda -terutama remaja- dan memasukkan mereka ke dalam milisi mereka. Dengan demikian mereka memenuhi dua tujuan:
Pertama mereka memenangkan pendukung dari kalangan pemuda dan membangun kendali atas pikiran mereka dengan menyediakan uang dan senjata, dan kedua mereka memastikan tidak adanya lawan atas kehadiran mereka di daerah itu dan tidak adanya pelanggaran keamanan di daerah-daerah ini.”
Sumber: Syrian Observer
Redaktur: Ibas Fuadi
Gurita Syiah Iran di Damaskus Sebelum Arab Spring - Kiblat Redaktur: Ibas Fuadi
https://www.kiblat.net/2018/11/04/gurita-syiah-iran-di-damaskus-sebelum-arab-spring/
20 Titik Kamp “Pendidikan Ulang” Uighur Difasilitasi Cambuk Listrik dan Pentungan Duri Ahad, 4 November 2018 15:06
Foto: Grafis tentang fasilitas pendidikan di wilayah Xinjiang China
yang dilukiskan aktivis hak asasi sebagai "kamp pendidikan ulang".
KIBLAT.NET, Xinjiang – Dengan dalih menangkal keinginan muslim Uighur untuk mendirikan negara sendiri, serta mencegah serangan “teroris” oleh mereka, pemerintah Xi Jinping memutuskan untuk menyatakan Islam sebagai “penyakit ideologis menular”. Sehingga, kamp-kamp “pendidikan ulang” pun dibangun untuk mengkarantina lebih dari 1 juta muslim Uighur.
Dilaporkan Radio Free Asia, mantan tahanan dari kamp-kamp ini mengatakan bahwa mereka dipaksa meninggalkan keyakinan mereka, menyanyikan lagu-lagu Partai Komunis, mengonsumsi daging babi, dan meminum alkohol. Laporan-laporan lain menunjukkan bahwa beberapa orang yang dianggap memiliki “penyakit ideologis” yang kronis telah disiksa dan dibunuh. Jenggot panjang dinilai menjadi satu indikasi seorang Uighur teridap “penyakit” tersebut.
Menurut laporan AFP, mengutip data dari lembaga HAM, terdapat 20 lokasi tempat kamp dibangun yang tersebar di kota-kota wilayah Xinjiang. Di setiap kamp memiliki fasilitas pengamanan seperti; pagar berduri, perangkat CCTV kualitas tinggi, tongkat besi, cambuk listrik, borgol besi, dan pentungan berduri. Berikut ini peta lokasinya:
Sumber: Channel News Asia, Radio Free Asia
Redaktur: Ibas Fuadi
20 Titik Kamp "Pendidikan Ulang" Uighur Difasilitasi Cambuk Listrik dan Pentungan Duri - KiblatRedaktur: Ibas Fuadi
https://www.kiblat.net/2018/11/04/20-titik-kamp-pendidikan-ulang-uighur-difasilitasi-cambuk-listrik-dan-pentungan-duri/
Tiada ulasan:
Catat Ulasan