Rasulullah ﷺ Tidak Mendapati lagi Waktu Shalat Berikutnya
DI hari-hari terakhir sebelum Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam wafat, sebanyak tujuh belas kali waktu shalat Abu Bakar menggantikan beliau sebagai imam shalat.
Aisyah meminta kepada Rasulullah tiga atau empat kali untuk memberhentikan Abu Bakar menjadi imam, agar orang-orang tidak pesimis dengan keadaan Rasulullah ﷺ. Namun beliau menolaknya dan berkata. ‘Sesungguhnya kalian (seperti) wanita-wanita yang merayu Yusuf, suruhlah Abu Bakar untuk tetap shalat bersama orang-orang (sebagai imam).
BACA JUGA: Majelis Ilmu Rasulullah ﷺ
Sehari sebelum wafat, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memerdekakan budak-budaknya dan bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang dimiliki. Selain itu beliau juga memberikan senjata-senjata perang yang beliau miliki kepada kaum muslimin.
Baju besi yang beliau miliki saat itu pun masih tergadaikan kepada orang Yahudi dengan harga tiga puluh sha’ (takar) gandum.
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa pada saat kamu muslimin shalat subuh pada hari senin dan dan Abu Bakar menjadi imam mereka, Rasulullah ﷺ secara tiba-tiba mengagetkan mereka dengan membuka tirai kamar Aisyah untuk melihat mereka, sedangkan mereka berada pada barisan shalat. Rasulullah ﷺ Nampak tersenyum tertawa, maka Abu Bakar pun mundur ke belakang untuk mencapai shaf, karena mengira bahwa Rasulullah ﷺ ingin keluar untuk menunaikan shalat. Anas berkata, “Hampir saja kaum muslimin tergoda (untuk membatalkan shalat) karena bahagia dengan munculnya Rasulullah ﷺ, Rasulullah ﷺ pun memberi isyarat kepada mereka dengan telunjuknya agar mereka menyempurnakan shalatnya. Setelah itu, beliau masuk ke dalam kamar dan menurunkan tirainya. Kemudian Rasulullah ﷺ tidak mendapati lagi waktu shalat berikutnya…”
Sumber: Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri. 1421 H. Ar-Rahiq al-Makhtum, Sirah Nabawiyah “Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad”. Jakarta: Darul Haq.
Hanya saja kita mendoakannya tanpa sepengetahuannya lebih menjaga keikhlasan dan lebih berpengaruh dalam kasih sayang dan kecintaan. Jadi, sudahkah kita doakan saudara kita? []
SUMBER: AL-ATSARIYYAH.COM
Ini Keutamaan Mendoakan Orang Lain
Saad Saefullah
“Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu.”
BACA JUGA: Anda Punya Utang? Baca Doa Ini
Sungguhlah luar biasa Islam itu. Bahkan ketika mendoakan orang lain pun, kita mendapatkan apa yang sama dengan doa untuk orang lain tersebut. Apalagi tanpa sepengetahuan orang yang kita doakan itu.
Mendoakan sesama muslim tanpa sepengatahuan orangnya termasuk dari sunnah hasanah yang telah diamalkan turun-temurun oleh para Nabi -alaihimushshalatu wassalam- dan juga orang-orang saleh yang mengikuti mereka. Mereka senang kalau kaum muslimin mendapatkan kebaikan, sehingga merekapun mendoakan saudaranya di dalam doa mereka tatkala mereka mendoakan diri mereka sendiri.
Dan ini di antara sebab terbesar tersebarnya kasih sayang dan kecintaan di antara kaum muslimin, serta menunjukkan kesempuraan iman mereka. Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik)
Karenanya Allah dan Rasul-Nya memotifasi kaum muslimin untuk senantiasa mendoakan saudaranya, sampai-sampai Allah Ta’ala mengutus malaikat yang khusus bertugas untuk meng’amin’kan setiap doa seorang muslim untuk saudaranya dan sebagai balasannya malaikat itupun diperintahkan oleh Allah untuk mendoakan orang yang berdoa tersebut.
Berhubung doa malaikat adalah mustajabah, maka kita bisa menyatakan bahwa mendoakan sesama muslim tanpa sepengetahuannya termasuk dari doa-doa mustajabah. Karenanya jika dia mendoakan untuk saudaranya -dan tentu saja doa yang sama akan kembali kepadanya- maka potensi dikabulkannya akan lebih besar dibandingkan dia mendoakan untuk dirinya sendiri.
BACA JUGA: Ternyata, Inilah Doa Pembuka Pintu-pintu langit
Hanya saja satu batasan yang disebutkan dalam hadits -agar malaikat meng’amin’kan- adalah saudara kita itu tidak mengetahui kalau kita sedang mendoakan kebaikan untuknya. Jika dia mengetahui bahwa dirinya didoakan maka lahiriah hadits menunjukkan malaikat tidak meng’amin’kan, walaupun tetap saja orang yang berdoa mendapatkan keutamaan karena telah mendoakan saudaranya.
https://www.islampos.com/ini-keutamaan-mendoakan-orang-lain-2-136421/?
Keberkahan Daging Kambing
Siapa yang belum pernah makan daging kambing? Mungkin hampir semua orang di dunia ini pernah mengonsumsinya. Daging kambing ini tergolong dalam jenis daging merah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Tahukah Anda tentang keberkahan daging kambing? Rasulullah SAW bersabda,
اتخذوا الغنم فإن فيها بركة
”Peliharalah (manfaatkan) oleh kalian kambing kerana di dalamnya terdapat barakah.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah 2/417).
BACA JUGA: Wih, Semur Daging Kambing Lezat!
Hal ini menunjukkan perintah agar kita memelihara dan memanfaatkan kambing karena terdapat keberkahan.
Apakah daging kambing berbahaya bagi kesehatan? Sesuatu yang berkah tentu tidak menimbulkan bahaya. Apa yang disyariatkan oleh Islam pasti bermanfaat dan tidak berbahaya.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam risalahnya,
الدين مبني على المصالح في جلبها و الدرء للقبائح
“Agama dibangun atas dasar berbagai kemashlahatan, mendatangkan mashlahat dan menolak berbagai keburukan.”
Kemudian beliau menjelaskan,
ما أمر الله بشيئ, إلا فيه من المصالح ما لا يحيط به الوصف
“Tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali padanya terdapat berbagai mashlahat yang tidak bisa diketahui secara menyeluruh,” (Risaalah fiil Qowaaidil fiqhiyah hal. 41, Maktabah Adwa’us salaf).
Namun, banyak informasi yang tersebar di masyarakat bahwa daging kambing berbahaya. Misalnya bisa menaikan tekanan darah dan meningkatkan kolesterol, itu tidak benar. Padahal daging kambing tidak berbahaya, yang menyebabkan naiknya tekanan darah dan naiknya kolesterol bisa jadi karena beberapa hal.
BACA JUGA: Kambing Hitam Kambing Putih
Pertama, pada cara pengolahan daging yang tidak sehat. Pengolahan yang dinilai tidak sehat itu seperti memakai bumbu dan minyak yang berlebihan dan terlalu lama diolah. Jika sudah seperti ini dapat menyebabkan vitamin dan kandungan mineralnya hilang.
Kedua, jika dalam batas yang wajar, makan daging kambing tentu tidak akan menjadi sesuatu yang memberikan efek negatif. Namun, apabila mengkonsumsinya terlalu berlebihan akan menjadi racun.
Terakhir, penyebab daging kambing mengakibatkan bahaya karena pola hidup di zaman sekarang yang tidak sehat, makanan tidak sehat dan gerakan yang kurang. Sehingga ada akumulasi sedikit saja kolesterol atau zat lainnya maka sudah berbahaya. Wallahu a’lam. []
SUMBER: MUSLIM OR ID
Keberkahan Daging Kambing - IslamposKetika Rasulullah ﷺ Ditegur Allah
“Ya Rasulullah, ajarilah saya apa yang Allah ajarkan kepada Anda.” Ucap Abdullah bin Ummi Maktum dengan wajah penuh kebahagiaan.
ABDULLAH bin Ummi Maktum merupakan seorang sahabat Nabi ﷺ yang memiliki keterbatasan fisik. Abdullah ini sahabat Nabi ﷺ yang tunanetra (buta). Tetapi kebutaannya tak meyurutkan semangatnya untuk senantiasa menuntut ilmu serta berjuang di jalan Allah SWT.
Pada masa itu Rasulullah ﷺ sedang giat berdiplomasi dengan tokoh-tokoh terkemuka Quraisy untuk menarik mereka ke dalam Islam. Suatu hari beliau berjumpa dengan Utbah ibn Rabi’ah dan saudaranya, Syaibah ibn Rabi’ah, beserta Amru ibn Hisyam yang dikenal dengan sebutan Abu Jahal, Ummayah ibn Khalaf, serta al-Walid ibn Mughirah.
BACA JUGA: Poligaminya Rasulullah ﷺ
Rasulullah ﷺ mulai berbicara tentang tugasnya sebagai seorang Rasul dan mengajak mereka masuk Islam. Beliau sangat mengharapkan keislaman mereka, atau minimal mereka mau menghentikan gangguan-gangguannya terhadap para sahabat.
Saat Rasulullah ﷺ sedang sibuk-sibuknya, datang Abdullah ibn Ummi Maktum. Ia berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Ya Rasulullah ﷺ, ajarilah saya apa yang Allah ajarkan kepada Anda.”
Rasulullah ﷺ yang sedang fokus pada dakwahnya untuk mengajak kaum kafir masuk Islam, merasa terganggu dengan Ummi Maktum sehingga Rasulullah ﷺ membuang muka dengan masam.
Beliau ﷺ kembali memusatkan perhatiannya kepada orang-orang Quraisy dan berharap mereka mau memeluk agama Islam. Dengan keislaman tokoh-tokoh Quraisy itu, agama Allah akan mulia dan jaya, di samping dakwah Rasulullah ﷺ pun semakin kokoh.
Setelah Rasulullah ﷺ selesai bicara dengan mereka dan beranjak pulang, Allah menahan mata beliau kemudian turunlah firman-Nya:
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pelajaran, lalu pelajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang menganggap dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak memberihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pelajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa menghendaki, tentulah ia memperhatikannya di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan di tangan para urusan (malaikat) yang mulia Iasi berbakti.” (QS. ‘Abasa: 1-6).
BACA JUGA: Perbedaan Hijrahnya Rasulullah ﷺ dengan Nabi Lainnya
Enam ayat tersebut dibawa oleh Jibril dan diturunkan ke dalam kalbu Nabi SAW berkenaan dengan urusan Abdullah ibn Ummi Maktum.
Sejak itu Rasulullah ﷺ makin menghormati Abdullah ibn Ummi Maktum apabila dia datang dan duduk di sisi beliau menanyakan hal ihwal keperluannya. []
Sumber: Sosok Para Sahabat Nabi ﷺ/ Penulis: Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya/ Penerbit: Qisthi Press/ 2017
Ketika Rasulullah ﷺ Ditegur Allah - Islampos
Pada masa itu Rasulullah ﷺ sedang giat berdiplomasi dengan tokoh-tokoh terkemuka Quraisy untuk menarik mereka ke dalam Islam. Suatu hari beliau berjumpa dengan Utbah ibn Rabi’ah dan saudaranya, Syaibah ibn Rabi’ah, beserta Amru ibn Hisyam yang dikenal dengan sebutan Abu Jahal, Ummayah ibn Khalaf, serta al-Walid ibn Mughirah.
BACA JUGA: Poligaminya Rasulullah ﷺ
Rasulullah ﷺ mulai berbicara tentang tugasnya sebagai seorang Rasul dan mengajak mereka masuk Islam. Beliau sangat mengharapkan keislaman mereka, atau minimal mereka mau menghentikan gangguan-gangguannya terhadap para sahabat.
Saat Rasulullah ﷺ sedang sibuk-sibuknya, datang Abdullah ibn Ummi Maktum. Ia berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Ya Rasulullah ﷺ, ajarilah saya apa yang Allah ajarkan kepada Anda.”
Rasulullah ﷺ yang sedang fokus pada dakwahnya untuk mengajak kaum kafir masuk Islam, merasa terganggu dengan Ummi Maktum sehingga Rasulullah ﷺ membuang muka dengan masam.
Beliau ﷺ kembali memusatkan perhatiannya kepada orang-orang Quraisy dan berharap mereka mau memeluk agama Islam. Dengan keislaman tokoh-tokoh Quraisy itu, agama Allah akan mulia dan jaya, di samping dakwah Rasulullah ﷺ pun semakin kokoh.
Setelah Rasulullah ﷺ selesai bicara dengan mereka dan beranjak pulang, Allah menahan mata beliau kemudian turunlah firman-Nya:
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pelajaran, lalu pelajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang menganggap dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak memberihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pelajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa menghendaki, tentulah ia memperhatikannya di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan di tangan para urusan (malaikat) yang mulia Iasi berbakti.” (QS. ‘Abasa: 1-6).
BACA JUGA: Perbedaan Hijrahnya Rasulullah ﷺ dengan Nabi Lainnya
Enam ayat tersebut dibawa oleh Jibril dan diturunkan ke dalam kalbu Nabi SAW berkenaan dengan urusan Abdullah ibn Ummi Maktum.
Sejak itu Rasulullah ﷺ makin menghormati Abdullah ibn Ummi Maktum apabila dia datang dan duduk di sisi beliau menanyakan hal ihwal keperluannya. []
Sumber: Sosok Para Sahabat Nabi ﷺ/ Penulis: Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya/ Penerbit: Qisthi Press/ 2017
Ketika Rasulullah ﷺ Ditegur Allah - Islampos
Nabi ﷺ Menolak ‘Tawaran’ Malaikat Penjaga Gunung
DARi Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya dia pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah engkau pernah melewati (merasakan) suatu hari yang lebih berat dibandingkan hari perang Uhud?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Sungguh aku banyak merasakan gangguan (perlakuan jahat) dari kaummu. Dan gangguan paling berat yang datang dari mereka adalah ketika kejadian pada hari Al-Aqabah ketika aku menawarkan diriku kepada Ibnu ‘Abdi Yalil bin ‘Abdi Kulal namun dia tidak mau memenuhi keinginanku. Lalu aku pergi dengan wajah sedih, aku tidak sadar kecuali aku telah berada di Qarnu ats-Tsa’aalib.
“Aku mengangkat kepalaku ternyata aku berada di bawah awan yang menaungiku, dan ternyata di atasnya ada Jibril ‘alaihissalam, lalu dia memanggilku seraya berkata, ‘Sesungguhnya Allah mendengar ucapan kaummu terhadapmu dan apa bantahan mereka kepadamu. Dan Dia (Allah) telah mengutus kepadamu Malaikat penjaga gunung, untuk kamu perintahkan sesuai kehendakmu terhadap mereka.’
“Kemudian Malaikat penjaga gunung memanggilku, lalu memberi salam kepadaku kemudian berkata, ‘Wahai Muhammad, apa yang kamu inginkan katakanlah. Jika kamu ingin aku akan timpakan kepada mereka dua gunung Akhsyab (niscaya akan aku lakukan).’
“Maka Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Tidak (aku tidak ingin itu), akan tetapi aku berharap kepada Allah bahwa akan terlahir dari tulang sulbi mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Al-Bukhari no. 3059 dan Muslim no. 4754 dan redaksi ini ada dalam Shahih al-Bukhari). []
Nabi ﷺ Menolak 'Tawaran' Malaikat Penjaga Gunung - Islampos
Sifat Ihsan Anak Kecil Penggembala Kambing
KETIKA Abdullah bin Umar RA sedang pergi ke pasar bersama dengan sahabatnya. Kemudian ia mencari tempat untuk makan. Seketika, ia melihat seorang anak kecil penggembala kambing lewat di hadapan mereka.
Abdullah bin Umar RA memanggilnya dan mengajaknya makan bersama. Namun anak penggembala kambing tadi menolaknya karena ia sedang berpuasa.
Mendengar hal itu, Abdullah bin Umar menatapnya dengan perasaan kagum dan terharu. Lalu ia bertanya, “Saat cuaca yang sedang panas dan terik seperti ini, engkau tetap berpuasa sambil menggembala kambing?”
Kemudian anak itu menjawabnya, “Tuan, panas di dunia belum sebanding dengan panasnya api neraka.”
Sungguh jawaban yang sangat mulia. Setelah itu, Abdullah meminta anak itu untuk menjual satu kambing yang sedang digembalakannya itu. Namun ternyata kambing itu bukanlah miliknya, melainkan milik majikannya, dan anak kecil itu tidak berani menjual kambing–kambing itu sekalipun hanya satu tanpa seizin dan sepengetahuan majikannya.
Abdullah bin Umar RA berniat untuk menguji sifat amanah anak penggembala tadi. Ia berkata, “Jual saja satu kambing ini padaku, dan gunakanlah uang itu sesuka hatimu nak. Jangan merasa takut pada majikanmu, lagipula dia tidak melihatmu. Dan katakan saja bahwa satu kambing tadi telah dimakan serigala. Tentu majikanmu akan percaya pada perkataanmu.”
BACA JUGA: Itqan dan Ihsan
Mendengar bujukan Abdullah bin Umar RA, anak itu langsung menyahutnya, “Astaghfirullahalazim, walaupun majikanku tidak melihat perbuatanku, tapi ketahuilah tuan, bahwa ada Allah SWT yang selalu melihat semua yang aku kerjakan. Semoga Allah SWT memaafkan tuan. Di manakah Allah? Di manakah Allah?” Anak itu terus mengulang – ulang perkataannya sembari bercucuran air mata. “Di manakah Allah? Di manakah Allah? Di manakah Allah?”
Akhirnya Abdullah bin Umar RA pun ikut menangis dan mengikuti perkataannya “Di manakah Allah?” Kemudian ia membeli anak penggembala tadi beserta kambing–kambingnya. Sehingga anak itu terbebas dari perbudakan, dan Abdullah bin Umar RA memberikan kambing – kambing itu pada sang anak sebagai hadiah atas perbuatan amanah dan keimanannya pada Allah SWT. []
Sumber: 40 Kisah Pengantar Anak Tidur/Najwa Husein Abdul Aziz/Gema Insani/Depok/2006.
Nabi ﷺ kepada Lelaki Berkulit Hitam: Sungguh Allah telah Mempertampan Wajahmu
Ia bertanya, “Wahai Rasulullah ﷺ, sesungguhnya aku hanya seorang lelaki berkulit hitam yang berwajah jelek, dan aku tidak mempunyai harta. Seandainya aku memerangi mereka (kaum musyrikin) sampai aku terbunuh, apakah aku akan masuk surga?”
BACA JUGA: Ini Macam-macam Ucapan Dzikir yang Dicontohkan Nabi
“Ya,” jawab Nabi SAW dengan tegas.
Lelaki itu pun menerjunkan diri ke dalam pertempuran, berperang dengan perkasa sehingga akhirnya menemui syahidnya.
Nabi SAW mendekati jenazahnya dan berkata, “Sungguh Allah telah mempertampan wajahmu, mengharumkan baumu dan memperbanyak hartamu…”
BACA JUGA: Nabi ﷺ Menolak Tawaran Malaikat Penjaga Gunung
Sesaat kemudian beliau bersabda lagi, “Sungguh aku telah melihat dua istrinya dari jenis bidadari, yang bulat dan indah matanya, saling berebut menarik jubahnya, kemudian keduanya masuk di antara jubah dan kulitnya…” []
Nabi ﷺ kepada Lelaki Berkulit Hitam: Sungguh Allah telah Mempertampan Wajahmu - Islampos
Sebaik-baik dan Seburuk-buruk Sahabat
Rasulullah ﷺ kemudian bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan sebaik-baik dan seburuk-buruk orang dari kalian?”
BACA JUGA: Rahasia Kebaikan dan Keburukan
Mereka terdiam, dan Nabi ﷺ bertanya seperti itu tiga kali, lalu ada seorang yang berkata: “Iya, kami mau wahai Rasulullah ﷺ, beritahukanlah kepada kami sebaik-baik dan buruk-buruk kami.”
Beliau ﷺ bersabda: “Sebaik-sebaik kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya dan sedangkan keburukannya terjaga…” Hadits riwayat Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (no. 2603). []
Sebaik-baik dan Seburuk-buruk Sahabat - Islampos
Mencaci Muslim Memuji (kaum kafir) NonMuslim
Alhamdulillah, disitat dari Islamqa. Allah Taala memerintahkan hambanya yang beriman untuk saling mencintai dan loyal satu sama lain. Sebagaimana Dia memerintahkan agar mereka membenci musuhnya dan memusuhinya karena Allah.
Allah juga jelaskan bahwa loyalitas hanya berlaku antara sesama orang beriman. Permusuhan kaum muslimin dan berlepas dirinya mereka dari orang-orang kafir merupakan wujud dari prinsip aqidah dan kesempurnaan agama. Dalam hal ini terdapat ayat-ayat dan hadits-hadits serta ucapan para salaf yang tidak terhitung.
Di antaranya adalah firman Allah Taala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ * وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ * يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 55-57)
Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan bahwa mencintai dan membenci karena Allah merupakan buhul keimanan.
Abu Daud meriwayatkan (4681) dari Abu Umamah radhiallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ
“Siapa yang mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, memberi karena Allah, mencegah karena Allah, maka imannya telah sempurna.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud)
Al-Allamah Abu Thayib, Sidiq bin Hasan Al-Bukhari rahimahullah berkata dalam Kitab Al-Ibrah, hal. 245, “Adapun orang yang memuji nasrani dan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang adil, mencintai keadilan, lalu sering memuji mereka di majelis-majelis kemudian merendahkan pemimpin muslim, sedangkan kepada orang-orang kafir disematkan sifat-sifat objektif, tidak zalim dan aniaya, maka hukum orang yang memuji seperti itu adalah fasik, maksiat dan melakukan dosa besar. Dia wajib bertaubat darinya dan menyesali perbuatannya. Jika pujiannya langsung diarahkan kepada orang-orang kafir tersebut tanpa menyinggung kekufuran yang ada pada mereka, maka pujiannya mereka dari sisi sifat kekufuran maka dia adalah kafir, karena dia memuji kekufuran yang telah dicela seluruh syariat.”
Syekh Abduurrahman Al-Barrak hafizahullah berkata, “Siapa yang meyakini bahwa Yahudi dan Nasrani berada dalam agama yang benar, maka dia kafir, walaupun dia mengamalkan seluruh syariat Islam, dan bahwa dia dianggap mendustakan seluruh ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Maka dengan demikian menyebut-nyebutkan prilaku-prilaku terpuji mereka dengan penuh pujian dan kebanggaan serta mengangkat derajat mereka, adalah haram, karena hal itu bertentangan dengan ketentuan Allah terhadap mereka.”
Bahkan Imam An-Nawawi rahimahullah berkata tentang lafaz-lafaz yang dapat menyebabkan riddah (murtad), “Seandainya seorang pengajar anak-anak berkata, ‘Yahudi jauh lebih baik dari kaum muslimin, karena mereka memenuhi hak para pengajar anak-anak mereka, maka dia kafir.” (Raudhatu Ath-Thalibin, 10/69)
Jika perkara itu ditambah dengan mencaci maki kaum muslimin dan memuji kaum kafir serta berangan-angan agar dirinya menjadi orang-orang kafir, maka dia kafir, keluar dari agama. Dia diminta untuk bertaubat lalu diajarkan perkara agama. Jika dia bertaubat, maka taubatnya akan diterima. Jika tidak, maka pemimpin dapat jatuhkan vonis mati untuknya karena telah murtad.” Wallahu a’’lam. []
Mencaci Muslim Memuji NonMuslim - Islampos
Wahai Umar, Kenapa Engkau Diam Saja ketika Dicaci Pemabuk Itu?
Poligaminya Rasulullah ﷺ
AYAT ini turun pada tahun ke-8 hijriah. Setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menikahi seluruh istri-istrinya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, berpoligami setelah wafatnya Khadijah binti Khuwailid, atau tepatnya ketika usia beliau 53 tahun. Rasulullah merupakan orang yang diperbolehkan memiliki istri lebih dari empat. Sedangkan para sahabat dan umatnya tidak diperkenankan lebih dari empat.
BACA JUGA: Ketika Suami Dipaksa Poligami oleh Istri
Ketika turunnya ayat ini, hanya Rasulullah ﷺ yang diperbolehkan untuk melanjutkan poligaminya, sedangkan untuk para sahabat yang memiliki istri lebih dari empat maka sebagiannya harus diceraikan.
Sebagaimana Diriwayatkan oleh Ahmad dari Salim dari ayahnya bahwa Ghailan bin Salamah ats Tsaqofi masuk islam sementara dirinya memiliki sepuluh orang istri. Lalu Nabi saw berkata kepadanya,”Pilihlah empat orang saja dari mereka.”
Rasulullah ﷺ merupakan orang dengan akhlak yang paling mulia. Maka poligaminya Rasulullah ﷺ sekalipun lebih dari empat sudah pasti dapat berlaku adil, sedangkan untuk para sahabat dan umatnya kemungkinan belum bisa berlaku adil. Sehingga para sahabat dan umatnya hanya diperbolehkan sampai empat orang istri saja.
Rasulullah ﷺ berpoligami bukan tanpa tujuan. Poligami yang dilakukan Rasulullah Saw, dikarenakan tuntutan dakwah. Pada saat itu usia Nabi Saw semakin tua sementara tugasnya bertambah berat didalam menyampaikan risalahnya sehingga beliau membutuhkan orang-orang yang paling dekat dengannya untuk menjadi perantara dalam menyampaikan hukum-hukum syariat yang berkenaan dengan wanita muslimah.
Tujuan poligaminya Rasulullah ﷺ dimaksudkan untuk memperluas dan memperkuat jalinan hubungan kekeluargaan dalam upaya penyebaran dakwahnya.
Perkawinannya dengan Aisyah binti Abu Bakar r.a. Aisyah merupakan wanita paling cerdas di muka bumi ini, ia meriwayatkan hadits lebih dari 2000 hadits, sehingga ini hikmah dibalik pernikahannya Aisyah dengan Rasulullah ﷺ. Aisyah banyak meriwayatkan hadits tentang kehidupan rumah tangga Rasulullah ﷺ serta ibadahnya Rasulullah ﷺ. Sehingga ilmu dari Aisyah ini bermanfaat hingga saat ini.
Perkawinannya dengan Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Rasulullah ﷺ menikahi putri tokoh tertinggi Quraisy dan musuh terbesar Nabi Saw. Ini untuk melunakkan hati sang musuh.
Perkawinannya dengan Maimunah, bibi panglima legendaris, Khalid bin Walid, dimaksudkan untuk melunakkan Khalid ke pihaknya.
BACA JUGA: Mau Poligami? Penuhi Syarat-Syarat Ini
Begitu pula perkawinannya dengan Shafiyah binti Huyay. Awalnya ia hendak dinikahi salah seorang Raja Yahudi, kiranya tidak tepat melainkan untuk beliau.
Begitu pula ketika beliau kawin dengan Zainab binti Jahasy, suatu hikmah Ilahiah untuk membatalkan adat adopsi atau mengangkat anak gaya Jahiliah yang mengharamkan ayah angkat mengawini bekas istri anak angkatnya:
“…Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (Menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia, supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk mengawini istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya pada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (AI-Ahzab: 37). []
Sumber: Muhammad di Mata Cendekiawan Barat/ Penulis: Khalil Yasien/ Penerbit: Gema Insani/ Maret 1989
Poligaminya Rasulullah - Islampos
Muslimah di Perang Khaibar
Ketika kemudian Nabi shalallahu alaihi wasallam mengetahui sekelompok wanita ini, beliau tampak agak marah, dan memanggilnya.
BACA JUGA: Sebab Terjadinya Perang Mu’tah
Setelah dekat beliau bersabda, “Siapa yang menyuruh kalian datang kemari? Dengan siapa kalian datang?”
“Wahai Rasulullah, kami mengetahui cara membalut luka, yang diperlukan dalam pertempuran ini. Kami datang dengan membawa obat-obatan dan perban untuk mujahid yang terluka. Kami juga bisa menyiapkan panah-panah untuk mujahid yang berperang. Kami akan mengobati dan merawat mujahid yang terluka, dan kami juga bisa menyiapkan makanan dan minuman kalau mereka lapar,” jawab Ummu Ziyad.
BACA JUGA: Cara Sahabat Perlakukan Tawanan Perang
Mendengar penjelasan dari Ummu Ziyad tersebut, akhirnya Nabi SAW mengijinkan Ummu Ziyad bersama para sahabat waita lainnya terlibat dalam perang Khaibar. []
https://www.islampos.com/muslimah-di-perang-khaibar-140777/?
MUI Minta Masyarakat Stop Pakai Istilah "Cebong" dan "Kampret"
Kompas.com - 25/03/2019, 16:34 WIB
Pendukung Capres nomer 01 dan 02 menonton bersama Debat Pertama Capres & Cawapres 2019 di Jakarta, Kamis (17/1/2019). Debat pertama tersebut mengangkat tema Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Korupsi, dan Terorisme.
Jakarta, KOMPAS.com — Majelis Ulama Indonesia (MUI) berharap masyarakat tidak lagi meneriakkan istilah "kecebong" maupun " kampret" sebagai perbedaan pilihan politik dalam ruang publik seperti majelis taklim.
"Saya melihat istilah-istilah yang tidak baik itu tidak perlu dipertahankan atau diteruskan karena itu menyalahi 'ahlakul karimah'," kata Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI Muhyidin Junaidi menjawab pertanyaan media yang ditemui di Jakarta, Senin (25/3/2019).
Menurut Muhyidin, pendukung masing-masing kubu politik tidak perlu memberi predikat tertentu kepada pihak yang memiliki perbedaan pandangan politik dengannya.
Dalam masa pesta demokrasi saat ini, masyarakat kerap menjuluki dua panggilan bagi masing-masing pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Istilah "kecebong" kerap diarahkan kepada pendukung pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sedangkan "kampret" kerap diarahkan kepada pendukung pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Kalau kita tidak senang kepada pihak tertentu, ya sudah, tidak usah kita kasih predikat 'kecebong', 'kampret', dan lain sebagainya. Itu tidak terpuji," kata Muhyidin.
Muhyidin menegaskan bahwa perbedaan pilihan politik jangan sampai menjadikan bangsa Indonesia terpecah belah.
Ia juga mengajak umat Muslim untuk memanfaatkan hak pilihnya dalam pemilu, 17 April 2019.
Berbicara Ketika Wudhu, Apa Hukumnya?
SEBELUM melaksanakan shalat -baik fardhu maupun sunnah-, kita diharuskan berada dalam keadaan suci dari hadats. Untuk menyucikan diri dari hadats besar, kita bisa melakukan mandi janabat (mandi besar). Namun, apabila kita dalam keadaan di mana tidak diharuskan untuk mandi janabat (suci dari haid, nifas, dan junub), maka kita cukup bersuci dengan berwudhu saja.
Berbicara mengenai wudhu, erat kaitannya dengan hukum dan aturan pelaksanannya dalam kehidupan sehari-hari. Banyak sekali persoalan yang ulama perdebatkan mengenai perkara-perkara di dalam wudhu, di antaranya yaitu mengenai bolehkah seseorang berbicara ketika berwudhu?
BACA JUGA: Wudhu seperti Dicontohkan Nabi, Ini Penjelasan Ust Abdul Somad
Memang dalam kenyataan sehari-hari, kita sering menjumpai orang yang berwudhu sambil berbincang. Bahkan anak kecil sering berwudhu sambil bermain air.
Mengingat wudhu merupakan kunci memasuki berbagai hal macam ibadah seperti shalat, thawaf, membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya, hendaklah wudhu diperhatikan dengan saksama. Karena keabsahan beberapa ibadah tersebut tergantung pada keabsahan wudhu itu sendiri. Ketika wudhu seseorang tidak sempurna dan dianggap tidak sah menurut pandangan syariat, maka berbagai ibadah setelahnya pun menjadi tidak sah. Karena wudhu merupakan wahana menuju kesucian yang disyaratkan dalam berbagai macam ibadah.
Dalam berbagai litelatur fiqih, khususnya kitab I’anatuth Thalibin dijumpai keterangan bahwa di tengah mengerjakan wudhu disunnahkan untuk tidak berbicara tanpa ada keperluan. Jika terdapat keperluan mendesak maka berbicara malah bisa berubah menjadi wajib. Misalnya, ketika kita sedang berwudhu lalu melihat orang buta berjalan sendirian, sedangkan ia berjalan menuju sebuah lubang yang membahayakan, maka berbicara dan memberi peringatan terhadapnya hukumnya menjadi wajib. Meskipun kita dalam keadaan berwudhu. Menyelamatkan orang buta jelas lebih diutamakan dari pada memenuhi anjuran untuk diam di saat mengerjakan wudhu.
Anjuran (sunnah) diam dalam berwudhu sangatlah beralasan, bagaimana pun juga wudhu merupakan ibadah yang harus dilaksanakan dengan penuh kekhusyuan dan konsentrasi agar terlaksana sesuai dengan garis-garis yang ditetapkan syariat sebagaimana telah dirumuskan dalam kitab-kitab fiqih.
BACA JUGA: Air Bercampur Kaporit, Bolehkah Dipakai Wudhu?
Sebagaimana dimaklumi, membasuh kedua kaki, tangan dan muka harus benar-benar merata. Jangan sampai ada bagian yang tertinggal yang tidak tersentuh air karena itu mengurangi kesempurnaan wudhu dan berakibat pada tidak syahnya sebuah wudhu. Jika sebuah wudhu dianggap tidak sah, maka shalat dan segala ibadah yang menggunakan wudhu tersebut juga tidak sah. Oleh karena itulah dibutuhkan konsentrasi dan kehati-hatian dalam berwudhu.
Dari keterangan di atas, maka dapat disimpulakan bahwa diam dalam berwudhu hukumnya sunnah. Meskipun berbicara tidak membatalkan wudhu tetapi bisa mengurangi konsentrasi dan kehati-hatian. []
Sumber: Rahasia Wudhu/Eep Khunaefi el-Ghony/Penerbit: Pt. Variapop Group/2013
https://www.islampos.com/berbicara-ketika-wudhu-apa-hukumnya-2-140663/
Bersilaturahmi ke Babussalam, UAS: Hati Saya Mulai Terhibur
UAS yang baru sepekan ditinggalkan ibunda tercintanya, Hj. Rohana, mengaku terhibur karena dapat bersilaturahmi ke Babussalam.
“Hati saya juga sudah mulai terhibur, Pak Ijek (sapaan akrab Musa Rajekshah) sudah membawa saya ke sana, kemari, bersilaturahmi ke Babussalam untuk bertemu tuan guru, ngasi makan rusa. Tapi, setelah saya pergi dari sini kayaknya saya akan sedih lagi,” kata Ustaz Abdul Somad.
Di Instagramnya, UAS menyebut ajakan Bang Ijek untuk berkunjung ke Babussalam, sebagai cara menghibur hati orang yang sedang ditimpa musibah.
BACA JUGA: Innalillahi, Ibunda Ustaz Abdul Somad Meninggal dunia
UAS pun bercerita tentang sosok ibundanya serta rasa cintanya kepada wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya itu.
“Mengingat di mana Ibu saya berwudhu, salat, duduk. Karena itulah, Tuan Guru terus mendoakan saya biar saya enggak sedih lagi,” ujar ustaz kelahiran Kabupaten Asahan, Sumatera Utara itu.
Sementara itu, Wagub Sumut, Musa Rajekshah mengatakan, kedatangannya bersama Ustaz Abdul Somad ke Tuan Guru Babussalam untuk meminta doa kepada Tuan Syekh H. Hasyim Alsyarwani, agar UAS diberikan ketabahan dan kesabaran atas berpulangnya ibunda tercintanya.
“Karena kita tahu ulama kita, Ustadz Abdul Somad masih dalam keadaan berkabung,” kata Musa.
BACA JUGA: Ribuan Warga Antar Jenazah Ibunda Ustaz Abdul Somad ke Pemakaman
Tuan Syekh berpesan agar UAS sabar dan selalu mendoakan ibunya. Karena, amalan yang tidak putus adalah doa seorang anak yang soleh dan solehah.
“Ustaz Somad, saya turut berduka cita sedalam-dalamnya. Seperti yang kita tahu, Ibunda Ustad Somad baru saja berpulang. Untuk itu, mari kita doakan almarhumah agar diterima di sisi-Nya, diterima iman keislaman beliau, Al Fatihah..,” ucap Tuan Syekh dan diikuti jamaah. []
SUMBER: VIVA
https://www.islampos.com/bersilaturahmi-ke-babussalam-uas-hati-saya-mulai-terhibur-140788/?
Masjid Ohio Ubah Ruang Kosong jadi Klinik Gratis bagi Masyarakat
Islamic-Center-of-Cleveland Ohio. Foto: Aboutislam
AMERIKA SERIKAT–Sekelompok dokter Muslim telah bergandengan tangan untuk membuka klinik gratis di dalam Islamic Center of Cleveland Parma, Ohio utara, Amerika Serikat. “Kami memiliki kemampuan, kami memiliki potensi, kami memiliki sumber daya,” kata Dr. Mansoor Ahmed, salah satu dokter yang menjadi sukarelawan di klinik kepada WEWS-TV, Sabtu (23/3/2019).
BACA JUGA: Tak Khawatir Ancaman Islamfobia, Dokter Klinik Muslim Ohio Tetap Layani Pasien
Dijalankan oleh 20 dokter Muslim, Cleveland Ibn Sina Clinic menawarkan layanan perawatan pada akhir pekan untuk pasien yang tidak diasuransikan dari semua agama dan masyarakat
BACA JUGA: Bantu Warga Kurang Mampu, Muslim Florida Buka Klinik Gratis.
Klinik juga akan menawarkan perawatan bagi penderita gangguan tidur, asma, alergi, obat pernapasan, dan kondisi kesehatan mental.
Layanan dan operasi medis di klinik Islam akan dibiayai melalui sumbangan bulanan dan penggalangan dana. []
SUMBER: ABOUTISLAM
https://www.islampos.com/masjid-ohio-ubah-ruang-kosong-jadi-klinik-gratis-bagi-masyarakat-140733/?
Anda Punya Utang? Baca Doa Ini
UTANG merupakan amalan yang diperbolehkan dalam Islam. Setiap Muslim yang berutang wajib mengembalikan, sebagai konsekuensi dari amalan itu.
Tetapi, Islam menganjurkan untuk lebih baik menghindari utang. Ini lantaran beban utang yang begitu besar dan ditanggung meski sudah meninggal.
Dalam Islam, hutang sebenarnya boleh-boleh saja, Namun Anda perlu mengetahui pula syarat dari berhutang, dimana salah satunya adalah ketika dalam keadaan yang benar-benar terdesak saja. Jika hutang sampai dijadikan seperti kebiasaan, maka bisa menjadi sumber bahaya yang justru bisa merusak akhlak dan kehidupan anda.
BACA JUGA: Inilah Doa Rasulullah Agar Terhindar dari Utang
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (H. R. Al-Bukhari).
Mereka yang terlilit hutang sangat mudah dan rentan dipengaruhi oleh setan agar mengerjakan perbuatan maksiat dan terlarang agar bisa melunasi hutangnya dengan berbagai cara, termasuk mencuri atau merampok. Hal ini jelas semakin menyadarkan kita jika ternyata hutang jika terlalu sering dilakukan bisa menimbulkan efek buruk terhadap manusia. Oleh karena itu, sebisa mungkin hindari hutang.
Jika sudah terjebak, usahakan untuk cepat melunasi, smebari diiringi doa kepada Allah SWT agar segala masalah yang kita hadapi diberikan jalan keluarnya.
Terkait persoalan utang, Rasulullah Muhammad SAW pernah mengajarkan sebuah doa kepada Ali bin Abi Thalib Ra. Doa tersebut disampaikan Ali bin Abi Thalib Ra kepada salah satu budak milik orang yang berusaha memerdekakan diri.
Budak tersebut mengeluh kepada Ali bin Abi Thalib Ra mengenai cicilan biaya yang masih dia tanggung. Demi bisa merdeka, budak itu harus membayar sejumlah uang kepada tuannya.
Sayangnya, dia tidak bisa membayar uang itu sekaligus. Alhasil, budak itu terbebani cicilan biaya untuk memerdekakan diri.
Kepada budak itu, Ali bin Abi Thalib Ra berkata, ”Maukah engkau kuberitahu beberapa kalimat yang diajarkan Rasulullah SAW kepadaku? Kalau kau terbenani utang sebesar gunung, niscaya Allah akan melunasinya.”
Kisah tersebut tercantum dalam kitab Al Adzkar karya Imam An Nawawi. Berikut doa yang diajarkan Rasulullah SAW.
BACA JUGA: Ingat, Janji adalah Hutang, Tepatilah!
” Allaahummakfinii fi halaalika ‘an haraamika, wa aghninii bi fadhlika ‘amman siwaak.”
Artinya: ” Tuhanku, cukupilah diriku dengan jalan (harta) yang Engkau halalkan, bukan jalan (harta) Engkau haramkan, dan lengkapilah diriku dengan kemurahan-Mu, bukan kemurahan selain diri-Mu.”
Selain itu, Telah diceritakan dari Zuhair bin Harb, telah diceritakan dari Jarir, dari Suhail, ia berkata, “Abu Shalih telah memerintahkan kepada kami bila salah seorang di antara kami hendak tidur, hendaklah berbaring di sisi kanan kemudian mengucapkan, Allahumma robbas-samaawaatis sab’i wa robbal ‘arsyil ‘azhiim, robbanaa wa robba kulli syai-in, faaliqol habbi wan-nawaa wa munzilat-tawrooti wal injiil wal furqoon. A’udzu bika min syarri kulli syai-in anta aakhidzum binaa-shiyatih.
Allahumma antal awwalu falaysa qoblaka syai-un wa antal aakhiru falaysa ba’daka syai-un, wa antazh zhoohiru fa laysa fawqoka syai-un, wa antal baathinu falaysa duunaka syai-un, iqdhi ‘annad-dainaa wa aghninaa minal faqri.
Artinya: “Ya Allah, Rabb yang menguasai langit yang tujuh, Rabb yang menguasai ‘Arsy yang agung, Rabb kami dan Rabb segala sesuatu. Rabb yang membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah, Rabb yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Furqan (Al-Qur’an).
Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau memegang ubun-ubunnya (semua makhluk atas kuasa Allah). Ya Allah, Engkau-lah yang awal, sebelum-Mu tidak ada sesuatu.
Engkaulah yang terakhir, setelah-Mu tidak ada sesuatu. Engkau-lah yang lahir, tidak ada sesuatu di atas-Mu. Engkau-lah yang Batin, tidak ada sesuatu yang luput dari-Mu. Lunasilah utang kami dan berilah kami kekayaan (kecukupan) hingga terlepas dari kefakiran.” (HR. Muslim no. 2713)
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa maksud utang dalam hadits tersebut adalah kewajiban pada Allah Ta’ala dan kewajiban terhadap hamba seluruhnya, intinya mencakup segala macam kewajiban.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 33). Wallahualam. []
SUMBER: DALAMISLAM.COM
Anda Punya Utang? Baca Doa Ini - Islampos
Ingat, Janji adalah Hutang, Tepatilah!
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS: Al-Ma’idah: 1)
وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu sudah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).” (QS: An-Nahl: 91)
“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.’ SQ. Al-Isra’: 34. ‘dan penuhilah janji Allah.’” (QS. Al-An’am: 152)
Saat ini banyak di antara kita yang menjadikan janji hanya sebuah gurauan semata. Bahkan tak jarang orang tua yang mengiming-imingi anaknya dengan sesuatu agar anaknya berhenti menangis. Namun ternyata ketika anaknya berhenti menangis, orang tuanya tak menepati janjinya.
Padahal, tahukah Anda bahwa janji adalah utang? Tentunya jika sebuah janji adalah utang, maka kita harus membayarnya. Jangan sampai hanya karena pada anak kecil, maka kita anggap sepele dan tidak apa-apa.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berkata kepada seorang anak kecil, “Kemari! Aku akan memberimu sesuatu.” Lalu, ia tidak memberikannya maka ia telah melakukan satu kebohongan!” (HR Ahmad).
Dalam hadis riwayat Abu Daud, Abdullah bin Amir mengisahkan bahwa pernah suatu hari seorang ibu memanggil anaknya yang tengah bermain.
“Kemari sayang, Ibu akan memberimu sesuatu!” kata sang ibu.
Melihat kejadian tersebut, Rasulullah SAW menghampiri ibu itu dan bertanya, “Apa yang akan kauberikan kepadanya?”
Sang ibu menjawab, “Sebuah kurma, wahai Rasulullah.”
Rasulullah SAW tersenyum mendengar jawaban sang ibu. Lalu, Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya kau tidak jadi memberinya sesuatu, akan tercatat sebagai dusta atasmu.”
مَنْ أَخْفَرَ مُسْلِمًا ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ، لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلا عَدْلٌ ( رواه البخاري، رقم 1870 و مسلم، رقم 1370)
“Barangsiapa yang tidak menepati janji seorang muslim, maka dia mendapat laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya taubat dan tebusan.” (HR. Bukhari, 1870 dan Muslim, 1370)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa salam bersabda,
إِنَّ الْغَادِرَ يَنْصِبُ اللَّهُ لَهُ لِوَاءً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُقَالُ أَلَا هَذِهِ غَدْرَةُ فُلَانٍ (رواه البخاري، رقم 6178، و مسلم، رقم 1735)
Ingat, Janji adalah Hutang, Tepatilah! - Islampos
Wafatnya Wanita ‘Penjaga’ Al-Quran
BERITA kematian wanita penjaga Al-Qur’an itu tersebar ke berbagai penjuru Madinah. Ya, dialah Hafshah. Pada tahun 41 Hijriyah, hanya beberapa hari berlalu dari bulan Sya’ban, ia berpulang menjumpai sang suami, kekasih, dan nabinya, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
BACA JUGA: Keutaman Istri Nabi ﷺ Zainab binti Khuzaimah
Para sahabat yang mendengar berita itu langsung datang untuk kemudian mengantarkan jenazahnya, khususnya Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudri. Jenazah Hafshah dishalatkan gubernur Madinah saat itu, Marwan bin Hakam, jenazahnya saat itu di makamkan di Baqi’.
Hafshah meninggal pada usia enam puluh tiga tahun. Saudaranya, Abdullah dan Ashim, bersama Salim dan Hamzah (keduanya anak Abdullah bin Umar), turun ke liang kubur untuk menguburkan jenazahnya.
Lembaran cerita perjalanannya yang dipenuhi ibadah, pemberian, dan pengorbanan. Hafshah yang disebut-sebut oleh Abu Nu’aim, “Wanita ahli puasa, shalat malam, dan selalu menegur nafsu lawwamah-nya, Hafshah binti Umar bin Khattab. Ia pewaris lembaran-lembaran yang menyatukan Al-Qur’an,”
BACA JUGA: Istri-istri Nabi ﷺ Tidak Pernah Naik Haji setelah Rasulullah Wafat
Hafshah yang dikabarkan oleh Jibril kepada Rasulullah bahwasannya ia adalah ahli puasa dan shalat malam, yang juga istri beliau di Surga, kini telah pergi untuk selamanya. Namun segala lembaran kisah kebaikannya akan tetap tercatat di dalam dada kaum muslimin.
Semoga Allah meridhai dan mempertemukannya dengan Sang Kekasih shalallahu ‘alaihi wasallam di surge-Nya, tempat rahmat-Nya berada. Sungguh Allah Maha Kuasa untuk itu. []
Sumber: Ummul Qura, Shahabiyat Haula Ar-rasul, Biografi 35 Shahabiyah Nabi. Syaikh Mahmud Al-Mishri., hal 220.
Wafatnya Wanita 'Penjaga' Al-Quran - Islampos
Keutaman Istri Nabi Zainab binti Khuzaimah
ZAINAB binti Khuzaimah, salah satu isteri Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Ia dikenal dengan sebutan ibunya orang-orang miskin. Ia hidup di alam kasih sayang dan cinta kasih, hidup dalam kehangatan dan kebesaran Islam. Ia merasa begitu bahagia kala mengasihi, menyayangi, dan berbuat baik kepada orang-orang miskin.
BACA JUGA: Istri-istri Nabi Tidak Pernah Naik Haji setelah Rasulullah Wafat
Hampir seluruh waktunya, Zainab gunakan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Mulai dari menjaga, memberi makan, dan bersedekah kepada sejumlah orang-orang miskin. Itulah mengapa ia disebut “ibu orang-orang miskin”. Nama ini tentunya sudah cukup menjadi aroma wangi kasih sayang.
Sikap yang ada dalam diri Zainab membuatnya tidak begitu berminat dalam bersaing dengan Aisyah dan juga Hafshah yang sudah lebh dulu memasuki rumah tangga Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Aisyah dan Hafshah yang memiliki kedudukan besar di mata Nabi tidak membuatnya bersikap berlebihan. Begitu juga dengan Aisyah dan Hafshah sendiri, keduanya tidak memiliki motif kemarahan pada perempuan pendatang baru, Zainab binti Khuzaimah.
BACA JUGA: Empat Pelajaran dari Kehidupan Istri Nabi Khadijah
Ibunda kita, Zainab binti Khuzaimah adalah wanita terbaik di antara wanita-wanita terbaik. Wanita baik di antara mereka yang memiliki jiwa yang baik. Tidak ada yang keluar dari biliknya selain sedekah dan juga ketaatan. Sungguh amalan yang mulia nan agung. []
Sumber: Ummul Qura, Biografi 35 Shahabiyah Nabi, Karya Syaikh Mahmud Al-Mishri., hal 227.
Keutaman Istri Nabi Zainab binti Khuzaimah - Islampos
Benarkah Tidak Usah Wudhu Lagi Sesudah Mandi?
WUDHU adalah ritual mensucikan diri dari hadats kecil sebelum melaksanakan ibadah yang mensyaratkan kesucian diri kita sebelum melaksanakannya, contohnya seperti shalat. Wudhu selain sebagai sarana mensucikan diri, juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, seperti menghindari timbulnya jerawat, karena wajah kita senantiasa dibasuh dan dibersihkan. Selain itu, wudhu juga membuat lubang hidung kita selalu bersih dan terawat.
Berbicara mengenai wudhu, banyak masalah fikih seputar wudhu yang kerap kali menjadi perdebatan salah satunya adalah soal apakah mandi sudah mencukupi untuk wudhu, artinya kita tidak usah wudhu lagi sesudah mandi?
BACA JUGA: Hal-hal Ini Dimakruhkan ketika Wudhu
Menurut Al-Ustadz Muhammad As-Sarbini Al-Makassari mengutip pendapat As-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz dalam Majmu’ Al-Fatawa, jika yang dimaksud dengan mandi biasa adalah mandi yang dilakukan sekadar untuk bersih-bersih dan menyegarkan tubuh, maka masalahnya jelas bahwa hal itu bukan ibadah yang terkait dengan bersuci dari hadats, dan tentu saja tidak mewakili wudhu. Demikian pula halnya jika yang dimaksud adalah mandi yang disyariatkan untuk shalat Jum’at, mandi untuk shalat hari raya (‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha) serta mandi lainnya yang disyariatkan bukan untuk mengangkat hadats. Mandi karena hal-hal tersebut tidak terkait dengan hadats, sehingga tidak bisa mewakili wudhu dalam mengangkat hadats kecil.
Menurut jumhur ulama, apabila seseorang telah mengerjakan mandi besar, maka ia tidak perlu berwudhu lagi, seperti yang telah dinyatakan oleh Al-Imam An-Nawawi, Ibnu Batthal, Asy-Syaukani dan para ulama lainnya. (Nailul Authar, 1/273)
Bahkan menurut Ibnu Umar ra berwudhu lagi padahal telah mengerjakan mandi besar dianggap perbuatan berlebihan.
Diriwayatkan dari Abu Ishaq, bahwa ada seorang laki-laki berkata pada Ibnu Umar ra: “Sesungguhnya saya berwudhu setelah mandi (janabah).” Ibnu Umar menjawab: “Engkau telah berlebihan.” (al Mushannaf 1/88)
Imam Asy Syaukani ra berkata: Diriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa dia berkata: “Apakah tidak cukup bagi kalian mandi janabah dari ubun-ubun hingga ke kedua kaki, sampai-sampai kalian berwudhu segala?” Perkataan seperti itu juga telah diriwayatkan dari jamaah para sahabat dan orang-orang setelah mereka, sampai Abu Bakar bin Al ‘Arabi berkata: “Bahwa para ulama tidak berselisih pendapat, bahwa wudhu telah masuk ke dalam cakupan mandi janabah, dan niat bersuci dari janabah juga berlaku bagi niat bersuci dari hadats, dan itu dapat menghilangkan hadats tersebut. Karena sesungguhnya halangan-halangan bagi orang yang janabah lebih banyak dari orang yang sekadar berhadats. Oleh karena itu, sesuatu yang lebih sedikit sudah masuk ke dalam niat yang besar, dan niat besar sudah mencakupi niat yang sedikit.” (Nailul Authar, 2/136)
Ibnu Qudamah berkata, “Mandi (junub) dijadikan sebagai akhir dari larangan untuk shalat, karenanya jika dia telah mandi, maka wajib untuk tidak terlarang dari shalat. Sesungguhnya keduanya yaitu mandi dan wudhu, dua ibadah yang sejenis, maka yang kecil di antara keduanya (wudhu) masuk (terwakili) ke dalam yang besar sebagaimana halnya umrah dalam haji.” (Al-Mughny, 1/289)
Dalil yang mereka gunakan adalah riwayat ‘Aisyah ra, dia berkata “Adalah Rasulullah SAW. Tidak wudhu lagi setelah dia mandi (mandi janabat).” (HR. An-Nasa’i, Shahih)
Imam Abul Hasan Muhammad bin Abdil Hadi as-Sindi berkata tentang hadits dari ‘Aisyah di atas: “Yaitu Shalat sesudah mandi dan sebelum hadats dengan tanpa wudhu baru, telah memadai wudhu yang dilakukan sebelum mandi, atau telah mencukupi semuanya dalam cakupan mandi (janabah). Wallahu A’lam.” (Syarh An-Nasa’i, 1/191)
Dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidaklah berwudhu setelah mandi (mandi janabat), sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits shahih. (Ahmad: 430, at-Tirmidzi:107, Abu Daud: 250, Ibnu Majah: 579)
BACA JUGA: Habis Mandi, Bolehkan Berwudhu tanpa Berbusana Terlebih Dulu?
Khalifah Umar bin Khattab pernah ditanya tentang wudhu setelah mandi janabat, beliau menjawab, “Adakah wudhu yang lebih menyeluruh dibandingkan mandi (mandi janabat)?” (Mushannaf: 1/68)
Hudzaifan bin Yaman berkata, “Tidakkah mandi dari kepala hingga telapak kaki mencukupi salah seorang di antara kalian, sehingga ia berwudhu (setelahnya)?” (Mushannaf: 1/68)
Jadi jelaslah berdasarkan hadits-hadits di atas, seseorang yang telah mengerjakan mandi janabat, tidak perlu untuk berwudhu lagi. Sedangkan untuk wudhu ketika hendak mandi janabat, (jadi wudhunya sebelum mandi) ini adalah hal lain, umumnya para ulama berpendapat tentang kesunnahannya. (Fiqh ‘ala Madzhab al ‘Arba’ah,1/104-105). Wallahu A’lam. []
Sumber: Rahasia Wudhu/Eep Khunaefi el-Ghony/Penerbit: Pt. Variapop Group/2013
https://www.islampos.com/benarkah-tidak-usah-wudhu-lagi-sesudah-mandi-3-140662/?
PANDUAN SOLAT SUNAT CARA NABI S.A.W.
Penulis: Mohd Yaakub bin Mohd Yunus
Disemak oleh: Ustaz Mohd Fikri Che Hussain
SOLAT JENAZAH
Telah sepakat di kalangan para ulamak bahawa setiap mayat orang Islam wajib disolatkan dan solat tersebut dinamakan solat Jenazah. Solat Jenazah tidaklah dikategorikan sebagai solat tathawwu’. Walaupun begitu penulis tetap membahaskan tentang solat Jenazah di dalam buku ini kerana ianya bukan termasuk dalam kategori solat yang fardu ‘ain(iaitu solat lima waktu) yang diwajibkan kepada seluruh umat Islam.
v HUKUM SOLAT JENAZAH
Solat Jenazah ini hukumnya adalah fardu kifayah yang mana sekira ianya telah dikerjakan oleh sebahagian daripada umat Islam maka ianya telah memadai. Dalil yang menunjukkan ianya adalah fardu kifayah adalah sebuah riwayat daripada Zaid bin Khalid al-Juhani, dia berkata:
أَنَّ رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوُفِّيَ يَوْمَ خَيْبَرَ
فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ.
فَتَغَيَّرَتْ وُجُوهُ النَّاسِ لِذَلِكَ.
فَقَالَ: إِنَّ صَاحِبَكُمْ غَلَّ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
فَفَتَّشْنَا مَتَاعَهُ فَوَجَدْنَا خَرَزًا مِنْ خَرَزِ يَهُودَ لاَ يُسَاوِي دِرْهَمَيْنِ.
Maksudnya:
Ada seorang sahabat Nabi radhiallahu’ anh meninggal dunia pada perang Khaibar. Ketika hal tersebut diberitahukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baginda pun bersabda:
Solatlah ke atas sahabat kalian ini.
Maka wajah orang-orang pun berubah kerananya. Baginda bersabda:
Sesungguhnya sahabat kalian telah melakukan pengkhianatan di jalan Allah.
Kemudian kami memeriksa barang yang dibawanya dan kami menemukan sebuah perhiasan dari permata kaum Yahudi yang nilainya tidak setara dengan dua dirham – Hadis riwayat Imam Abu Dawud dalam Sunannya, Kitab al-Jihaad, no: 2710.
Melalui hadis ini kita dapati baginda tidak turut serta dalam solat Jenazah tersebut dan hanya para sahabat lain mengerjakannya. Sekiranya solat Jenazah itu hukumnya fardu ‘ain tentu baginda akan turut serta mengerjakannya.
v KEUTAMAAN SOLAT JENAZAH
q Ganjaran Pahala Yang Besar
Bagi yang mengerjakan solat Jenazah mereka akan dianugerahkan dengan pahala yang besar. Daripada Abu Hurairah radhiallahu’ anh, dia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيرَاطَانِ.
قِيلَ: وَمَا الْقِيرَاطَانِ؟
قَالَ: مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ.
Maksudnya:
Barangsiapa yang menyaksikan jenazah sehingga mensolatnya, maka mendapat pahala satu qirath dan barangsiapa yang menyaksikannya sampai jenazah itu dikuburkan, maka dia mendapat dua qirath.
Mereka (para sahabat) bertanya: Apakah maksud dua qirath itu?
Nabi menjawab: Ia sama dengan dua gunung besar. – Hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz, no: 945.
q Sebagai Syafaat Bagi Jenazah
Sekiranya jemaah yang mengerjakan solat Jenazah itu mencapai empat puluh orang atau seratus orang maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengabulkan permohonan syafaat mereka terhadap jenazah tersebut.
Diriwayatkan daripada Kuraib pelayan Ibnu ‘Abbas daripada ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’ anh bahawasanya anaknya meninggal dunia di Qudaid atau ‘Usfan lalu dia berkata: Wahai Kuraib, lihatlah sekiranya orang-orang sudah berkumpul untuknya (iaitu untuk mensolatkan jenazah tersebut).
Dia (Kuraib) berkata: Lalu aku keluar dan ternyata orang-orang sudah berkumpul untuknya. Aku pun memberitahunya (yakni Ibnu ‘Abbas)
Dia (Ibnu ‘Abbas) bertanya: Apakah mereka berjumlah empat puluh orang?
Dia (Kuraib) menjawab: Ya
Dia (Ibnu ‘Abbas) berkata: Keluarkan jenazahnya kerana sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلاً لاَ يُشْرِكُونَ بِاللَّهِ شَيْئًا
إِلاَّ شَفَّعَهُمْ اللَّهُ فِيهِ.
Maksudnya:
Tidaklah seorang Muslim meninggal dunia lalu ada empat puluh orang yang mendirikan solat Jenazah baginya, yang mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, melainkan Allah akan mengabulkan permohonan syafaat mereka untuk jenazah tersebut. – Hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz,no: 948.
Daripada ‘Aisyah radhiallahu’ anha, dia berkata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ مَيِّتٍ تُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُونَ مِائَةً كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ لَهُ إِلاَّ شُفِّعُوا فِيهِ.
Maksudnya:
Tidaklah seorang yang meninggal dunia lalu disolatkan oleh umat Muslim yang jumlahnya mencapai seratus orang, yang semunya memohon syafaat baginya, melainkan mereka akan diberikan izin memberi syafaat untuk jenazah tersebut. – Hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz, no: 947.
v TATACARA SOLAT JENAZAH
Solat Jenazah merupakan satu solat yang dikerjakan sambil berdiri disertakan dengan sejumlah takbir tanpa rukuk, sujud dan tasyahhud. Seterusnya penulis akan membahaskan tentang tatacara mengerjakan solat Jenazah..
q Tempat Untuk Mengerjakan Solat Jenazah
Para ulamak berbeza pendapat tentang hukum mengerjakan solat Jenazah di dalam masjid sama ada diharuskan atau tidak. Namun begitu terdapat riwayat yang menunjukkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengerjakan solat Jenazah di dalam masjid.
عَنْ عَبَّادِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ أَمَرَتْ أَنْ يَمُرَّ بِجَنَازَةِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ فِي الْمَسْجِدِ
فَتُصَلِّيَ عَلَيْهِ فَأَنْكَرَ النَّاسُ ذَلِكَ عَلَيْهَا فَقَالَتْ: مَا أَسْرَعَ مَا نَسِيَ النَّاسُ
مَا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سُهَيْلِ بْنِ الْبَيْضَاءِ إِلاَّ فِي الْمَسْجِدِ.
Maksudnya:
Daripada ‘Abbad bin ‘Abdillah bin al-Zubair bahawa ‘Aisyah memerintahkan orang-orang agar jenazah Sa’ad bin Abi Waqqash dibawa ke dalam masjid, lalu ‘Aisyah ikut mensolatinya. Melihat hal itu orang-orang mengingkarinya, maka ‘Aisyah menyatakan: Sungguh cepat sekali manusia lupa, tidaklah Rasulullah mensolati Suhail bin al-Baidha’ kecuali di masjid. – Hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz, no: 973.
Namun yang lebih sering dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mengerjakan solat Jenazah di satu tempat khas di luar masjid (al-Musolla). Daripada Sa’id bin Musayyab bahawa Abu Hurairah berkata:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَفَّ بِهِمْ بِالْمُصَلَّى فَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا.
Maksudnya:
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatur mereka dalam shaff di musolla lalu baginda bertakbir untuk (jenazah) Najasyi sebanyak empat kali – Hadis riwayat Imam al-Bukhari dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz, no: 1328.
Pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terdapat sebuah tempat khusus (al-Musolla) untuk mengerjakan solat Jenazah di luar Masjid Nabawi di Madinah. Dalilnya adalah:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ الْيَهُودَ جَاءُوا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِرَجُلٍ مِنْهُمْ وَامْرَأَةٍ زَنَيَا فَأَمَرَ بِهِمَا فَرُجِمَا قَرِيبًا مِنْ مَوْضِعِ الْجَنَائِزِ عِنْدَ الْمَسْجِدِ.
Maksudnya:
Daripada ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu’ anhuma bahawa orang-orang Yahudi datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa seorang lelaki dan seorang wanita di antara mereka yang keduanya telah berzina. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar keduanya direjam berhampiran dengan tempat pelaksanaan solat jenazah di bahagian tepi masjid. – Hadis riwayat Imam al-Bukhari dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz, no: 1329.
Menurut Imam Ibnul Qayyim rahimahullah:
Tidak termasuk kebiasaan dalam hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan solat Jenazah di dalam masjid secara rutin. Sebaliknya ianya dilakukan di luar masjid. Memang kadang-kadang baginda mengerjakan solat Jenazah di dalam masjid. Keduanya boleh. – Penulis nukil dari kitab Syaikh ‘Abdullah al-Bassam bertajuk Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, (edisi terjemahan dengan tajuk Syarah Bulughul Maram, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006), jilid 3, ms. 214.
Menurut Syaikh al-Albani rahimahullah:
Diperbolehkan mensolati jenazah di dalam masjid berdasarkan hadis yang diriwayatkan daripada ‘Aisyah radhiallahu’ anha … Yang lebih utama adalah mensolati jenazah di luar masjid, yakni di tempat khusus yang disediakan untuk mensolati jenazah seperti yang dilakukan pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan merupakan sebahagian besar tuntunan baginda. – Rujuk kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Ahkaamul-Janaa’iz wa Bid’ihaa (edisi terjemahan bertajuk Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, Gema Insani Press, Jakarta 2002), ms. 107.
Dilarang mengerjakan solat Jenazah di kuburan secara sengaja kerana terdapat dalil-dalil yang mengharamkan untuk bersolat di kuburan atau menghadap kuburan. Namun bagi mereka yang tidak sempat mengerjakan solat jenazah sedangkan mayat itu telah dikuburkan, maka dalam situasi sebegini dibenarkan baginya untuk mengerjakan solat Jenazah di kuburan tersebut. Dalilnya adalah seperti riwayat di bawah:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَبْرٍ قَدْ دُفِنَ لَيْلاً
فَقَالَ: مَتَى دُفِنَ هَذَا.
قَالُوا: الْبَارِحَةَ.
قَالَ: أَفَلاَ آذَنْتُمُونِي.
قَالُوا: دَفَنَّاهُ فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ فَكَرِهْنَا أَنْ نُوقِظَكَ.
فَقَامَ فَصَفَفْنَا خَلْفَهُ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: وَأَنَا فِيهِمْ فَصَلَّى عَلَيْهِ.
Maksudnya:
Daripada Ibnu ‘Abbas radhiallahu’ anh, bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melalui di salah satu kuburan yang baru sahaja dimakamkan pada malam sebelumnya, maka baginda bersabda:
Bilakah orang ini dikuburkan?
Mereka menjawab: Malam tadi.
Baginda bersabda: Mengapa kalian tidak memberitahu kepada ku?
Mereka menjawab: Kami menguburkannya di tengah kegelapan malam hingga kami tidak suka untuk membangunkan anda.
Baginda shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan kami membuatkan shaff di belakangnya. Ibnu ‘Abbas berkata: Sedang aku berada di antara mereka dan baginda mensolatinya. – Hadis riwayat Imam al-Bukhari dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz, no: 1321.
Hadis di atas juga dijadikan dalil bahawa anak-anak kecil juga berdiri dalam shaff yang sama dengan orang dewasa ketika solat Jenazah kerana Ibnu ‘Abbas radhiallahu’ anh ketika itu masih kanak-kanak lagi.
q Solat Jenazah Dilaksanakan Secara Berjemaah.
Seluruh hadis-hadis tentang solat Jenazah menunjukkan ianya dilaksanakan secara berjemaah. Tidak ada satu dalil pun yang menunjukkan baginda pernah melaksanakannya secara berseorangan. Oleh itu diwajibkan solat Jenazah itu dilaksanakan secara berjemaah sesuai dengan tatacara yang diajarkan serta diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesungguhnya di dalam ibadah solat diwajibkan bagi kita untuk mencontohi baginda sebagaimana sabdanya:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Maksudnya:
Solatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat aku bersolat. - Hadis riwayat Imam al-Bukhari dalam Shahihnya, Kitab al-Azaan, no: 631.
q Tempat Berdirinya Imam
Sekiranya mayat tersebut adalah lelaki maka Imam berdiri lurus di kepala mayat tersebut. Seandainya mayat tersebut adalah perempuan maka Imam berdiri di tengah-tengah mayat tersebut. Dalilnya adalah seperti berikut:
عَنْ أَبِي غَالِبٍ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَلَى جَنَازَةِ رَجُلٍ فَقَامَ حِيَالَ رَأْسِهِ
ثُمَّ جَاءُوا بِجَنَازَةِ امْرَأَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ فَقَالُوا: يَا أَبَا حَمْزَةَ صَلِّ عَلَيْهَا. فَقَامَ حِيَالَ وَسَطِ السَّرِير.ِ
فَقَالَ لَهُ الْعَلاَءُ بْنُ زِيَادٍ: هَكَذَا رَأَيْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ عَلَى الْجَنَازَةِ مُقَامَكَ مِنْهَا
وَمِنْ الرَّجُلِ مُقَامَكَ مِنْهُ: قَالَ: نَعَمْ. فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ: احْفَظُوا.
Maksudnya:
Daripada Abu Ghalib, dia berkata: Aku pernah solat bersama Anas bin Malik ke atas seorang jenazah lelaki, dia berdiri di hadapan kepalanya. Kemudian orang-orang membawa jenazah perempuan dari suku Quraisy dan mereka berkata: Wahai Abu Hamzah, solatlah ke atasnya. Maka dia berdiri di bahagian tengah mayat tersebut. Setelah itu al-‘Ala’ bin Ziyad bertanya kepadanya: Beginikah engkau dulu menyaksikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri saat mensolatkan jenazah wanita seperti tempatmu (berdiri) tadi? Dia menjawab: Ya. Setelah selesai dia berkata: Ingatlah selalu. – Hadis riwayat Imam al-Tirmidzi dalam Sunannya, Kitab al-Janaaiz, no: 955.
Sekiranya terdapat beberapa jenazah yang bercampur di antara lelaki mahupun perempuan maka Imam boleh membuat pilihan sama ada untuk mengerjakan solat Jenazah tersebut satu persatu ataupun secara serentak untuk semua jenazah. Sekiranya solat dilakukan serentak maka posisi jenazah lelaki (walaupun masih kanak-kanak) berada di hadapan imam sedangkan jenazah wanita diletakkan setelah jenazah lelaki (dalam satu barisan panjang) sesuai dengan arah kiblat. Dalilnya adalah sebuah riwayat daripada Nafi’:
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ صَلَّى عَلَى تِسْعِ جَنَائِزَ جَمِيعًا فَجَعَلَ الرِّجَالَ يَلُونَ الإِمَامَ وَالنِّسَاءَ يَلِينَ الْقِبْلَةَ
فَصَفَّهُنَّ صَفًّا وَاحِدًا وَوُضِعَتْ جَنَازَةُ أُمِّ كُلْثُومِ بِنْتِ عَلِيٍّ امْرَأَةِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَابْنٍ لَهَا
يُقَالُ لَهُ زَيْدٌ وُضِعَا جَمِيعًا وَالإِمَامُ يَوْمَئِذٍ سَعِيدُ بْنُ الْعَاصِ وَفِي النَّاسِ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ
وَأَبُو سَعِيدٍ وَأَبُو قَتَادَةَ فَوُضِعَ الْغُلامُ مِمَّا يَلِي الإِمَامَ فَقَالَ رَجُلٌ: فَأَنْكَرْتُ ذَلِكَ.
فَنَظَرْتُ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ وَأَبِي قَتَادَةَ
فَقُلْتُ: مَا هَذَا؟ قَالُوا: هِيَ السُّنَّةُ.
Maksudnya:
Bahawasanya Ibnu ‘Umar radhiallahu’ anh pernah mengerjakan solat ke atas sembilan jenazah sekaligus. Jenazah lelaki ditempatkan dekat (yakni di hadapan) dengan Imam. Sedangkan jenazah perempuan setelahnya sesuai dengan arah kiblat. Jenazah-jenazah itu ditempatkan dalam satu barisan, lalu jenazah Ummu Kultsum binti ‘Ali, isteri ‘Umar bin al-Khatthab dan puteranya yang bernama Zaid ditempatkan di satu tempat. Pada saat itu yang menjadi Imam adalah Sa’id bin al-‘Asha, sedangkan di antara jemaah yang ikut adalah Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Abu Sa’id dan Abu Qatadah. Lalu diletakkan jenazah anak kecil dekat dengan Imam. Kemudian ada seseorang yang menyatakan: Aku tidak boleh terima hal tersebut. Aku pun melihat ke arah Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’id dan Abu Qatadah lalu ku katakan: Bagaimana ini? Mereka menjawab: Itulah yang disunnahkan. – Hadis riwayat Imam al-Nasa’i dalam Sunannya, Kitab al-Janaaiz, no: 1952.
q Susunan Shaff Dalam Solat Jenazah
Disunnahkan untuk menyusun shaff menjadi tiga barisan. Dalil yang menguatkan hujah ini adalah sebuah riwayat daripada Malik bin Hubairah, dia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيُصَلِّي عَلَيْهِ ثَلاَثَةُ صُفُوفٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ أَوْجَبَ.
Maksudnya:
Tidaklah seorang Muslim meninggal dunia lalu disolatkan oleh tiga shaff kaum Muslimin, melainkan diwajibkan (baginya syurga). – Hadis riwayat Imam Abu Dawud dalam Sunannya, Kitab al-Janaaiz, no: 2753.
q Jumlah Takbir Dalam Solat Jenazah
Sebenarnya terdapat variasi dalam jumlah takbir yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mengerjakan solat Jenazah iaitu empat, lima, enam, tujuh dan sembilan kali takbir. Tentang perbezaan jumlah takbir ini Syaikh al-Albani rahimahullah berkata:
Semua itu diriwayatkan daripada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan yang mana sahaja dilakukan bererti telah mengikuti sunnah. Akan tetapi yang lebih utama adalah melakukannya secara variasi, adakalanya dengan empat, lima dan sembilan takbir… Namun bila kita diharuskan untuk berpegang kepada salah satunya, maka dengan empat takbir itulah yang paling tepat memandangkan terdapat banyaknya riwayat yang menceritakannya. - Rujuk kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Ahkaamul-Janaa’iz wa Bid’ihaa, ms. 110.
Berikut kita akan melihat dalil-dalil tentang jumlah takbir dalam solat Jenazah:
1) Empat Kali
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى النَّجَاشِيَّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي
مَاتَ فِيهِ وَخَرَجَ بِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ.
Maksudnya:
Daripada Abu Hurairah radhiallahu’ anh bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengumumkan berita kematian Najasyi pada hari kematiannya lalu baginda keluar beserta mereka ke musolla dan mengatur mereka dalam shaff kemudian bertakbir empat kali. – Hadis Riwayat Imam al-Bukhari dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz, no: 1333.
2) Lima Kali
Daripada ‘Abdurrahman bin Abi Laila dia berkata:
كَانَ زَيْدٌ يُكَبِّرُ عَلَى جَنَائِزِنَا أَرْبَعًا وَإِنَّهُ كَبَّرَ عَلَى جَنَازَةٍ خَمْسًا فَسَأَلْتُهُ
فَقَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَبِّرُهَا.
Maksudnya:
Zaid (bin Arqam) mensolatkan jenazah kami dengan takbir empat kali. Dia juga pernah bertakbir lima kali atas satu jenazah. Akupun bertanyakan kepadanya mengenai hal itu. Dia menjawab: Rasulullah pernah melakukan.- Hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz, no: 957.
3) Enam Kali
Daripada ‘Abdu Khair, daripada ‘Ali:
أَنَّهُ كَانَ يُكَبِّرُ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ سِتًّا وَعَلَى أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ خَمْسًا وَعَلَى سَائِرِ النَّاسِ أَرْبَعًا.
Maksudnya:
Sesungguhnya dia pernah mensolatkan jenazah ahli Badar melakukan takbir enam kali dan kepada segenap sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lima kali takbir sedangkan kepada orang lain dengan empat kali takbir. – Hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (II/303) dan al-Daruquthni dalam al-Sunan (II/73).
4) Tujuh Kali
Daripada Musa bin ‘Ubaidillah bin Yazid:
أن عليا صلى على أبي قتادة فكبر عليه سبعا، وكان بدريا
Maksudnya:
Bahawa ‘Ali radhiallahu’ anh pernah mensolatkan Abu Qatadah dengan bertakbir tujuh kali, beliau adalah seorang yang ikut serta perang Badar. – Hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (II/304) dan al-Thahawi dalam Syarhu Ma’aani al-Aatsaar (I/496).
Walaupun kedua-dua hadis yang menunjukkan takbir sebanyak enam dan tujuh kali ini مَوْقُوْفُ yakni ianya hanyalah perbuatan yang disandarkan kepada sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam iaitu ‘Ali radhiallahu’ anh namun begitu hukumnya مَرْفوْعُ (sanadnya bersambung sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) kerana ianya dilakukan oleh seorang sahabat besar di hadapan para sahabat yang lain tanpa bantahan daripada mereka. Sekiranya amalan tersebut bertentangan dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pasti ianya akan mendapat tentangan daripada para sahabat yang lain.
5) Sembilan Kali
Daripada ‘Abdullah bin al-Zubair dia berkata:
أمر به فهيئ إلى القبلة، ثم كبر عليه تسعا، ثم جمع إليه الشهداء، كلما أتي بشهيد وضع إلى
حمزة، فصلى عليه، وعلى الشهداء معه حتى صلى عليه، وعلى الشهداء اثنين وسبعين صلاة
Maksudnya:
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan pada hari terjadinya perang Uhud untuk membawa kepada beliau mayat Hamzah seraya menyelimuti jasadnya dengan burdah (kain tebal serban baginda) kemudian mensolatkannya. seraya bertakbir sembilan kali. Kemudian baginda mendatangi para korban yang lain dan membariskan jenazah mereka, setelah itu baginda mensolatkan jenazah mereka dan Hamzah secara bersama – Hadis riwayat al-Thahawi dalam Syarhu Ma’aani al-Aatsaar (I/503).
q Tatacara Mengangkat Tangan Semasa Takbir Dalam Solat Jenazah
Ulamak berbeza pendapat dalam hal ini yang dapat kita bahagikan menjadi dua:
Pertama: Mengangkat tangan hanya pada takbir yang pertama sahaja sedangkan bagi takbir yang seterusnya tangan kanan tetap berada di atas tangan kiri yang bersedekap di dada tanpa mengangkatnya. Dalilnya adalah sebuah hadis yang diriwayatkan daripada Abu Hurairah radhiallahu’ anh:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ عَلَى جَنَازَةٍ فَرَفَعَ يَدَيْهِ فِي أَوَّلِ تَكْبِيرَةٍ
وَوَضَعَ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى.
Maksudnya:
Bahawasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir ketika mensolatkan jenazah dengan mengangkat kedua tangannya pada takbir pertama dan meletakkan tangan kanan ke atas tangan kiri. – Hadis riwayat Imam al-Tirmidzi dalam Sunannya, Kitab al-Janaaiz, no: 1077.
Hadis di atas diperkuatkan lagi oleh sebuah riwayat daripada ‘Abdullah Ibnu ‘Abbas, dia berkata:
أن رسول الله كان يرفع يديه على الجنازة في أول تكبيرة، ثم لا يعود
Maksudnya:
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu apabila mensolatkan jenazah mengangkat kedua tangannya pada takbir pertama kemudian tidak mengangkat lagi. – Hadis riwayat Imam al-Daruquthni dalam Sunannya (II/75).
Para ulamak yang berpegang kepada pendapat pertama ini adalah Imam al-Thawri, sebuah riwayat daripada Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Ibnu Hazm, al-Syaukani, Sayyid Sabiq dan al-Albani.
Menurut Syaikh al-Albani rahimahullah:
Setakat yang saya ketahui, tidak ada dalam al-Sunnah keharusan mengangkat kedua tangan dalam melaksanakan solat Jenazah kecuali pada takbir pertama. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan lainnya yang merupakan pilihan al-Syaukani dan selainnya dari kalangan penyelidik, termasuk yang difahami oleh Ibnu Hazm yang menyatakan:
Adapun mengenai mengangkat kedua tangan tidaklah kita dapati daripada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam riwayat yang menyatakan sedemikian kecuali hanya pada takbir yang pertama. Oleh kerana itu tidaklah diperbolehkan mengangkat kedua tangan dalam setiap takbir saat melakukan solat Jenazah sebab hal itu merupakan amal dalam solat yang tidak dilandasi nas. - Rujuk kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Ahkaamul-Janaa’iz wa Bid’ihaa, ms. 115.
Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah pula berpendapat:
Menurut sunnah tidaklah diangkat kedua tangan pada solat Jenazah kecuali pada takbir pertama sahaja kerana tidak diterima keterangan bahawa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangannya waktu takbir-takbir solat Jenazah kecuali takbir pertama sahaja. – Rujuk Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, (edisi terjemahan dengan tajuk Fikih Sunnah, Victory Agencie, Kuala Lumpur, 1990), jilid 4, ms. 98.
Kedua: Mengangkat tangan pada setiap takbir. Mereka melihat hadis-hadis yang digunakan oleh mereka yang berpegang kepada pendapat pertama kesemuanya memiliki kelemahan sehinggakan tidak dapat untuk saling memperkuatkan di antara satu sama lain. Tambahan pula Imam al-Tirmidzi setelah meriwayatkan hadis tersebut telah berkata:
Hadis ini gharib. Kami tidak mengetahui selain dari bentuk ini. Para ulamak berbeza pendapat mengenai hal ini. Sebahagian besar sahabat Nabi berpendapat bahawa orang yang mensolati jenazah hendaklah mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir. Pendapat ini dipegang oleh Ibnul Mubarak, al-Syafi’i, Ahmad dan Ishaq. Namun sebahagian lain berpendapat tidak mengangkat kedua tangan kecuali pada takbir pertama sahaja. Di antara mereka yang berpendapat demikian adalah al-Thawri dan ulamak Kufah.
Gharib bermaksud yang asing, yang jauh, yang aneh atau yang susah difahami. Hadis Gharib bermaksud hadis yang diriwayatkan dengan satu sanad atau hadis yang seorang perawi bersendiri dalam meriwayatkannya.
Terdapat juga sebuah riwayat daripada Ibnu ‘Umar bahawasanya dia mengangkat kedua tangannya ketika solat Jenazah pada setiap kali takbir, dia juga mengangkat tangannya pada setiap kali berdiri dari rakaat kedua. – Hadis riwayat Imam al-Baihaqi dan menurut Syaikh al-Albani dalam Ahkaamul-Janaa’iz wa Bid’ihaa, ms. 116 sanadnya sahih.
Apa yang benar sanadnya mauquf iaitu terhenti hanya kepada Ibnu ‘Umar radhiallahu’ anh sahaja. Walaupun begitu Syaikh Kamal bin al-Sayyid Salim berkata:
Banyak sekali pendapat yang timbul berkaitan dengan hal ini (iaitu mengangkat tangan ketika takbir untuk solat jenazah) namun yang paling kuat adalah pendapat kedua; dengan merujuk kepada apa yang dilaksanakan oleh Ibnu ‘Umar (dan dia adalah seorang sahabat yang bersungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi) apatah lagi bahawa Ibnu ‘Umar dikenali sebagai seseorang yang tidak melakukan sesuatu kecuali apa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu a’lam. – rujuk Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim bertajuk Shahih Fiqh as-Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhih Madzahib al-A’immah, jilid 1, ms. 1009.
Pendapat ini juga merupakan pegangan Imam al-Syafi’i rahimahullah. Dia berkata:
Takbir pada solat Jenazah dibaca empat kali sambil mengangkat tangan pada setiap takbir. - Rujuk Abu ‘Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Mukhtasar Kitab al-Umm fiil Fiqhi, diringkaskan dan diteiliti oleh Hussain Abdul Hamid Abu Nashir Nail (edisi terjemahan dengan tajuk Ringkasan Kitab al-Umm, Pustaka Azzam, Jakarta, 2005), jilid 1, ms. 392.
Penulis terbuka kepada kedua-dua pendapat di atas kerana ianya adalah termasuk dalam hal-hal khilafiyyah.
q Membaca Surah Al-Fatihah Selepas Takbir Pertama
Berbeza dengan solat-solat lain, solat jenazah tidak dibacakan doa iftitah dan ini merupakan pendapat jumhur (majoriti) para ulamak. Apa yang sabit daripada hadis-hadis baginda adalah setelah takbir pertama dibacakan surah al-Fatihah dan satu surah dari al-Qur’an secara perlahan (sirr).
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ: صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَلَى جَنَازَةٍ
فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. قَالَ: لِيَعْلَمُوا أَنَّهَا سُنَّةٌ.
Maksudnya:
Daripada Thalhah bin ‘Abdullah bin ‘Auf dia berkata: Aku solat jenazah di belakang Ibnu ‘Abbas radhiallahu’ anh, maka beliau membaca surah al-Fatihah. Beliau berkata: Agar mereka mengetahui bahawa ia termasuk sunnah. – Hadis riwayat Imam al-Bukhari dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz, no: 1335.
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عَبَّاسٍ عَلَى جَنَازَةٍ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
وَسُورَةٍ وَجَهَرَ حَتَّى أَسْمَعَنَا فَلَمَّا فَرَغَ أَخَذْتُ بِيَدِهِ فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ سُنَّةٌ وَحَقٌّ
Daripada Thalhah bin ‘Abdullah bin ‘Auf dia berkata: Aku solat jenazah dibelakang Ibnu ‘Abbas radhiallahu’ anh, maka beliau membaca surah al-Fatihah dan satu surah al-Qur’an serta mengeraskan bacaan sehingga kami mendengarnya. Setelah selesai, aku pun menarik tangannya dan bertanya kepadanya. Dia menjawab: Itu adalah Sunnah dan benar. – Hadis riwayat Imam al-Nasa’i dalam Sunannya, Kitab al-Janaaiz, no: 1961.
Menerusi dua hadis di atas ia menunjukkan Ibnu ‘Abbas membaca surah al-Fatihah secara kuat (jahar) namun beliau memperjelaskan tindakannya itu hanya untuk memberitahu kepada orang ramai bahawa membacanya dalam solat jenazah merupakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadis di bawah daripada Abu Umamah radhiallahu’ anhmenunjukkan bahawa bacaan dalam solat Jenazah adalah secara perlahan (sirr):
السُّنَّةُ فِي الصَّلاَةِ عَلَى الْجَنَازَةِ أَنْ يَقْرَأَ فِي التَّكْبِيرَةِ الأُولَى بِأُمِّ الْقُرْآنِ مُخَافَتَةً ثُمَّ يُكَبِّرَ ثَلاَثًا وَالتَّسْلِيمُ.
Maksudnya:
Berdasarkan al-Sunnah mensolati jenazah adalah membaca al-Fatihah sesudah takbir pertama secara perlahan, kemudian diikuti dengan takbir sebanyak tiga kali dan sesudahnya salam. – Hadis riwayat Imam al-Nasa’i dalam Sunannya, Kitab al-Janaaiz, no: 1963.
q Membaca Selawat Ke Atas Nabi Selepas Takbir Kedua
Menurut Imam al-Syafi’i rahimahullah setelah takbir kedua hendaklah dibacakan selawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga secara sirr. Imam al-Syafi’i berkata:
Surah al-Fatihah dibaca pada takbir pertama, kemudian berselawat ke atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (iaitu setelah takbir kedua). Kemudian berdoa untuk kaum Muslimin baik lelaki mahupun wanita, lalu kemudian mengkhususkan doa untuk jenazah tersebut. - Rujuk Abu ‘Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Mukhtasar Kitab al-Umm fiil Fiqhi, diringkaskan dan diteiliti oleh Hussain Abdul Hamid Abu Nashir Nail, jilid 1, ms. 393.
Imam al-Syafi’i berdalilkan sebuah riwayat daripada Abu Umamah:
أن السنة في الصلاة على الجنازة أن يكبر الامام، ثم يقرأ بفاتحة الكتاب
بعد التكبيرة الاولى سرا في نفسه، ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم،
ويخلص الدعاء للجنازة في التكبيرات (الثلاث)، لا يقرأ في شئ منهم،
ثم يسلم سرا في نفسه (حين ينصرف (عن يمينه)، والسنة أن يفعل من وراءه مثلما فعل إمامه)
Maksudnya:
Berdasarkan al-Sunnah mensolati jenazah adalah membaca al-Fatihah sesudah takbir pertama secara perlahan, kemudian dibaca selawat Nabi, kemudian dengan ikhlas mendoakan jenazah pada semua takbir, namun tidak membaca bacaan apapun pada takbir-takbir tersebut. Selanjutnya, membaca salam secara perlahan (sirr). Berdasarkan al-Sunnah orang-orang yang di belakang imam melakukan seperti yang dilakukan imamnya – Hadis riwayat Imam al-Syafi’i dalam al-Umm dan Imam al-Baihaqi. Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar ‘Asqalani sanadnya sahih.
Bacaan selawat Nabi hendaklah menggunakan lafaz-lafaz yang sabit datangnya daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang merupakan contoh ikutan kita yang terbaik. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Maksudnya:
Demi sesungguhnya, adalah bagi kamu pada diri Rasulullah itu contoh ikutan yang baik, iaitu bagi orang yang sentiasa mengharapkan (keredhaan) Allah dan (balasan baik) hari akhirat, serta dia pula menyebut dan mengingati Allah banyak-banyak (dalam masa susah dan senang). - al-Ahzaab (33) :21
Menurut Syaikh Abu Ubaidah:
Setelah kita ketahui bahawa bacaan selawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan satu ibadah dan sesuatu bersifat tauqify (terhenti sebagaimana ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) maka kita semua wajib membaca selawat kepada baginda dengan lafaz yang telah ditetapkan...Kita tidak boleh menambah mahupun menggubah lafaz yang telah ditetapkan dengan bentuk formula selawat yang baru. Kerana tindakan itu merupakan salah satu bentuk pembangkangan terhadap pemilik syari’at (iaitu Allah Ta’ala) yang sebenarnya harus kita patuhi dan kita cintai dengan sepenuh hati. – rujuk Abu Ubaidah Mashur bin Hassan, Al-Qawl al-Mubiin fii Akhthaa’ al-Musholliin, ms. 162.
PERTAMA:
Daripada ‘Abdurrahman bin Abi Lailah dia berkata: Saya berjumpa dengan Ka’ab bin Abi Lailah lalu dia berkata: Mahukah aku hadiahkan kepadamu satu hadiah yang aku pernah mendengarnya dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam? Jawabku: Boleh! Hadiahkanlah kepadaku! Dia berkata: Kami (para sahabat) pernah bertanya kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bagaimana (cara) berselawat kepada kamu (wahai) ahlul bait, kerana sesungguhnya Allah telah mengajarkan kepada kami bagaimana (caranya) kami memberi salam (kepadamu)?
Dalam Riwayat lain: Ya Rasulullah sesungguhnya kami telah mengetahui bagaimana (caranya) kami mengucapkan salam kepada mu, maka bagaimanakah cara kami berselawat kepada mu?
Baginda menjawab : Ucapkanlah oleh kalian
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Maksudnya:
(Ya Allah, berilah selawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah berselawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkati Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. - Hadis riwayat Imam al-Bukhari dalam Shahihnya,Kitab Ahadith al-Anbiya’, no: 3370.
KEDUA:
Dari Musa bin Talhah, dari bapanya (iaitu Thalhah bin ‘Ubaidullah) dia berkata : Kami (para sahabat) bertanya: Ya Rasulullah, bagaimanakah (caranya) berselawat kepadamu? Baginda bersabda: Ucapkanlah oleh kalian:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Maksudnya:
(Ya Allah, berilah selawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah berselawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkati Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.) - Hadis riwayat Ahmad dalam Musnadnya Ahmad, no. 1323 dan juga diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i dalam Sunannya, Kitab al-Sahwa, no. 1273 dan 1274.
KETIGA:
Dari Abi Mas’ud al-Anshari, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang kepada kami sedang kami berada di majlis Sa’ad bin ‘Ubadah. Kemudian Basyir bin Sa’ad bertanya kepada baginda: Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada kami berselawat kepada mu ya Rasulullah, maka bagaimanakah (caranya) kami berselawat kepada mu? Kata Abi Mas’ud: Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diam sehingga kami ingin kalau sekiranya dia (Basyir bin Sa’ad) tidak bertanya kepada baginda. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Ucaplah oleh kalian:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Maksudnya:
(Ya Allah, berilah selawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah berselawat kepada keluarga Ibrahim, Ya Allah, berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim, atas seluruh alam sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.)... - Hadis riwayat Imam al-Nasa’i dalam Sunannya, Kitab al-Sahwa, no. 1268 dan juga diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi dalam Sunannya, Kitab Tafseer al-Qur’an, no. 3144.
KEEMPAT:
Abu Humaid al-Saa’idi dia berkata: Bahawasanya mereka (para sahabat) bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana (caranya) kami berselawat kepada mu? Jawab baginda: Ucapkanlah oleh kalian
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ فِي حَدِيثِ الْحَارِثِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ قَالاَ جَمِيعًا كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Maksudnya:
(Ya Allah, berilah selawat kepada Muhammad dan kepada isteri-isteri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah berselawat kepada keluarga Ibrahim. Ya Allah, berkatilah Muhammad dan kepada isteri-isteri beliau dan keturunannya sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.) - Hadis riwayat Imam al-Bukhari dalam Shahihnya, Kitab al-Anbiya’, no. 3369 dan Kitab al-Da’wat, no. 6360. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab al-Sholaah, no. 407.
Selain dari selawat-selawat di atas terdapat beberapa lagi cara selawat yang telah diajar oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang boleh kita dapati dari hadis-hadis sahih yang boleh dimanfaatkan dalam bacaan untuk selawat pada takbir yang kedua ketika solat Jenazah. Maka sewajarnya kita untuk mencontohi cara bacaan yang benar-benar telah diajar sendiri oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
q Membaca Doa Ke Atas Jenazah Pada Takbir-Takbir Berikutnya
Pada takbir-takbir yang berikutnya hendaklah dibacakan doa secara ikhlas kepada jenazah tersebut. Sebagaimana bacaan ketika selawat ke atas Nabi, bacaan doa ini juga hendaklah mencontohi lafaz-lafaz yang telah diajar oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam. Tentang anjuran untuk mengikhlaskan doa kepada jenazah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَأَخْلِصُوا لَهُ الدُّعَاءَ
Maksudnya:
Jika kalian mensolati jenazah, maka doakanlah kepadanya dengan penuh keikhlasan. – Hadis riwayat Imam al-Tirmidzi dalam Sunannya, Kitab Ma Jaa’a fii al-Janaaiz, no: 1486.
Beberapa contoh doa yang sabit daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam Solat Jenazah adalah:
PERTAMA:
Daripada ‘Auf bin Malik, dia berkata bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mensolatkan satu jenazah. Dia pun menghafal di antara doa baginda, yakni baginda mengucapkan:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ
وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ
وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ.
Maksudnya:
Ya Allah, berikanlah ampunan kepadanya, sayangilah dia, maafkan dan ampunilah dia, muliakan tempatnya, luaskan tempat masuknya, serta mandikanlah dia dengan air, salju dan embun; bersihkanlah dia dari kesalahan-kesalahan sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran; berikanlah dia pengganti tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya, keluarga yang lebih baik daripada keluarganya, dan pasangan yang lebih baik daripada pasangannya; masukkanlah dia ke syurga serta lindungilah dia dari azab kubur (atau azab neraka)
Dia berkata (yakni ‘Auf): Sampai aku berharap seandainya aku yang menjadi jenazah tersebut. – Hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab al-Janaaiz, no: 963.
KEDUA:
Daripada Abu Hurairah bahawa Rasulullah s.a.w mensolatkan jenazah, maka sabda baginda waktu berdoa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَصَغِيرِنَا وَكَبِيرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا
اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى الْإِسْلاَمِ
اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَهُ
Maksudnya:
Ya Allah, ampunilah orang yang masih hidup di antara kami dan yang telah mati, orang yang hadir di antara kami dan yang ghaib, anak-anak kecil dan dewasa, lelaki dan wanita. Ya Allah, orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hidupkan dia dalam keadaan Iman dan yang Engkau matikan, matikanlah dalam keadaan Islam. Ya Allah, jangan Engkau haramkan atas kami pahalanya dan jangan sesatkan kami setelahnya. – Hadis riwayat Imam Abu Dawud dalam Sunannya, Kitab al-Janaaiz, no: 2786.
KETIGA:
Daripada Waathilah bin al-Asqa’, dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mensolatkan seorang (jenazah) lelaki Islam bersama kami, maka saya dengar baginda mengucapkan:
أَلاَ إِنَّ فُلاَنَ بْنَ فُلاَنٍ فِي ذِمَّتِكَ وَحَبْلِ جِوَارِكَ فَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ
أَنْتَ أَهْلُ الْوَفَاءِ وَالْحَقِّ اللَّهُمَّ فَاغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Maksudnya:
Sesungguhnya si Fulaan bin Fulaan adalah dalam tanggungan-Mu dan ikatan perlindungan-Mu, maka lindungilah dia dari bencana kubur, siksa neraka, sesungguhnya Engkau menepati janji dan penegak kebenaran. Ya Allah ampunilah dia dan kasihanilah dia, kerana sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Penyayang. – Hadis riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya, no: 15443.
q Mengucapkan Salam
Sebagaimana solat-solat lain, solat Jenazah ini juga ditutup dengan mengucapkan dua kali salam ke kanan dan ke kiri. Ini sebagaimana yang diriwayatkan daripada ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’ anh, dia berkata:
ثلاث خلال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفعلهن تركهن الناس،
إحداهن التسليم على الجنازة مثل التسليم في الصلاة
Maksudnya:
Ada tiga perkara yang selalu dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ditinggalkan oleh orang-orang, salah satunya adalah mengucapkan salam pada solat Jenazah seperti salam dalam solat lainnya – Hadis riwayat Imam al-Baihaqi dalam al-Kubraa (IV/43).
Diperbolehkan juga untuk mengucap hanya dengan satu salam ke sebelah kanan sahaja. Daripada Abu Hurairah radhiallahu’ anh:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم صلى على جنازة، فكبر عليها أربعا، وسلم تسليمة واحدة
Maksudnya:
Bahawasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mensolatkan seorang jenazah, baginda pun bertakbir empat kali di dalamnya dan mengucapkan salam satu kali. – Hadis riwayat Imam al-Daruquthni dalam kitab al-Sunan, (II/72).
Ucapan salam tersebut hendaklah dilafazkan secara perlahan (sirr). daripada Abu Umamah:
أن السنة في الصلاة على الجنازة أن يكبر الامام، ثم يقرأ بفاتحة الكتاب
بعد التكبيرة الاولى سرا في نفسه، ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم،
ويخلص الدعاء للجنازة في التكبيرات (الثلاث)، لا يقرأ في شئ منهم،
ثم يسلم سرا في نفسه (حين ينصرف (عن يمينه)، والسنة أن يفعل من وراءه مثلما فعل إمامه)
Maksudnya:
Berdasarkan al-Sunnah mensolati jenazah adalah membaca al-Fatihah sesudah takbir pertama secara perlahan, kemudian dibaca selawat Nabi, kemudian dengan ikhlas mendoakan jenazah pada semua takbir, namun tidak membaca bacaan apapun pada takbir-takbir tersebut. Selanjutnya, mengucapkan salam secara perlahan (sirr). Berdasarkan al-Sunnah orang-orang yang di belakang imam melakukan seperti yang dilakukan imamnya – Hadis riwayat Imam al-Syafi’i dalam al-Umm dan Imam al-Baihaqi. Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar ‘Asqalani sanadnya sahih.
q Ringkasan Tatacara Mengerjakan Solat Jenazah
- Imam berdiri berhadapan dengan kepala mayat lelaki. Sekiranya mayat tersebut perempuan maka imam berdiri berhadapan dengan bahagian tengah badan mayat tersebut.
- Menyusun tiga shaff (barisan)
- Niat di dalam hati untuk mengerjakan solat Jenazah
- Takbiratul Ihram (takbir pertama)
- Membaca surah al-Fatihah
- Takbir kedua
- Membaca selawat ke atas Nabi
- Takbir ketiga
- Mendoakan ke atas mayat
- Takbir keempat
- Mendoakan ke atas mayat
- Memberi salam ke kanan dan ke kiri
Tiada ulasan:
Catat Ulasan