Rasulullah ﷺ, Mengapa Engkau Tersenyum?
Umat Muslim ke-40
yudi
Ilustrasi: Islampos
UMAR bin Khaththab masuk Islam pada bulan Dzulhijjah, yaitu tahun ke-6 dari kenabian Muhammad SAW. Ketika itu Umar berusia 27 tahun. dia masuk Islam hanya 3 hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.BACA JUGA: Pesan Abu Bakar kepada Umar Bin Khaththab
Umar berkata, “Aku ingat saat hanya 39 orang masuk Islam bersama Rasulullah SAW, aku lalu masuk Islam menjadikannya 40 orang. []
Sumber: The Golden Story of Umar bin Khaththab/ penulis: DR. Ahmad Hatta, MA/ Penerbit: Maghfirah Pustaka/ April 2014
https://www.islampos.com/umat-muslim-ke-40-140775/
Rasulullah ﷺ Kagum dengan Semangat Ummu Umarah
UMMU Umarah RA. atau dikenal Nusaibah binti Ka’b, dan Ummu Mani’ atau Asma binti Amr adalah salah satu dari dua wanita Anshar yang mengikuti Ba’iatul Aqabah. Dengan demikian ia merupakan orang Anshar yang mula-mula memeluk Islam, yakni ketika Nabi SAW belum hijrah ke Madinah.
Pada perang Uhud, ketika itu usianya 43 tahun, ia berjihad bersama suami dan dua anaknya. Ia berdiri tidak jauh dari kedudukan Nabi SAW. Ketika keadaan berbalik dari kemenangan menjadi kekalahan, seorang kafir bernama Ibnu Qami’ah dan beberapa kawannya menyerang dan mendekati posisi Nabi SAW, sambil berteriak, “Dimanakah Muhammad? Dimanakah Muhammad?”
BACA JUGA: Sebaik-baik dan Seburuk-buruk Sahabat
Ummu Umarah berfikir cepat, jika mereka sampai melukai atau membunuh Nabi SAW, maka tidak ada kebaikan bagi dirinya. Bersama Mush’ab bin Umair dan beberapa orang sahabat, ia menghadang serangan orang-orang kafir, secara khusus ia menyerang Ibnu Qami’ah dan melukai bahunya, dan terus menyerangnya tetapi akhirnya ia bisa melepaskan diri dari serangan Ummu Umarah dan lari menyelamatkan diri.
Ia mendapatkan duabelas luka di tubuhnya ketika menjadi pagar betis bersama beberapa sahabat bagi keselamatan Nabi SAW, dan luka terparah pada tangannya, yang terus mengeluarkan darah hingga setahun lebih, sehingga ia tidak bisa ikut perang Hamra’ul Asad. Sepulang perang Hamra’ul Asad ini, Nabi SAW langsung menanyakan keadaan Ummu Umarah, dan beliau sangat gembira ketika memperoleh kabar bahwa lukanya telah mulai membaik.
Dalam perang Uhud itu juga, Ummu Umarah sempat diserang oleh orang kafir yang berkuda, padahal ia hanya berjalan kaki. Ia bertahan dengan perisainya, sampai akhirnya berhasil merebut pedang orang kafir itu dan menyabet kaki kudanya, hingga ia terjatuh. Nabi SAW melihat keadaan itu, dan berseru kepada anaknya agar membantu Ummu Umarah. Akhirnya ibu dan anak ini membunuh orang kafir tersebut bersama-sama.
Salah satu anaknya, Abdullah bin Zaid terluka pada tangannya dan darah terus mengucur, Nabi SAW menyarankan agar luka tersebut dibalut dengan sorban. Datanglah Ummu Umarah, yang segera membalut luka anaknya tersebut. Setelah luka itu terbalut, ia berkata kepada Abdullah, “Pergi sana, bertempurlah lagi melawan orang-orang kafir itu!!”
BACA JUGA: Periuk Berisi Adonan Roti yang Penuh untuk Rasul ﷺ dan para Sahabat
Abdullah beranjak menuruti perintah ibunya dan menerjunkan diri dalam pertempuran lagi. Nabi SAW begitu kagum dengan pemandangan ini dan bersabda, “Ummu Umarah, engkau begitu bersemangat, adakah orang lain yang memiliki semangat sepertimu?”
Nabi SAW mendoakan dan memuji keberanian Ummu Umarah dan keluarganya tersebut. Beberapa saat kemudian, ada seorang kafir yang lewat tak jauh dari tempatnya, Nabi SAW berseru, “Hai Ummu Umarah, itulah orang yang melukai anakmu tadi!”
Mendengar seruan ini Ummu Umarah segera melompat menyerang orang kafir tersebut hingga melukai orang kafir tersebut. []
Rasulullah ﷺ Kagum dengan Semangat Ummu Umarah - Islampos
Periuk Berisi Adonan Roti yang Penuh untuk Rasulullah ﷺ dan para Sahabat
Pengembala Kambing yang Syahid
MENDENGAR seruan Nabi SAW, Wahab langsung menghambur menerjang musuh tanpa sedikitpun rasa takut. Sekelompok orang kafir yang mencoba menghadangnya dapat dikalahkan. Datang sekelompok yang lain, ia menyerbu tanpa gentar menyabetkan pedangnya sehingga pengepungan terhadap Nabi SAW menjadi longgar. Datang sekelompok lagi menghadang serangannya, dan Wahab tetap melakukan perlawanan dengan sengit. Tetapi keadaan yang tidak berimbang akhirnya membuat patah perlawanannya dan ia gugur karena pukulan dan sabetan pedang yang bertubi-tubi menghantam tubunya.
Wahab bin Qabus RA adalah sahabat yang telah memeluk Islam pada masa-masa awal ketika di Makkah sehigga Wahab ini masuk golongan Ashsabiqunal Awwalun. Ia tinggal di perkampungan di tengah padang pasir dan bekerja menggembala kambing.
Suatu hari ia memutuskan untuk menemui Nabi SAW di Madinah. Ia berangkat bersama anak saudaranya dan membawa serta sekumpulan kambing peliharaannya.
Tiba di Madinah ia tidak menemukan Nabi SAW, orang-orang memberitahukan kalau beliau dan sahabat-sahabatnya sedang berada di Uhud menghadapi pertempuran melawan orang kafir Quraisy.
Mendengar kabar ini, ia meninggalkan kambing-kambingnya di Madinah dan berangkat menuju Uhud dengan persenjataan lengkap.
Wahab tiba di medan pertempuran Uhud ketika kaum muslimin dalam keadaan terdesak ia mendengar seruan, “Sesungguhnya siapa saja yang bisa mencerai-beraikan musuh ini, ia akan menjadi temanku di surga.”
Mendengar seruan tersebut, Wahab dan saudaranya langsung menghambur menerjang musuh tanpa sedikitpun rasa takut. Sekelompok orang kafir yang mencoba menghadangnya dapat dikalahkan. Tetapi keadaan yang tidak berimbang akhirnya membuat patah perlawanannya dan ia gugur karena pukulan dan sabetan pedang yang bertubi-tubi menghantam tubunya.
BACA JUGA: Sifat Ihsan Anak Kecil Penggembala Kambing
Usai peperangan, Rasulullah SAW berdiri di dekat jasad Wahab yang penuh luka, sambil bersabda, “Wahai Wahab, sesungguhnya kamu telah menyenangkan hatiku, semoga Allah ridha kepadamu, karena sesungguhnya aku ridha kepadamu.”
Nabi SAW memakamkan sendiri jenazah Wahab, walaupun beliau mengalami luka-luka yang cukup parah dalam pertempuran tersebut. []
Pengembala Kambing yang Syahid - Islampos
Kisah Sahabat Khabbab bin Arats
BACA JUGA: Kedudukan Hafshah binti Umar di Sisi Allah, Rasul, dan Para Sahabat
Khabbab bin Arats adalah seorang sahabat Muhajirin yang memeluk Islam pada masa-masa awal, ketika umat Islam belum mencapai duapuluh orang. Ia hanya seorang budak yang bertugas membuat pedang atau peralatan dari besi lainnya. Sebagaimana sahabat-sahabat yang masuk Islam pada periode awal, ia mengalami penyiksaan yang tidak tanggung-tanggung. Statusnya sebagai budak membuat tuannya, Ummu Anmar bebas menyiksa dirinya. Ia diseterika dengan besi panas yang merah menyala, dipakaikan baju besi kemudian dijemur di panas padang pasir, juga pernah diseret di atas timbunan bara sehingga lemak dan darahnya mengalir mematikan bara tersebut.
Mendengar penuturan Rasulullah itu, Khabbab pun ikhlas dengan penderitaannya dan berteguh dengan keimanannya. Ketika Islam telah mengalami kejayaan dan berbagai harta kekayaan melimpah, Khabbab justru duduk menangis sambil berkata, “Tampaknya Allah telah memberikan ganjaran atas segala penderitaan yang kita alami, aku khawatir tidak ada lagi ganjaran yang kita terima di akhirat, setelah kita terima berbagai macam kemewahan ini!!”
Setelah itu Khabbab meletakkan seluruh hartanya pada bagian rumahnya yang terbuka, dan mengumumkan agar siapa saja yang memerlukan untuk mengambilnya tanpa meminta ijin dirinya. Ia berkata, “Demi Allah aku tidak akan mengikatnya dengan tali, dan tidak akan melarang orang yang akan meminta/mengambilnya!!”
Setelah Khabbab terbebas dari perbudakannya karena ditebus dan dimerdekakan oleh Abu Bakar, ia berkhidmat untuk belajar Al Qur’an dan akhirnya menjadi salah seorang yang ahli membaca Al Qur’an. Ia tengah mengajarkan Al Qur’an kepada Fathimah binti Khaththab dan suaminya ketika Umar datang menghajar keduanya karena keislamannya. Tetapi peristiwa itu justru menjadi pemicu Umar memeluk Islam.
BACA JUGA: Periuk Berisi Adonan Roti yang Penuh untuk Rasul dan para Sahabat
Khabbab hampir tidak tertinggal dalam berbagai pertempuran di medan jihad. Pada Perang Badar, ia bertugas menjaga kemah Rasulullah ﷺ pada malam sebelum perang, dan ia melihat Nabi SAW shalat semalaman hingga menjelang fajar.
Ketika Khabbab bertanya tentang shalat yang sangat panjang itu, Nabi SAW menjawab, “Itu adalah shalat yang penuh harapan dan ketakutan, aku berdoa kepada Allah dengan tiga permintaan, dua dikabulkan dan satu lagi dicegah-Nya. Aku berdoa : Ya Allah, janganlah umatku Engkau binasakan sampai habis karena kelaparan, dan Dia mengabulkannya. Aku berdoa : Ya Allah, Janganlah umatku engkau binasakan sampai habis karena serangan musuh, dan Dia mengabulkannya. Aku berdoa : Ya Allah, janganlah terjadi perpecahan dan perselisihan di antara umatku, maka Dia mencegah doaku ini.” []
Kisah Sahabat Khabbab bin Arats - Islampos
Dakwah sebagai Sarana Pengembangan Skill
Sodikin
Oleh: Yuli Aisyah
Mahasiswi dan Aktivis Dakwah yuliaisyah29@gmail.com
DAKWAH berarti ajakan, seruan maupun panggilan.ke dalam ajaran Islam yang dilakukan secara kontemporer (berubah-ubah) sesuai perkembangan zaman. Bukan berarti Islam berubah tetapi tantangan zaman yang kian berubah dan harus siap mengikuti hukum Islam.
Tujuan utama berdakwah yaitu memberitahukan apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dan mengajak manusia dari jalan kesesatan menuju jalan kebenaran, memperjuangkan yang haq dan meninggalkan kebathilan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al Quran:
“Al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah: 185)
BACA JUGA: Bermimpi tentang Indonesia dengan Dakwah Produktif
Tercapainya tujuan dakwah diharapkan kita pandai dalam hal membangun peradaban terutama pengembangan skill (keterampilan) yang menampilkan pesan Islam di dalamnya.
Dakwah bukan hanya sekadar ceramah, berorasi, menasihati orang lain dan sebagainya. Tapi dakwah juga berperan dalam pengembangan skill yang tentunya tidak dapat dirasakan dalam kurun waktu terdekat tetapi akan dirasakan dalam kurun waktu beberapa bulan bahkan tahun melalui sebuah proses.
Berkaca tentang aktivis, kembali bahwa ketika kita sudah terjun ke dunia dakwah maka semula yang kita pendiam akan perlahan-lahan menjadi sosok seorang yang berani untuk mengungkapkan pendapat bahkan bisa menjadi seorang kritikus. Percaya tidak percaya ini sudah banyak dialami oleh beberapa aktivis.
Dengan kita banyak bergabung ke medan dakwah maka kita akan banyak berkumpul dengan teman-teman se-aktivis dengan itu pula pasti akan ada proyeksi ke depan yang harus dilakukan. Ya, semisal membuka kewirausahaan. Ini adalah salah satu wujud dalam mengembangkan skill yang ada.
Dakwah merupakan salah satu jalan terbaik dalam pengembangan skill. Minimal sikap disiplin, bertanggung jawab dan amanah akan ditempa dalam wadah ini.
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu,” (QS Muhammad: 7).
Percaya dan yakinlah bahwa dakwah mampu menempa seseorang menjadi manusia luar biasa. Azzamkan niat dalam qalbu bahwa dengan dakwah aku bisa berprestasi. insyaAllah jika niat kita dibarengi dengan ketulusan memperjuangakan agama Allah maka dunia pun akan mengikuti.
BACA JUGA: Karena Dakwah Itu Cinta
Terjun ke dunia dakwah akan menghantarkan kita berjumpa dengan orang-orang hebat yang sudah merasakan halawatul iman sehingga seimbang antara akhirat dan dunia . Sudah banyak cerita tentang kalangan aktivis dakwah yang menjadi manusia yang tidak biasa-biasa saja. Are you ready for the world of da’wah? []
Dakwah sebagai Sarana Pengembangan Skill - Islampos
Penawar Racun Iri Dengki
Rifki M Firdaus
1. Abu Hamid Al-Ghazali menjabarkan sebagai berikut:
Semua penyakit hati hanya bisa diobati dengan ilmu dan amal. Ilmu yang bermanfaat adalah mengetahui dengan sesungguhnya bahwa iri dan dengki tidak mendatangkan manfaat sedikit pun terhadap si pelakunya, namun membahayakan pelaku baik terhadap dunia maupun agamanya. Dan sebaliknya, justru malah mendatangkan manfaat bagi korbannya baik terhadap dunianya maupun agamanya.
BACA JUGA: Tiga Ciri Dakwah Rasulullah ﷺ
Padahal engkau telah mengetahui semua ini, namun engkau tetap saja tidak mau memerangi hawa nafsumu dan tetap menemani musuhmu, dan akhirnya engkau menjadi pendengki.
Mengapa sifat iri dan dengki ini berbahaya bagi pelaku dalam agamanya? Dikarenakan hal ini berarti dia tidak menyukai ketetapan Allah SWT dan dia tidak menyukai nikmat yang telah ditetapkan-Nya bagi tiap-tiap hamba-Nya. Dia juga mengingkari keadilan Allah yang telah Dia tegakkan di tengah kerajaan-Nya dengan kemahabijaksanaan-Nya. Dia mengingkari dan menganggap rendah semua itu. Perbuatan seperti inilah yang akan menjadikan kejahatan dan mengotori keimanan kita kepada Allah SWT.
Obat yang mampu mengatasi iri dan dengki adalah dengan mengondisikan hati untuk selalu ridha akan semua ketetapan Allah SWT, menerapkan hidup zuhud terhadap dunia, dan mengetahui apa penyebab dari sifat iri dan dengki itu muncul. Apakah kesombongan, sikap jumawa, dan masih banyak penyebab lainnya. Dengan menghilangkan penyebab ini, maka iri dan dengki pun akan hilang dan musnah.
Demikianlah penjabaran Imam Al-Ghazali.
2. Setiap orang harus merenungkan setiap hadits yang membahas mengenai keutamaan menahan marah, tabah, memberi maaf, dan menahan diri.
3. Berkata pada dirinya sendiri dengan perkataan seperti ini, “Kekuasaan Allah terhadap diriku lebih besar daripada kekuasaanku terhadap objek kedengkianku. Seandainya kuperturutkan iri dengki dan amarahku, pastilah aku tidak akan terhindar dari kemurkaan Allah SWT pada Hari Kiamat. Padahal, aku sangat membutuhkan pemaafan dan ampunan di Hari Kiamat nanti.” Dengan berkata seperti ini, menjadi tanda bahwa diri takut terhadap hukuman Allah SWT setiap iri dan dengki hendak menguasainya.
4. Dengan selalu mengingat kekuasaan Allah SWT terhadap diri setiap manusia, menghindari segala perilaku tercela yang dapat menyebabkan permusuhan dan balas dendam, dan menghindari penyebab timbulnya keinginan untuk balas dendam.
BACA JUGA: Ketika Seorang Lelaki Melarikan Diri karena Takut Rasulullah ﷺ
5. Selain itu, ia juga harus membayangkan betapa buruk rupanya saat marah yang akan membuatnya terlihat seperti binatang buas yang hendak menerkam mangsanya.
Akhir agar ingin sembuh dan terhindar dari perilaku iri dan dengki ini adalah dengan kembali pada Allah SWT dan senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam. Ketika hatinya telah kuat dengan iman islamnya, niscaya cinta Allah SWT dan cinta Rasulullah SAW menjadikan pribadi mereka sebagai pribadi yang unggul. Sebagai pribadi yang unggul, tidak ada waktu untuk mendengki serta tidak ada ruang untuk kebencian dan kejahatan. []
Sumber: Tipu Daya Wanita | Yusuf Rasyad | Darul Kitab Al – Arabi | Jakarta 2009
Penawar Racun Iri Dengki - Islampos
Bahayanya Dengki
Kedengkian (hasad) adalah mengharapkan lenyapnya ni’mat dari orang yang didengki. Hal ini dalam beberapa keadaannya merupakan salah satu dosa besar.
Kita bayangkan seandainya penyakit dengki telah menyebar luas dan setiap orang yang dengki mulai memperdaya setiap orang yang memiliki ni’mat maka pada saat itu tipu daya telah menyebar luas pula dan tidak seorang pun yang dapat selamat dari keburukannya, karena setiap orang pembuat tipu daya dan diperdaya.
Bayangkanlah bagaimana jadinya kehidupan manusia pada saat itu. Teori Marksisme dibangun di atas landasan kedengkian lalu menimbulkan pertentangan kelas. Seandainya tidak ada kekuasaan negara di negara Marksisme dan kekuatan jaringan inteljen pasti telah terjadi pertentangan yang tidak ada habisnya akibat penyakit kedengkian.
Saudaraku,
Oleh karena itu, kedengkian merupakan penghancur kehidupan manusia, sebab kehidupan tidak mungkin ditegakkan dengan kedengkian. Sebagaimana kehidupan manusia terancam punah dengan sebab kedengkian, demikian pula kelompok, komunitas atau Jama’ah apa saja terancam pecah akibat penyakit kedengkian.
Kedengkian ini pulalah yang menghancurkan penduduk Madyan sebelum ini dan akan menghancurkan ummat ini, bila penyakit ini dibiarkan berkembang di dalamnya.
Nabi SAW bersabda: “Telah menyebar di kalangan kalian penyakit ummat-ummat sebelum kalian; kedengkian dan kebencian; dia adalah pencukur, aku tidak mengatakan pencukur yang mencukur rambut tetapi pencukur yang mencukur agama.” (Tirmidzi)
Saudaraku,
Allah berfirman: “Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah melainkan sesudah datangnya pengetahuan kepada mereka karena kedengkian antara mereka.” (asy-Syura: 14)
Ketahuilah bahwa kedengkian termasuk buah iri hati, sedangkan iri hati termasuk hasil amarah. Jadi, kedengkian merupakan cabang dari cabangnya sedangkan amarah adalah asasnya. Kedengkian juga memiliki sejumlah cabang yang tercela yang tidak bisa dihitung banyaknya. Tentang tercelanya kedengkian ini terdapat banyak riwayat dari Nabi saw. Di antaranya sabda Rasulullah SAW:
“Kedengkian memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (Diriwayatkan Abu Dawud dari Abu Hurairah, dan Ibnu Majah dari hadits Anas)
Saudaraku,
Nabi SAW bersabda tentang larangan kedengkian dan sebab-sebabnya serta akibat-akibatnya: “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling memutuskan hubungan, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling memperdaya, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (Bukhari dan Muslim).
Saudaraku,
Mari kita sama-sama belajar untuk ikut bahagia ketika melihat saudara kita mendapatkan nikmat yang melimpah dari Allah. Karena setiap manusia sudah mempunyai bagian nikmatnya masing-masing.[]
Referensi: Intisari Ihya ‘Ulumuddin al-Ghazali Mensucikan Jiwa/ Disusun Oleh: Sa’id Hawa/ Penerbit:Robbani Press
Bahayanya Dengki - Islampos
Ali Bin Abi Thalib Ungkap 4 Manusia yang Dilaknat Allah
Selain menjadi umat Rasulullah ﷺ di masa-masa awal perjuangan Islam, Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah sepupu Rasulullah ﷺ. Kondisi itu menjadikan Sayyidina Ali sering bersama dan berinteraksi dengan Rasulullah ﷺ. Bahkan ketika Rasulullah hendak dikepung dan hendak dibunuh oleh para elit kaum musyrik Makkah, Sayyidina Ali lah yang menggantikan posisi Rasulullah di dalam rumahnya.
BACA JUGA: Ketika Ali bin Abi Thalib Merobek Gerbang Besi Khaybar
Hal ini menjadi ‘keuntungan’ tersendiri bagi Sayyidina Ali. Dekat dengan Rasulullah ﷺ membuat Sayyidina Ali mendapatkan banyak informasi, terutama yang berkaitan dengan risalah kenabian. Maka tidak heran jika ada sahabat yang bertanya kepada Sayyidina Ali tentang suatu hal.
Hingga ada salah seorang sahabat yang ‘penasaran’ dengan Sayyidina Ali. Maksudnya, sahabat tersebut penasaran kalau-kalau ada pesan dari Rasulullah ﷺ yang hanya diperuntukkan atau dikhususkan untuk Sayyidina Ali.
“Wahai Amirul Mukminin! Pesan Rasulullah SAW apakah yang hanya dirahasiakan dan dikhususkan kepadamu?” tanya sahabat tersebut.
Sayyidina Ali menjawab kalau tidak ada pesan khusus untuknya dari Rasulullah ﷺ. Namun kata Sayyidina Ali, Rasulullah ﷺ memberitahukan kepadanya tentang empat orang yang dilaknat Allah, sebagaimana hadits Riwayat Muslim dari Abu Thufail Amir bin Watsilah.
Pertama, Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda bahwa ridho Allah itu ada pada ridho orang tua dan murka Allah itu juga ada pada murka orang tua.
Dalam hadits lain, riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah ﷺ menyebut kalau melaknat kedua orang tua termasuk dari dosa-dosa paling besar.
Kedua, Allah melaknat orang yang menyembelih hewan dengan menyebut nama selain Allah. Selain membuat Allah melaknat, menyembelih hewan dengan tidak menyebut nama Allah membuat hewan tersebut menjadi haram dikonsumsi.
BACA JUGA: Ketika Ali bin Abi Thalib Bertemu Malaikat Jibril dan Mikail
Ketiga, Allah melaknat orang yang melindungi pendusta. Allah juga akan murka kepada seseorang yang melindungi pelaku kriminal, pencuri, dan pendusta.
Keempat, Allah melaknat orang-orang yang mengubah batas tanah. Selain dilaknat, orang-orang yang mengambil tanah orang lain secara zalim juga akan mendapatkan siksaan yang pedih di akhirat kelak. Sesuai hadits Rasulullah ﷺ, jenis orang keempat ini akan disiksa dengan dikalungkan padanya tujuh lapis bumi akibat mengubah batas tanah atau mengambil tanah orang lain secara zalim. []
SUMBER: NU.OR.ID
https://www.islampos.com/ali-bin-abi-thalib-ungkap-4-manusia-yang-dilaknat-allah-136604/
Ketika Ali bin Abi Thalib Merobek Gerbang Besi Khaybar
yudi
Setelah diasingkan, mereka terus menghasut permusuhan di antara suku-suku Arab dan membentuk pasukan untuk menyerang Madinah. Salah satunya adalah pertempuran Khandaq ketika mereka bahkan juga membayar suku-suku lain untuk melawan Nabi shalallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya.
BACA JUGA: Ali Menerima Islam Tanpa Berunding dengan Orangtuanya
Namun, Nabi mengatakan tentang Khaybar, “Aku akan memberikan bendera kepada orang yang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya sukai. Allah akan menaklukkannya dengan tangannya dan dia tidak akan lari.”
Rasulullah SAW mengirim Ali dengan bendera di tangannya melawan benteng Khaybar. Ketika dia sampai di dekat benteng, orang-orangnya keluar untuk menyerangnya dan Ali bin Abi Thalib pun terlibat dalam pertempuran. Selama duel, salah satu orang Yahudi memukulnya dan menjatuhkan perisainya dari tangannya. Ali lalu menggenggam pintu besi benteng dan merobeknya dari engselnya dan kemudian menggunakannya sebagai perisai. Pintu besi itu tetap berada di tangannya saat ia berjuang sampai ia menaklukkan benteng dengan tangannya.
BACA JUGA: Ketika Ali bin Abi Thalib Berdoa untuk Tangan si Pencuri
Setelah Ali menaklukkan Khaybar, dia melemparkan pintu besi dan terlihat delapan orang berusaha untuk membalikkan pintu gerbang tersebut namun tidak dapat melakukannya.
Syaikh Ahmad Ibnu Hajr al-Haytami mengatakan dalam as-Sawaq Muharaqa bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, “Aku tidak merebut pintu Khaybar dari tempatnya dengan kekuatan tubuhku, tapi dengan kekuatan ilahi.” []
Ketika Ali bin Abi Thalib Merobek Gerbang Besi Khaybar - Islampos
Ketika Seorang Lelaki Melarikan Diri karena Takut Rasulullah ﷺ
Rifki M Firdaus
ABU Ishaw As-Ayabi’i meriwayatkan, ketika Rasulullah SAW berhasil menaklukkan kota Makkah, maka Ikrimah berkata, “Aku tidak akan tinggal di tempat ini!” Setelah berkata demikian, dia pun pergi belayar dan memerintahkan supaya istrinya membantunya.
Akan tetapi isterinya berkata, “Hendak kemana kamu wahai pemimpin pemuda Quraisy?” Apakah kamu akan pergi kesuatu tempat yang tidak kamu ketahui?” Ikrimah pun melangkahkan kakinya tanpa sedikitpun memperhatikan perkataan istrinya.
Ketika Rasulullah SAW bersama para sahabat lainnya telah berhasil menaklukkan kota Makkah, maka kepada Rasulullah isteri Ikrimah berkata, “Ya Rasulullah ﷺ, sesungguhnya Ikrimah telah melarikan diri ke negeri Yaman karena ia takut kalau-kalau kamu akan membunuhnya. Justru itu aku memohon kepadamu supaya engkau berkenan menjamin keselamatannya.”
Rasulullah SAW menjawab, “Dia akan berada dalam keadaan aman!” Mendengar jawaban itu, istri Ikrimah memohon diri dan pergi untuk mencari suaminya.
Akhirnya dia berhasil menemukannya di tepi pantai yang berada di Tihamah. Ketika Ikrimah menaiki kapal, maka orang yang mengemudikan kapal tersebut berkata kepadanya: “Wahai Ikrimah, ikhlaskanlah saja!”
Ikrimah bertanya, “Apakah yang harus aku ikhlaskan?”
“Ikhlaskanlah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan akuilah bahwa Muhammad adalah utusan Allah!” Kata pengemudi kapal itu.
Ikrimah menjawab, “Tidak, justru aku melarikan diri adalah karena ucapan itu.”
Selepas itu datanglah istrinya dan berkata, “Wahai Ikrimah putra bapak saudaraku, aku datang menemuimu membawa pesan dari orang yang paling utama, dari manusia yang paling mulia dan manusia yang paling baik. Aku memohon supaya engkau jangan menghancurkan dirimu sendiri. Aku telah memohonkan jaminan keselamatan untukmu kepada Rasulullah SAW.”
Kepada istrinya Ikrimah bertanya, “Benarkah apa yang telah engkau lakukan itu?”
Istrinya menjawab, “Benar, aku telah berbicara dengan Rasulullah ﷺ dan Rasulullah ﷺ pun akan memberikan jaminan keselamatan atas dirimu.”
Begitu mendengar berita gembira dari isterinya, pada malam harinya Ikrimah bermaksud untuk melakukan persetubuhan dengan isterinya, akan tetapi isterinya menolaknya sambil berkata, “Engkau orang kafir, sedangkan aku orang Muslim.”
Kepada isterinya Ikrimah berkata, “Penolakanmu itu adalah masalah besar bagi diriku.”
Tidak lama selepas Ikrimah bertemu dengan isterinya, mereka pulang kembali. Mendengar berita bahwa Ikrimah sudah pulang, Rasulullah SAW segera ingin menemuinya. Karena rasa kegembiraan yang tidak terkira, sehingga Rasulullah SAW sampai memakai serbannya.
Setelah bertemu dengan Ikrimah, beliau pun duduk. Ketika itu Ikrimah berserta dengan istrinya berada di hadapan Rasulullah SAW Ikrimah lalu berkata, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Mendengar ucapan Ikrimah itu, Rasulullah SAW sangat merasa gembira, selanjutnya Ikrimah kembali berkata, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah sesuatu yang baik yang harus aku ucapkan.”
Rasulullah SAW menjawab, “Ucapkanlah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.”
Ikrimah kembali bertanya, “Selepas itu apa lagi?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Ucapkanlah sekali lagi, aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.”
Ikrimah pun mengucapkan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW selepas itu baginda bersabda, “Jika sekiranya pada hari ini kamu meminta kepadaku sesuatu sebagaimana yang telah aku berikan kepada orang lain, niscaya aku akan mengabulkannya.”
Ikrimah berkata, “Aku memohon kepadamu ya Rasulullah ﷺ, supaya engkau berkenan memohonkan ampunan untukku kepada Allah atas setiap permusuhan yang pernah aku lakukan terhadap dirimu, setiap perjalanan yang aku lalui untuk menyerangmu, setiap yang aku gunakan untuk melawanmu dan setiap perkataan kotor yang aku katakan di hadapan atau di belakangmu.”
Maka Rasulullah SAW pun berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya atas setiap permusuhan yang pernah dilakukannya untuk bermusuh denganku, setiap langkah perjalanan yang dilaluinya untuk menyerangku yang tujuannya untuk memadamkan cahaya-Mu dan ampunilah dosanya atas segala sesuatu yang pernah dilakukannya baik secara langsung di depanku maupun di belakangku.”
Alangkah senangnya hati Ikrimah mendengar doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah SAW, saat itu juga ia berkata, “Ya Rasulullah ﷺ! Aku bersumpah demi Allah, aku tidak akan membiarkan satu dinar pun biaya yang pernah aku gunakan untuk melawan agama Allah, melainkan akan aku ganti berlipat ganda demi membela agama-Nya. Begitu juga setiap perjuangan yang dahulu aku lakukan untuk melawan agama Allah, akan aku ganti dengan perjuangan yang berlipat ganda demi membela agama-Nya, aku akan ikut berperang dan berjuang sampai ke titisan darah yang terakhir.”
Demikianlah keadaan Ikrimah, setelah ia memeluk Islam, ia sentiasa ikut dalam peperangan hingga akhirnya ia terbunuh sebagai syahid. Semoga Allah berkenan melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada Ikrimah.
Dalam riwayat yang lain pula diceritakan, bahwa ketika terjadinya Perang Yarmuk, Ikrimah juga ikut serta berperang sebagai pasukan perang yang berjalan kaki, pada waktu itu Khalid bin Walid mengatakan, “Jangan kamu lakukan hal itu, karena bahaya yang akan menimpamu lebih besar!” Ikrimah menjawab, “Karena kamu wahai Khalid telah terlebih dahulu ikut berperang bersama Rasalullah SAW, maka biarlah hal ini aku lakukan!”
Ikrimah tetap meneruskan niatnya, hingga akhirnya ia gugur di medan perang. Pada waktu Ikrimah gugur, ternyata di tubuhnya terdapat lebih kurang tujuh puluh luka bekas tikaman pedang, tombak dan anak panah.
Abdullah bin Mas’ud pula berkata: Di antara orang-orang yang termasuk dalam barisan Perang Yarmuk adalah Haris bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amar. Di saat-saat kematian mereka, ada seorang sahabat yang memberinya air minum, akan tetapi mereka menolaknya.
Setiap kali air itu akan diberikan kepada salah seorang dari mereka yang bertiga orang itu, maka masing-masing mereka berkata: “Berikan saja air itu kepada sahabat di sebelahku.” Demikianlah keadaan mereka seterusnya, sehingga akhirnya mereka bertiga menghembuskan nafas yang terakhir dalam keadaan belum sempat meminum air itu.
Dalam riwayat yang lain pula ditambahkan, “Sebenarnya Ikrimah bermaksud untuk meminum air tersebut, akan tetapi pada waktu ia akan meminumnya, ia melihat ke arah Suhail dan Suhail pun melihat ke arahnya pula, maka Ikrimah berkata: “Berikanlah saja air minum ini kepadanya, barangkali ia lebih memerlukannya daripadaku.”
Suhail pula melihat kepada Haris, begitu juga Haris melihat kepadanya. Akhirnya Suhail berkata, “Berikanlah air minum ini kepada siapa saja, barangkali sahabat-sahabatku itu lebih memerlukannya daripadaku.”
Begitulah keadaan mereka, sehingga air tersebut tidak seorangpun di antara mereka yang dapat meminumnya, sehingga mati syahid semuanya. Semoga Allah melimpahkan kurnia dan rahmat-Nya kepada mereka bertiga.[]
Sumber: cerita inspirasi muslim
Ketika Seorang Lelaki Melarikan Diri karena Takut Rasulullah ﷺ - IslamposJikalau Hati Sudah Mendengki
Oleh : Newisha Alifa
newishaalifa@gmail.com
BENAR dan salah itu seharusnya jelas. Namun hati terkadang ragu, hendak ke mana mau berpihak. Keraguan yang muncul, biasanya karena kita kesulitan membedakan; mana yang benar dan mana yang salah?
Adalah berbahaya jika sentimen pribadi sudah menodai fungsi hati untuk menentukan keberpihakannya. Ketika satu dua kali, seseorang tak tunduk pada apa yang kita sepakati. Saat tiga empat kali, ia tak melihat dari sudut kita memandang. Lantas beberapa kali situasi membuatnya buruk di mata kita. Penilaian pun selesai; segala hal yang ia sampaikan mesti salah!
Pasti ada titik untuk dipermasalahkan! Mengabaikan nilai-nilai kebenaran atau kebaikan, yang coba dibagikannya pada orang banyak. Ketika yang lain bisa memahami dan mengambil hal positif di balik apa yang ia sampaikan, maka hati kita tetap membantahnya!
“Tidak! Dia salah! Tidak begitu seharusnya! Apa yang kukritiki harus ia ikuti! Jika tidak, ia bersalah! Jika ia menolak saranku, maka ia antikritik! Hanya sibuk pada pujian dan komentar bagus! Ya, dia begitu orangnya!” Lantas bahak tawa ala Rahwana membahana di hati kita.
Ya. Segumpal darah ini tanpa sadar telah diperciki dengki. Membuat apa pun yang dilakukan orang yang kita dengki, selalu salah bahkan berperan sebagai penjahat di mata kita. Camkan; se-la-lu salah! Tak pernah benar.
BACA JUGA: Saudaraku, Jauhilah Sifat Dengki
Otak dan hati sudah bersinergi. Menyimpan nama orang tersebut untuk ditemukan kesalahannya! Ketika kebanyakan orang tidak menyadari, atau tak mempermasalahkan apa yang memang seharusnya tak perlu diangkat ke permukaan, kita … Ya, kita … Menjadi orang yang paling jeliiiiii sekali menemukan kesalahannya, bravo! Tawa Rahwana pun kembali menggetarkan singgasana hati kita.
Kita sibuk mempermainkan logika dan memutarbalikkan kata, hanya untuk memenuhi satu hal yang sudah tersetel otomatis; membantah apa pun yang keluar dari dirinya. Selama ia tak berpikir seperti kita, maka ia perlu dilawan. Titik.
Eh … Apa pula yang dilakukannya tiba-tiba? Kenapa ia melunak? Lho, kenapa ia malah mendekati kita dengan santun? Halahhhhh … Taktik lama! Lihat! Kini ia tengah menjilat! Agar tak lagi ia kita serang dengan komentar-komentar pedas, sadis, yang kita bungkus dengan alibi; kritik dan saran membangun. Padahal sejatinya lebih kentara menjatuhkan.
Seseorang yang namanya sudah kadung kita tandai untuk didengki, membuat hati tak berfungsi lagi dalam membedakan mana yang haq dan bathil. Bahkan kalaupun ia menyampaikan, “Di sana ada jurang!”
Walaupun sebenarnya hati menjerit, “Sepertinya apa yang ia katakan benar.” Namun tersebab dengki sudah terlanjur merajai diri, kita memutuskan untuk terus berjalan ke jalur yang sudah diperingatkannya sebagai jurang. Terus berjalan, hingga benar, nampak jurang curam menganga di hadapan kita. Saat hendak membalikkan badan untuk beranjak, kita malu. Lantas menunggunya untuk pergi lebih dulu, agar ia tak sampai melihat kita berbalik badan, dan sedang menjauh dari tepi jurang. Gengsilah! Masa ia harus terbukti benar sih?
Astaghfirullah … Astaghfirullah … Astaghfirullah.
Kita meneriaki orang lain sombong karena menolak kritik dan saran kita. Padahal sebenarnya keangkuhan itu ada pada kita, yang tidak terima atas penolakannya.
Kita meneriaki orang lain sombong karena menolak kritik dan saran kita. Padahal sebenarnya keangkuhan itu ada pada kita, yang tidak terima atas penolakannya.
Kita melabelinya mudah mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal apa yang ia sampaikan itu, sampel dari apa yang benar-benar terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tak sadar, bahwa noktah hitam membuat kita sedang melakukan apa yang kita tuduhkan padanya.
BACA JUGA: Iri dan Dengki, Ini Perbedaannya (1)
Apa begini cara kita menunjukkan kepedulian terhadap sesama saudara? Mengulitinya di hadapan khalayak ramai, bahkan atas sesuatu yang memang kita cari-cari sendiri.
“Ah, sial! Kali ini tak ada cela pada isi dari apa yang ia sampaikan. Tapi tunggu, tunggu! Lihat caranya tertawa, mana pantas ia terbahak seperti itu? Memalukan! Lihat! Lihat! Caranya berbusana, salah kostum! Hahahaha … Eh, tuh apa lagi? Ya ampun! Ternyata cara berjalannya aneh! Ya Tuhan, orang seperti ini kok pedenya bukan main? Harusnya dia berkaca sebelum bicara!”
Subhanallah!
Padahal tawa, cara berbusana atau cara berjalannya sama sekali tak merugikan kita, tak membuat kita susah, tak membuat kita bangkrut! Tapi tetap kita sebut-sebut! Iyalah. Wajib hukumnya!
Padahal tawa, cara berbusana atau cara berjalannya sama sekali tak merugikan kita, tak membuat kita susah, tak membuat kita bangkrut! Tapi tetap kita sebut-sebut! Iyalah. Wajib hukumnya!
Lantas jika sudah terlalu jelas, bahwa kita tidak sedang mencoba memperbaiki saudara kita, tapi menyerangnya untuk dirubuhkan agar tak berdaya karena telah membantah kita. Bagaimana mungkin, kita masih berharap ia menerima kritik dan saran? Di sana juga bisa merasakan ganjalan itu. Sehingga ragu apakah benar, kritik dan saran kita itu harus ia perbaiki, atau sebaiknya diabaikan saja sebagaimana kita mengabaikan kebaikannya.
Lupakah kita, bahwa kebenaran ada untuk disampaikan, bukan untuk dipaksakan?
Lupakah kita, bahkan seorang Rasulullah SAW saja tak bisa membuat sang paman Abu Thalib melafazkan keimanan, hingga di penghujung usianya?
Duhai diri!
Jika benar kau peduli terhadap kebaikan saudaramu, maka nasehatilah ia ketika sepi. Bukan di tengah keramaian. Jangan-jangan baru kita yang tahu atau mengetahui kesalahannya. Pantaskah kita mengumbar-umbarnya, agar seluruh mata tahu ia pesakitannya?
Jika benar kau peduli terhadap kebaikan saudaramu, maka nasehatilah ia ketika sepi. Bukan di tengah keramaian. Jangan-jangan baru kita yang tahu atau mengetahui kesalahannya. Pantaskah kita mengumbar-umbarnya, agar seluruh mata tahu ia pesakitannya?
Jika benar kau tulus menasehatinya, maka siapkanlah hatimu ketika ia belum bisa bahkan tidak pernah menerima apa yang kau nasehati. Bukan justru semua itu memantapkan hatimu untuk menghancurkannya. Karena boleh jadi, dengki itu justru akan menghancurkanmu.
Semoga …
Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk membedakan mana yang hak dan yang bathil. Semoga Allah selalu melindungi kita dari keburukan iri dengki yang bisa menjerumuskan kita.
Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk membedakan mana yang hak dan yang bathil. Semoga Allah selalu melindungi kita dari keburukan iri dengki yang bisa menjerumuskan kita.
Semoga Allah adalah hulu dan muara kita sikap kita. []
Jikalau Hati Sudah Mendengki - IslamposSusu dari Kambing Kurus
yudi
SELEPAS tiga hari bersembunyi di Gua Hira’, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Mereka ditemani dua sahabat yang lain, yaitu Amir bin Fuhairah dan Abdullah bin `Uraiqith. Mereka berempat berjalan dengan menyusuri padang pasir dan tebing-tebing terjal. Abdullah sebagai penunjuk jalan, memilih jalan yang jarang dilalui, agar terhindar dari kejaran kaum Quraisy.
Sesampainya di sebuah perkampungan bernama Khuza’ah, Rasulullah ﷺ dan ketiga sahabatnya kehausan dan kelaparan. Beruntung, mereka melihat sebuah kemah di kejauhan. Mereka segera menuju ke sana. Rupanya, kemah itu milik Ummu Ma’bad. Wanita tua itu sengaja mendirikan kemah di tengah gurun untuk menjual makanan dan minuman bagi para mesafir.
“Bu, adakah makanan dan minuman yang dapat engkau sediakan untuk kami?” tanya Rasulullah ﷺ.
BACA JUGA: Sifat Ihsan Anak Kecil Penggembala Kambing
“Oh, maaf, Tuan. Daging dan susu kambing kami baru saja dibawa suami saya untuk dijajakan pada para kafilah,” jawab wanita itu.
Di saat yang sama, Rasulullah ﷺ melihat seekor kambing kurus yang ditambatkan di samping kemah.
“Wahai Ibu, bolehkah kami memerah susu dari kambingmu itu?” tanya Rasulullah ﷺ. Ummu Ma’bad memandang kambingnya sejenak, lalu memandang Rasulullah ﷺ. Karena ia tak yakin dengan kambing kurusnya tersebut. Baginya tak mungkin kambing kurusnya tersebut akan mengeluarkan air susu.
“Tuan, kambing itu sangat kurus dan sudah tidak menghasilkan susu,” jawab Ummu Ma’bad jujur.
“Tidak apa-apa, Bu. Bolehkah kami memerahnya?” tanya Rasulullah ﷺ lagi.
“Jika Tuan merasa dapat memperoleh susu darinya, silakan!” jawab Ummu Ma’bad.
Rasulullah ﷺ kemudian melepas kambing itu. Beliau mengusap puting susu kambing itu seraya berdoa sebelum memerahnya. Atas kuasa Allah Subhanahu wa ta’ala, kambing kurus itu mengeluarkan banyak susu. Rasulullah ﷺ menaruhnya ke dalam mangkuk, lalu memberikannya kepada Ummu Ma’bad dan ketiga sahabat.
Setelah semuanya kenyang, barulah beliau minum. Kemudian Rasulullah ﷺ memerah satu mangkuk lagi. Ummu Ma’bad menerimanya dengan terbengong-bengong. Ia masih tak percaya kambing kurusnya menghasilkan banyak susu.
“Berikan susu ini kepada suamimu nanti, Bu,” sabda beliau.
“Ya…, ya, Tuan,” jawab Ummu Ma’bad gugup, karena masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya.
Usai melepas dahaga, Rasulullah ﷺ dan ketiga sahabatnya pun berpamitan. Tinggallah Ummu Ma’bad sendirian.
Namun tak lama kemudian, suaminya pulang. Ia terkejut mendapati semangkuk susu untuknya.
“Dari mana kaudapatkan susu ini, sedangkan tak seekor pun kambing kita yang mengeluarkan susu?” tanyanya.
Ummu Ma’bad lantas menceritakan kejadian aneh yang baru dialaminya.
BACA JUGA: Keberkahan Daging Kambing
“Bagaimana ciri-ciri orang itu, Istriku?” tanya Abu Ma’bad penasaran.
“la seorang laki-laki yang tampan dan gagah. Tuturnya katanya lembut namun berwibawa. Wajahnya bercahaya seperti rembulan, seluruh alam seolah terang karenanya. Tingkah lakunya sangat sopan, hatinya begitu lembut. Jika dia berbicara, ketiga temannya selalu menurutinya. Rambut dan alisnya tebal, serta matanya bercelak,” jawab Ummu Ma’bad.
“Beliau pastilah Rasulullah, Muhammad SAW. Beliau adalah orang Quraisy yang dikabarkan menjadi utusan terakhir. Sejak lama aku ingin bertemu dan mengikutinya,” kata Abu Ma’bad.
“Kalau begitu, kita berangkat sekarang, Suamiku.” kata Ummu Ma’bad.
Maka, kedua orang itu segera bersiap mengejar Rasulullah ﷺ dan ketiga sahabat ke Madinah. Di sana, mereka bertemu Rasulullah ﷺ dan menyatakan masuk Islam. []
Sumber: 77 Cahaya Cinta di Madinah/ Penulis: Ummu Rumaisha/ Penerbit: al-Qudwah Publishing/ Februari, 2015
Susu dari Kambing Kurus - Islampos
Gambaran Rumah Rasulullah ﷺ
RASULULLAH SAW yang merupakan seorang pemimpin dunia ini tak pernah hidup mewah semuanya serba sederhana. Karena mewah tak menjamin aman ataupun nyaman. Rumah Rasulullah merupakan rumah kenabian yang dipenuhi dengan keberkahan.
Ini gambaran rumah Rasulullah SAW:
Kamar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
BACA JUGA: Rasulullah Kagum dengan Semangat Ummu Umarah
Kamar-kamar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibangun di atas pelepah kurma, tembok-temboknya terbuat dari batu-batu yang disusun dengan tanah liat, atapnya terbuat dari pelepah kurma. al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Saya masuk rumah istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada masa khilafah Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu, saya dapat memegang atapnya dengan kedua tanganku”. Dari Dawud bin Qois berkata, “Saya melihat kamar-kamar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terbuat dari pelepah kurma yang terbalut dengan serabut, saya perkirakan lebar rumah ini, antara pintu kamar dengan pintu rumah kira-kira 6 atau 7 hasta, saya mengukur luas rumah dari dalam 10 hasta, dan saya kira tingginya antara 7 dan 8, saya berdiri dipintu ‘Aisyah saya dapati kamar ini menghadap Maghrib (Maroko).”
Tempat Tidur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Terkadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidur di atas alas dan terkadang di atas kulit, tikar, lantai, kasur dan terkadang diatas kain hitam. Tempat tidur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terbuat dari tali yang dianyam, begitu juga bantalnya. Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Saya menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu beliau sedang tidur di atas tikar yang membekas pada pinggangnya, saya menangis”.
Beliau berkata, “Apa yang menjadikanmu menangis ?”
Ibnu Mas’ud berkata, “Raja Kisra dan Kaisar Romawi tidur diatas kain sutra sedang engkau tidur diatas tikar”.
BACA JUGA: Rasulullah ﷺ Tidak Mendapati lagi Waktu Shalat Berikutnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perumpamaanku dan dunia ini adalah tidak lain seperti pengendara yang berlindung di bawah pohon kemudian dia meninggalkannya”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad Shahih). Dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian mengatakan demikian, karena tempat tidur Kisra dan Kaisar akan berada di neraka, sedang tempat tidurku ini pada akhirnya akan berada di surga”.
Perabot Rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Dari Tsabit berkata, “Anas bin Malik mengeluarkan tempat minum yang terbuat dari kayu dan sangat tebal serta dibalut dengan besi”. Anas berkata: “wahai Tsabit ini adalah tempat minum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau minum air, sari buah, madu dan susu darinya”. (HR. Tirmidzi). []
Gambaran Rumah Rasulullah ﷺ - Islampos
Ketika Istri Sulit Dinasihati
Rifki M Firdaus
Oleh: Ulfa Ummu Fara
Seorang Ibu, tinggal di Batam
Seorang Ibu, tinggal di Batam
RAHASIA umum bahwa wanita cenderung banyak bicara. Suka bercerita. Membagi rasa. Terlebih pada suminya. Kebalikan dari laki-laki. Cenderung sedikit bicara. Apa lagi jika tidak ada manfaatnya. Tak jarang perbedaan ini mengundang perselisihan. Apa lagi ketika sang istri mulai sibuk mengurusi kehidupan orang lain. Mengajak ghibah berjamaah.
Ketika nasehat suami tidak diindahkan. Sudah tentu rasanya geram. Seharian bekerja dan tidak bertemu istri tercinta. Sekalinya bertemu sang istri membahas hal tidak penting. Mulai dari temannya cantik tapi suka pamer, beralih ke anak tetangga yang pintar tapi usilnya naudzubillah. Sampai pada hutang tetangga yang seperti lagunya pak Haji Rhoma Irama, gali lubang tutup lubang. Rupanya sang suami dilema dengan sifat sang istri yang begitu peduli pada lingkungan. Apakah istri kalian juga demikian? Enaknya diapakan ya istri seperti ini?
Jangan bilang tukar tambah ya pak? Jangan! Ingat-ingat moment saat meminang. Buka kembali memori janji suci di depan penghulu. Disaksikan keluarga besar. Diaminkan malaikat. Bukankah menikahinya adalah pilihan? Memiliknya adalah ladang kebaikan. Mengarahkan dan mendidiknya menjadi amal sholeh yang memberatkan. Bersabarlah. Niscaya Allah tambahkan nikmat dan keberkahan dalam rumah tangga.
Mungkin si eneng bersikap demikian karena ada udang di balik batu. Mari kita cari jalan menemukan udang itu. Eh, mencari solusi untuk mengikis sifat buruk itu. Sudahkah para suami melakukan hal berikut ini:
1. Membimbing kekasih halal dengan ilmu agama.
Pernikahan itu ibadah paling lama ya pak. Ibadah berjamaah penuh cinta dan kasih sayang. Antara imam dan makmum harus punya visi yang sama. Apa sih visinya keluarga Muslim? Melindungi diri dan keluarga dari api neraka (lihat Alquran Surat At-Tahrim ayat 6). Untuk mencapai Visi perlu ilmu tentunya. Membimbing istri menjadi hamba Allah yang taat adalah kewajiban suami. So, tidak cukup hanya membimbing istri jadi ahli keuangan rumah tangga. Jadi koki rumahan. Menteri keberaihan dan kesehatan Rumah tangga. Terlebih di tanganny terletak nasib generasi harapan.
2. Melimpahkan kasih sayang dan perhatian pada belahan jiwa.
Ini penting pak. Kasih sayang dan perhatian itu utama bagi kaum wanita. Makanya nafkah itu tidak hanya lahiriah saja tapi juga batin. Jangan segan bilang sayang. Jangan enggan untuk menghadiahi pelukan. Buatlah istri merasa nyaman dan merasa dicintai. Jika sudah begitu ia akan lebih mudah untuk ditakhlukkan, eh di arahkan.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya” (HR. At-Tirmidzi)
3. Mengajak teman hidup jalan-jalan ke Taman surga.
Jalan-jalan ke mall aja gak cukup untuk memenuhi kebutuhan istri. Nyatanya istri itu butuh ilmu ya, pak? Perlu lingkungan belajar yang kondusif. Ajak dong doi menghadiri kajian. Jalan-jalan juga belajar. Dengan begitu, kita berharap agar Allah melembutkan hatinya untuk menerima nasehat.
BACA JUGA: Ini 10 Sikap Suami Durhaka pada Istri
4. Doakan istri
Doa adalah penghubung ikhtiar dengan ketentuan Allah. Maka berdoalah agar Allah melihat kesungguhan usaha kita. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan dan kesabaran dalam mendidik istri tercinta. aamiin.
Akhirnya jangan segan dan enggan bilang, “sini deh neng babang peluk.” Sebelum mengajaknya belajar memperbaiki diri. Jangan lelah mendidik istri hingga ia menjadi penyejuk hati yang menyenangkan. Bersamanya mengetuk pintu surga. Bersemangatlah wahai para suami. []
Ketika Istri Sulit Dinasihati - IslamposIni 10 Sikap Suami Durhaka pada Istri
larasetia
DALAM Al-Qur’an Surat An- Nisa’ ayat 34 disebutkan, bahwasannya kaum lelaki (suami) adalah pemimpin bagi kaum wanita (istrinya). Seorang suami dituntut untuk bisa mendidik, melindungi, serta selalu menegakkan kebenaran dalam kehidupan rumah tangganya.
Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya “Yang terbaik dari kalian adalah yang terbaik akhlaknya atau perlakuannya terhadap istrinya.” (HR. Tirmidzi)
Akan tetapi tak jarang kita dengar dan saksikan hadirnya seorang suami yang mendurhakai istrinya. Daripada melindungi, mereka justru memilih tindakan atau perbuatan yang dalam islam digolongkan ke dalam perbuatan dzalim terhadap istri. Perbuatan-perbuatan tersebut di antaranya :
11. Menelantarkan untuk memberikan nafkah pada istri
Ciri-ciri suami durhaka terhadap suami yang pertama terdapat dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Muslim, Ahmad, dan Ath- Thabrani, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda yang artinya:
“Seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya.”
Hadist tersebut menggambarkan betapa berdosanya seorang suami yang melalaikan kewajibannya terhadap istri dan anaknya.
22. Melimpahkan tanggungjawab suami kepada istri
Suami adalah pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Ia berkewajiban untuk memberikan nafkah lahir dan batin bagi keluarganya. Lalu bagaimana jika suami melimpahkan kewajiban seperti mencari nafkah dan mengatur segala urusan rumah tangga kepada sang istri?
Hal ini tentu saja bertentangan dengan syariat islam, dan keluarga tersebut digolongkan menjadi keluarga yang tidak beruntung. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya “Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita.“ (HR.Ahmad, Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa’i).
Jika tanggung jawab menjadi pemimpin diambil alih oleh istri, maka tentu saja kewibawaan suami akan hilang, dan hal itu bisa menjerumuskan istri pada perbuatan durhaka pada suami.
33. Tidak memberikan tempat tinggal yang layak kepada istri
Jika seorang suami memutuskan untuk menceraikan istrinya, maka ia berkewajiban untuk memberikan tempat tinggal yang aman dan layak kepada istri yang hendak diceraikan selama masa iddah. Kewajiban lain yang tidak boleh dilupakan suami adalah bahwa ia harus tetap memberikan nafkah kepada istri yang hendak ia cerai sebagaimana biasanya.
Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT berikut :
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS Ath- Thalaaq: 6)
44. Tidak mau melunasi mahar
Seorang suami yang ketika menikah memberikan mahar, akan tetapi mahar tersebut belum terlunasi dan bahkan suami tidak berniat untuk melunasinya, maka itu berarti suami telah menipu istrinya dan ia akan mempertanggungjawabkannya di akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya:
“Siapa saja laki laki yang menikahi seorang perempuan dengan mahar sedikit atau banyak, tetapi dalam hatinya bermaksud tidak akan menunaikan apa yang menjadi hak perempuan itu, berarti ia telah mengacuhkannya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak perempuan itu, kelak pada hari kiamat ia akan bertemu dengan Allah sebagai orang yang fasiq.” (HR.Thabarani)
55. Mengambil kembali mahar yang telah diberikan kepada istri tanpa adanya keridhoan dari sang istri
Islam memandang mahar suatu perkawinan dengan tujuan untuk menghormati kedudukan istri serta untuk pertanda atau lambang kekuasaan seorang wanita atas laki-laki yang menikahinya. Seorang pria yang apabila ia berniat menceraikan istrinya lalu meminta atau mengambil kembali mahar yang telah diberikannya kepada sang istri tanpa adanya keridhoan dari istri, maka itu adalah perbuatan yang tercela, dan Allah SWT sangat tidak menyukai perbuatan tersebut.
6. Menuduh istri berzina tanpa adanya bukti yang kuat
Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT berikut :
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la`nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. An- Nuur ayat 6-7)
BACA JUGA: Jangan Jadi Suami Durhaka, Ini Tandanya
67. Menganiaya serta merendahkan martabat istri
Rasulullah SAW melarang para suami untuk menyakiti serta menjelek-jelekkan, atau bahkan membanding-bandingkan istri dengan wanita lain dengan menggunakan kata-kata dan ucapan yang bertujuan untuk merendahkan martabat sang istri baik di hadapannya sendiri atau di hadapan orang lain.
Sebagaimana sabda Beliau SAW dalam sebuah hadist,
”Saya pernah datang kepada Rasulullah SAW, ’saya lalu bertanya: ’Ya Rosulullah, apa saja yang engkau perintahkan (untuk kami perbuat) terhadap istri-istri kami? ’Beliau bersabda: ‘janganlah kalian memukul dan janganlah kalian menjelek-jelekan mereka.” (HR. Abu Dawud)
78. Memeras dan mengajak istri untuk berbuat dosa
Ini salah satu hal yang tidak dibenarkan dalam islam. Seorang suami haruslah selalu berusaha menjadi pemimpin yang baik untuk istri dan anak-anaknya, seperti mengajari dan mengajak mereka untuk shalat, mengaji, atau melakukan hal-hal yang dapat memberikan motivasi bagi istri dan anak untuk beramal ibadah.
Seorang suami yang memeras istri dan memaksanya untuk berbuat dosa, maka di akhirat kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban dari Allah SWT atas apa yang pernah ia lakukan tersebut.
89. Selalu mencurigai dan berusaha mencari-cari kesalahan istri
Selalu curiga terhadap apa-apa yang diperbuat oleh istri adalah sifat kurang baik yang harus dihindari oleh para suami. Ketika seorang suami curiga kepada istrinya, maka ia akan selalu berusaha mencari-cari kesalahan istrinya tersebut. Hal itu akhirnya bisa menimbulkan pertengkaran di antara keduanya.
910. Menceraikan istri tanpa adanya alasan yang dibenarkan syar’i
Seorang suami yang sudah bosan dengan istri karena berbagai alasan seperti memiliki wanita idaman lain, bisa saja selalu berusaha mencari-cari jalan agar ia segera dapat bercerai dari istrinya. Misalnya saja dengan menuduh istri tanpa adanya bukti yang jelas. []
SUMBER: DALAMISLAM.COM
Hak dan Kewajiban Ayah Tiri terhadap Anak Istrinya
DAHULU kala ada seorang anak bernama Ar Rabibah. Ia adalah anak perempuannya istri yang bukan dari suami yang sekarang (anak tiri). Anak tiri perempuan ini termasuk yang haram dinikahi selamanya ayah tirinya jika dia sudah menggauli ibunya. Jadi anak tiri termasuk mahram bagi ayahnya.
Berdasarkan firman Allah SWT,
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri.” (QS An Nisa: 23)
Rabibah adalah anak perempuan dari istri, dan menjadi mahram bagi laki-laki yang menikahi ibu anak tersebut dan ia telah menggaulinya, dan dibolehkan bagi anak tiri perempuan untuk tidak memakai jilbab di hadapan ayah tirinya.
BACA JUGA: Doa Anak Tiri, Diterima Allah?
Adapun hak dan kewajiban dari anak tiri perempuan dan ayah tirinya hubungan antar keduanya, maka bisa disimpulkan pada hubungan silaturrahim, menghormati, baik dalam bergaul. Umat Islam semuanya telah diperintahkan untuk berbuat baik kepada sesama saudaranya semuslim lainnya, maka apalagi terhadap para mahram yang disebabkan karena mushaharah (perbesanan/pernikahan), tidak diragukan lagi bahwa mereka mempunyai hak untuk dihormati dan diperhatikan lebih dari pada umat Islam pada umumnya.
Hanya saja, nafkah, melayani, dan taat tidak diwajibkan antar keduanya. Dari sisi kewajiban syar’i anak tiri perempuan dalam bab ini hukumnya berbeda antara ayah tiri dan ibunya sendiri. Jika ayah tirinya berlaku baik dan membiayai anak tirinya lalu timbal baliknya anak tiri perempuannya membalas dengan prilaku baik kepadanya, membantu dan ikut memelihara rumahnya, maka hal itu lebih utama dan lebih baik. Karena berkumpulnya hati dan jiwa adalah tujuan yang sangat diharapkan oleh syari’at untuk mewujudkannya.
Dan bagi anak perempuan hendaknya mengetahui bahwa termasuk baktinya kepada ibunya adalah dengan menghormati suaminya dan berlaku baik kepadanya.
Syeikh Ibnu Baz Ra berkata:
“Diharapkan bagi seseorang yang tinggal bersama tidak hanya dengan anak-anak perempuannya, tapi juga dengan saudari perempuan, bibi dari jalur ayah, bibi dari jalur ibu, dan yang lainnya dari mereka yang membutuhkan, lalu dia memperlakukan mereka dengan baik, memberi mereka makan, memberi minum mereka, memberikan pakaian kepada mereka, dia akan mendapatkan pahala sebagaimana yang telah disebutkan oleh Nabi SAW tentang seseorang yang menanggung tiga anak perempuan, karunia Allah itu Maha Luas, rahmat-Nya Maha Agung.
“Demikian juga seseorang yang menanggung satu atau dua anak perempuan atau yang lainnya lalu dia memperlakukan mereka dengan baik, maka diharapkan dia akan mendapatkan pahala yang besar, sebagaimana yang ditunjukkan oleh keumuman ayat dan hadits tentang ihsan kepada orang fakir dan miskin dari kalangan keluarga terdekat atau yang lainnya.
“Jika keutamaan tersebut dalam hal berbuat baik kepada anak perempuan, maka berbuat baik kepada kedua orang tua atau salah satu dari keduanya, kakek atau nenek, tentu akan lebih besar dan lebih banyak pahalanya; karena besarnya hak kedua orang tua dan kewajiban berbuat baik kepada mereka berdua, tidak ada bedanya dalam masalah ini apakah yang berbuat baik itu seorang ayah atau ibu atau yang lainnya; karena hukum tersebut berlaku kepada perbuatannya bukan kepada pelakunya. Dan Allah Maha Pemilik Taufik.”
Allah memerintahkan silaturrahim dan berbuat baik kepada mereka dalam firman-Nya:
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An Nisa’: 1)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat.” (QS. An Nisa’: 36)
BACA JUGA: Ayah Tiri jadi Wali Nikah, Bolehkah?
“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An’am: 151)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra’: 23)
Dan masih banyak lagi dari ayat-ayat Al Qur’an.
Nabi SAW bahwa beliau bersabda:
“Tidak masuk surga orang yang memutus (silaturrahim).” (HR Bukhari dan Muslim)
Beliau juga bersabda:
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah silaturrahim.” (HR Bukhari)
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada kalian: Durhaka kepada para ibu, dan mengubur anak perempuan hidup-hidup.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang memerintahkan silaturrahim, berpegang teguh dengan adab-adab Islam, akhlak yang mulia, menjaga pergaulan yang baik, maka dengan ini akan menguat ikatan silaturrahim antar keluarga dan antar personal di antara mereka juga antar sesama masyarakat muslim. Tidak dengan merusak dan keluar dari adab-adab Islam dan akhlak yang mulia.
Wallahu A’lam. []
Hak dan Kewajiban Ayah Tiri terhadap Anak Istrinya - IslamposMenjadi Sahabat Sejati untuk Istri
Rifki M Firdaus
Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S
Penulis Buku “Menikah Rasa Jannah
Penulis Buku “Menikah Rasa Jannah
BENARLAH adanya bahwa pernikahan akan menghadirkan kewajiban baru bagi seorang perempuan, yakni kewajiban taat kepada suami. Sejatinya pernikahan menjadikan tanggungjawab atas seorang perempuan berpindah, dari yang semula diemban oleh ayahnya, lalu berpindah ke pundak suaminya. Maka usai akad terucap, suami menjadi halal kepemimpinannya atas istrinya. Namun bukan kepemimpinan layaknya bos dengan karyawan, melainkan kepemimpinan bernafaskan persahabatan.
Maka, kepemimpinan seorang suami atas istrinya bukanlah kepemimpinan yang diktator, yakni tidak memberi ruang kepada istri untuk menyampaikan keinginannya, melainkan hanya perintah satu arah saja. Tidak. Sungguh Rasulullah saw tak pernah mencontohkan yang demikian. Beliau senantiasa memperlakukan istri-istrinya selayaknya seorang sahabat, yakni memanjakannya, mendengarkan curhatannya, menjaga perasaannya, memanggilnya dengan panggilan terbaik, bahkan mencandainya.
BACA JUGA: Ketika Istri Sulit Dinasihati
Maka, seorang suami yang shalih sudah selayaknya mencontoh Rasulullah saw perihal mewujudkan persahabatan dengan istri. Sehingga pernikahan laksana mutiara yang selalu terasa berharga, meski usianya terus merangkak senja.
Hal-hal yang harus diperhatikan seorang suami terhadap istrinya adalah:
Pertama, memahami perasaan istri.
Bagi sebagian laki-laki, ini tentu bukan hal yang mudah, mengingat adanya perbedaan karakter yang cukup mencolok antara laki-laki dan perempuan secara fitrahnya. Perempuan lebih halus perasaannya ketimbang lelaki. Maka banyak ditemui kasus, suami yang kurang peka terhadap apa yang dirasakan oleh istrinya. Bisa jadi ia tersinggung dengan perkataan suaminya, tapi suami cuek saja, tidak meminta maaf. Ini bisa menjadi polemik jika di biarkan terjadi berulang-ulang. Dan tentu, jalinan persahabatan di antara keduanya akan sulit terwujud.
Kedua, berikan sentuhan cinta.
Kadang kata-kata tidak mampu mengalahkan kekuatan sebuah sentuhan. Sebuah usapan lembut di kepala istri atau kecupan hangat di kening lebih mampu memberikan kehangatan jiwa bagi istri ketimbang sekadar kata-kata romantis. Jika hal tersebut dilakukan sebagai sebuah rutinitas, niscaya ikatan persahabatan di antara keduanya akan semakin erat. Ada mahabbah yang menjadi pengikatnya.
Ketiga, tidak mudah menghakimi.
Jika istri melakukan kesalahan, maka tegurlah dengan cara yang makruf, tidak menyudutkan perasaannya apalagi memakinya. Nasehatilah dengan kelembutan dan jangan sekali-kali menasehatinya di depan umum, karena hal tersebut hanya akan menghancurkan harga diri istri. Tutuplah rapat-rapat aib istrimu. Bukankah suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian suami? Maka, saling menjaga rahasia dalam rumah tangga adalah keharusan. Cukuplah keburukannya tersimpan dalam bilik pernikahan berdua.
BACA JUGA: Ini 10 Sikap Suami Durhaka pada Istri
Dengan demikian, menjadi sahabat bagi istri membutuhkan pondasi iman yang kokoh. Sebab dengan iman, kita akan mampu mengendalikan diri untuk senantiasa bersikap baik terhadap istri kita sebagaimana yang telah digariskan syara. Adapun sikap baik terhadap istri akan mewujudkan ikatan persahabatan. Dan ikatan persahabatan akan mencipta bangunan rumah tangga yang kokoh, penuh kebahagiaan.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya.” (HR.Tirmidzi) []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari RENUNGAN di luar tanggung jawab redaksi Islampos. Menjadi Sahabat Sejati untuk Istri - Islampos
Mencintai Saudaranya karena Allah
yudi
DARI Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. bahwasanya ada seorang lelaki berziarah kepada seorang saudaranya di suatu desa lain, kemudian Allah memerintah seorang malaikat untuk melindunginya di sepanjang jalan – yang dilaluinya.
Setelah orang itu melalui jalan itu, berkatalah malaikat kepadanya: “Ke mana engkau menghendaki?”
BACA JUGA: Kisah Sahabat Khabbab bin Arats
Orang itu menjawab: “Saya hendak ke tempat seorang saudaraku di desa ini.”
Malaikat bertanya lagi: “Adakah suatu kenikmatan yang hendak kau perolehi dari saudaramu itu?”
BACA JUGA: Menjadi Sahabat Sejati untuk Istri
Ia menjawab: “Tidak, hanya saja saya mencintainya kerana Allah.”
Malaikat lalu berkata: “Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah untuk menemuimu – guna memberitahukan – bahwa sesungguhnya Allah itu mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena Allah.” (Riwayat Muslim). []
Cara Berdakwah Rasulullah ﷺ
KESABARAN Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam menyebarkan dakwah layak menjadi motivasi bagi kita untuk meneladaninya. Wajib bagi kita berjalan di atas manhaj, cara atau metode beliau dalam berdakwah yang semata-mata karena Allah.
Rasulullah ﷺ telah menghadapi berbagai ujian dalam menyampaikan risalah, salah satunya pada peristiwa hari ‘Aqabah. Hari dimana ketika Rasululah ﷺ menawarkan dakwah deenul Islam kepada Abdu Yalail bin abdi Kalal dan kaumnya, namun mereka enggan menerima kebenaran yang dibawa oleh beliau ﷺ. Hingga Jibril yang mengetahui penolakan itu menyerukan bahwasanya Allah telah mendengar penolakan dan bantahan dakwah yang disampaikan beliau.
BACA JUGA: Dakwah sebagai Sarana Pengembangan Skill
Jibril pun telah mengutus Malaikat pengawal gunung Qarnuts Tsa’alib untuk melaksanakan apapun yang Rasulullah perintahkan dan inginkan. Bahkan jika kedua gunung itu ditimpakan kepada mereka, sungguh Malaikat pengawal gunung itu akan melakukannya untuk Rasulullah. Namun apa jawab beliau shalallahu ‘alaihi wasallam, tidak, justru Rasulullah menginginkan dan berharap semoga Allah memberi mereka hidayah.
Sungguh cara berdakwah Rasulullah memiliki budi pekerti sangat mulia, padahal beliau bisa saja meluluh-lantahkan kaum yang mendustakannya itu. Itulah Nabi kita, yang mana setiap tindak-tanduknya tidak menyertakan hawa nafsu semata. Pada hari ini kita melihat sebagian orang terburu-buru dalam berdakwah, berharap ingin segera memetik hasil. Hanya menginginkan penerimaan yang terburu-buru ingin dicapai, yang justru hal itu merusak dakwah dan mengotori keikhlasan.
Abdullah bin Mas’ud mengungkapkan, “Sampai sekarang masih terlintas dalam ingatanku saat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan seorang Nabi yang dipukul kaumnya hingga berdarah. Nabi tersebut mengusap darah pada wajahnya seraya berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui’.” (Muttafaq ‘alaih).
Penting bagi kita untuk meneladani kesabaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan juga para Nabi dan Rasul terdahulu dalam berdakwah. Hal ini agar ajaran Islam ini bisa menggugah hati setiap manusia, dan dapat diterima dengan baik. []
Sumber: Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim. Yaumun fi Bait ar-Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam, Sehari Di Kediaman Rasulullah. Jakarta: Darul Haq.
Cara Berdakwah Rasulullah - IslamposAkhir Hidup Pendengki
Saad Saefullah
MENURUT suatu riwayat, ada seorang laki-laki, seorang Arab Badui (pedalaman) datang menemui Amirul Mukminin, al-Mu’tashim Billah. Lalu kemudian orang ini mendapat tempat di hati Amirul Mukminin sehingga dijadikan sebagai orang kepercayaannya yang bisa keluar-masuk istana kapan saja tanpa perlu meminta izin.
Di istana, rupanya ada seorang menteri yang suka dengki terhadap orang lain. Sasarannya kali ini adalah si orang Badui tersebut. Ia berkata dalam hatinya, “Jika aku tidak merancang bagaimana cara membunuh si Badui ini, pastilah ia akan semakin mendapat tempat di hati Amirul Mukmin dan menyingkirkanku.”
BACA JUGA: Penawar Racun Iri Dengki
Lalu dimulailah siasat liciknya dengan mendekati si orang Badui, bermanis-manis dengannya hingga mengajaknya bertandang ke kediamannya. Sesampainya di sana, ia menyediakan untuk tamunya, si orang Badui ini makanan yang dicampurnya dengan banyak sekali bawang putih. Si orang Badui ini tidak menyadari siasat licik sang Menteri sehingga ia memakan saja hidangan tersebut.
Tatkala selesai makan, berkatalah sang Menteri kepadanya, “Hati-hati, jangan terlalu dekat jarakmu dengan Amirul Mukminin kalau berbicara sebab nanti ia akan mencium bau bawang putih dari mulutmu sehingga ia merasa terganggu. Ia orang yang sangat anti terhadap bau bawang.”
Dalam waktu yang sama, sang menteri yang pendengki ini kemudian pergi menghadap Amirul Mukminin guna melancarkan hasutannya. Begitu hanya tinggal berdua saja dengan Amirul Mukminin, ia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya si orang Badui itu berkata tentangmu kepada orang-orang bahwa engkau memiliki bau mulut tak sedap dan ia hampir mati karena bau tersebut.”
Tak berapa lama, si Badui datang menemuinya namun tidak seperti biasanya. Ia menutupi mulutnya dengan lengan bajunya karena takut Amirul Mukminin mencium bau bawang putih dari mulutnya. Akan halnya, Amirul Mukminin –akibat hasutan sang menteri pendengki- melihat gejala yang tidak beres dan membenarkan apa yang dikatakan sang menteri kepadanya mengenai si Badui tersebut.
Lalu Amirul Mukminin menulis surat kepada sebagian pegawainya yang berisi pesan, “Bila suratku ini sampai ke tanganmu, maka penggallah leher pembawanya!”
Kemudian ia memanggil si orang Badui dan menyerahkan surat yang ditulisnya seraya berkata, “Pergilah menemui si fulan dan bawa kepadaku jawabannya.”
Tanpa rasa curiga sedikitpun, si Badui melaksanakan titah tersebut. Ia lalu mengambil surat itu dan membawanya keluar dari sisi Amirul Mukminin. Baru saja ia muncul di pintu, tiba-tiba sang Menteri pendengki menemuinya seraya bertanya, “Hendak pergi ke mana engkau.?”
“Aku akan membawa surat Amirul Mukminin ini kepada seorang pegawainya, si fulan,” jawab si Badui.
BACA JUGA: Jikalau Hati Sudah Mendengki
Sang menteri diam sejenak seraya berkata di dalam hatinya, “Pastilah dari membawa amanat ini, si Badui akan mendapatkan upah yang besar.” Maka tak berapa lama, ia berkata lagi kepada si Badui, “Wahai Badui, bagaimana pendapatmu bila ada orang yang mau meringankan bebanmu membawa surat ini yang pasti menempuh perjalanan yang melelahkan bahkan memberimu upah sebesar 2000 dinar?”
“Engkau seorang pembesar dan pemutus perkara. Apa pun yang engkau pandang baik, maka aku akan melakukannya,” jawab si Badui
“Berikanlah surat itu kepadaku,” kata sang menteri
Si orang Badui pun menyerahkan surat itu kepadanya, lalu sang menteri memberinya imbalan sebesar 2000 dinar. Setelah itu pergilah si pendengki ini membawa surat itu ke tempat tujuan. Sesampainya di sana, si pegawai yang dimaksud membaca surat Amirul Mukminin yang berisi pesan agar memenggal leher pembawanya, lalu memerintahkan agar leher sang menteri tersebut dipenggal.
Setelah beberapa hari, sang khalifah teringat kembali perkara si Badui, lalu bertanya kepada para pegawainya perihal sang menteri namun mereka memberitahukan bahwa sudah beberapa hari sang menteri tidak muncul-muncul sedangkan si Badui masih berada di dalam kota.
Mendengar hal itu, kagetlah sang khalifah lalu memerintahkan agar si Badui segera dihadirkan ke hadapannya. Tak berapa lama, datanglah si Badui, lalu ia menanyainya perihal kondisinya. Si Badui pun menceritakan kejadiannya dari awal soal kesepakatannya dengan sang menteri yang tanpa sepengetahuan khalifah (alias kesepakatan bahwa yang akan membawa surat itu adalah sang menteri sedangkan dirinya diimbali dengan 2000 dinar atas hal itu).
Ternyata, sang menteri melakukan itu secara makar dan karena rasa dengkinya. Si Badui juga memberitahu sang khalifah perihal ajakan sang menteri ke kediamannya dan hidangan yang berisi bawang putih yang banyak, yang dimakannya di sana serta apa yang terjadi bersamanya saat itu.
BACA JUGA: Bahayanya Dengki
Maka ketika itu, berkatalah Amirul Mukminin, “Allah telah membunuh Hasad, betapa adilnya Dia. Ia (dengki) memulai dengan tuannya sendiri (pendengki) lalu membunuhnya.”
Kemudian sang khalifah mencabut hukuman terhadap si Badui dan malah mengangkatnya menjadi menteri sedangkan sang menteri sudah beristirahat dengan sifat dengkinya nun di sana.[]
Sumber: Nihaayah azh-Zhaalimiin/Karya: Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy
https://www.islampos.com/akhir-hidup-pendengki-140603/Wajib kah Memelihara Jenggot?
Eneng Susanti
SALAH satu penampilan yang sering diidentikan dengan muslim adalah jenggot. Uniknya, jenggot kini jadi trend di kalangan pria. Tak hanya ustaz atau ulama, muslim yang sedang menjalani proses hijrah juga kerap menampakkan wajah baru yang dihiasi jenggot.
Ternyata, memelihara jenggot dipercaya sebagai salah satu sunnah Nabi. Hm, apa benar seorang muslim wajib memelihara jenggot?
Banyak hadis yang membahas soal ini. Salah satunya hadis dari Ibnu Umar. Rasulullah Saw bersabda, “Bedakan diri kamu dari orang-orang musyrik, biarkanlah jenggot dan rapikanlah kumis.”
Apabila Ibnu Umar melaksanakan ibadah haji atau umrah, beliau menggenggam jenggotnya yang berlebih (dari genggaman itu) ia potong.
Jadi, apakah perintah Nabi dalam hadis tadi itu bermakna wajib? Atau hanya bersifat anjuran (an Nadab)?
Ulama mazhab Syafi’i berpendapat, makna perintah di atas hanya bersifat anjuran, bukan wajib. Berikut ini beberapa kalimat yang berasal dari Kitab ulama mazhab Syafi’i:
“Makruh hukumnya mncabut jenggot pada awal tumbuhnya untuk orang yang baru tumbuh jenggot dan untuk penampilan yang bagus.”(Asna Al Muthalib, Syekh Zakariya al Anshari, Juz VII, hal 58)
Imam ar Ramly berpendapat, “Ucapan Syekh Zakariya al Anshari, ‘Makruh mencabut Jenggot’ dan seterusnya. Demikian juga halnya dengan mencukur jenggot. Adapun pendapat al Haimi dalam kitab Al Minhaj yang mengatakan bahwa tidak halal bagi seseorang mencukur jenggot dan dua alis, pendapat ini adalah pendapat yang dhaif.”
Selain itu, terdapat pula pernyataan ulama mazhab Syafi’i lainnya, sebagai berikut:
“(haram mencukur jenggot), pendapat yang kuat menurut Imam Al Ghazali, Syaikhul Islam, ibnu Hajar dalam Tuhfah, Ar Ramly, Al Khatib dan lainnya: Makruh.” (Hasyiah I’anatu Ath Thalibin ala Hall Afazh Fath al Mu’in li syarh Qurrat al Ain bi Muhimmat ad Din, Imam Abu Bakar bin as Sayyid Muhammad Syatha a-Dimyathi)
“Sesungguhnya mencukur jenggot itu makruh, meskipun dilakukan oleh laki-laki dewasa. Bukan haram.” (Hasyiyah al Bujairimi ala al Khatib, Imam Al Bujairimi)
“(masalah cabang): didini mereka sebutkan tentang jenggot dan lainnya, ada beberapa perkara yang makruh, diantaranya adalah mencabut dan mencukur jenggot.” (Tuhfat al Muhtaj fi Syarh al Minhaj, Imam Ibnu Hajar al Haitsami)
Sementara itu, ulama Mazhab Maliki juga berpendapat senada.
“Al Qadhi I’yadh berkata: ‘Makruh hukumnya mencukur, memotong, dan membakar jenggot.'” (Tharhu at Tatsrib, Imam Zainuddin al Iraqi)
Sedangkan, grand Syaikh Al Azhar, Syekh Jad al Haq Ali Jad al Haq, berpendapat bahwa para ulama berbeda pandangan terkait jenggot. Pendapat tentang ini antara lain: wajib, sunnah, dan nadab (anjuran).
“Terdapat beberapahadis yang menganjurkan membiarkan jenggot dan memperhatikan kebersihananya, seperti hadis-hadis yang menganjurkan menggosok gigi (bersiwak), memotong kuku dan kumis.
BACA JUGA: Mencukur Jenggot, Haram? (1)
Sebagian ahli fiqh memahami hadis-hadis dan perintah membiarkan jenggot menganding makna wajib, sebagian ahli fiqh menyebutnya sunnah… tidak ada dalil bagi mereka yang mengatakan mencukur jenggot itu haram atau munkarselain hadis-hadis khusus yang terkait dengan perintah membiarkan jenggot untuk membedakan diri dengan orang-orang majusi dan musyrik.
Perintah sari Rasulullah Saw tersebut sebagaimana ada yang memahaminya mengandung makna wajib, juga mengandung makna sekedar anjuran kepada yang lebih utama.
Kebenaran yang dianjurkan sunnah yang mulia dan adab Islami dalam masalah ini bahwa pakaian, makanaan dan bentuk fisik, tidak termasuk dalam ibadah (mahdah) yang seorang muslim mesti mewajibkan diri mengikuti cara nabi dan para sahabat, akan tetapi dalam hal ini seorang muslim mengikuti apa yang baik menurut lingkungannya dan baik menurut kebiasaan orang banyak, selama tidak bertentangan dengan nash atau hukum yang tidak diperselisihkan.
Membiarkan atau mencukur jenggot termasuk perkara yang diperselisihkan hukum perintahnya, sebagaiamana telah dijelaskan di atas.”
BACA JUGA: Mencukur Jenggot, Haram?
Jadi, bagaiamana kesimpulannya?
Mufti Mesir, Syekh Ali Jum’ah mengatakan, “Mencukur jenggot itu hukumnya makruh. Memelihara jenggot itu hukumnya sunnah, mendapat pahala bagi yang menjaganya, dengan tetap memperhatikan tampilan yang bagus, menjaganya sesuai dengan wajah dan tampilan seorang muslim. Wallahu ta’ala a’la wa a’lam.”
Jadi, memelihara jenggot itu sifatnya anjuran, bukan wajib. Memotong jenggot juga tidak harap, melainkan makruh. Berarti bagi muslim yang ingin memperoleh pahala, perihalah jenggot. Itu lebih utama. []
Sumber: 37 Masalah Populer untuk Ukhuwah Islamiyah/ Karya: Abdul somad, Lc/ Penerbit: Tafaqquh Study Club/ Tahun: 2015
Apa sih Isra Mi’raj Itu?
ISRA Mi’raj, setiap muslim pasti tahu tentang istilah ini. Isra Mi’raj merupakan sebuah peristiwa besar yang terjadi dalam hidup nabi Muhammad Saw dan berdampak pula bagi umatnya.
Untuk lebih memahami tentang Isra Mi’raj, yuk, kita telusuri maknanya terlebih dahulu.
Isra secara bahasa berasal dari kata Araa-yusrii yang artinya berjalan di waktu malam atau membawa berjalan di waktu malam. Makna ini diungkapkan Alquran dalam beberapa ayat, salah satunya QS Ad Dukhan ayat 23 dan QS Hud ayat 81.
Bagaimana dengan makna isra secara istilah?
Makna Isra’ secara istilah merujuk pada perjalanan pribadi Nabi Muhammad pada suatu malam, dari masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di Palestina, menjelang mi’raj. Ini ditegaskan Allah dalam QS Al Isra ayat 1.
Sedangkan Mi’raj, berasal dari kata ‘araja-ya’ruju yang berarti naik ke atas tangga. Mi’raj sendiri berarti tangga atau semacam alat yang digunakan untuk naik dari bawah ke atas. Ini disebutkan dalam QS Al Ma’arij ayat 3.
Dalam hadis tentang mi’raj juga disebutkan bahwa Nabi mengatakan, “tsuma urija bii” (kemudian aku dinaikan).
Dalam istilah populer Mi’raj berarti perjalanan pribadi Nabi Muhamamd Saw dari masjidil Aqsha, naik dari bumi ke ‘arsy Allah melalui tujuh lapis langit hingga ke Baitul Makmur dan Sidrathul Muntaha. Di sana lah Nabi menerima wahyu langsung dari Allah, salah satunya tentang perintah shalat lima waktu.
Peristiwa Mi’raj memang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alquran. Namun, para ulama meyakini bahwa QS 17/60 ayat 1-18 surat An Najm merupakan Hujjah bagi peristiwa Mi’raj.
Selebihnya, peristiwa Isra’ Mi’raj ini banyak diungkap oleh hadis. Hadis yang dipandang paling shahih tentang ini antara lain:
Hadis Imam Bukhari dalamkitab Ash Shalah yang juga diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih dalam Kitab al Iman dengan isnad Harmalah bin Yahya at Tajiby dari Ibnu Wahbin dari Yunus dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik dari Abu Dzar Al Ghiffary.
Al Bukhari dalam shahihnya, bab al Mi’raj yang juga ditulis dalam Shahih Muslim Kitab al Iman. Isnadnya dari Muhammad bin al Mutsanna dari Ibnu ‘Ady dari Said dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Malik bin Sha’Sha’ah. Juga diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam musnad serta Nasa’i dalam Sunan.
Riwayat Imam muslim dalam Shahih dalam kitab al iman, juga musnad Ahmad dengan isnad Hasan bin Musa dari Hammad bin Salamah dari Tsabit al Bunaany dari Anas bin Malik.
Memang masih terdapat perbedaan antar hadis-hadis tersebut mengenai detail perstiwa atau kronologi Isra Mi’raj. Namun, semuanya jelas menunjukkan bahwa Isra Mi’raj itu terjadi hanya pada satu malam, dan waktunya relatif singkat.
Inilah yang kerap dinilai orang sebagai peristiwa ajaib. Orang kafir Quraisy di jaman Nabi kala itu bahkan menyebut ini mustahil. Hanya orang beriman lah yang mempercayai peristiwa ini dengan penuh keyakinan.
Memang demikian lah, persoalan Isra Mi’araj, baik tentang detai maupun keajaibannya, bukan lah ranah perdebatan. Jadi tak perlu berselisih hanya tentang perbedaan ‘sepele’ tentang hal ini. Sebab, yang terpenting bagi seorang muslim adalah keimanannya, bahwa dia meyakini dnegan benar bahwa Nabi pernah melakukan Isra Mi’raj. []
Sumber: Di Balik 7 Hari Besar Islam/Karya: KH Muhammad Sholikhin/Penerbit: Garudhawaca/Tahun: 2012
PP Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadhan 1440 H Jatuh Pada 6 Mei 2019
JAKARTA — Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1440 Hijriah jatuh pada 6 Mei 2019. Ini didasarkan pada hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Muhammadiyah juga menentukan 1 Syawal 1440 H bertepatan dengan tanggal 5 Juni 2019. Sedangkan 1 Zulhijah 1440 H akan jatuh pada 2 Agustus 2019.
“Demikian maklumat ini disampaikan untuk dilaksanakan dan agar menjadi panduan bagi warga Muhammadiyah. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita,” demikian penggalan Maklumat Muhammadiyah bernomor 01/MLM/1.0/E/2019 tentang Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1440 H itu.
Maklumat tersebut ditandatangani oleh Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Agung Danarto.
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) belum menentukan awal bulan Ramadan. Kemenag biasanya akan melakukan pemantauan terlebih dahulu kemudian hasilnya akan dibahas di dalam sidang isbat. []
SUMBER: DETIK
Tiada ulasan:
Catat Ulasan