Khamis, 28 Mac 2013

301. Bocah = Budak.


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ  , الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ , الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ,  مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ , إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ , اهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيمَ  , صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ , غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ.

Assalamualaikum w.b.t/السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

melayucyber: Kisah Mualaf Yang Membuat Para Muslim Menjadi Malu
malaysiaberih.blogspot.




posted by Pujiono Abuzuhasna
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari) 

Kisah remaja Amerika ini tidak lain adalah sebuah bukti yang membenarkan hadis tersebut di atas. Alexander Pertz dilahirkan dari kedua orang tua Nasrani pada tahun 1990M. Sejak awal ibunya telah memutuskan untuk membiarkannya memilih agamanya jauh dari pengaruh keluarga atau masyarakat. 

Begitu dia bisa membaca dan menulis maka ibunya menghadirkan untuknya buku-buku agama dari seluruh agama, baik agama langit atau agama bumi. Setelah membaca dengan mendalam, Alexander memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Padahal ia tak pernah bertemu muslim seorang pun.

Dia sangat cinta dengan agama ini sampai pada tingkatan dia mempelajari solat, dan mengerti banyak hukum-hukum syar’i, membaca sejarah Islam, mempelajari banyak kalimat bahasa Arab, menghafal sebagian surat, dan belajar azan.....tajuk/.eramuslim.com

Semua itu tanpa bertemu dengan seorang muslimpun. Berdasarkan bacaan-bacaan tersebut dia memutuskan untuk mengganti namanya iaitu Muhammad ’Abdullah, dengan tujuan agar mendapatkan keberkahan Rasulullah SAW yang dia cintai sejak masih kecil. 

Salah seorang wartawan Muslim menemuinya dan bertanya pada bocah tersebut. Namun, sebelum wartawan tersebut bertanya kepadanya, bocah tersebut bertanya kepada wartawan itu, “Apakah engkau seorang yang hafal Al Quran?.” Wartawan itu berkata: “Tidak”. Namun sang wartawan dapat merasakan kekecewaan anak itu atas jawabannya. 

Bocah itu kembali berkata, “Akan tetapi engkau adalah seorang Muslim dan mengerti bahasa Arab, bukankah demikian?.” Dia menghujani wartawan itu dengan banyak pertanyaan. “Apakah engkau telah menunaikan ibadah haji?.” “Apakah engkau telah menunaikan ’umrah?.” 

“Bagaimana engkau bisa mendapatkan pakaian ihram?.” “Apakah pakaian ihram tersebut mahal?.” “Apakah mungkin aku membelinya di sini ataukah mereka hanya menjualnya di Arab Saudi saja?.” “Kesulitan apa sajakah yang engkau alami dengan keberadaanmu sebagai seorang Muslim di komunitas yang bukan Islami?.” 

Setelah wartawan itu menjawab sebisanya, anak itu kembali berbicara dan menceritakan tentang beberapa hal berkenaan dengan kawan-kawannya atau gurunya, sesuatu yang berkenaan dengan makan atau minumnya, peci putih yang dikenakannya, ghutrah (surban) yang dia lingkarkan di kepalanya dengan model Yaman atau berdirinya di kebun umum untuk mengumandangkan adzan sebelum dia sholat. Kemudian ia berkata dengan penuh penyesalan, “Terkadang aku kehilangan sebagian sholat karena ketidaktahuanku tentang waktu-waktu sholat.” 

Kemudian wartawan itu bertanya pada sang bocah, “Apa yang membuatmu tertarik pada Islam? Mengapa engkau memilih Islam, tidak yang lain saja?.” Bocah itu diam sesaat dan kemudian menjawab, “Aku tidak tahu, segala yang aku ketahui adalah dari yang aku baca tentangnya, dan setiap kali aku menambah bacaanku, maka semakin banyak kecintaanku.” 

Wartawan bertanya kembali, “Apakah engkau telah Puasa Ramadhan?” Muhammad tersenyum sambil menjawab, “Ya, aku telah Puasa Ramadhan yang lalu secara sempurna. Alhamdulillah dan itu adalah pertama kalinya aku berpuasa di dalamnya. Dulunya sulit, terlebih pada hari-hari pertama.” Kemudian dia meneruskan: “Ayahku telah menakutiku bahawa aku tidak akan mampu berpuasa, akan tetapi aku berpuasa dan tidak mempercayai hal tersebut.” 

“Apakah cita-citamu?” tanya wartawan. Dengan cepat Muhammad menjawab, “Aku memiliki banyak cita-cita. Aku berkeinginan untuk pergi ke Makkah dan mencium Hajar Aswad.” “Sungguh aku perhatikan bahawa keinginanmu untuk menunaikan Ibadah Haji adalah sangat besar. Adakah penyebab hal tersebut?” tanya wartawan lagi. 

Ibu Muhamad untuk pertama kalinya ikut angkat bicara, dia berkata: ”Sesungguhnya gambar Ka’bah telah memenuhi kamarnya, sebagian manusia menyangka bahawa apa yang dia lewati pada saat sekarang hanyalah semacam khayalan, semacam angan yang akan berhenti pada suatu hari. Akan tetapi mereka tidak mengetahui bahawa dia tidak hanya sekedar serius, melainkan mengImaninya dengan sangat dalam sampai pada tingkatan yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain.” 

Tampaklah senyuman di wajah Muhammad ’Abdullah, dia melihat ibunya membelanya. Kemudian dia memberikan keterangan kepada ibunya tentang Thawaf di sekitar Ka’bah dan bagaimanakah Haji sebagai sebuah lambang persamaan antara sesama manusia sebagaimana Tuhan telah menciptakan mereka tanpa memandang perbedaan warna kulit, bangsa, kaya, atau miskin. 

Kemudian Muhammad meneruskan, “Sesungguhnya aku berusaha mengumpulkan sisa dari wang sakuku setiap minggunya agar aku bisa pergi ke Makkah Al-Mukarramah pada suatu hari. Aku telah mendengar bahwa perjalanan ke sana membutuhkan biaya 4 ribu dollar dan sekarang aku mempunyai 300 dollar.” 

Ibunya menimpalinya seraya berkata untuk berusaha menghilangkan kesan keteledorannya, “Aku sama sekali tidak keberatan dan menghalanginya pergi ke Makkah, akan tetapi kami tidak memiliki cukup wang untuk mengirimnya dalam waktu dekat ini.”

“Apakah cita-citamu yang lain?” tanya wartawan. “Aku bercita-cita agar Palestina kembali ke tangan kaum Muslimin. Ini adalah bumi mereka yang dicuri oleh orang-orang Israel (Yahudi) dari mereka.” jawab Muhammad. Ibunya melihat kepadanya dengan penuh keheranan. Maka diapun memberikan isyarat bahawa sebelumnya telah terjadi perdebatan antara dia dengan ibunya sekitar tema ini. Muhammad berkata, “Ibu, engkau belum membaca sejarah, bacalah sejarah, sungguh benar-benar telah terjadi perampasan terhadap Palestina.” 

“Apakah engkau mempunyai cita-cita lain?” tanya wartawan lagi. Muhammad menjawab, “Cita-citaku adalah aku ingin belajar bahasa Arab dan menghafal Al Quran.” “Apakah engkau berkeinginan belajar di Negera Islam?” tanya wartawan. Maka dia menjawab dengan meyakinkan: “Tentu”. 

“Apakah engkau mendapati kesulitan dalam masalah makanan? Bagaimana engkau menghindari daging babi?.” Muhammad menjawab, “Babi adalah haiwan yang sangat kotor dan menjijikkan. Aku sangat heran, bagaimanakah mereka memakan dagingnya. Keluargaku mengetahui bahawa aku tidak memakan daging babi, oleh karena itu mereka tidak menghidangkannya untukku. Dan jika kami pergi ke restoran, maka aku kabarkan kepada mereka bahawa aku tidak memakan daging babi.” 

“Apakah engkau sholat di sekolahan?.” “Ya, aku telah membuat sebuah tempat rahsia 
di perpustakaan yang aku shalat di sana setiap hari.” jawab Muhammad. Kemudian datanglah Waktu Solat Maghrib di tengah wawancara. Bocah itu langsung berkata kepada wartawan, “Apakah engkau mengijinkanku untuk mengumandangkan adzan?”

Kemudian dia berdiri dan mengumandangkan adzan. Dan tanpa terasa, air mata mengalir di kedua mata sang wartawan ketika melihat dan mendengarkan bocah itu menyuarakan adzan. 

Kisah bocah Amerika ini tidak lain adalah sebuah bukti yang membenarkan hadits tersebut di atas. 



Semasa hidup sederhanakanlah kegembiraan. Supaya wujud keseimbangan jiwa dan roh, bila menerima kesedihan yang pasti ditemui juga. Mengingatkan diri sendiri menjadi keutamaaan sebelum mengingatkan orang lain . In Syaa Allah ''palis'' sekali dari sifat-sifat sombong dan keji. Semuanya kerana Allah S.W.T.. Amin Ya Rob. (pCq).

Perhatian: Pemaparan tajuk-tajuk, gambar-gambar dan segala bagai, adalah pandangan dan pendapat peribadi yang lebih menjurus kepada sikap dan sifat untuk menjadi lebih baik dengan mengamalkan gaya hidup menurut perentah dan larangan Allah S.W.T., antaranya bersikap dengan tiada prasangka, tidak bertujuan untuk kebencian, tidak berkeperluan untuk bersubahat dengan perkara bohong dan tiada kaitan dan berkepentingan dengan mana-mana individu. Jujur., aku hanyalah hamba Allah S.W.T., yang hina dina. BERSANGKA BAIK KERANA ALLAH S.W.T.. 

KLIK UNTUK KE MENU UTAMA. eaho™. 

Tiada ulasan: