Isnin, 23 September 2013

1808. Syiah: Nikah Mut'ah.



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ  , الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ , الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ,  مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ , إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ , اهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيمَ  , صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ , غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ.

Assalamualaikum w.b.t/السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Meja www.peceq.blogspot.com 
Munafik dan kafir laknatullah sebenarnya pemberontak dan pengganas. 
Islam Agama Ku.

Mengapa Aku Keluar Dari Syi'ah - tulisan mantan ulama syiah Sayyid Husain Al-Musawi sebelum dibunuh.

Nikah Mut'ah (lagi berita mutaah di SINI dan SINI)

Nikah mut'ah telah dipraktikkan dengan bentuk yang paling buruk, para wanita telah dihinakan dengan sehina-hinanya. Sebahagian besar mereka memuaskan nafsu berahinya atas nama agama di balik tabir yang bernama mut'ah.

Mereka telah membawakan riwayat-riwayat yang memberikan motivasi untuk melakukan mut'ah, menetapkan dan memperinci pahalanya, serta hukuman atas orang yang meninggalkannya. Bahkan mereka yang tidak mut'ah dianggap kafir.


Ash Shaduq meriwayatkan dari Ash Shadiq, dia berkata, "Sesungguhnya mut'ah adalah agamaku dan agama bapakku. Barangsiapa mengingkarinya, berarti dia mengingkari agama kami dan beraqidah selain agama kami." (Man La Yahdhuruhu Al Faqih,3/366). Ini adalah pengkafiran terhadap orang yang menolak mut'ah.

Untuk menguatkan lagi mut'ah ini, nama Rasulullah SAW pun dibawa-bawa, seperti ditulis dalam Man La Yahdhuruhu Al Faqih,3/366, "Barangsiapa melakukan mut'ah dengan seorang wanita, dia akan aman dari murka Allah, Yang Maha Memaksa. Barangsiapa melakukan mut'ah dua kali, dia akan dikumpulkan bersama orang-orang baik. Barangsiapa melakukan mut'ah tiga kali, dia akan berdampingan denganku di syurga."

Semangat kata-kata inilah yang mendorong para ulama kota ilmu Najaf, wilayah para imam, melakukan mut'ah dengan banyak wanita. Seperti ulama Sayiid Shadr, Barwajardi, Syairazi, Qazwani, Sayyid Madani,dan banyak lagi yang lainnya.

Semaklah riwayat ini. Dari Sayyid Fathullah Al KAsyani, meriwayatkan dalam tafsir Manhaj Ash-Shadiqin, dari Nabi SAW, sesungguhnya beliau bersabda,

"Barangsiapa melakukan mut'ah satu kali, darjatnya seperti Husain AS;yang melakukan dua kali, darjatnya seperti Hasan AS; yang melakukan tiga kali, darjatnya sama dengan Ali Bin Abu Talib; dan barangsiapa melakukan mut'ah empat kali, darjatnya sama seperti darjatku."

Sungguh tidak masuk akal. Katakanlah jika ada seorang laki-laki jahat melakukan mut'ah sekali, darjatnya sama dengan Husain AS; lalu mut'ah dua kali, naik lagi darjatnya. Semudah itu.....?? Apakah kedudukan Rasulullah SAW dan para imam sehina itu?? Walau orang yang melakukan mut'ah telah sampai pada darjat keimanan yang tinggi, apakah darjatnya seperti darjat Husain, saudaranya, bapanya, atau datuknya?

Sang Imam Mut'ah dengan Anak Kecil

Ketika Imam Khomeini tinggal di Iraq, aku bolak-balik berkunjung kepadanya. Aku menuntut ilmu darinya sehingga hubungan antara aku dengannya menjadi erat sekali. Suatu waktu disepakati untuk menuju suatu kota dalam rangka memenuhi undangan, iaitu kota yang terletak d isebelah barat Mosul, yang ditempuh lebih kurang setengah jam dengan kereta.

Imam Khomeini memintaku untuk pergi bersamanya. Kami disambut dan dimuliakan dengan pemuliaan yang sangat luar biasa selama kami tinggal di salah satu keluarga Syi'ah yang tinggal di sana. Dia telah menyatakan janji setia untuk menyebarkan fahaman Syi'ah di wilayah tersebut.

Ketika berakhir masa perjalanan kami kembali, di jalan, saat kami pulang, kami melewati Baghdad dan Imam Khomeini hendak beristirehat dari keletihan perjalanan. Maka dia memerintahkan menuju daerah peristirehatan di mana di sana tinggal seorang laki-laki asal Iran yang bernama Sayyid Shahib. Antara dia dan Imam terjalin hubungan persahabatan yang cukup kental.

Sayyid Shahib meminta kami untuk bermalam di rumahnya pada malam itu dan Imam Khomeini pun menyutujuinya.

Ketika datang waktu Isya', dihidangkan pada kami makan malam. Orang-orang yang hadir mencium tangan Imam dan menanyakan padanya beberapa masalah dan Imam menjawabnya.

Ketika tiba saatnya untuk tidur dan orang-orang yang hadir sudah pulang, Imam Khomeini melihat anak perempuan yang masih kecil, umurnya sekitar lima tahun tetapi dia sangat cantik. Imam meminta kepada bapanya, iaitu Sayyid Shahib, untuk menghadirkan anak itu kepadanya agar dia melakukan mut'ah dengannya. Maka si bapa menyutujuinya dengan merasa senang sekali. Lalu Imam Khomeini tidur dan anak perempuan itu ada dipelukannya, sedangkan kami mendengar tangis dan teriakan anak itu.

Malam pun berlalu. Ketika tiba waktu pagi, kami duduk dan menyantap makan pagi. Sang Imam melihat kepadaku dan diwajahku terlihat tanda-tanda tidak senang hati dan pengingkaran yang sangat jelas, kerana bagaimana mungkin dia melakukan mut'ah dengan anak yang masih kecil padahal di dalam rumah ada gadis yang sudah baligh.

Imam Khomaini bertanya kepadaku,"Sayyid Husain, apa pendapatmu tentang melakukan mut'ah dengan anak kecil?"

Aku berkata kepadanya,"Ucapan yang paling tinggi adalah ucapanmu, fahami bahawa tidak mungkin bagiku untuk menentang fatwamu."

Lalu dia berkata,"Sayyid Husain, sesungguhnya mut'ah dengan anak kecil itu hukumnya boleh tetapi hanya dengan cumbuan, ciuman, dan impitan peha. Adapun bersenggama, sesungguhnya ia belum kuat untuk melakukannya." Lihat juga kitab Imam Khomeini yang berjudul Tahrir Al Wasilah, 2/241, nombor 12, yang membolehkan mut'ah dengan anak yang masih disusui.


Mut'ah dengan Wanita Bersuami
-------------------------------------
Sangat jelas, kerusakkan yang disebabkan oleh mut'ah sangat besar dan kompleks.

Diantaranya, pertama, menyalahi nash-nash syari'at, kerana menghalalkan apa yang diharamkan Allah SWT..

Kedua, riwayat-riwayat dusta yang bermacam-macam dan panisbatannya kepada para imam, padahal di dalamnya mengandung caci maki yang tidak diredhai oleh orang yang dalam hatinya terdapat sebiji sawi dari keimanan.

Ketiga, kerosakkan yang ditimbulkannya dengan membolehkan mut'ah dengan wanita yang sudah bersuami, walau ia ada dibawah penjagaan seorang lelaki tanpa diketahui oleh suaminya. Dalam keadaan ini seorang suami tidak akan merasa aman kepada istrinya kerana kemungkinan nanti istrinya nikah mut'ah dengan lelaki lain.


Ini adalah kerosakan di atas kerosakkan! Tak dapat dibayangkan bagaimana perasaan seorang suami yang mengetahui isteri yang berada di bawah perlindungannya mut'ah dengan lelaki lain.

Keempat, para bapa juga merasa tidak aman dengan anak perempuannya, kerana mungkin saja anaknya melakukan mut'ah tanpa izinnya lalu tiba-tiba hamil entah dengan siapa.

Kelima, kebanyakan orang yang melakukan mut'ah membolehkan diri mereka untuk nikah mut'ah tetapi akan berkeberatan kalau anaknya di nikahi dengan cara mut'ah. Dia sedar bahwa mut'ah ini mirip zina dan aib bagi dia tapi dia sendiri melakukan hal itu untuk anak orang.


Kalaulah nikah mut'ah adalah sesuatu yang disyari'atkan, mengapa kebanyakan bapa merasa keberatan untuk membolehkan anak perempuan atau kerabatnya melakukan nikah mut'ah?

Keenam, dalam pernikahan mut'ah, tidak ada saksi, pengumuman, keredhaan wali wanita dan tidak berlaku hukum waris suami-istri tetapi ia hanyalah seorang isteri yang dikontrak. Pembolehan mut'ah akan membuka peluang bagi pemuda-pemudi untuk tenggelam dalam kubangan dosa sehingga akan merosak citra agama.


Jadi jelaslah bahaya mut'ah dari sisi kehidupan beragama, moral dan sosial. Sehingga mut'ah diharamkan, kerana mengandung bahaya yang banyak.


Dakwaan pengharaman hanya khusus berlaku pada hari Khaibar adalah dakwaan yang tidak berasaskan dalil. Di samping itu kalaulah pangharaman mut'ah hanya berlaku pada hari Khaibar, tentu ada penegasan dari Rasulullah SAW yang mengharamkan mut'ah. Makna perkataan bahwa nikah mut'ah diharamkan pada hari Khaibar ialah bahwa pengharamannya dimulai semenjak hari Khaibar sampai hari Kiamat. Adapun perkataan para ulama kami (ulama Syi'ah) adalah mempermainkan nash-nash syari'at.

Betapa banyak orang yang melakukan mut'ah menghimpun anak dan ibunya, wanita dan saudaranya, bapanya....dan kekacauan lain.

Seorang perempuan datang padaku menanyakan kejadian yang menimpa dirinya. Perempuan ini menceritakan bahwa ia pernah nikah mut'ah dengan tokoh dan ulama berpengaruh, Sayyid Husain Shadr, dua puluh tahun yang lalu dan dia hamil. Setelah puas, tokoh ini menceraikannya. Ia bersumpah bahwa ia hamil sebagai hasil hubungan dengan Sayyid Shadr kerana tidak ada yang mut'ah dengannya kecuali Sayyid Sahdr. 

Setelah anak gadisnya dewasa, ia menjadi gadis yang cantik dan siap menikah. Tapi ibunya menemukan sang anak telah hamil. Ketika ditanya tentang hal itu, ia mengatakan bahwa ia telah menikah mut'ah dengan Sayyid Shadr dan kehamilannya kerana nikah mut'ah itu. Sang ibu tercengang dan kehilangan kendali dan mengatakan bahwa Sayyid Shadr itu adalah ayahnya. Lalu ibu ini menceritakan kisah itu pada anaknya, darah dagingnya! Di Iran kejadian seperti itu sudah tidak terhitung banyaknya!

Mari kita semak firman Allah SWT,
"Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sehingga Allah memampukan mereka dengan kurnia-Nya...."(QS An Nuur:33).

Barangsiapa belum mampu menikah secara syar'i kerana sedikitnya bekal yang dimilikinya, hendaklah dia menjaga kesucian diri sampai Allah SWT mengurniakan rezeki kepadanya hingga dia mampu. Kalaulah mut'ah dihalalkan, nescaya Allah SWT tidak akan memerintahkan untuk menjaga kesucian dan menunggu sampai tiba waktunya dimudahkan baginya urusan pernikahan.


Telah sama-sama diketahui bahwa Islam datang untuk memerintahkan perbuatan-perbuatan yang utama dan melarang perbuatan-perbuatan yang tercela. Islam datang untuk mewujudkan kemaslahatan hamba dan agar jalan hidup mereka menjadi teratur. Sebaliknya tidak diragukan lagi bahwa mut'ah akan mengacau kehidupan. Mut'ah menyebarkan kerosakkan yang tidak terkira.


Sesungguhnya merebaknya praktik mut'ah akan menjerumuskan umat pada meminjamkan kemaluan. Meminjamkan kemaluan artinya seorang lelaki akan memberi isteri atau ibunya kepada lelaki lain.


Sangat disayangkan fatwa-fatwa meminjamkan kemaluan ini banyak didengungkan oleh para ulama Syi'ah, seperti As Sistani, Sayyid Shadr, Asy Syairazi, Ath Thabathabai, Al Barwajardi. Kebanyakan mereka membolehkan para tamu meminjam isteri mereka jika tamunya tertarik dan dipinjamkan selama tamu menginap.


Merupakan kewajipan kita untuk memberi peringatan kepada orang-orang awam atas perbuatan keji ini, agar mereka tidak menerima fatwa para tokoh yang memperbolehkan perbuatan yang tidak bermoral dan keji ini.

Perkaranya tidak hanya berhenti sampai di sini, bahkan memperbolehkan melakukan sodomi kepada para wanita. Mereka meriwayatkan beberapa riwayat dan menisbatkannya kepada para imam.


Sumber: (mengapa-aku-keluar-dari-syiah) .


"..KEHIDUPAN DUNIA HANYALAH Kesenangan YANG MEMPERDAYA" [QS. AL 'IMRAN (3):185]. 

Firman Allah S.W.T., yang bermaksud: Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang yang bukan daripada kalangan kamu (seperti Yahudi, Nasrani, dan Munafiq) menjadi teman karib (yang dipercayai). Mereka tidak akan berhenti berusaha mendatangkan kesusahan kepada kamu. Mereka sukakan apa yang menyusahkan kamu. Telah pun nyata (tanda) kebencian mereka pada pertuturan mulut mereka, dan apa yang tersembunyi oleh hati mereka lebih besar lagi. Sesungguhnya Kami telah jelaskan kepada kamu ayat ayat (Kami), jika kamu memahaminya (memikirkannya).” - [Al Quran Surah Al Imran ayat 118-120] . 

Baca Juga: 
Firman Allah S.W.T., yang bermaksud: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf, lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Al Baqarah: 263). 
Tiada ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah
Firman Allah S.W.T., yang bermaksud: “Mereka yang berjuang di jalan Kami nescaya Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah berserta orang yang berbuat baik.” (Al Ankabut: 69). 

"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." (QS. Yusuf: 86). 


Semasa hidup sederhanakanlah kegembiraan. Supaya wujud keseimbangan jiwa dan roh, bila menerima kesedihan yang pasti ditemui juga. Mengingatkan diri sendiri menjadi keutamaaan sebelum mengingatkan orang lain . In Syaa Allah ''palis'' sekali dari sifat-sifat sombong dan keji. Semuanya kerana Allah S.W.T.. Amin Ya Rob.  (Peceq Admin). 
Perhatian: Pemaparan tajuk-tajuk, gambar-gambar dan segala bagai, adalah pandangan dan pendapat peribadi yang lebih menjurus kepada sikap dan sifat untuk menjadi lebih baik dengan mengamalkan gaya hidup menurut perentah dan larangan Allah S.W.T., antaranya bersikap dengan tiada prasangka, tidak bertujuan untuk kebencian, tidak berkeperluan untuk bersubahat dengan perkara bohong dan tiada kaitan dan berkepentingan dengan mana-mana individu. Jujur., aku hanyalah hamba Allah S.W.T., yang hina dina. BERSANGKA BAIK KERANA ALLAH S.W.T..

Tiada ulasan: