Assalamualaikum w.b.t/السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Munafik dan kafir laknatullah sebenarnya pemberontak dan pengganas.
Islam Agama Ku.
Terapi Rasulullah saw Mengatasi Fitnah.
Penulis : Hepi Andi Bustomi, MA
Madinah
gempar. Fitnah keji terhadap keluarga Nabi saw merebak. Aisyah, istri
Nabi saw dituduh berselingkuh dengan Shafwan bin Muaththal. Tuduhan itu
menemukan bukti: Aisyah dan Shafwan ditemukan berjalan berduaan sepulang
dari perang Bani Musthaliq. Aisyah naik di atas unta. Shafwan yang
menuntunnya. Begitulah fakta yang terlihat. Tak ada yang bisa menyangkal
bukti itu!
Ada tiga hal yang
dilakukan Nabi saw:
Pertama,
konfirmasi dan klarifikasi terhadap kejadian sebenarnya. Hal ini yang
kita saksikan melalui beberapa pertanyaan yang diajukan Rasulullah saw
kepada para sahabatnya sebelum memutuskan kebenaran laporan.
Dalam
dunia jurnalistik, ini disebut dengan cover both side.
Sebuah berita tidak layak tayang sebelum mengklarifikasi berita kepada
yang tertuduh. Nabi saw sendiri melakukan hal itu. Beliau bertanya
kepada para sahabatnya.
Di satu sisi, umat Islam juga harus mengedepankan prasangka tidak bersalah alias husnuzhan.
Hal inilah yang dilakukan para sahabat Nabi saw ketika ditanya tentang
Aisyah yang dituduh berselingkuh. Saat ditanya, Usamah bin Zaid
menjawab, “Wahai Rasulullah, ia istrimu dan kami tidak mengetahui
padanya kecuali yang baik-baik dan engkau juga tidak mengetahui padanya
kecuali yang baik-baik saja. ini kebohongan dan kebatilan.”
Seorang shahabiyah lainnya bernama Barirah menambahkan, “Demi
Allah, aku tidak mengetahui pada Aisyah kecuali yang baik-baik saja.
Aku tidak pernah mencela sesuatu pada Aisyah melainkan karena aku pernah
membuat adonan roti kemudian aku menyuruh menjaganya, namun ia tidur
hingga akhirnya kambing datang dan memakan adonan roti tersebut.”
Allah SWT menyindir orang-orang yang menyebarkan fitnah itu dengan firmanNya yang bermaksud;
‘Mengapa
di waktu kalian mendengar berita bohong itu, orang-orang mukminin dan
mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri dan (mengapa
tidak) berkata, ‘Ini adalah suatu berita bohong yang nyata,’ (QS an-Nuur: 12).
Apalagi
kalau yang difitnah itu adalah saudara kita sendiri. Sangat naif kalau
kemudian kita ikut-ikutan melekatkan julukan-julukan buruk yang justru
akan memperkeruh suasana. Betapa naif watak seorang mukmin yang justru
senang saat saudaranya difitnah. Kalau seandainya berita yang dituduhkan
itu benar, kita tak layak bergembira. Ini adalah musibah.
Kedua, berusaha
mengalihkan isu. Dalam mengatasi merebaknya fitnah, Rasulullah saw
memerintahkan kepada para sahabatnya untuk pergi di waktu yang tidak
biasanya beliau pergi sebagaimana dituturkan Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya,
“Rasulullah saw pergi bersama beberapa orang sahabat pada siang hingga
sore, dilanjutkan malam hingga pagi harinya. Kemudian di hari berikutnya
beliau pergi hingga mereka disengat matahari. Kemudian beliau berhenti
di suatu tempat bersama para sahabat hingga mereka mengantuk dan
tertidur. Rasulullah saw melakukan semua itu agar mereka dapat melupakan
pembicaraan seputar kejadian sebelumnya.”
Jadi,
tahapan berikutnya adalah menyibukkan orang-orang dari membicarakan
fitnah itu. Sebab, masyarakat yang tidak sibuk biasanya tidak ada yang
mereka bicarakan selain fitnah itu. Apalagi di era media yang mengglobal
hari ini. Penyebaran berita begitu cepat menyebar. Bahkan, dalam dunia
konspirasi, berita kadang sengaja dimunculkan untuk menutupi berita
lain.
Memperdebatkan
masalah kebenaran fitnah, kadang justru menambah ‘awet’ masa berita
fitnah itu sendiri. Menolak tuduhan fitnah kadang dianggap sebagai
pembenaran atas fitnah tersebut. Karenanya, ciptakanlah ‘berita baru’
yang lebih menarik untuk menutupi fitnah hingga nyatalah kebenaran yang
sejati.
Ketiga, hadapi fitnah dengan kesadaran bahwa Allah pasti menolong hamba-Nya. Allah berfirman, “Dan
sesungguhnya telah didustakan (pula) Rasul-rasul sebelum kamu, tetapi
mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan)
terhadap mereka sampai datang pertolongan Kami kepada mereka,” (QS al-An’am: 34).
Untuk
itu, fitnah harus dilawan dengan doa. Inilah kekuatan yang tak mungkin
dikalahkan oleh sekuat apa pun musuh. Selain itu, sikap tenang dan penuh
kehati-hatian akan melahirkan tindakan bijak dan arif. Inilah yang akan
membuat kita bertahan dalam dakwah di tengah lebatnya hujan fitnah.
Jika
saatnya datang, badai fitnah itu akan berlalu. Maka, kaum Mukmin sejati
akan diangkat derajatnya. Sebaliknya, para pemfitnah akan dihinakan
Allah SWT. Inilah yang terjadi di masa Nabi saw.
Sebulan
setelah peristiwa itu, keraguan dan keguncangan hilang dari Madinah.
Kedok kaum munafik pun tersingkap. Menurut Ibnu Ishaq, setelah peristiwa
itu, apabila melakukan suatu tindakan, Abdullah bin Ubay bin Salul,
munafik yang menyebarkan berita tersebut, dicela oleh kaumnya sendiri. (Ibnu Hisyam II/297)
Sebagaimana
dituturkan Aisyah, saat itu sekembali dari perang melawan Bani
Musthaliq, pasukan kaum Muslimin berhenti di suatu tempat. Aisyah yang
berada di dalam sekedup di atas unta, keluar untuk menunaikan hajatnya.
Saat itulah tanpa ia sadari kalungnya jatuh. Ia pun kembali lagi ke
tempatnya menyelesaikan hajat. Pasukan pun berangkat tanpa menyadari
Aisyah tidak ada di dalam sekedup. Ketika kembali ke tempat
peristirahatan, pasukan sudah berangkat. Tak ada seorang pun.
Aisyah
menunggu karena meyakini ketika pasukan menyadari kehilangan dirinya,
mereka pasti akan kembali. Saat itulah muncul Shafwan bin Muaththal yang
bertugas sebagai tentara penyisir pasukan. Ia sangat terkejut
mendapatkan Aisyah sendirian. Tak ada kalimat yang keluar dari mulutnya
selain ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Istri Rasulullah saw?’
Berita
fitnah itu pun terus merebak, mengguncang keluarga Nabi saw. Aisyah
tidak menyadari karena setelah peristiwa itu ia jatuh sakit. Hampir
sebulan berita itu mengguncang Madinah, baru Aisyah menyadari. Fitnah
pun berlanjut hingga Allah membebaskan Aisyah melalui ayat-ayat-Nya.
Belakangan,
menurut Aisyah, orang-orang pun bertanya tentang Shafwan. Didapati
ternyata dia seorang yang impoten dan tidak bisa menggauli wanita. Tak
lama setelah itu, Shafwan gugur sebagai syahid.
Sebuah riwayat dari jalur Urwah bin Zubair disebutkan, Aisyah
mengatakan, “Demi Allah, sesungguhnya laki-laki yang diisukan itu
berkata, ‘Maha Suci Allah, demi Dzat diriku ada pada-Nya, saya tidak
pernah memasuki bilik wanita sama sekali.”(Ibnu Hisyam II/230)Jadi, dilihat dari berbagai penjelasan, berita buruk tentang Aisyah ini terbantahkan. Ia hanyalah peristiwa yang menjadi makanan empuk orang-orang munafik untuk memecah belah umat Islam saat itu.
Sebaliknya,
peristiwa ini justru mengangkat derajat mukmin sejati. Kisah ini memang
menjadi ujian berat dan menyakitkan bagi Rasulullah saw, Aisyah, Abu
Bakar ash-Shiddiq, Ummu Ruman sang ibu, dan Shafwan bin Muaththal yang
disaksikan Rasulullah saw sebagai seorang yang baik dan Allah telah
memberi rezeki kepadanya kesyahidan di jalan-Nya sesudah itu.
Seorang
Mukmin tentu akan merasa sakit dengan sakitnya Rasulullah saw. Seorang
mukmin tidak dapat menahan dirinya dari tangisan, mungkin tidak tahu
apakah ia menangisi Rasulullah saw yang dirusak kehormatannya padahal
beliau sebaik-baik makhluk, atau Aisyah, wanita yang paling dicintai
Rasulullah saw, dan tidaklah Allah memberikan rasa cinta kepadanya
terhadap Rasul-Nya kecuali karena kemuliaan dan kehormatannya.
Bagaimana
tidak, ia sebaik-baik keluarga Quraisy, keluarga yang seluruhnya
beriman; ayahnya, kakeknya, dan saudara-saudaranya. Allah SWT Maha
Mengetahui mengatakan setelah orang-orang beiman terombang-ambing dalam
musibah dari peristiwa ini selama hampir lima puluh hari, “…..janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu,…” (QS an-Nur: 11).
Sekalipun
di dalamnya ada kesulitan besar dan rasa menyakitkan namun ada sisi
pelajaran dan pendidikan bagi umat yang jauh lebih baik dari itu semua.
Sedangkan orang-orang yang dicoba dengan peristiwa ini, pahalanya di
sisi Allah SWT tidak akan dizalimi sekecil apapun, “Tidaklah seorang hamba dizalimi lalu ia bersabar atas kezaliman itu maka Allah pasti menambah kemuliaan baginya.” (Bagian
dari Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 9/199, 200 dalam Bab
Zuhud. Ia mengatakan: ini hadits hasan shahih. Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad 4/231 dari Hadits Abi Kabisyah al-Anmari. Hadits ini juga
mempunyai penguat dari riwayat Abu Hurairah dalam shahih Muslim dengan
redaksi; “dan tidaklah seorang hamba bertawadhu kecuali Allah
meninggikannya).
Namun,
Allah punya cara membersihkan Aisyah. Ayat al-Qur’an turun, khusus
untuk membersihkan fitnah yang melanda Aisyah. Allah SWT berfirman, ‘Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian
juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian
bahkan ia baik bagi kalian. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat
balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang
mengambil bagian yang terbesar dalam pentiaran berita bohong itu baginya
adzab yang besar,’ (QS an-Nuur: 11).
Terakhir,
fitnah hanya bisa dilawan dengan kekompakan. Ibarat badai, ia memang
datang dengan kekuatan besar. Tapi tidak akan lama. Ia akan berlalu.
Hanya saja, ketika fitnah itu datang, diperlukan kesolidan, kekompakan
dan kebersamaan. Kecurigaan, buruk sangka dan berbagai penyakit hati
lainnya, hanya akan membuat kita lemah lalu tergilas fitnah.
—
"..KEHIDUPAN DUNIA HANYALAH Kesenangan YANG MEMPERDAYA" [QS. AL 'IMRAN (3):185].
Firman Allah S.W.T., yang bermaksud: Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang yang bukan daripada kalangan kamu (seperti Yahudi, Nasrani, dan Munafiq) menjadi teman karib (yang dipercayai). Mereka tidak akan berhenti berusaha mendatangkan kesusahan kepada kamu. Mereka sukakan apa yang menyusahkan kamu. Telah pun nyata (tanda) kebencian mereka pada pertuturan mulut mereka, dan apa yang tersembunyi oleh hati mereka lebih besar lagi. Sesungguhnya Kami telah jelaskan kepada kamu ayat ayat (Kami), jika kamu memahaminya (memikirkannya).” - [Al Quran Surah Al Imran ayat 118-120] .
Baca Juga:
Firman Allah S.W.T., yang
bermaksud: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf, lebih baik dari
sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan
penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Al Baqarah: 263).
Tiada ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.
Firman Allah S.W.T., yang
bermaksud: “Mereka yang berjuang di jalan Kami nescaya Kami tunjukkan
jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah berserta orang yang berbuat baik.”
(Al Ankabut: 69).
"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." (QS. Yusuf: 86).
Semasa hidup sederhanakanlah kegembiraan. Supaya wujud keseimbangan jiwa dan roh, bila menerima kesedihan yang pasti ditemui juga. Mengingatkan diri sendiri menjadi keutamaaan sebelum mengingatkan orang lain . In Syaa Allah ''palis'' sekali dari sifat-sifat sombong dan keji. Semuanya kerana Allah S.W.T.. Amin Ya Rob. (Peceq Admin).
"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." (QS. Yusuf: 86).
Semasa hidup sederhanakanlah kegembiraan. Supaya wujud keseimbangan jiwa dan roh, bila menerima kesedihan yang pasti ditemui juga. Mengingatkan diri sendiri menjadi keutamaaan sebelum mengingatkan orang lain . In Syaa Allah ''palis'' sekali dari sifat-sifat sombong dan keji. Semuanya kerana Allah S.W.T.. Amin Ya Rob. (Peceq Admin).
Perhatian: Pemaparan
tajuk-tajuk, gambar-gambar dan segala bagai, adalah pandangan dan
pendapat peribadi yang lebih menjurus kepada sikap dan sifat untuk
menjadi lebih baik dengan mengamalkan gaya hidup menurut perentah dan
larangan Allah S.W.T., antaranya bersikap dengan tiada prasangka, tidak
bertujuan untuk kebencian, tidak berkeperluan untuk bersubahat dengan
perkara bohong dan tiada kaitan dan berkepentingan dengan mana-mana
individu. Jujur., aku hanyalah hamba Allah S.W.T., yang hina dina.
BERSANGKA BAIK KERANA ALLAH S.W.T..
Tiada ulasan:
Catat Ulasan