Isnin, 4 Disember 2017

6470. Jenis taat kepada pengusa yang mengundang petaka.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ  , الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ , الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ,  مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ , إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ , اهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيمَ  , صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ , غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ.


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Berkeyakinan melayari bahtera kehidupan dan kematian untuk Allah dan kerana Allah.

Allah berfirman yang bermaksud: Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa dan bersuku puak, supaya kamu berkenal-kenalan (dan beramah mesra antara satu dengan yang lain). Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang yang lebih taqwanya di antara kamu, (bukan yang lebih keturunan atau bangsanya). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Mendalam PengetahuanNya (akan keadaan dan amalan kamu) (Surah Al-Hujurat ayat 13)

Meja www.peceq.blogspot.com  
  • Ketika Taat Kepada Penguasa Mengundang Petaka. 

    Foto: Ilustrasi
    KIBLAT.NET – Dalam agama Islam ketaatan kepada seorang penguasa merupakan sebuah kewajiban yang ditetapkan oleh Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya serta Ijma’ para ulama. Sebab, sebuah kekuasaan tidak akan tegak tanpa adanya ketaatan, bahkan seluruh urusan umat tidak akan lurus kecuali dengan adanya ketaatan. Sebagaimana pula yang dikatakan oleh Umar radhiyallahu anhu, “Tidak ada Islam tanpa jamaah, tidak ada jamaah tanpa kepemimpinan dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan.” Allah ﷻ berfirman: 

    Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59) 

    Nabi ﷺ bersabda, “Dengarlah dan taatlah meski kalian dipimpin seorang budak Habasyah yang kepalanya (kecil) seperti anggur kering selama ia menegakkan kitab Allah di tengah-tengah kalian.”(HR. Bukhari) 

    Celaka Karena Taat. 

    Namun, apa jadinya kalau ternyata ketaatan yang diberikan kepada penguasa justru berbuah kehancuran dan kecelakaan bagi dirinya sendiri. Padahal, kewajiban taat kepada mereka berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Namun, Allah sendiri telah memberikan gambaran bagaimana kecelakaan yang didapatkan oleh suatu kaum maupun rakyat, yang disebabkan ketaatan mereka kepada para penguasa. Allah berfirman: 

    “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”.Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”.(QS. al-Ahzab: 66-68) 

    Imam Ibnu Katsir menerangkan bahwa, “Mereka diseret ke dalam neraka di atas wajah-wajah mereka, kemudian wajah mereka meliuk-liuk dalam jahannam. Lalu pada saat seperti itu mereka berangan-angan kalau seandainya dulu mereka di dunia taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebab, mereka (lebih) mengikuti (taat) kepada as-Saadah yakni pemimpin-pemimpin, dan Kubaraa’ yakni para ulama atau pembesar kaum. Sedang mereka menyelisihi rasul-rasul Allah.” 

    Kemudian diriwayatkan dalam sebuah hadits, dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata, “Nabi ﷺ mengirim satuan pasukan dan mengangkat seorang Anshar sebagai komandan pasukan, ia memerintahkan pasukannya untuk taat kepadanya. Suatu ketika komandan marah kepada mereka dan berkata, ‘Bukankah Nabi ﷺ memerintahkan agar kalian taat kepadaku? ‘Betul, ‘jawab prajuritnya. Ia berkata, ‘Aku ingin agar kalian mengumpulkan kayu bakar lalu kalian nyalakan api, kemudian kalian masuk dalam kobaran api itu.’ 

    Para prajurit kemudian mengumpulkan kayu bakar lalu menyalakan api. Saat hendak memasuki kobaran api, mereka saling menatap satu sama lain. Lalu ada di antara mereka berkata, ‘Kami mengikuti Nabi ﷺ untuk menjauhi api (neraka), lantas apakah kita harus memasukinya?’ Saat dalam situasi seperti itu, kobaran api padam dan amarah si komandan mereda. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi ﷺ lalu bersabda, ‘Andai mereka memasukinya mereka tidak akan keluar darinya. Ketaatan itu hanya pada kebaikan.” (HR. Muttafaq alaih) 

    Begitu besar dan berat musibah yang menimpa suatu kaum yang taat kepada para penguasa mereka. Dikarenakan mereka (penguasa) menyelisihi Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Tidak mau berhukum dengan hukum Islam, mereka lebih condong kepada hukum-hukum positif yang dibuat oleh manusia yang menjadi tempatnya lupa dan salah. Bahkan, lebih didahulukan  dari pada Qur’an dan Sunnah. Sedang kaum muslimin taat kepada mereka. 

    Maka, ketika rakyat kaum muslimin mengikuti dan taat kepada mereka, mematuhi setiap titah perintahnya, sedangkan ia (rakyat) mengetahui bahwa perintah tersebut menyelisihi sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Namun mereka tetap mengikutinya, bahkan ridha atas apa yang mereka lakukan dengan tidak berhukum kepada syariat Islam. Tidak ada rasa pengingkaran sedikitpun di dalam hatinya, jadilah mereka para pendosa atas keikutsertaan dan keridhaannya terhadap mereka. Sebagaimana yang disabdakan Nabi ﷺ, 

    “Kalian akan dipimpin amir-amir, lalu kalian menganggap (sebagian amalan mereka) baik, dan sebagaian lainnya mungkar. Maka, siapa yang membenci (amalan-amalan mungkar mereka), ia terbebas (dari kemunafikan), dan barangsiapa yang mengingkari, ia terhindar (dari dosa). Namun siapa yang merelakan (amalan mungkar para penguasa dengan hati) dan mengikuti (tindakan mungkar mereka, ia turut menanggung dosa).” (HR. Muslim no.1854) 

    Baca halaman selanjutnya: Ketaatan Mutlak Hanya Milik...  
IP

Tiada ulasan: