Sejarah Nusantara
Isi kandungan
- 1Zaman prasejarah
- 2Kerajaan Hindu/Buddha (0-1500)
- 3Kerajaan Islam (1500 - sekarang)
- 4Zaman penjajahan Eropah
- 5Rujukan
- 6Lihat juga
- 7Pautan luar
Zaman prasejarah
Penghijrahan manusia purba masuk ke wilayah Nusantara terjadi antara 100,000 – 160,000 tahun yang lalu sebagai sebahagian penghijrahan "keluar dari Afrika". Selanjutnya, kira-kira Abad ke-20 SM, 2000 SM, penghijrahan besar-besaran masuk ke Kepulauan Nusantara dilakukan oleh ras (keturunan) Austronesia dari Yunnan dan mereka menjadi nenek moyang kepada suku-suku di wilayah Nusantara barat. Mereka datang dalam dua gelombang, iaitu sekitar tahun 2500 SM dan 1500 SM.
Bangsa nenek moyang ini telah memiliki peradaban yang cukup baik. Mereka faham akan cara bertani yang lebih baik, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan pendatang-pendatang dari India pada abad-abad akhir sebelum masihimemperkenalkan sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan) kepada mereka.
Kerajaan Hindu/Buddha (0-1500)
Ketika awal tarikh Masihi, Nusantara diperintah oleh beberapa kerajaan Buddha dan Hindu. Agama-agama dharma ini disebarkan oleh pedagang-pedagang India yang belayar ke Nusantara. Kerajaan Hindu pertama di Nusantara, mengikut catatan pedagang India ialah kerajaan Jawa Dwipa di pulau Jawa yang wujud sekitar 200 SM. Manakala, mengikut Prasasti Yupa, kerajaan tertua di nusantara ialah Kerajaan Kutai[1] yang bertarikh 400 SM.
Pada kurun ke-7 hingga kurun ke-14, terdapat dua kerajaan besar iaitu kerajaan Srivijaya dan kerajaan Majapahit. Kerajaan Srivijaya merupakan kerajaan pertama yang berjaya menyatukan Nusantara dan membentuk acuan budayanya. Hal ini diikuti dengan kerajaan Majapahit dari Jawa. Pengaruh Hindu ini bertahan sehingga abad ke-14 apabila Islam mula memasuki Nusantara menerusi Sumatra.
Sumatera
Kerajaan Tambayung Pulau Bintan abad Pertengahan 6 -7
Kerajaan Srivijaya Pertama Gunung Dempo
Kerajaan Keritang
Kerajaan Melayu Jambi/Kerajaan Dharmasraya/Kerajaan Melayu Lama - Jambi
Kerajaan Sekala Brak
Semenanjung Melayu
- Kerajaan Gangga Negara
- Kerajaan Langkasuka
- Kerajaan Pan Pan
- Kerajaan Kedah Tua
- Kerajaan Chi Tu/Kerajaan Tanah Merah
- Kerajaan Salakanagara
- Kerajaan Tarumanagara
- Kerajaan Sunda Galuh
- Kerajaan Isyana
- Kerajaan Kalingga
- Kerajaan Mataram Kuno (Hindu)
- Kerajaan Medang
- Kerajaan Kahuripan
- Kerajaan Kediri
- Kerajaan Kanjuruhan
- Kerajaan Janggala
- Kerajaan Jawa Dwipa
- Kerajaan Singhasari
- Kerajaan Majapahit
- Kerajaan Pajajaran
- Kerajaan Blambangan
- Kerajaan Sailendra
- Kerajaan Wijaya Kusuma di Kepulauan Karimunjawa
- Kerajaan Sanjaya
- Kerajaan Kutai
- Kerajaan Po Ni
- Kerajaan Banjar
- Kerajaan Negara Daha
- Kerajaan Negara Dipa
- Kerajaan Tanjung Puri
- Kerajaan Nan Sarunai
- Kerajaan Kuripan
Kerajaan Islam (1500 - sekarang)
Islam mula menapak di Nusantara sekitar kurun ke-11 menerusi Sumatra apabila kerajaan Pasai memeluk agama Islam. Penyebaran awal Islam di Nusantara dilakukan pedagang-pedagang Arab, Cina, India dan Parsi. Selepas itu, proses penyebaran Islam dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Islam Nusantara melalui perkahwinan, perdagangan tempatan dan peperangan.
Pada kurun ke-14, Kesultanan Melaka berkembang menjadi pusat penyebaran Islam di Nusantara. Setelah kejatuhan Melaka, pusat penyebaran Islam beralih ke Kesultanan Aceh di Sumatra. Pada lewat kurun ke-15, Hampir keseluruhan Nusantara sudah memeluk Islam kecuali di pulau Bali, Filipina dan beberapa kawasan di Borneo, Sulawesi dan Jawa Timur.
|
|
|
|
|
|
Zaman penjajahan Eropah
Bendera Syarikat Hindia Timur Inggeris pada tahun 1842.
|
|
|
|
- Jepun
Rujukan
Maklumat daripada Royal Ark
Lihat juga
- Sejarah Indonesia
- Sejarah Malaysia
- Sejarah Singapura
- Sejarah Filipina
- Sejarah Brunei
- Sejarah Timor Timur
- Senarai kerajaan yang pernah wujud di Nusantara
Pautan luar
Kronologi Sejarah Indonesia dalam talian
Senarai kerajaan-kerajaan di Indonesia
Senarai kerajaan-kerajaan di Malaysia

Sejarah Nusantara - Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas
https://ms.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara
Nusantara
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peta kepulauan Nusantara berlapis emas melambangkan tanah air
Negara Kesatuan Republik Indonesia di Ruang Kemerdekaan Monas, Jakarta.
Daftar isi
- 1Nusantara dalam konsep kenegaraan Jawa Majapahit
- 2Dwipantara
- 3Penggunaan modern
- 4Lihat pula
- 5Referensi
- 6Pranala luar
Nusantara dalam konsep kenegaraan Jawa Majapahit
Wilayah Majapahit
Dalam konsep kenegaraan Jawa pada abad ke-13 hingga ke-15, raja adalah "Raja-Dewa": raja yang memerintah adalah juga penjelmaan dewa. Karena itu, daerah kekuasaannya memancarkan konsep kekuasaan seorang dewa. Kerajaan Majapahit dapat dipakai sebagai teladan. Negara dibagi menjadi tiga bagian wilayah:
- Negara Agung merupakan daerah sekeliling ibu kota kerajaan tempat raja memerintah.
- Mancanegara adalah daerah-daerah di Pulau Jawa dan sekitar yang budayanya masih mirip dengan Negara Agung, tetapi sudah berada di "daerah perbatasan". Dilihat dari sudut pandang ini, Madura dan Bali adalah daerah "mancanegara". Lampung dan juga Palembang juga dianggap daerah "mancanegara".
- Nusantara, yang berarti "pulau lain" (di luar Jawa)[2] adalah daerah di luar pengaruh budaya Jawa tetapi masih diklaim sebagai daerah taklukan: para penguasanya harus membayar upeti.
Gajah Mada menyatakan dalam Sumpah Palapa: Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukita palapa, sira Gajah Mada : Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.
Terjemahannya adalah: "Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan pulau-pulau lain, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Kitab Negarakertagama mencantumkan wilayah-wilayah "Nusantara", yang pada masa sekarang dapat dikatakan mencakup sebagian besar wilayah modern Indonesia (Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian Kepulauan Maluku, dan Papua Barat) ditambah wilayah Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian kecil Filipina bagian selatan. Secara morfologi, kata ini adalah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuno nusa ("pulau") dan antara (lain/seberang).
Dwipantara
Kini kebanyakan sejarawan Indonesia percaya bahwa konsep kesatuan Nusantara bukanlah pertama kali dicetuskan oleh Gajah Mada dalam Sumpah Palapa pada tahun 1336, melainkan dicetuskan lebih dari setengah abad lebih awal oleh Kertanegara pada tahun 1275. Sebelumnya dikenal konsep Cakrawala Mandala Dwipantara yang dicetuskan oleh Kertanegara, raja Singhasari.[3] Dwipantara adalah kata dalam bahasa Sanskerta untuk "kepulauan antara", yang maknanya sama persis dengan Nusantara, karena "dwipa" adalah sinonim "nusa" yang bermakna "pulau". Kertanegara memiliki wawasan suatu persatuan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara di bawah kewibawaan Singhasari dalam menghadapi kemungkinan ancaman serangan Mongol yang membangun Dinasti Yuan di Tiongkok. Karena alasan itulah Kertanegara meluncurkan Ekspedisi Pamalayu untuk menjalin persatuan dan persekutuan politik dengan kerajaan Malayu Dharmasraya di Jambi. Pada awalnya ekspedisi ini dianggap penakhlukan militer, akan tetapi belakangan ini diduga ekspedisi ini lebih bersifat upaya diplomatik berupa unjuk kekuatan dan kewibawaan untuk menjalin persahabatan dan persekutuan dengan kerajaan Malayu Dharmasraya. Buktinya adalah Kertanegara justru mempersembahkan Arca Amoghapasa sebagai hadiah untuk menyenangkan hati penguasa dan rakyat Malayu. Sebagai balasannya raja Melayu mengirimkan putrinya; Dara Jingga dan Dara Petak ke Jawa untuk dinikahkan dengan penguasa Jawa.
Penggunaan modern
Pada tahun 1920-an, Ki Hajar Dewantara memperkenalkan nama "Nusantara" untuk menyebut wilayah Hindia Belanda. Nama ini dipakai sebagai salah satu alternatif karena tidak memiliki unsur bahasa asing ("India"). Alasan ini dikemukakan karena Belanda, sebagai penjajah, lebih suka menggunakan istilah Indie ("Hindia"), yang menimbulkan banyak kerancuan dengan literatur berbahasa lain. Definisi ini jelas berbeda dari definisi pada abad ke-14. Pada tahap pengusulan ini, istilah itu "bersaing" dengan alternatif lainnya, seperti "Indonesië" (Indonesia) dan "Insulinde" (berarti "Hindia Kepulauan"). Istilah yang terakhir ini diperkenalkan oleh Eduard Douwes Dekker.[1]
Ketika akhirnya "Indonesia" ditetapkan sebagai nama kebangsaan bagi negara independen pelanjut Hindia Belanda pada Kongres Pemuda II (1928), istilah Nusantara tidak serta-merta surut penggunaannya. Di Indonesia, ia dipakai sebagai sinonim bagi "Indonesia", baik dalam pengertian antropo-geografik (beberapa iklan menggunakan makna ini) maupun politik (misalnya dalam konsep Wawasan Nusantara).
Nusantara dan Kepulauan Melayu
Literatur-literatur Eropa berbahasa Inggris (lalu diikuti oleh literatur bahasa lain, kecuali Belanda) pada abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20 menyebut wilayah kepulauan mulai dari Sumatera hingga Kepulauan Rempah-rempah (Maluku) sebagai Malay Archipelago ("Kepulauan Melayu"). Istilah ini populer sebagai nama geografis setelah Alfred Russel Wallace menggunakan istilah ini untuk karya monumentalnya. Pulau Papua (New Guinea) dan sekitarnya tidak dimasukkan dalam konsep "Malay Archipelago" karena penduduk aslinya tidak dihuni oleh cabang ras Mongoloid sebagaimana Kepulauan Melayu dan secara kultural juga berbeda. Jelas bahwa konsep "Kepulauan Melayu bersifat antropogeografis (geografi budaya). Belanda, sebagai pemilik koloni terbesar, lebih suka menggunakan istilah "Kepulauan Hindia Timur" (Oost-Indische Archipel) atau tanpa embel-embel timur.
Ketika "Nusantara" yang dipopulerkan kembali tidak dipakai sebagai nama politis sebagai nama suatu bangsa baru, istilah ini tetap dipakai oleh orang Indonesia untuk mengacu pada wilayah Indonesia. Dinamika politik menjelang berakhirnya Perang Pasifik (berakhir 1945) memunculkan wacana wilayah Indonesia Raya yang juga mencakup Britania Malaya(kini Malaysia Barat) dan Kalimantan Utara[4]. Istilah "Nusantara" pun menjadi populer di kalangan warga Semenanjung Malaya, berikut semangat kesamaan latar belakang asal usul (Melayu) di antara penghuni Kepulauan dan Semenanjung.
Pada waktu negara Malaysia (1957) berdiri, semangat kebersamaan di bawah istilah "Nusantara" tergantikan di Indonesia dengan permusuhan yang dibalut politik Konfrontasi oleh Soekarno. Ketika permusuhan berakhir, pengertian Nusantara di Malaysia tetap membawa semangat kesamaan rumpun. Sejak itu, pengertian "Nusantara" bertumpang tindih dengan "Kepulauan Melayu".
Lihat pula
- Wawasan Nusantara
- Sejarah Nusantara
- Indonesia Raya
- Nama Asia Tenggara
- Sejarah Indonesia
- Sejarah nama Indonesia
- Aksara Nusantara
- Prasasti Nusantara
- Malesia
- Sumpah Palapa
Referensi
^ a b Justus M. van der Kroef (1951). "The Term Indonesia: Its Origin and Usage". Journal of the American Oriental Society. 71 (3): 166–171. doi:10.2307/595186.
^ Jerry H. Bentley, Renate Bridenthal, Kären E. Wigen (éds.), Seascapes: Maritime Histories, Littoral Cultures, and Transoceanic Exchanges, 2007, University of Hawai'i Press, Honolulu, hal. 61
^ Indonesia Negara Maritim (in Indonesian)
^ Ketika Halaman Sudah Ditetapkan. Tempo Interaktif edisi 15 Agustus 2005.
Pranala luar
(Indonesia) Wacana Nusantara
(Indonesia) Pikiran Rakyat: Asal usul nama Indonesia
| Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini: |
Sejarah Nusantara
- Prasejarah
- Kerajaan Hindu-Buddha
- Kerajaan Islam
- Era Portugis
- Era VOC
- Era Belanda
- Era Jepang
- Era Kemerdekaan
Sejarah Indonesia
Geografi
- Air terjun
- Bendungan & Waduk
- Danau
- Gunung & pegunungan
- Gunung berapi
- Laut
- Pulau & kepulauan
- Selat
- Sungai
- Tanjung & ujung
- Teluk
- Titik-titik garis pangkal
- Pemerintah
- Presiden
- Kementerian
- MPR
- DPR
- DPD
- MA
- MK
- KY
- BPK
- Perwakilan di Luar Negeri
- Kepolisian
- Militer
- Administratif (Provinsi
- Kabupaten/kota
- Kecamatan dan Kelurahan/Desa)
- Hubungan Luar Negeri
- Hukum
- Undang-Undang
- Pemilu
- Partai Politik
- Kewarganegaraan
Budaya
Simbol
Flora fauna
- Fauna
- Flora
- Bunga
- Binatang
- Burung
- Ikan
- Tumbuhan
- Cagar alam
- Suaka margasatwa
- Taman nasional
- Terumbu karang
Kategori:
Nusantara - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
https://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara
Tiada ulasan:
Catat Ulasan