Jumaat, 30 November 2018

Rakyat rosak kerana Penguasa rosak. Penguasa rosak kerana Ulama rosak. Ulama rosak kerana cinta harta dan kedudukan.” 8756.


Judul di atas adalah sedutan kata-kata Imam Ghazali dalam Kitabnya Ihya Ulumiddin - Hal ini Imam Ghazali telah menjelaskannya di hujung bab Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. 

Adian Husaini: Ulama Rusak Karena Cinta Harta dan Kedudukan Senin, 19 November 2018 15:10
Foto: Peneliti INSIST Dr. Adian Husaini
KIBLAT.NET, Jakarta – Peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSIST), Dr. Adian Husaini mengatakan bahwa ulama mempunyai peran penting dalam mempertahankan negara. Namun, ia mengungkapkan keprihatinan dengan kondisi saat ini.

Dalam Seminar Nasional Komite Dakwah Khusus MUI Pusat di Jakarta pada Senin (19/11/2018), Dr. Adian menyayangkan kondisi pertahanan umat Islam yang menurutnya sekarang ini tengah rapuh. 

Kerapuhan itu, menurutnya, telah dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya.

“Di ujung bab Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dalam kitab Ihya’ Ulumudin, Al-Ghazali menulis rumus penting terkait jatuh bangunnya umat. 

“Rakyat rusak karena penguasa rusak, penguasa rusak karena ulama rusak, ulama rusak karena cinta harta dan kedudukan.”

“Jangan cuma pikirkan masalah kerusakan umara (pemimpin), pikirkan juga tentang kerusakan ulama. Karena rusaknya ulama akan berimbas ke bawah,” sambungnya.

Solusi masalah tersebut, menurut Dr. Adian, adalah dengan memberikan pendidikan serius kepada anak-anak muda. Dia juga mengaku sedih melihat lembaga pendidikan Islam yang tidak menghasilkan lulusan yang mempunyai daya juang untuk Islam.

“Saya sedih kalau ke Jakarta ini, mana sekolah-sekolah Islam dan pesantren-pesantren yang melahirkan pejuang? Padahal dalam Surat Luqman jelas sekali perintah tentang itu,” pungkasnya.

Reporter: Qoid

Editor: M. Rudy
Adian Husaini: Ulama Rusak Karena Cinta Harta dan Kedudukan - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/11/19/adian-husaini-ulama-rusak-karena-cinta-harta-dan-kedudukan/

Khutbah Jumat: Kalimat Tauhid, Azas Persatuan Umat Islam
 Kamis, 1 November 2018 18:44

Salim A. Fillah: Reuni 212 untuk Jaga Spirit Memperjuangkan Al-Quran
 Jum'at, 30 November 2018 09:44

Panitia: Tidak Boleh Bawa Atribut Partai dalam Reuni 212
 Kamis, 29 November 2018 14:45

Diancam Gerakan Jaga Indonesia, Panitia Reuni 212: Silahkan Kalau Berani!
 Kamis, 29 November 2018 14:19

GUIB Ajak Masyarakat Tak Takut Hadiri Reuni 212
 Kamis, 29 November 2018 10:55

Bahaya Bila Ulama Disetir Penguasa Selasa, 20 November 2018 19:55

Protokol Zionis di Balik Hancurnya Wibawa Ulama Sabtu, 20 Oktober 2018 20:22

Peneliti INSIST: Karya Sastra Tak Lepas dari Ideologi Rabu, 8 Agustus 2018 15:19

Bilakah Izzah Ulama Sirna? Selasa, 31 Juli 2018 16:40

Begini Kisah Imam Ahmad Pingsan Saat Menuntut Ilmu Senin, 23 Juli 2018 10:21

Salim A. Fillah: Reuni 212 untuk Jaga Spirit Memperjuangkan Al-Quran 
Jum'at, 30 November 2018 09:44
Foto: Ustadz Salim A. Fillah
KIBLAT.NET, Yogyakarta – Dai Nasional, Ustadz Salim A Fillah menegaskan bahwa Reuni 212 adalah kegiatan yang positif. Menurutnya, Reuni 212 untuk menjaga spirit memperjuangkan Al-Quran.

“Saya kira ini positif diandaikan reuni menjaga kemurnian misi dan apa yang ingin kita perjuangkan bersama. Termasuk di sini adalah persatuan umat, dan juga spirit untuk memperjuangkan Al-Quran sebagai nilai yang hidup di keseharian kita,” katanya saat ditemui Kiblat.net di Yogyakarta pada Kamis (29/11/2018).

Ia juga menegaskan bahwa 212 (2 Desember) itu momentum umat Islam yang berkumpul bersama untuk membela Al-Quran. Maka, ia berharap bagaimana ini diimplementasikan untuk gerakan yang skupnya semakin meresap, semakin ke grass root.

“Jangan sampai ini hanya isu di media, hanya jargon. Tapi menjadi gerakan shalat berjamaah yang semakin bagus di masjid-masjid, majelis taklim semakin hidup, pengajian Al-Quran semakin masif,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ia mengimbau kepada umat Islam untuk hadir di Reuni 212 besok. Menurutnya, hal ini juga akan menguatkan tali silaturahmi.

“Silahkan umat Islam hadir ke acara itu (reuni.red). Kita berkumpul untuk mengeratkan ukhuwah dan tali silaturahmi kita,” pungka penulis buku “Nikmatnya Pacaran Setelah Menikah”.

Reporter: Taufiq Ishaq
Editor: M. Rudy
Salim A. Fillah: Reuni 212 untuk Jaga Spirit Memperjuangkan Al-Quran - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/11/30/salim-a-fillah-reuni-212-untuk-jaga-spirit-memperjuangkan-al-quran/

Tak Kunjung Diterbitkan Sejak 2014, PP Jaminan Produk Halal Kadaluwarsa? Jum'at, 30 November 2018 11:16 
Kadaluwarsa [tarikh luput/tamat tempuh] 
Foto: Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah.
KIBLAT.NET, Jakarta – Direktur Eksekutif Indoneisa Halal Watch (IHW), Dr. Ikhsan Abdullah sangat meyayangkan keterlambatan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Padahal, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal telah disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014 silam. Jika tidak kunjung terbit dua tahun setelah pengesahan, berdasarkan Pasal 65 UU JPH maka UU tersebut akan kadaluwarsa.

“Jadi dia sudah mengatur di undang-undangnya, kalau dua tahun dari tindakan itu adalah seharusnya (ditetapkan) pada Oktober 2016,” kata Ikhsan dalam acara diskusi di Hotel Aryadutha Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018).

Ketentuan wajib sertifikasi halal atau mandatory sertifikasi halal akan segera memasuki jatuh tempo di tahun 2019 yang tinggal hitungan hari. Maka, IHW memberikan dua solusi untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dari permasalahan ini.

Solusi yang pertama, kata Ikhsan, dengan dilakukan amandemen terhadap UU JPH berkaitan dengan Pasal 65. “Undang-undang ini dapat dimasukan kepada undang-undang prioritas atas kebijakan dari Presiden,” ungkapnya.

Solusi selanjutnya, yaitu dengan melalui judicial review (JR) terhadap pasal 65 dan pasal 4 UU JPH. “Kalau kita mau memburu PP, maka harus melalui amandemen pasal 65 atau men-jr melalui pasal 65 atau pasal 4, jadi kami berpandangan seperti itu.”

“Jadi alternatifnya tadi, kita harus mengamandemen, merevisi pasal 65 UU JPH. Karena banyak akibat tertunda atau ter-delay-nya PP ini banyak kepentingan konstutisional warga negara dirugikan,” jelas Ikhsan.

Agar dunia usaha tidak dirugikan dan tetap berjalan dengan memperoleh sertifikasi halal atas produk-produknya, menurutnya ketentuan Pasal 59 dan Pasal 60 UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal harus tetap menjadi landasan.

“Yaitu MUI sementara tetap menjalankan tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan sertifikasi halal sampai dengan tadi PP-nya terbentuk dan seterusnya dan seterusnya. Jadi tidak ada kevakuman hukum atau landasan ketentuan yang kosong,” tukasnya

Reporter: Fanny Alif
Editor: M. Rudy
Tak Kunjung Diterbitkan Sejak 2014, PP Jaminan Produk Halal Kadaluwarsa? - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/11/30/tak-kunjung-diterbitkan-sejak-2014-pp-jaminan-produk-halal-kadaluwarsa/

Protokol Zionis di Balik Hancurnya Wibawa Ulama Sabtu, 20 Oktober 2018 20:22 
Foto: Para ulama berkumpul pada acara Sawaidul Ikho'
KIBLAT.NET – Belakangan ini, isu penistaan dan penghinaan terhadap ulama Islam semakin marak. Kebebasan dalam bermedia sosial seakan melegalkan mereka untuk menyuarakan kebenciannya terhadap ulama. Ketika perbuatan mereka dilaporkan ke pihak polisi, proses pun berjalan lambat bahkan terkesan diabaikan.

Yang lebih parah, ejekan dan hinaan itu tidak hanya dari non muslim, justru sebagian umat Islam terang-terangan menghina Islam dan ulamanya. Mereka lontarkan ujaran kebencian kepada ulama di medsos, tak jarang mereka juga menggelar aksi menolak kedatangan ulama tersebut. Sehingga pengajian dan tabligh akbar kerap dihadang dan dibubarkan.

Kedudukan ulama

Padahal ulama memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam Islam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَإِنَّ اْلعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَّثُوْا اْلعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Dan sesungghnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan uang dinar dan tidak juga dirham. Mereka itu hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka ia telah mengambil peruntungan yang sangat banyak”. (HR. Abu Dawud no. 3641, at-Tirmidzi no. 2683, dan Ibnu Majah no. 223. Asy-Syaikh al-Albani menyatakan shahih).

Sehingga, ulama menjadi penyambung rahmat Allah dan pertolongan-Nya kepada para hamba-Nya, selain sebagai pewaris perbendaharaan ilmu agama. Maka, meninggalnya ulama akan membuka fitnah besar bagi umat Islam.

Dalam sebuah riwayat disebutkan :

كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا، أَوْ مُحِبًّا أَوْ مُتَّبِعًا، وَلَا تَكُنِ الْخَامِسَ فَتَهْلِكَ

“Jadilah seorang alim, atau seorang penuntut ilmu, atau seorang penyimak ilmu yang baik, atau seorang yang mencintai Ahli Ilmu dan janganlah jadi yang kelima, niscaya kalian binasa.” (Diriwayatkan oleh ad-Darimi no. 248 dan al-Baihaqi no. 380)

Karena itulah, Abu Darda’ mengatakan :

مِنَ النَاسِ مَفاَتِيْحُ لِلِخَيْرِ وَمَغاَلِيْقُ لِلشَّرِّ
Sebagian manusia ada yang menjadi kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan penutup segala bentuk kejahatan.” (Az-Zuhd, hlm. 949)

BACA JUGA  Sufi-sufi Jihadis

Dengan menyandang kedudukan sebagai pewaris para nabi, ulama menjadi objek vital dalam kehidupan umat Islam. Mereka adalah orang-orang pilihan ditengah-tengah lautan manusia. Sehingga, mereka ikut menentukan baik dan buruknya umat pada suatu masa.

Konspirasi Yahudi Posisi ulama yang sangat penting dalam masyarakat Islam ini mampu dibaca oleh musuh-musuh Islam. Dengan berbagai tipu daya, mereka berusaha menjatuhkan martabat ulama. 

Orang-orang Yahudi dan Nashrani serta Munafik ingin menjauhkan ulama dari umat. Mereka menjelek-jelekkan ulama, menistakannya, memberikan label yang buruk hingga memenjarakan dengan kasus-kasus rekayasa.

Dalam Protokalat Yahudi, pada protokolar nomor 27 disebutkan sebagai berikut: “Kami telah berusaha sekuat tenaga untuk menjatuhkan martabat tokoh-tokoh agama dari kalangan orang-orang non Yahudi dalam pandangan manusia. Oleh karena itu, kami berhasil merusak agama mereka yang bisa menjadi ganjalan bagi perjalanan kami. Sesungguhnya pengaruh tokoh-tokoh agama terhadap manusia mulai melemah hari demi hari.” (Protokolat Hukama’ Zionis diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad bin Khalifah At-Tunisi, hlm. 187)

Menistakan ulama

Di dalam al-Qur’an, Allah telah menyebutkan bahwa mengolok-olok dan menghina ahli ilmu dan orang shalih merupakan sifat orang kafir dan munafik. Allah berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا يَضْحَكُونَ. وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ. وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلىَ أَهْلِهِمُ انقَلَبُوا فَاكِهِينَ. وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَآؤُلآَءِ لَضّآلُّونَ. وَمَآأُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) mentertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang beriman berlalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu’min, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”, padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu’min. (QS. al-Muthaffifin : 29-33).

Ini lah ciri-ciri orang munafik, mereka suka mengolok-olok orang beriman. Jika menghina orang beriman saja dianggap sebagai munafik, maka menghina ulamanya lebih buruk lagi. Bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak menganggapnya sebagai umatnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallambersabda :

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِى مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيْرَنَا وَ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَ يَعْرِفْ لِعَالِمِنَا

“Tidak termasuk umatku orang-orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dari kami, menyayangi yang lebih muda dari kami, dan tidak mengetahui hak seorang ulama”. (HR. Ahmad no. 22755)

Para ulama salaf pun memberikan contoh bahwa menghina ulama merupakan perbuatan ciri orang munafik dan dekat dengan kekufuran. Sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah yang pernah mengatakan :

      إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَغْمِزُ حَمَّادَ بْنِ سَلَمَةَ فَاتَّهِمْهُ عَلَى اْلإِسْلَامِ فَإِنَّهُ كَانَ شَدِيْدًا عَلَى اْلمُبْتَدِعَةِ

“Jika engkau lihat seseorang mencela Hammad bin Salamah maka ragukanlah keislamannya. Sesungguhnya Hammad sangat keras terhadap ahlul bid’ah”. (Siyar A’lam an-Nubala, 13/499)

Yahya bin Ma’in rahimahullah juga pernah mengatakan :

إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَتَكَلَّمُ فِى حَمَّادَ بْنِ سَلَمَةَ وَ عِكْرِمَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَاتَّهِمْهُ عَلَى اْلإِسْلَامِ

“Jika engkau lihat seseorang mencela Hammad bin Salamah dan Ikrimah maula Ibnu ‘Abbas maka ragukanlah keislamannya”. (Syarh Ushul ‘Itiqad, 1/514).

Maka jelaslah bahwa melecehkan ulama termasuk dosa besar. Penjelasan al-Qur’an, hadist dan contoh para salaf menunjukkan penghinaan terhadap ulama termasuk perbuatan kufur dan nifak. Dan dibalik maraknya penistaan ulama zaman ini adalah konspirasi Yahudi yang berusaha merusak Islam dari dalam. Wallahu ‘alam bish showab.

Penulis: Zamroni
Editor: Arju
Protokol Zionis di Balik Hancurnya Wibawa Ulama - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/20/protokol-zionis-di-balik-hancurnya-wibawa-ulama/

Bahaya Bila Ulama Disetir [didorong, dikuasai, dipengaruhi] Penguasa 
Selasa, 20 November 2018 19:55 
Foto: Pengajian Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) bertema Arah Politik Ulama, Selasa (20-11-2018)

KIBLAT.NET, Jakarta – Anggota Majelis Intelektual Muda Indonesia, Henri Shalahuddin mengatakan sahabat Fudail bin Iyadh pernah menyampaikan khairul umaro man yushahibul ulama. Sebaik- baik pemimpin adalah yang mendekati ulama dan yang seburuk- buruk ulama adalah orang yang mendekati para penguasa.

“Tugas- tugas ulama bukan berpolitik praktis. Tetapi ulama harus mencetak penguasa yang baik. Bahaya apabila ulama disetir oleh penguasa, sebab ketika ulama keliru maka akan memberikan pengaruh buruk pada umat, maka kita harus menjaga ulama- ulama kita,” katanya dalam diskusi ‘Arah Politik Ulama’ di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2018).

Ia menjelaskan meskipun demikian, bukan berarti agama harus dipisahkan dengan politik. Sebagaimana, Imam al Ghazali pernah mengatakan agama dan politik itu adalah saudara kembar. Agama adalah pondasinya dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak ada pondasinya akan hancur. Sebaliknya segala sesuatu tanpa penjaga maka akan hilang.
“Agama akan berjalan dengan baik, ketika dijaga oleh penguasa yang baik. Maka kita mendorong ulama untuk mencetak Al Fatih- Al Fatih dalam segala bidang,” ujarnya.

Ustaz Henri menjelaskan ada sebuah kekeliruan dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara. Sejatinya Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara adalah peran ulama, bukan melalui perdagangan.

“Fakta adalah peran ulama yang nyambi dagang, bukan pedagang yang nyambidakwah. Para ulama mencoba mengajarkan Islam melalui pendekatan bahasa. Sehingga banyak kata bahasa Indonesia yang berinduk dari bahasa Arab seperti adil, makmur, musyawarah, khitan dan sebagainya,” tandasnya.

Reporter : Hafidz Syarif
Editor: Imam S.

Bahaya Bila Ulama Disetir Penguasa - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/11/20/bahaya-bila-ulama-disetir-penguasa/

Idrus Ramli: Kebijakan Pemimpin Harus Sesuai Kepentingan Umat 
Rabu, 21 November 2018 14:55 
Foto: Ustadz Muhammad Idrus Ramli

KIBLAT.NET, Jakarta – Pengurus Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Pusat, Ustadz Muhammad Idrus Ramli mengatakan bahwa dalam prinsip Islam, pemimpin adalah cerminan dari masyarakat pada umumnya. Apabila rakyat zalim maka Allah akan mengangkat pemimpin yang zalim.

“Adapun bila kezaliman itu ingin diangkat maka rakyat harus memperbaiki diri sendiri. Jadi saat ini bila Indonesia belum diberikan pemimpin yang baik, wajar. Karena rakyatnya masih banyak yang bermaksiat,” katanya dalam diskusi ‘Arah Politik Ulama’ di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2018).

Dia menjelaskan dalam kaidah fikih, tugas seorang pemimpin adalah memiliki kebijakan yang sesuai dengan kepentingan rakyat bukan kepentingan pemimpin. Sehingga pemimpin yang dapat dipilih adalah pemimpin yang memenuhi kebutuhan rakyat.

“Utamanya kepentingan umat Islam. Adapun sikap umat Islam menyikapi rezim adalah dengan mendoakan pemimpin agar memimpin dengan adil dan baik yang memihak kepada agama Islam,” tuturnya.

Ustadz Idrus, yang juga pengurus NU Jember kemudian menjelaskan tentang cara memilih pemimpin berdasarkan prinsip Islam. Di antaranya melalui metode pemilihan oleh sejumlah ahli ataupun melalui wasiat.

“Dalam fikih Islam, adakalanya pemimpin dipilih melalui ahlul halli wal aqdi, atau melalui wasiat penerus kepemimpinan, atau melalui perebutan kekuasaan dengan pertempuran. Adapun demokrasi memang bukan sistem politik yang ideal. Tetapi saat ini memang sistem memilih pemimpin yang dipakai adalah demokrasi,” katanya. 

Dia lalu menyampaikan pentingnya ilmu politik, yang maknanya ilmu mengatur manusia. Mengutip perkataan Imam Syafi’i, Ustadz Idrus mengatakan bahwa mengatur manusia itu lebih sulit daripada mengatur hewan. Sebab manusia tidak mudah diarahkan dan memiliki pandangan sendiri-sendiri.

“Saya heran kepada umat ini, ketika umat bertanya ilmu agama mereka bertanya kepada ulama. Akan tetapi ketika membicarakan politik umat ini justru seakan-akan mengarahkan ulama agar memihak salah satu calon. Padahal ulama lebih tahu dalam menentukan arah politik, meskipun yang terbaik dalam arah politik ulama saat ini adalah netral,” tukasnya.

Reporter: Hafidz Syarif
Editor: M. Rudy
https://www.kiblat.net/2018/11/21/idrus-ramli-kebijakan-pemimpin-harus-sesuai-kepentingan-umat/

Dua Syarat Ulama Boleh Berpolitik 
Selasa, 20 November 2018 21:34 
Foto: Diskusi 'Arah Politik Ulama' di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (20-11-2018)

KIBLAT.NET, Jakarta – Ketua majelis fatwa Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Dr. Ahmad Zain An Najah mengatakan politik yang tidak mendekati ulama maka akan menjadi politik yang rusak. Sebaliknya apabila politik yang meminta arahan ulama maka akan lahir politik yang baik dan santun.

“Ilmu politik adalah ilmu mengatur negara. Sebab segala sesuatu diperlukan ilmu. Umar bin Khattab pernah mengatakan belajarlah sebelum kalian memimpin. Adapun sumber ilmu adalah melalui ulama,” katanya dalam diskusi ‘Arah Politik Ulama’ di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2018).

Ia menjelaskan keterlibatan ulama dalam politik ada dua, meski idealnya ulama tidak masuk ke dalam politik praktis. Pertama, ulama semestinya berada di atas politisi, yang tidak diatur oleh atasan atau menjadi wakil. Model ke dua, ulama boleh masuk ke dunia politik praktis tetapi harus menjadi pemimpin bukan menjadi bawahan.

“Sehingga ulama harus menjaga keidealannya dalam menjadi rujukan penguasa. Ulama harus mengarahkan, bukan justru diarahkan oleh penguasa. Sebab tidak ada contoh nabi menduduki jabatan sebagai wakil atau bawahan, kecuali pemimpinnya adalah nabi,” tuturnya.

Dr. Zain melanjutkan sejatinya umat Islam ini bisa memenangkan pertarungan antara hak dan batil tanpa perang. Salah satunya melalui politik ulama yakni politik dakwah. Ulama harus menjadi hakim para politisi, yang mengarahkan atau menegur politisi yang melakukan kekeliruan.
“Sejatinya alur politik ulama adalah menegakkan keadilan. Baik ulama menjadi penguasa atau mengarahkan penguasa untuk menegakkan keadilan,” ujar Pimpinan Pesantren Tinggi Al Islam Bekasi itu.

Ia menyampaikan keutamaan ulama banyak disebutkan dalam kitab Al Quran. Salah satunya dalam QS. An Nisa ayat (59), perintah untuk taat kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri. Ahli Tafsir sepakat Ulil Amri dalam ayat tersebut bermakana ulama.

“Sebab ulama mengikuti perintah Allah dan Rasul. Adapun makna ulil amri, pemimpin ialah pemimpin yang taat pada ulama,” tukasnya.

Reporter: Hafidz Syarif
Editor: Imam S.
Dua Syarat Ulama Boleh Berpolitik - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/11/20/dua-syarat-ulama-boleh-berpolitik/

UAS: Memisahkan Agama dari Politik Sama dengan Memisahkannya dari Pernikahan 
Jum'at, 20 April 2018 15:28 
Foto: Ustadz Abdul Somad

KIBLAT.NET, Jakarta- Allah menurunkan Islam sebagai way of life, jalan hidup. Segala urusan kehidupan diatur dalam Islam, mulai dari urusan ibadah individu hingga politik.

Hal itu ditegaskan oleh dai nasional Ustadz Abdul Somad. “Allah menurunkan Islam ini sebagai way of life, bagaimana menjalani hidup. Baik politk, menikah, prakik sosial semua dengan panduan dari Al-Quran dan Sunnah,” katanya saat ditemui seusai berceramah di Panggung Utama Islamic Book Fair (IBF) 2018 di Jaakarta pada Kamis (19/04/2018).
Dia menegaskan bahwa tidak benar jika Islam hanya mengatur soal ibadah individual, seperti sholat dan puasa. Dai asal Riau itu menekankan bahwa Islam juga mengatur politik.

“Memisahkan agama dari politik sama dengan memisahkan agama dari jual-beli, pernikahan. Itu bagian dari kehidupan dan agama datang mengatur kehidupan. Jadi kalau agama hanya cerita tentang mati, tentang kubur, untuk apa fungsi agama,” tegas dai yang kerap disapa UAS.

Ustadz Somad menilai saat ini umat Islam di Indonesia sudah melek politik. Dia pun berharap Indonesia ke depan mendapat pemimpin yang lebih baik.
“Mudah-mudahan Indonesia ke depan punya pemimpin yang amanah. Karena umat Islam sudah paham dengan politik,” tukasnya.

Reporter: Taufiq Ishaq
Editor: Imam S.
UAS: Memisahkan Agama dari Politik Sama dengan Memisahkannya dari Pernikahan
https://www.kiblat.net/2018/04/20/uas-memisahkan-agama-dari-politik-sama-dengan-memisahkannya-dari-pernikahan/

Ustadz Abdul Somad: Jangan Berkelahi Hanya Karena Hal Sepele [hal remeh temeh] 
Kamis, 27 September 2018 12:45 
Foto: Suasana tabligh akbar Ustadz Abdul Somad di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

KIBLAT.NET, Palu – Subuh hari Rabu (26/09/2018), ribuan umat Islam Sulawesi Tengah khususnya daerah Palu dan sekitarnya memadati Masjid Raya Baiturrahman Lolu Palu Sulawesi Tengah. Mereka hendak mendengarkan tausiyah Ustadz Abdul Somad dengan tema “Di Masjid Hati Kita Terpaut”.

Dalam kesempatan di kajian subuh itu, Ustadz Abdul Shomad menyampaikan tentang peran Islam terhadap negara Indonesia.
“Sejarah kemerdekaan Indonesia adalah direbut oleh umat Islam. Belanda diusir dengan pekikan takbir Bung Tomo. Dan ini tertuang dalam pembukaan UUD tertulis berkat rahmat Allah,” katanya.

Dia kemudian mengimbau kepada jamaah agar jangan sampai masyarakat Indonesia membenturkan Pancasila dengan agama Islam.

“Perbedaan kita jangan menjadikan kita berpecah. Kita ada yang dari Pemuda Pancasila, ada dari Satpol PP ada yang dari Polri semua kita bersaudara karena dalam hati kita ada Laa ilaaha illallah,” ujar UAS.

“Kamu boleh bajunya Pemuda Pancasila tapi hatimu ada Islam,” tambahnya.
Ustadz Abdul Shomad juga berpesan agar ummat Islam menjaga persatuan dan tidak berpecah hanya karena perbedaan mazhab.

“Jaga persatuan umat, jangan berkelahi hanya dengan hal sepele. Selama masih sesuai pemahaman 4 imam mahzab maka dia Ahlus Sunnah Wal jamaah,” ungkapnya.

“Persatuan jauh lebih urgen, kemudian umat Islam ini harus punya powe. Dan power itu adalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan itu dimulai dari masjid,” tegas dai asal Riau itu.

Tabligh Akbar dengan pengisi Ustadz Abdul Somad di Sulawesi Tengah diselengarakan oleh Al-Azhar Mandiri Kota Palu. Selain di Masjid Raya Baiturrahman Lolu Palu, UAS juga mengisi di Kayubura Parigi Moutong dan Masjid Agung Darusalam Palu.

Reporter: Ahmad Sutedjo
Editor: M. Rudy
Ustadz Abdul Somad: Jangan Berkelahi Hanya Karena Hal Sepele - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/09/27/ustadz-abdul-somad-jangan-berkelahi-hanya-karena-hal-sepele/




Tiada ulasan: