Abu Umair Terhibur dengan Kedatangan Rasulullah ﷺ
yudi

ABU Umair, nama yang mungkin terdengar bahwasanya ia adalah seorang pemuda. Padahal, ia adalah anak kecil yang masih tergantung kebutuhannya kepada kedua orang tuanya, Ummu Sulaim dan Abu Thalhah. Sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Abu Umair senang bermain dengan anak-anak seusianya di Madinah, ia belum terlalu mengerti akan keadaan umat Islam saat itu yang sedang gelisah. Ibu dan ayahnya pun belum memperkenalkannya dengan berbagai persoalan umat. Sang ibu hanya focus mendidik Abu Umair sesuai dengan porsi dunianya.
Suatu hari, Abu Umair berjalan menyusuri kebun-kebun di Madinah bersama teman-temannya, melintasi pohon-pohon kurma dan berjalan di pasar-pasar. Seketika, ia melihat anak burung pipit dengan paruh merah dan sayap warna-warni sedang meloncat-loncat di rerumputan. Melihat itu, Abu Umair sangat senang lalu menangkap anak burung itu. Ia mengikat kaki burung itu dengan seutas benang agar tidak kabur. Ia begitu gembira karena karena memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh anak lain seusianya.
Abu Umair pun merawat anak burung itu hingga tumbuh menjadi burung yang indah lagi cantik suaranya. Ia pandangi tanpa jemu bulu-bulunya yang indah, memberinya makan dan minum. Ibunya, Ummu Salamah membiarkan anaknya mengurus burung kesayangannya itu tanpa mengusiknya. Ia bahagia melihat anaknya bahagia.
Suatu hari, Abu Umair menjumpai burung itu tak lagi bergerak, nampak kaku dan kering. Abu Umair menggerak-gerakkan burung itu karena ia pikir burung itu tertidur. Abu Umair pun segera berteriak memanggil ibunya. Setelah diperiksa, sang ibu tahu bahwasanya burung kesayangannya itu sudah mati. Betapa terkejutnya Abu Umair mendengar kabar itu. Ia duduk bergeming dan menangis.Saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang melintas dihadapannya. Beliau memandangi Abu Umair yang murung.
“Ada apa dengannya?” tanya Rasulullah walaupun beliau sudah tahu bahwasanya burung itu sudah mati.
“Burungnya mati.” jawab Abu Umair sedih.
Rasulullah tersenyum, lalu mendekati Abu Umair dan menenangkannya.
“Hei Abu Umair, ada apa dengan burung pipit itu?” tanya Rasulullah sambil bercanda dengannya.
Abu Umair pun terhibur dengan kedatangan Rasulullah. []
Sumber: Dr. Nizar Abazhah. 2009, Dar al-Fikr, Damaskus. Diterjemahkan dari Athfal ma’ al-Rasul. Sahabat-Sahabat Cilik Rasulullah. Jakarta: Zaman.https://www.islampos.com/abu-umair-terhibur-dengan-kedatangan-rasulullah-144043/?
Saat Rasulullah ﷺ Menolong Wanita Tua yang Justru Mencacinya

“Senang sekali kamu mau membantu dan menemani, saya sangat menghargainya”, kata wanita itu. Ternyata ia adalah seorang wanita yang senang berbicara. Laki-laki itu pun dengan sabar mendengarkan sambil tersenyum tanpa pernah menginterupsinya. Suatu saat dia berkata pada laki-laki tersebut, “Anak muda, selama kita berjalan bersama, saya hanya punya satu permintaan. Jangan berbicara apapun tentang Muhammad! Gara-gara dia, tidak ada lagi rasa damai dan saya sangat terganggu dengan pemikirannya. Jadi sekali lagi, jangan berbicara apapun tentang Muhammad!”
Dia lalu melanjutkan lagi, “Orang itu benar-benar membuat saya kesal. Saya selalu mendengar nama dan reputasinya kemanapun saya pergi. Dia dikenal berasal dari keluarga dan suku yang terpercaya, tapi tiba-tiba dia memecah belah orang-orang dengan mengatakan bahwa tuhan itu satu.”
“Dia menjerumuskan orang yang lemah, orang miskin, dan budak-budak. Orang-orang itu berpikir mereka akan dapat menemukan kekayaan dan kebebasan dengan mengikuti jalannya,” wanita itu melanjutkan dengan kesal. “Dia merusak anak-anak muda dengan memutarbalikkan kebenaran. Dia meyakinkan mereka bahwa mereka kuat dan bahwa ada suatu tujuan yang bisa diraih. Jadi anak muda, jangan sekali-kali kamu berbicara tentang Muhammad!”
Tak lama kemudian, mereka sampai ke tempat tujuan. Laki-laki itu menurunkan barang bawaannya. Wanita tua itu menatapnya sambil tersenyum penuh terima kasih. “Terima kasih banyak, anak muda. Kamu sangat baik. Kemurahan hati dan senyuman kamu itu sangat jarang saya temukan. Biarkan saya memberi kamu satu nasihat. Jauhi Muhammad! Jangan pernah memikirkan kata-katanya atau mengikuti jalannya. Kalau kamu lakukan itu, kamu tidak akan pernah mendapatkan ketenangan. Yang ada hanya masalah.”
Pada saat laki-laki itu berbalik menjauh, wanita itu menghentikannya, “Maaf, sebelum kita berpisah, boleh saya tahu namamu, anak muda?” Lalu laki-laki itu memberitahukannya dan wanita itu terkejut setengah mati.
“Maaf, apa yang kamu bilang? Kata-katamu tidak terdengar jelas. Telinga saya semakin tua, terkadang saya tidak bisa mendengar dengan baik. Kelihatannya lucu, saya pikir tadi saya mendengar kamu mengucapkan Muhammad.”
“Saya Muhammad,” laki-laki itu mengulang kata-katanya lagi pada wanita tua itu.
Wanita itu terpaku memandangi Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Tak berapa lama meluncur kata-kata dari mulutnya, “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya.“
Sumber: Sirah Nabawiyah/ Jejak Rasulullah ﷺ
https://www.islampos.com/saat-rasulullah-menolong-wanita-tua-yang-justru-mencacinya-144046/?Ini yang Sebabkan Rasulullah ﷺ Marah kepada Aisyah
yudi

RASULULLAH shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berbasa-basi ketika berbicara dengan siapa pun, terutama dalam urusan agama Allah. Bahkan, cinta beliau terhadap siapa pun tidak menghalangi untuk bersikap adil.
Suatu hari, Ummul Mukminin Aisyah berkata kepada Rasulullah seraya mengisyaratkan bahwa Shafiyah binti Huyai, Ummul Mukminin, orangnya pendek, “Cukuplah bagimu Shafiyah itu begini dan begitu,’ maksudnya ia pendek. Lalu apa jawaban dari Rasulullah mendengar jawaban itu dari Aisyah, istri yang paling beliau cintai?! Beliau bersabda, ‘Sungguh, kau telah mengatakan suatu kata yang jika dicampurkan dengan air lautan, tentu merusaknya’.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi)
Meski Rasulullah begitu mencintai Aisyah, namun beliau tidak membiarkannya membicarakan harga diri dan menggunjing saudarinya sesama muslimah. Rasulullah pun tidak segan bersikap sebagaimana mestinya jika memang ada yang salah dan perlu diluruskan.
Saat Rasulullah ﷺ melihat bantal bergambar di rumah Aisyah, beliau pun marah kepadanya dan berdiri di depan pintu. Beliau baru masuk setelah Aisyah melepas gambar-gambar di bantal tersebut.
Cinta Rasulullah ﷺ kepada Aisyah sama sekali tidak menghalangi beliau untuk bersikap adil, meski harus menuntut balas padanya untuk orang lain jika memang itu diperlukan. []
Sumber: Syaikh Mahmud Al-Mishri. Dzulqa’dah 1437 H. Biografi 35 Shahabiyah Nabi. Jakarta Timur: Ummul Qura.
Ini yang Sebabkan Rasulullah Marah kepada Aisyah - Islampos