Selasa, 2 April 2019

Hidup dan kehidupan ini serbanika. 9315.



Kepakaran Imam Hanbali dalam Ilmu Hadits
by larasetia
Kepakaran Imam Hanbali dalam Ilmu Hadits
IMAM Hanbali yang dikenal ahli dan pakar hadits ini memang sangat memberikan perhatian besar pada ilmu yang satu ini. Kegigihan dan kesungguhannya telah melahirkan banyak ulama dan perawi hadits terkenal semisal Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud yang tak lain buah didikannya.
Kepakaran Imam Hanbali dalam ilmu hadits memang tak diragukan lagi sehingga mengundang banyak tokoh ulama berguru kepadanya. Menurut putra sulungnya, Abdullah bin Ahmad, Imam Hanbali hafal hingga 700.000 hadits di luar kepala.
Hadits sejumlah itu, diseleksi secara ketat dan ditulisnya kembali dalam kitab karyanya Al Musnad. Dalam kitab tersebut, hanya 40.000 hadits yang dituliskan kembali dengan susunan berdasarkan tertib nama sahabat yang meriwayatkan. Umumnya hadits dalam kitab ini berderajat sahih dan hanya sedikit yang berderajat dhaif.
Kepandaian Imam Hanbali dalam ilmu hadits, bukan datang begitu saja. Tokoh kelahiran Baghdad, 780 M (wafat 855 M) ini, dikenal sebagai ulama yang gigih mendalami ilmu. Lahir dengan nama Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Imam Hanbali dibesarkan oleh ibunya, karena sang ayah meninggal dalam usia muda. Hingga usia 16 tahun, Hanbali belajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lain kepada ulama-ulama Baghdad.
Setelah itu, ia mengunjungi para ulama terkenal di berbagai tempat seperti Kufah, Basrah, Syam, Yaman, Mekkah dan Madinah. Beberapa gurunya antara lain Hammad bin Khalid, Ismail bil Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walin bin Muslim, dan Musa bin Tariq. Dari merekalah Hanbali muda mendalami fikih, hadits, tafsir, kalam, dan bahasa. Karena kecerdasan dan ketekunannya, Hanbali dapat menyerap semua pelajaran dengan baik.
Kecintaannya kepada ilmu begitu luar biasa. Karenanya, setiap kali mendengar ada ulama terkenal di suatu tempat, ia rela menempuh perjalanan jauh dan waktu lama hanya untuk menimba ilmu dari sang ulama. Kecintaan kepada ilmu jua yang menjadikan Hanbali rela tak menikah dalam usia muda. Ia baru menikah setelah usia 40 tahun.


Pertama kali, ia menikah dengan Aisyah binti Fadl dan dikaruniai seorang putra bernama Saleh. Ketika Aisyah meninggal, ia menikah kembali dengan Raihanah dan dikarunia putra bernama Abdullah. Istri keduanya pun meninggal dan Hanbali menikah untuk terakhir kalinya dengan seorang jariyah, hamba sahaya wanita bernama Husinah. Darinya ia memperoleh lima orang anak yaitu Zainab, Hasan, Husain, Muhammad, dan Said.
Tak hanya pandai, Imam Hanbali dikenal tekun beribadah dan dermawan. Imam Ibrahim bin Hani, salah seorang ulama terkenal yang jadi sahabatnya menjadi saksi akan kezuhudan Imam Hanbali. ”Hampir setiap hari ia berpuasa dan tidurnya pun sedikit sekali di waktu malam. Ia lebih banyak shalat malam dan witir hingga Shubuh tiba.” katanya.
Mengenai kedermawanannya, Imam Yahya bin Hilal, salah seorang ulama ahli fikih, berkata, ”Aku pernah datang kepada Imam Hanbali, lalu aku diberinya uang sebanyak empat dirham sambil berkata, ‘Ini adalah rezeki yang kuperoleh hari ini dan semuanya kuberikan kepadamu.”
Imam Hanbali juga dikenal teguh memegang pendirian. Di masa hidupnya, aliran Mu’tazilah tengah berjaya. Dukungan Khalifah Al Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah yang menjadikan aliran ini sebagai madzhab resmi negara membuat kalangan ulama berang. Salah satu ajaran yang dipaksakan penganut Mu’tazilah adalah paham Al-Qur’an merupakan makhluk atau ciptaan Tuhan. Banyak umat Islam yang menolak pandangan itu.
Imam Hanbali termasuk yang menentang paham tersebut. Akibatnya, ia pun dipenjara dan disiksa oleh Mu’tasim, putra Al Ma’mun. Setiap hari ia didera dan dipukul. Siksaan ini berlangsung hingga Al Wasiq menggantikan ayahnya, Mu’tasim. Siksaan tersebut makin meneguhkan sikap Hanbali menentang paham sesat itu. Sikapnya itu membuat umat makin bersimpati kepadanya sehingga pengikutnya makin banyak kendati ia mendekam dalam penjara.
Sepeninggal Al Wasiq, Imam Hanbali menghirup udara kebebasan. Al Mutawakkil, sang pengganti, membebaskan Imam Hanbali dan memuliakannya. Namanya pun makin terkenal dan banyaklah ulama dari berbagai pelosok belajar kepadanya. Para ulama yang belajar kepadanya antara lain Imam Hasan bin Musa, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Abu Zur’ah Ad Dimasyqi, Imam Abu Zuhrah, Imam Ibnu Abi, dan Imam Abu Bakar Al Asram.
Sebagaimana ketiga Imam lainnya; Syafi’i, Hanafi dan Maliki, oleh para muridnya, ajaran-ajaran Imam Ahmad ibn Hanbali dijadikan patokan dalam amaliyah (praktik) ritual, khususnya dalam masalah fikih. Sebagai pendiri madzhab tersebut, Imam Hanbali memberikan perhatian khusus pada masalah ritual keagamaan, terutama yang bersumber pada Sunnah.
Menurut Ibnu Qayyim, salah seorang pengikut madzhab Hanbali, ada lima landasan pokok yang dijadikan dasar penetapan hukum dan fatwa madzhab Hanbali.
Pertama, nash (Al-Qur’an dan Sunnah). Jika ia menemukan nash, maka ia akan berfatwa dengan Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak berpaling pada sumber lainnya.
Kedua, fatwa sahabat yang diketahui tidak ada yang menentangnya.
Ketiga, jika para sahabat berbeda pendapat, ia akan memilih pendapat yang dinilainya lebih sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Jika ternyata pendapat yang ada tidak jelas persesuaiannya dengan Al-Qur’an dan Sunnah, maka ia tidak akan menetapkan salah satunya, tetapi mengambil sikap diam atau meriwayatkan kedua-duanya.
Keempat, mengambil hadits mursal (hadits yang dalam sanadnya tidak disebutkan nama perawinya), dan hadits dhaif (hadits yang lemah, namun bukan ‘maudu’, atau hadits lemah). Dalam hal ini, hadits dhaif didahulukan daripada qias. Dan kelima adalah qias, atau analogi. Qias digunakan bila tidak ditemukan dasar hukum dari keempat sumber di atas.
Pada awalnya madzhab Hanbali hanya berkembang di Baghdad. Baru pada abad ke-6 H, madzhab ini berkembang di Mesir. Perkembangan pesat terjadi pada abad ke-11 dan ke-12 H, berkat usaha Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) dan Ibnu Qayyim (w. 751 H). Kedua tokoh inilah yang membuka mata banyak orang untuk memberikan perhatian pada fikih madzhab Hanbali, khususnya dalam bidang muamalah. Kini, madzhab tersebut banyak dianut umat Islam di kawasan Timur Tengah.
Hasil karya Imam Hanbali tersebar luas di berbagai lembaga pendidikan keagamaan. Beberapa kitab yang sampai kini jadi kajian antara lain Tafsir Al-Qur’an, An Nasikh wal Mansukh, Jawaban Al-Qur’an, At Tarikh, Taat ar Rasul, dan Al Wara. Kitabnya yang paling terkenal adalah Musnad Ahmad bin Hanbali. []
Kepakaran Imam Hanbali dalam Ilmu Hadits - Islampos

Ketika Imam Hanafi Menangis karena Anak Kecil
by Baehaki

SUATU hari Imam Hanafi bertemu seorang anak kecil miskin sedang berjalan memakai sepatu yang terbuat dari kayu.

”Hati-hati, Nak, dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai engkau tergelincir,” kata imam Hanafi menasehati.
Sang bocah pun tersenyum, sembari mengucapkan terima kasih. Kemudian anak itu beratanya.
“Tuan, bolehkah saya tahu namamu?”
”Nu’man,” jawab sang imam.
”Jadi, Tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar al-imam al-a‘dham (imam agung) itu?” Jawab sang bocah menimpali.
”Nak, bukan aku yang menyematkan gelar itu, melainkan masyarakatlah yang berprasangka baik dan menyematkan gelar itu kepadaku,” jawab Imam Hanafi.
“Wahai sang Imam, hati-hati dengan gelarmu itu. Jangan sampai Tuan tergelincir ke neraka gara-gara dia. Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke kubangan api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya,” kata anak kecil yang memakai sepatu kayu tersebut.
Mendengar kalimat dari anak kecil tersebut, Imam hanafi pun menangis. Beliau merasa bersyukur masih ada yang mengingatkannya. Bahkan tidak disangka-sangka peringatan itu datang dari lidah anak kecil yang masih polos.
Ada tiga hikmah dari cerita di atas, 
Pertama, meski seorang imam besar yang memiliki ilmu tinggi, namun ketika peringatan itu datang dari seorang anak kecil, imam Hanafi menerimanya dengan menangis memohon ampun dan bersyukur kepada Allah, karena telah diperingatkan melalui lidah si anak itu. Lantas, beliau pun tidak memarahi si anak tersebut dan juga tidak merasa gengsi. Beliau tetap rendah hati.  Justru beliau tersungkur menangis karena apa yang dikatakan anak kecil itu benar adanya.
Hikmah kedua adalah terkait gelar yang disandangnya. Semua itu akan dipertanggungjawabkan kelak kepada yang maha kuasa. Ketika seseorang yang diberikan gelar oleh masyarakat sebagai ustad, guru ngaji, dan apapun itu, pada hakekatnya akan ada banyak godaan syaitan yang bisa menjerumuskan atau menggelincirkan itu ke dalam neraka. Godaan tersebut bisa berbentuk halus tidak terlihat misal rasa sombong, ujub, merasa paling habat dan lain sebagainya.
Hikmah terakhir adalah tidak hanya berkaitan dengan gelar. Orang-orang yang diberi rezeki oleh Allah, SWT seperti pangkat, jabatan dan kedudukan juga bisa menggelincirkan manusia ke lembah hitam. Fenomena demikian telah banyak terjadi di sekeliling kita. Semakin tinggi suatu pohon, maka akan semakin kencang angin yang menerpanya sehingga ini bisa menggoyahkan bahkan merobohkan pohon tersebut.
Sumber: www.ummi-online.com
Ketika Imam Hanafi Menangis karena Anak Kecil - Islampos

Antara Imam Ahmad Bin Hambal dan Imam Asy-Syafi’i
by yudi
imam ahmad bin hambal
PERSAHABATAN dan pemuliaan diantara keduanya, walau kadang berpeda pendapat.
عن عبد الله بن الإمام أحمد قال، قلت لأبي: أي رجل كان الشافعي، فإني أسمعك تكثر الدعاء له؟ فقال: يا بني: كان الشافعي رحمه الله كالشمس للدنيا، وكالعافية للناس، فانظر هل لهذين من خلف أو عوض
“Dari Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal beliau berkata: Aku pernah bertanya kepada bapakku: “Siapa itu Asy-Syafi’i? Karena aku banyak mendengar engkau mendo’akan kebaikan untuknya.”
Imam Ahmad menjawab: “Wahai anakku!” Asy-Syafi’i itu laksana Matahari yang menerangi dunia dan kesembuhan bagi manusia.” Coba perhatikan! Apakah ada penerus dan pengganti untuk keduanya?”
Catatan: Imam Asy Syafi’i merupakan salah satu guru Imam Ahmad. []
Facebook: Abdullah Al Jirani
Antara Imam Ahmad Bin Hambal dan Imam Asy-Syafi'i - Islampos

Istimewanya Ibunda Imam Syafi’i
by Eneng Susanti
Orang Yahudi Bertanya soal Surga
SALAH satu karunia besar yang diberikan kepada al-Imam asy-Syafi’i adalah ibundanya yang sangat paham akan pentingnya mencari ilmu (agama). Sehingga meskipun hidup sebagai anak yatim dan ibundanya tidak memiliki harta, jadilah Muhammad bin Idris menjadi al-Imam asy-Syafi’i yang kita kenal hingga sekarang sebagai salah seorang imam besar.

Kemiskinan dan hidup sebagai anak yatim tidak menjadi penghalang bagi beliau untuk menggapai kedudukan yang tinggi. Tentunya ini semua atas kehendak dan karunia Allah, kemudian keinginan yang kuat dari ibundanya.
Al-Imam asy-Syafi’i menuturkan sendiri tentang kondisi ibunya yang miskin: “Aku tumbuh sebagai seorang yatim di bawah asuhan ibuku, dan tidak ada harta pada beliau yang bisa diberikan kepada guruku. Dan ketika itu guruku merasa lega dariku hanya dengan aku menggantikannya apabila ia pergi.”
Beliau juga mengatakan: “Aku tidak memiliki harta. Dan aku menuntut ilmu ketika masih muda.”
Setelah tinggal beberapa lama untuk membesarkan Syafi’i kecil di daerah Ghazah, ‘Asqalan, Yaman, ibunda al-Imam asy-Syafi’i membawanya ke negeri Hijaz. Ibunda asy-Syafi’i memasukkan Syafi’i kecil ke dalam kaumnya, yaitu kabilah al-Azdi, karena ibunda Syafi’i keturunan kabilah al-Azdi. Dan mulailah Syafi’i kecil menghafal al-Qur’an hingga berhasil menghafal seluruh al-Qur’an pada usia tujuh tahun.
Tinggallah ibunda asy-Syafi’i bersamanya di tengah-tengah kabilah ini hingga Syafi’i berusia sepuluh tahun. Ketika telah berusia sepuluh tahun, ibunda Syafi’i khawatir nasab keturunan beliau yang mulia akan dilupakan dan hilang. Yaitu nasab keturunan yang masih bertemu dengan nasab Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ibunda Syafi’i membawa memindahkannya ke kota Makkah. (Tawali Ta’sis karya Ibnu Hajar dengan beberapa penyusaian)
Di antara perhatian ibunda Syafi’i yang besar terhadap ilmu, ia tidak membukakan pintu untuk Syafi’i ketika pulang dari majelis salah seorang ulama di masa itu agar Syafi’i kembali ke majelis tersebut hingga mendapatkan ilmu. (‘Uluwwul Himmah) []
Istimewanya Ibunda Imam Syafi'i - Islampos

Nasihat Imam Syafi’i tentang 3 Hal yang Menunjukkan Kemuliaan Seseorang
by Sodikin
OJK Imbau Masyarakat Hati-hati Investasi Emas di Toko Online
SETIAP orang tentunya mengidamkan kemuliaan hidup di dunia. Beberapa mungkin menganggap harta, gelar, jabatan, tampang, popularitas bisa mengantarkannya menjadi manusia yang mulia di antara yang lain. Benarkah demikian?

Dalam kitab Manaqib Asy-Syafi’i Lil Baihaqi, Imam Syafi’i menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang menunjukkan kemuliaan seseorang. Di antaranya:

Pertama, mampu menyembunyikan kemiskinannya. Sehingga orang disekitarnya menyangka dia adalah orang berada, hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menjaga kehormatannya. Dan juga agar tidak merepotkan orang lain.
Kedua, mampu menyembunyikan kemarahannya. Sehingga orang disekitarnya menganggap dia ridho, dan tidak ada kemarahan sedikitpun ketika sedang menghadapi sesuatu yang tidak disenangi. Hal ini sebagai upaya meminimasilasi konflik, dan munculnya prasangka buruk dari orang lain terhadap diri sendiri.
Ketiga, mampu menyembunyikan kesulitan dan kesusahannya. Sehingga orang disekitarnya menyangka, bahwa dia orang yang penuh kenikmatan dan kecukupan.

Menjadi mulia adalah keinginan setiap manusia, namun tidak setiap manusia mengetahui tentang hakikat kemuliaan.

Tiga hal yang menunjukkan kemuliaan seseorang yang diutarakan oleh Imam Syafi’i, menunjukkan bahwa kemuliaan seseorang bukan diukur dari seberapa banyak gelar akademisnya, seberapa banyak hartanya, dan seberapa populer dirinya.
Tetapi kemuliaan yang hakiki adalah kemuliaan atas ketakwaan seseorang kepada Sang Maha Pencipta, yaitu Allah SWT. []
Nasihat Imam Syafi'i tentang 3 Hal yang Menunjukkan Kemuliaan Seseorang - Islampos

Ini Rahasia Hafalan Imam Syafii
by Rifki M Firdaus
Bolehkah Jika Tak Bermadzhab?
TENTUNYA kita sudah tak asing lagi dengan nama Imam asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala. Ialah seorang imam, ‘alim, ahli fiqih, teladan dalam zuhud, dan juga penolong sunnah yang amat monumental.
Imam asy-Syafi’i memiliki banyak kelebihan. Salah satunya dalam hal hafalan yang sangat bagus. Hafal al-Qur’an di usia tujuh tahun. Kelar membaca al-Muwatha’ di hadapan penulisnya yang juga menjadi gurunya di kisaran usia sepuluh tahun. Dalam usia lima belas tahun, beliau sudah diberi otoritas untuk menyampaikan fatwa.
Maknanya, di usia itu, beliau sudah menguasai berbagai cabang ilmu, baik yang terkait al-Qur’an dan ilmu pendukungnya, hadits dan penopangnya, serta berbagai cabang ilmu-ilmu lainnya, termasuk ilmu waris, kaidah ushul fiqih, dan seterusnya.
Jika Imam asy-Syafi’i saja sedemikian hebat, bagaimana lagi dengan gurunya? Bukankah kehebatan seorang murid, salah satu penopang utamanya adalah kualitas guru?
Imam asy-Syafi’i memiliki banyak guru. Selain Imam Malik bin Anas Rahimahullahu Ta’ala, sosok Imam Waki’ bin Jarrah al-Kufi Rahimahullahu Ta’ala juga tercatat sebagai guru beliau yang amat masyhur.
Terkait Imam Waki’ bin Jarrah al-Kufi, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyampaikan pengakuan, “Ia salah seorang ulama besar terkemuka yang memiliki daya hafal yang sangat kuat. Jika orang lain menghafal dengan susah payah, dia menghafal lancar-lancar saja.”
Imam Waki’ ini tidak pernah membawa buku. Jarang mencatat. Semuanya beliau hafalkan.
Terkait rahasia kuatnya hafalan, suatu hari Ali bin Khasyram bertanya kepada beliau, “Apakah resepnya sehingga hafalanmu begitu kuat?”
Sosok alim nan tawadhu’ ini menjawab, “Resepnya adalah meninggalkan maksiat. Aku melakukannya (meninggalkan maksiat) demi menghafal.”
Dikutip dari kisahhikmah.com, Imam Waki’ ini pulalah yang pernah disebut oleh Imam asy-Syafi’i dalam salah satu syair yang sangat terkenal.
Kuadukan pada Waki’ hafalanku nan jahat
dia berpesan agar kutinggalkan maksiat
Katanya pula, ilmu itu terang bak kilat
cahaya Allah bukanlah untuk pelaku maksiat
Inilah rahasia kuatnya hafalan Imam Syafii dan gurunya. Meninggalkan maksiat. Mari kita bermuhasabah diri, mengapa kita sangat sulit untuk menghafal Al-Quran? Bisa jadi karena maksiat kita yang sudah tak terhingga, sehingga ilmu enggan untuk masuk ke dalam hati kita. Naudzubillah.[]
Ini Rahasia Hafalan Imam Syafii - Islampos

Teladan Imam Syafii; Membagi Malamnya jadi 3 Bagian
by Sodikin
Meski Hafal Al Quran Namun Hidayah Seolah Enggan Mendekati Perempuan Ini
PARA ulama terdahulu terkenal tidak pernah menyia-nyiakan waktunya. Bahkan waktu untuk istirahat pun mereka gunakan untuk senantiasa mendekat pada Allah SWT.

Inilah contoh yang baik dari seorang imam yang sudah ma’ruf di tengah-tengah kita. Beliau memberi contoh bagaimana dalam membagi waktu malam untuk ibadah, belajar dan istirahat. Beliau tidak habiskan sia-sia untuk tidur saja. Juga bukan menghabiskan waktu malamnya dengan begadang sia-sia sebagaimana dilakukan oleh sebagian kita.

Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala (10: 35) menyebutkan, Muhammad bin Basyr Al ‘Akri dan selainnya berkata, telah bercerita pada kami Ar Robi’ bin Sulaiman, ia berkata, “Imam Syafi’i membagi waktu malamnya menjadi tiga: sepertiga malam pertama untuk menulis, sepertiga malam kedua untuk shalat (malam) dan sepertiga malam terakhir untuk tidur”. Imam Adz Dzahabi menyebutkan, “Tiga aktivitas beliau ini diniatkan untuk ibadah.”
Dengan keluhuran ilmu dan ketakwaannya, Imam Syafii telah mewariskan kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmu Imam Syafii banyak diriwayatkan oleh para murid- muridnya dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin ilmu. (Wikipedia)
Dan salah satu murid terbaiknya yakni Imam Ahmad bin Hanbal menjadi salah seorang penyusun madzhab, yakni madzhab Hanbali.
Bahkan Imam Syafii adalah pelopor dalam menulis di bidang ilmu Ushul Fiqih, dengan karyanya yang monumental ‘Risalah.’ Dan dalam bidang fikih, dia menulis kitab Al-Umm yang dikenal oleh semua orang, awamnya dan alimnya. Juga dia menulis kitab Jima’ul Ilmi.
Banyak membaca kisah ulama bisa membuat kita semakin istiqomah dan semangat untuk menjalankan amalan shalih.
Memang benar apa yang dikatakan Imam Abu Hanifah, “Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlak luhur mereka.” []
Sumber: Rumaysho
Teladan Imam Syafii; Membagi Malamnya jadi 3 Bagian - Islampos

Ini Kata Imam Syafi’i tentang Kehebatan Manusia
by Eneng Susanti
Ini Kata Imam Syafi’i tentang Kehebatan Manusia
MANUSIA memang sering dilabeli sebagai mahluk sempurna. Ia bisa dikatakan lebih unggul daripada mahluk lainnya. Sebab, manusia diberikan akal dan pikiran serta kemampuan tertentu. Dengan kemampuannya itu manusia bisa melakukan apa saja yang dikehendakinya sehingga kadang mereka merasa hebat.
Namun, sesungguhnya manusia itu tidak bisa disebut hebat jika tidak mampu menampakkan 3 perkara. Sebagaimana kata Imam Syafi’i, bahwa kehebatan seseorang itu terdapat pada tiga perkara. Apa saja?
Kemampuan menyembunyikan kemelaratan, sehingga orang lain menyangkamu berkecukupan karena kamu tidak pernah meminta, dan selalu merasa syukur.
Kemampuan menyembunyikan amarah, sehingga orang mengiramu merasa ridha, karena tampak wajah yang ceria.
Dan kemampuan menyembunyikan kesusahan, sehingga orang lain mengiramu selalu senang, karena tertutup dengan amal sholeh.
Seseorang yang belum bisa melakukan ketiga perkara diatas, yaitu menyembunyikan kemelaratan, menyembunyikan amarah dan kesusahan berarti ia belum bisa dikatakan sebagai orang yang hebat.
Mengapa demikian? Berikut ini ulasannya:
Dalam Islam, rasa syukur merupakan sesuatu yang ditekankan untuk senantiasa dimiliki oleh hamba Allah yang beriman, sehingga dengan rasa syukur yang cukup, tentu seseorang tidak akan merasa kekurangan, tidak berani meminta-minta karena itu bukan perbuatan yang baik, sehingga orang lain akan selalu melihatnya dalam kecukupan. Dengan penuh syukur, insya Allah sesesorang akan merasa cukup karena Allah yang memberi kecukupan.
Setiap manusia pasti memiliki amarah, namun ada yang bisa mengendalikannya, ada juga yang tidak bisa mengendalikannya sehingga terlihat oleh orang lain bahwa ia tidak ridha dengan sesuatu yang terjadi atau menimpanya. Rasulullah saw. Bersabda, “Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah“. (HR. Bukhari dan Muslim)
Akhlak yang baik salah satunya ialah menahan amarah dan menyembunyikannya. Hanya orang yang sabar yang mampu menahan diri dari gangguan syetan dan hawa nafsu.


Adapun orang yang dikatakan hebat lainnya adalah orang yang mampu menyembunyikan segala kesusahan atau penderitaannya dari orang lain, sehingga orang lain mengira dirinya selalu bahagia, senang, tidak pernah mengeluh, tidak bermasalah, padahal banyak hal yang dirasakan dan menurutnya sangat susah dan menderita, namun tak menampakkan wajah kesusahan dan selalu berusaha membuat wajahnya ceria dan bahagia ketika dihadapan orang lain.
Jadi, orang yang benar-benar hebat itu tidak lain adalah orang yang qanaah, sabar dan berakhlak karimah.  itulah beberapa point penting yang bisa menjadikan seseorang memiliki kehebatan seseungguhnya seperti yang disebutkan oleh Imam Syafi’i di atas. []
SUMBER: CATATAN MOSELIMAH
Ini Kata Imam Syafi'i tentang Kehebatan Manusia - Islampos

Wanita Jadi Imam Sholat, Bolehkah
by Saad Saefullah

TANYA: Ustadz, saya mau tanya bagaimana sebenarnya posisi wanita jika menjadi imam shalat dalam shalat berjamaah? Apakah dibolehkan secara syari’at?
JAWAB: Tentunya kita semua tahu jika sholat berjamaah itu lebih utama—terutama bagi laki-laki. Mari kita simak hadits dari Ibnu Umar ra. berikut ini,
“Sholat berjamaah lebih utama daripada sholat sendirian dengan selisih pahala 27 derajat.” (HR. Bukhori-Muslim)
Subhanallah, pahalanya berbeda jauh sekali ya? Bagaimana dengan wanita? Apakah sama saja atau ada pendapat dan dalil lain?
Yang mungkin sudah kita ketahui bersama dengan jelas dan tegas, bahwa tidak sah bagi wanita menjadi imam untuk laki-laki, tetapi sah wanita menjadi imam bagi wanita. Aisyah ra. pernah mengimami para wanita dan berdiri bersama mereka dalam shaf, dan Ummi Salamah juga melakukannya.
Adapun bahwa laki-laki boleh jadi imam bagi wanita, pernah juga Rasulullah Muhammad saw meminta seorang  laki-laki menyerukan adzan buat Ummi Waraqah, kemudian beliau juga meminta laki-laki tersebut mengimami penghuni rumahnya dalam sholat fardhu.
Mengenai imamah wanita dalam sholat, para fuqaha berpendapat:
Maliki: seorang wanita tidak sah menjadi imam sholat fardhu ataupun sunnah, bagi lelaki maupun wanita.
Hanafi: sah wanita menjadi imam dan sah sholat mereka mereka di dalamnya, tetapi hukumnya makruh tahrim.
Dari perbedaan ulama di atas, jelas bahwa diperbolehkan wanita menjadi imam bagi sesama wanita dan tidak diperbolehkan seorang wanita menjadi imam bagi kaum adam alias laki-laki.
Lantas bagaimana jika dalam keadaan terdesak di suatu acara? Seorang teman laki-laki menjadi imam bagi kaum wanita dalam sholat berjamaah? Ada baiknya kita ramai-ramai sholat di mesjid terdekat saja. Pahalanya dapat, pun dengan terhindar dari fitnah yang bisa timbul.
Atau jika tidak ditemukan mesjid terdekat, lebih baik sholat sendiri saja. Soalnya kalau posisi laki-laki itu bukan masih kerabat para wanita itu, hal itu akan menjadi sesuatu yang tidak syarat aman dan bisa jadi  timbul fitnah. Wallahu alam. []
Wanita Jadi Imam Sholat, Bolehkah? - Islampos



Tiada ulasan: