AILA Berharap Ada Payung Hukum untuk Sikapi LGBT
KIBLAT.NET, Jakarta – Ketua Aliansi Cinta Keluarga (AILA), Rita Subagio mengatakan bahwa harus ada hukum yang mengatur tentang kegiatan Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT). Sebab, masyarakat sendiri tidak mengetahui harus berbuat seperti apa jika menjumpai kegiatan yang berbau LGBT.
“Kenapa kita kemarin sampai ke mahkamah konstitusi, salah satu pesan penting adalah justru untuk mencegah terjadinya main hakim sendiri di masyarakat, karena masyarakat sendiri tidak tahu mesti ngapain. Cukup banyak sekali pertanyaan yang datang kepada kami mau mesti diapakan mereka (pelaku LGBT.red) ini, saking sudah sangat kesalnya,” katanya saat dihubungi Kiblat.net pada Kamis (11/10/2018).
“Masih menjadi PR besar kita karena mestinya ini merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai payung di seluruh aktifitas masyarakat terhadap hal yang seperti itu. Ini akan jauh lebih efektif ketika pemerintah punya payung hukum yang lebih pasti,” sambungnya.
Ia juga menyebutkan bahwa tidak bisa terus-menerus yang bergerak adalah masyarakat. Kalau pemerintah sendiri punya payung hukum punya perangkat yang lebih memadai, tidak setiap kejadian masyarakat yang harus bergerak.
“Negara harus andil dalam hal ini, harus fokus untuk menjaga moral bangsa. Salah satunya melalui perangkat hukum yang memadai,” paparnya.
Selain itu, Rita juga memaparkan bahwa karena tidak ada pasal yang menjerat pelaku LGBT, polisi pun tidak bisa memproses pelaku LGBT. Kecuali, bagi para penyelenggara pesta yang berbau LGBT.
“Misalnya ada 141 gay di Kelapa Gading ditangkap. Mereka mesti diapakan polisi sendiri tidak tau, kecuali penyelenggara yang memang bisa di proses karena terjerat undang-undang pornografi. Tetapi selebihnya 100 orang yang lain itu mesti diapakan,” tukasnya.
Reporter: Taufiq Ishaq
Editor: Izhar Zulfikar
Editor: Izhar Zulfikar
https://www.kiblat.net/2018/10/11/aila-berharap-ada-payung-hukum-untuk-sikapi-lgbt/
Masyarakat Diminta Mempersempit Aktivitas LGBT
KIBLAT.NET, Jakarta – Aliansi Cinta Keluarga (AILA) menegaskan pembatalan kontes Mister dan Miss Gaya Dewata yang bermuatan LGBT tepat. Masyarakat juga diminta terus mempersempit ruang gerak aktifitas perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar di Indonesia.
Mister dan Miss Gaya Dewata 2018 di Bali dibatalkan setelah muncul desakan dari masyarakat. Polisi tak memberikan izin acara yang rencananya digelar di Balai Pertemuan Bhumiku, Denpasar.
“Aktifitas-aktifitas seperti kontes LGBT di Bali dan lain sebagainya, memang bertentangan pada prinsipnya dengan nilai-nilai yang kami sampaikan. Baik itu terkait dengan Pancasila, UUD 45, terutama pasal 29 tentang Negara yang berdasarkan ketuhanan yang maha Esa,” kata Ketua AILA Rita Hendrawaty Soebagio saat dihubungi Kiblat.net pada Kamis (11/10/2018).
Menurutnya, menyampaikan bahaya perilaku lesbian gay biseksual dan transgende (LGBT) adalah bagian dari tanggung jawab moril AILA kepada masyarakat. Aktifitas-aktifitas seperti itu pada prinsipnya tidak di benarkan di Negara kita.
Dia menyatakan masyarakat harus mempersempit ruang gerak aktivis LGBT. “Semua masyarakat perlu untuk semakin mempersempit ruang gerak mereka, agar sampai kemudian di satu titik kita semua sepakat bahwa LGBT ini adalah illegal di Indonesia,” ucapnya.
Rita juga membantah jika argumen pendapat yang mendukung aktivis LGBT dengan dalih hak asasi manusia (HAM). Sebab, HAM sendiri terutama dalam konteks negara dan bangsa Indonesia ini itu dibatasi dengan hal-hak asasi orang lain.
“Dan juga dibatasi dengan norma yang kemudian menjadi nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Itu kemudian yang harus di pahami,” tukasnya.
Reporter: Taufiq Ishaq
Editor: Imam S.
Editor: Imam S.
https://www.kiblat.net/2018/10/11/masyarakat-diminta-mempersempit-aktivitas-lgbt/
Meski Dibatalkan, AILA Curiga Kontes Mister dan Miss Gaya Dewata Tetap Berjalan
KIBLAT.NET, Jakarta – Ketua Aliansi Cinta Keluarga (AILA), Rita Subagio mengapresiasi langkah polisi yang tidak memberikan izin pada kontes Mister dan Miss Gaya Dewata 2018 di Bali. Namun meski tidak diberi izin, ia curiga acara ini masih berjalan dengan lebih tertutup.
“Aliansi Cinta Keluarga juga mengapresiasi Polda Bali dalam hal ini yang juga tidak berusaha memberikan izin. Walaupun saya sendiri sebenarnya yakin bahwa kegiatan-kegiatan seperti ini dalam konteks tertentu, dalam lingkup tertentu tetap jalan,” katanya saat dihubungi Kiblat.net pada Kamis (11/10/2018).
“Saya nggak yakin apa benar-benar dibatalkan atau hanya berpindah tempat. Atau mereka melakukan dengan cara-cara yang lebih tertutup,” sambungnya.
Ia juga bersyukur dengan sikap masyarakat setempat yang menolak kontes tersebut. Menurutnya, penolakan dari masyarakat menyadarkan para pelaku Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) bahwa mereka tidak ada tempat untuk melakukan sosialisasi.
“Kelompok mereka (LGBT.red) sebenarnya juga sudah harus berhitung bahwa sebenarnya kita masih mayoritas menolak hal-hal yang seperti ini. Jadi artinya, silahkan anda lakukan dalam ‘ruang tertutup’, tapi kemudian kalau ini menjadi sebuah bagian dari propaganda disosialisasikan, rasanya ini tidak ada tempat,” tukasnya.
Reporter: Taufiq Ishaq
Editor: Izhar Zulfikar
Editor: Izhar Zulfikar
https://www.kiblat.net/2018/10/11/meski-dibatalkan-aila-curiga-kontes-mister-dan-miss-gaya-dewata-tetap-berjalan/
BERITA»Kes
Khamis, 11 Oktober 2018 | 6:19pm
Hukuman mati 1,278 banduan ditangguhkan
Oleh Luqman Arif Abdul Karim - cnews@nstp.com.my
KUALA LUMPUR: Pelaksanaan hukuman mati mandatori terhadap 1,278 banduan yang sebelum ini didapati bersalah oleh mahkamah berikutan pelbagai kesalahan akan ditangguhkan berkuat kuasa serta-merta.
Timbalan Menteri Dalam Negeri, Datuk Azis Jamman, berkata penangguhan itu susulan langkah kerajaan untuk membentangkan usul menghapuskan pelaksanaan hukuman mati mandatori pada sidang Parlimen, mulai 15 Oktober ini.
Beliau menyifatkan langkah penghapusan bersandarkan prinsip kemanusiaan itu sejajar dasar kerajaan diterajui Pakatan Harapan (PH) yang menjanjikan bahawa sudah tiba masanya hukuman berat berkenaan digantikan dengan kaedah lain.
“Itu dasar kita sebagai sebuah kerajaan baharu, justeru kementerian mengalu-alukan ia kerana mengikut prinsip kemanusiaan. Kita akan cari hukuman lebih setimpal tanpa menggunakan tindakan punitif berbentuk mati mandatori.
“Sehubungan itu, pelaksanaan hukuman mati terhadap 1,278 banduan akan ditangguhkan,” katanya ketika dihubungi NSTP, hari ini.
Menteri di Jabatan Perdana Menteri, Datuk Liew Vui Keong, semalam dilaporkan berkata pelaksanaan hukuman mati mandatori bagi semua kesalahan akan dimansuhkan di negara ini.
Susulan pengumuman itu, katanya, semua pelaksanaan hukuman mati akan ditangguhkan sehingga pemansuhan berkenaan berkuat kuasa.
Berdasarkan perangkaan hingga 1 Oktober lalu, Azis berkata, jumlah banduan yang menghuni penjara adalah seramai 59,245 orang, iaitu 45,388 daripada ialah rakyat negara ini manakala selebihnya, iaitu 13,857 terdiri daripada warga asing.
INFO:
- 1,278 banduan dijatuhi hukuman mati
- 59,245 banduan menghuni penjara, setakat 1 Oktober 2018
- 45,388 banduan ialah warga Malaysia
- 13,857 warga asing
https://www.bharian.com.my/berita/kes/2018/10/484811/hukuman-mati-1278-banduan-ditangguhkan
Fahri: Bantuan Pemerintah untuk Huntara Korban Gempa Lombok Lambat
KIBLAT.NET, Jakarta – Dua setengah bulan telah berlalu pasca gempa pertama melanda Nusa Tenggara Barat. Janji-janji Pemerintah Jokowi-JK menggelontorkan bantuan korban bencana berupa uang tunai dan pembangunan hunian sementara, nampaknya belum juga terealisasikan.
Hal itu diungkapkan Wakil DPR RI, Fahri Hamzah dalam laporan dari hasil peninjauan di Nusa Tenggara Barat. Fahri mengatakan implementasi 6.986 bantuan stimulant menjadi rumah yang sudah dihuni, masih nol. Tahapan terakhir baru sebatas penyiapan dokumen.
“Dalam birokrasi normal pun, pencairan proyek lambat, apalagi menerapkan birokrasi normal di daerah bencana,” kata Fahri dalam laporannya yang dikutip dari akun twitternya, Kamis (11/10/2018).
Ia melanjutkan alokasi bantuan untuk 79.484 buku rekening lainnya (dari data masuk ke bank dan belum terisi) belum memiliki kepastian kapan dananya akan cair ke rekening.
Selain itu, alokasi untuk 117.979 rumah rusak lainnya (dari data rumah rusak terlapor) atau 99.620 rumah rusak dari data yang terverifikasi, masih belum jelas. Mereka belum memiliki buku rekening, nasibnya masih menggantung.
“Sampai hari ini belum ada rumah hunian yang berasal dari bantuan stimulant yang sudah dihuni. Menurut informan, peletakan batu pertama, bukan bersumber dari pagu anggaran bantuan stimulan. Tahap penyiapan rumah yang kami pantau baru sampai pada persiapan dokumen,” ungkapnya.
Fahri menuturkan, warga sekarang ini tinggal di huntara atau rumah yang dibangun dari Lembaga kemanusiaan atau material yang disiapkan oleh pemerintah daerah.
“Rekening yang terisi terhadap rumah yang terverifikasi baru 3,8%. Realisasi rekening terisi untuk Kabupaten Lombok Utara sebagai epicentrum gempa sangat rendah yaitu 3,5%,” tukasnya.
Reporter: Hafidz Syarif
Editor: M. Rudy
Editor: M. Rudy
Fahri: Bantuan Pemerintah untuk Huntara Korban Gempa Lombok Lambat - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/11/fahri-bantuan-pemerintah-untuk-huntara-korban-gempa-lombok-lambat/
European Parliament Decides to Remove Anti-Islam Poster
The European Parliament President Antonio Tajani, who declares the decision after he responded to the letter written by the European-based British member of the European Parliament, Sajjad Haider Karim, to remove posters.
Sajjad Karim MEP, who is also Vice President for Anti-racism in the European Parliament and vice president for diverse grouping in Europe, had attracted the President of Parliament to question that the poster which had been brought up to support Islam, Refugees is itself insulting Islam in many ways. He also requested to give guidelines to set a benchmark
European Parliament Decides to Remove Anti-Islam Poster
https://theislamicinformation.com/european-parliament-anti-islam-poster/
Data Pengguna Facebook Rentan Disalahgunakan untuk Alat Propaganda
KIBLAT.NET – Para peneliti yang sebelumnya pernah memperingatkan tentang kemungkinan risiko penyalahgunaan data Facebook menunjukkan bagaimana profiling psikologis mulai menampakkan hasil.
Dilaporkan saat ini sedang terjadi kegaduhan di Washington dan Silicon Valley terkait sejumlah temuan di antaranya bahwa Cambridge Analytica, sebuah perusahaan yang dikenal pro Trump yang bergerak di bidang konsultan “psikografis” telah mengantongi secara detil data personal 87 juta pengguna Facebook.
Sementara kegaduhan yang terjadi banyak berkaitan dengan masalah privasi dan etika, ternyata hal itu masih menyisakan sebuah pertanyaan praktis, “Apakah penargetan psikologis merupakan sebuah cara yang efektif dalam propaganda digital?” Menurut seorang peneliti Stanford yang telah banyak merintis teknik-teknik original, jawabannya adalah “iya.”
“Bertahun-tahun saya sudah peringatkan akan kemungkinan risiko ini,” kata Michal Kosinski yang bekerja sebagai seorang psikolog sekaligus asisten profesor di Stanford Graduate School of Business (SGSB). “Penelitian terbaru kami mengkonfirmasi bahwa jenis atau cara penargetan psikologis ini bukan hanya memberikan kemungkinan, tetapi sangat efektif untuk dijadikan sebagai alat persuasi massa secara digital.” Kosinski tidak pernah bekerja untuk Cambridge Analytica, dan ia pun tidak pernah bisa mendapatkan data Facebook tanpa ijin pengguna.
Memanfaatkan “Likes” pada Facebook
Sebagai seorang mahasiswa program doktoral (S3) sekaligus wakil direktur Pusat Psikometrik Universitas Cambridge dari tahun 2008-2014, Kosinski bekerja dengan seorang koleganya untuk menginvestigasi apakah mungkin dilakukan identifikasi karakter psikologi seseorang dari “likes” di Facebook. Sebagai contoh, orang-orang yang mengklik “liked” Battlestar Galactica kemungkinan adalah seorang introvert. Sementara mereka yang me-“liked” Lady Gaga adalah orang-orang ekstrovert.
Kosinski dan koleganya di Cambridge, David Stillwell, mampu mengkorelasikan antara “likes” dengan karakter atau kepribadian dasar lainnya, seperti: keterbukaan, kehati-hatian, keramahan, dan kelainan mental. Dengan berbekal hanya 10 “likes” mereka bisa mengevaluasi sifat seseorang secara lebih akurat daripada yang dilakukan oleh teman seprofesi orang tersebut. Dan dengan 70 “likes,” penilaian mereka bisa lebih akurat daripada penilaian teman-teman dekat seseorang.
Dalam sebuah penelitian baru saat ini, Kosinski dan para koleganya, termasuk Stillwell, Sandra Matz dari Sekolah Bisnis Kolumbia, dan Gideon Nave dari Sekolah Bisnis Wharton, mengkonfirmasi langkah logis berikutnya bahwa iklan akan terasa lebih persuasif apabila disesuaikan dengan sifat-sifat psikologis tersebut.
Riset untuk Memberi Peringatan
Kosinski tidak membual tentang hal ini. “Sebagian besar penelitian saya dimaksudkan sebagai peringatan,” katanya. “Anda bisa membayangkan berbagai macam aplikasi yang dibuat untuk tujuan yang baik, tetapi jauh lebih mudah memikirkan aplikasi-aplikasi yang memanipulasi orang untuk membuat keputusan yang bertolak belakang dengan hati nurani dan kepentingan mereka.”
Kosinski bersama koleganya menciptakan sebuah aplikasi Facebook yang memungkinkan orang mengisi kuis kepribadian yang nantinya akan menilai lima sifat kepribadian dasar. Mereka kemudian meminta akses ke “likes” para pengguna, dan akhirnya sebuah database sudah terisi dengan 3 juta profil.
Dengan cara menghubungkan “likes” seseorang dengan skor kuis kepribadian mereka, Kosinski dan Stillwell mengembangkan algoritma yang dapat menyimpulkan secara akurat sejumlah besar sifat-sifat kepribadian seseorang dari aktifitas Facebooknya.
Para pendiri Cambridge Analytica mengadopsi teknik-teknik yang sama dan menerapkannya ke dunia politik. Mereka juga maju selangkah ke depan, dengan menggunakan aplikasi mereka sendiri untuk mengumpulkan secara rahasia aktifitas dari 10 juta pengguna Facebook dan yang sudah berteman dengan mereka yang mengisi kuis aplikasi.
Dalam studi terbaru mereka, Kosinski bersama kolega-koleganya itu ingin melihat apakah penargetan psikologis betul-betul memberikan hasil yang lebih baik dalam periklanan. Para peneliti melakukan tiga kampanye iklan yang bersifat eksperimen terkait Facebook.
Mengukur Efek Iklan yang Terbidik
Dalam mempromosikan kosmetika, misalnya, mereka menggunakan iklan-iklan yang saling menyerang yang ditujukan kepada orang-orang introvert dan ekstrovert. Semua dikatakan, iklan telah menjangkau 3 juta orang.
Iklan untuk orang ekstrovert menampilkan seorang wanita sedang menari dengan slogan “Menari seperti tidak ada yang melihat (padahal mereka terlihat oleh banyak orang).” Sebaliknya, iklan untuk orang introvert menampilkan seorang wanita sedang merenungi dirinya sendiri di depan cermin dengan sebuah slogan sunyi: “Kecantikan tidak harus diteriakkan.”
Cukup meyakinkan, bahwa 50 persen orang kemungkinan akan membeli produk kosmetik apabila mereka melihat iklan yang ditujukan kepada ciri/sifat khusus mereka. Hasilnya pun sama ketika para peneliti mempromosikan sebuah aplikasi teka-teki silang untuk smartphone dengan iklan yang ditujukan kepada para pengguna yang berbasis pada keterbukaan mereka terhadap hal-hal baru.
Orang-orang yang diidentifikasikan sangat terbuka didorong untuk membebaskan kreatifitas pada sebuah puzzle dengan nomor tak terbatas. Mereka yang melihat iklan yang ditujukan kepada tingkat tertentu aspek keterbukaan mereka, 30 persen kemungkinan akan men-download game tersebut daripada yang tidak.
Dalam sebuah uji coba yang ketiga, Kosinski dkk menguji iklan saingannya untuk sebuah video game yang sudah jelas diketahui akan menarik orang-orang introvert. Iklan pertama menampilkan sebuah nada standar penuh aksi: “Siap? Tembak!….” Iklan kedua disesuaikan dengan tipe introvert: “Owh! Hari yang sulit? Bagaimana dengan sebuah puzzle yang harus dimenangkan?” Di sini, iklan untuk introvert menghasilkan 30 persen lebih klik dan 20 persen lebih download.
Kosinski mengatakan sepertinya tidak mungkin untuk melarang penargetan psikologis sebagai alat propaganda politik, tetapi ia mengatakan masyarakat dapat melindungi diri dengan selalu waspada dan memahami bagaimana mekanisme penargetan itu bekerja. Mereka juga bisa menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan mencegah terjadinya penyalahgunaan.
“Ini sedikit mirip dengan api,” katanya. “Anda bisa menggunakan api untuk menghangatkan rumah Anda, atau juga membakarnya hingga habis. Anda tidak bisa melarang api, dan Anda tidak bisa menghentikan sebagian orang yang melakukan aksi pembakaran. Yang Anda perlukan adalah regu pemadam kebakaran dan peralatan keselamatannya.”
Sumber: Standford.edu
Redaktur: Yasin Muslim
Redaktur: Yasin Muslim
https://www.kiblat.net/2018/10/11/data-pengguna-facebook-rentan-disalahgunakan-untuk-alat-propaganda/
Tiada ulasan:
Catat Ulasan