Ahad, 2 Disember 2018

Beberapa hal tentang ISLAM. 8791.


Share dari
"Bersemangatlah sebelum datang hal-hal yang menghalangi, karena seseorang tidak mengetahui kapan datangnya kesibukan yang akan menghalanginya dari menuntut ilmu." - Syaikh Muqbil bin Hadi

Penjelasan Ulama Mesir Terhadap Fitnah Sha'afiqah ( Muhammad bin Hadi )

Penjelasan Ulama Mesir Terhadap Fitnah Sha'afiqah (Muhammad bin Hadi)

Syubhat Muwazanah

Inilah Poin-poin Kesesatan LDII dari Pengakuan Mantan Muballighnya

Sikap Terhadap Orang yang Alergi dengan Bantahan

PENJELASAN SIKAP ULAMA MESIR TERHADAP FITNAH SHA'AFIQAH YANG DIKOBARKAN DR. MUHAMMAD BIN HADY DAN DUKUNGAN MEREKA TERHADAP BERBAGAI UPAYA ASY-SYAIKH RABI' BIN HADY UNTUK MEMADAMKANNYA


بسم الله الرحمن الرحيم 

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد:


Saya, asy-Syaikh Ali bin as-Sayyid al-Washify telah berkumpul bersama asy-Syaikh al-Allamah Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna di kediaman beliau di kota asy-Syaikh Zayid di Giza (Mesir –pent), dan kami menelaah kembali perkara-perkara pokok yang menyebabkan fitnah yang terjadi antara asy-Syaikh Muhammad bin Hady dengan saudara-saudaranya para Masyayikh Salafiyyun serta akibat-akibat negatif yang timbul karenanya yang pengaruhnya telah menyebar luas di banyak negeri-negeri di dunia ini.

Dan kami telah sepakat atas semua pokok-pokok penting yang terdapat dalam penjelasan ini yang kami memohon kepada Allah Ta'ala agar menjadi sesuatu yang melenyapkan kebingungan dan menjelaskan hal-hal yang harus diikuti pada hari-hari yang mendatang berupa perdamaian dan saling mencintai diantara saudara-saudara kita sesama Salafiyyun.

Maksud dan tujuan kami adalah menjaga madrasah salafiyyah yang diberkahi ini agar jangan sampai ditimpa oleh sesuatu yang tidak disukai atau ditimpa oleh hal-hal yang menimpa kelompok-kelompok yang menyimpang sebelum kita, kita memohon kepada Allah kekokohan di atas kebenaran.

Adapun setelah itu; saya belum lama kemarin telah menyebarkan penjelasan yang khusus berkaitan dengan sebagian ikhwah yang mulia dari kalangan para penuntut ilmu senior yang telah mentahdzir Masyayikh Mesir disebabkan lambatnya mereka dalam menampakkan sikap mereka terhadap fitnah yang terjadi antara asy-Syaikh Muhammad bin Hady al-Madkhaly dengan sebagian Masyayikh Salafiyyun dan para penuntut ilmu yang dikenal sebagai Salafiyyun dan membela dakwah salafiyyah sejak lama.

Tidak diragukan lagi bahwa orang yang benar berhak untuk berbicara, dan wajib atas orang yang terzhalimi untuk membantah orang yang menzhaliminya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُوْمًا.

"Tolonglah saudaramu yang zhalim atau yang terzhalimi!"

Karena tersebarnya fitnah tersebut dan meluasnya pengaruh-pengaruhnya di dunia serta terpengaruhnya sekian banyak para penuntut ilmu dengan fitnah tersebut, maka wajib atas kami untuk menjelaskan sikap kami terhadapnya, agar kami tidak termasuk kelompok yang diam saja atau menyembunyikan hal-hal yang wajib untuk kami katakan berupa kebenaran dan membela orang-orang yang berpegang teguh dengannya.

Hanya saja hal itu berkaitan erat dengan penggambaran fakta dan hal-hal yang belum jelas duduk perkaranya yang meliputi permasalahan tersebut hingga sampai pada batasan semacam ini. Dan termasuk perkara yang diketahui adalah bahwa para dai di kalangan kami di Mesir sama sekali tidak mengetahui permasalahan tersebut secara terperinci kecuali sedikit, sebagaimana mereka juga takut merusak perjuangan dakwah dan mencerai beraikan persatuan jika mereka sampai mengobarkan permasalahan tersebut, inilah udzur mereka ketika diam tidak membicarakannya.

Dan tidak tersamar bahwa para Masyayikh tersebut percaya sepenuhnya kepada sikap al-Allamah asy-Syaikh Rabi', sehingga mereka pun mendukung beliau karena keilmuan, kedudukan, kebenaran ijtihad, kejujuran dalam mengadili pihak-pihak yang berselisih, keadilan dalam membela orang yang terzhalimi, serta baiknya tujuan beliau dalam mengatur urusan.

Dan para ulama tersebut tidak taqlid kepada beliau dalam permasalahan tersebut, karena beliau menetapkan vonis berdasarkan hal-hal yang ditunjukkan kepada beliau dan mereka ridha dengan vonis beliau. Ini merupakan kaidah-kaidah penting yang tidak bisa tidak dibutuhkan untuk mengetahui kebenaran, dan yang benar –menurut persangkaan kami dan Allah yang menilai mereka– mereka bertujuan agar Salafiyyun bersatu dan saling mencintai di atas kebenaran serta melenyapkan kebathilan sejelas-jelasnya. Dan mereka insyaallah mendukung siapa saja yang berusaha untuk mewujudkan tujuan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut maka kami katakan: sesungguhnya diamnya kami dari membantah asy-Syaikh Muhammad bin Hady al-Madkhaly tidak berarti kami meridhai jalan yang dia tempuh dan cara-caranya dalam perselisihan tersebut.

Saya, Hasan Abdul Wahhab, telah menjelaskan bahwa Muhammad bin Hady keliru dalam caranya ini ketika menuduh saudara-saudaranya Salafiyyun tanpa hujjah dan bukti dan bahwasanya kebenaran bersama asy-Syaikh Rabi', dan penjelasan tersebut sifatnya masih global.

Jadi cara Muhammad bin Hady tidak kita jumpai dari para imam Salaf terdahulu dalam bermuamalah dengan Ahlus Sunnah jika mereka keliru dalam sebuah permasalahan atau keluar dari jalan yang benar dalam sebuah permasalahan.

Banyak para mujtahid dari ulama Salaf dan ulama belakangan –sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam– yang telah terjatuh dalam bid'ah karena sebab-sebab yang telah diketahui, walaupun demikian bantahan terhadap mereka hanya terbatas dalam lingkup ilmu dan penjelasan hakekat yang sebenarnya, dan tidak masuk ke ranah vonis, penyematan sifat-sifat tertentu, atau memberikan julukan-julukan yang buruk –sebagaimana yang dilakukan oleh ahli bid'ah yang menuduh Ahlus Sunnah sebagai kelompok mujassimah atau hasyawiyyah– yang hal itu menyebabkan bahaya yang besar terhadap umat. Dan hal itu berkaitan erat dengan rambu-rambu yang rumit yang diketahui oleh para ulama besar seperti asy-Syaikh al-Allamah Rabi' dan yang semisal dengan beliau.

Kami dikejutkan oleh asy-Syaikh Muhammad bin Hady al-Madkhaly yang mencomot sebuah julukan buruk yang disematkan oleh al-Imam asy-Sya'by kepada ahli bid'ah asli yang suka menetapkan hal-hal yang dinafikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan sebaliknya suka menafikan hal-hal yang ditetapkan oleh beliau dengan berbagai penakwilan yang nyleneh, yaitu dengan menyebut mereka sebagai Sha'fiqah yang bodoh –yaitu orang-orang yang pergi ke pasar tanpa memiliki uang dan harta benda–, jadi asy-Syaikh Muhammad bin Hady menyematkan julukan buruk tersebut kepada para Masyayikh Salafiyyun senior sehingga menanggalkan ilmu dari mereka dengan dalih karena mereka memiliki berbagai kesalahan.

Ini juga merupakan bahaya besar dan sikap berlebihan yang memalukan yang bisa saja menghabisi tokoh-tokoh dakwah as-Sunnah as-Salafiyyah di seluruh penjuru dunia, karena tidak ada seorangpun yang luput dari kesalahan, baik Muhammad bin Hady maupun salah seorang dari Salafiyyun di dunia ini.

Dan tidak mungkin sebuah kesalahan atau beberapa kesalahan yang muncul dari ijtihad salah seorang ulama yang dipersaksikan keilmuan dan pengetahuannya bisa mencabut ilmunya begitu saja dan menyematkan kepadanya julukan Sha'afiqah yang artinya orang yang tidak memiliki ilmu, sebagaimana yang disematkan kepada orang-orang filsafat dan ahli bid'ah yang asli.

Oleh karena itulah tidak ada seorangpun yang menyebut asy-Syaikh Muhammad bin Hady sebagai Sha'afiqah, padahal mereka mengetahui kesalahan-kesalahannya, hal itu untuk menjaga agar diri mereka tidak terjatuh dan terhina karena ketergelinciran yang membahayakan ini.

Jadi, di sana terdapat perbedaan antara menyikapi ahli bid'ah dengan menyikapi Ahlus Sunnah ketika mereka jatuh dalam kesalahan. Oleh karena itu kami bersabar terhadapnya dengan harapan agar dia bertaubat, namun kenyataannya dia tidak mau bertaubat. Kami juga telah menasehatinya, namun dia tidak mau menerima nasehat dan terus menerus tidak mau bersatu dengan Salafiyyun yang lain.

Kelakuan-kelakuannya ini telah mengakibatkan fitnah dahsyat dan keburukan besar yang pengaruhnya telah menyebar luas di seluruh penjuru dunia Islam, menimbulkan kebencian, menceraiberaikan persatuan, mengkotak-kotak para pemuda hingga mereka terpecah belah menjadi beberapa kelompok secara membabibuta, atas nama al-wala' wal bara' (loyalitas dan permusuhan) karena Allah, dan nampaklah kebodohan banyak para penuntut ilmu pemula tentang rambu-rambu dalam membantah orang-orang yang menyelisihi kebenaran, belum lagi ketidaktahuan mereka sama sekali tentang adab-adab ketika terjadi perbedaan pendapat dan akhlak-akhlaknya.

Tentang fitnah tersebut kami memiliki 9 catatan berkaitan dengan asy-Syaikh Muhammad bin Hady yang akan kami paparkan untuk menjelaskan duduk perkaranya dan mendekatkan hakekat yang sebenarnya.

Mudah-mudahan denganya Allah akan menyatukan hati-hati kita dan mendamaikan pihak-pihak yang berselisih, hingga persatuan dan kecintaan terus menerus ada sebagai ganti dari meluasnya ruang perselisihan dan perpecahan.

Dan kunci segala kebaikan adalah berpegang teguh dengan as-Sunnah dan menjaga persatuan, dan serigala hanyalah akan memangsa kambing yang menyendiri dari rombongannya.

1⃣ Asy-Syaikh Muhammad bin Hady ketika menunjukkan kasusnya kepada al-Imam al-Allamah Rabi' al-Madkhaly hafizhahullah –dan beliau adalah pembawa panji al-jarh wa at-ta'dil di masa ini berdasarkan pengakuan untuk beliau dari al-Imam al-Albany rahimahullah– dia menunjukkannya kepada beliau dengan menganggap beliau seperti seorang hakim agar mengadili antara dirinya dan orang yang berselisih dengan dirinya, dan dia tidak menunjukkannya kepada beliau seperti seorang yang posisinya sebagai lawan atau saksi. Tentunya peran seorang hakim adalah bersikap netral, meneliti bukti-bukti yang diajukan, memberikan hak kepada semua pihak yang memiliki hak, dan menetapkan vonis dengan adil. Dan al-Allamah Rabi' telah melakukannya dengan membaca bukti-bukti yang ditunjukkan oleh asy-Syaikh Muhammad bin Hady huruf demi huruf, menelitinya kembali kata demi kata, dan beliau mengeluarkan vonis yang memutuskan bahwa: asy-Syaikh Muhammad bin Hady tidak memiliki dalil-dalil, bukti-bukti, dan sebab-sebab yang bisa dijadikan alasan untuk perselisihan tersebut dan mencela Salafiyyun.

Di samping itu dari sisi yang lain asy-Syaikh Hasan telah menunjukkan tulisan berjudul "Nadzirush Sha'iqah" –yang padanya terkumpul sebagian bukti-bukti asy-Syaikh Muhammad bin Hady– kepada asy-Syaikh Rabi', lalu beliau membacanya kata demi kata, lalu beliau bertanya, "Siapa penulisnya?" Orang-orang menjawab, "Tidak diketahui." Maka jawabannya beliau, "Penulisnya tidak diketahui dan metodenya gak bermutu."

Termasuk hal yang wajib atas asy-Syaikh Muhammad bin Hady adalah ridha dengan vonis al-Allamah Rabi', berhenti, dan mengakhiri mengobarkan permasalahan tersebut diantara orang-orang awam dan para penuntut ilmu.

Adapun dengan keluar untuk melemparkan anggapan bahwa asy-Syaikh Rabi' tidak membaca bukti-bukti yang dia tunjukkan dan tidak menelitinya, serta sebagian murid-murid yang dekat dengan beliau mengklaim bahwa asy-Syaikh Rabi' melemparkan bukti-bukti yang dia tunjukkan tersebut ke tanah dan tidak membacanya, maka ini merupakan celaan terang-terangan dan cercaan terhadap asy-Syaikh Rabi', menuduh beliau berpaling dari kebenaran, dan mendustakan kabar yang beliau sampaikan.

Dia wajib didudukkan di hadapan beliau dan dimintai pertanggungjawaban dengan serius, karena dia telah menolak keputusan pengadil dalam sebuah permasalahan tanpa alasan yang benar, dan dia juga meminta bantuan kepada murid-muridnya untuk menyebarkan isu tersebut.

Seandainya kita tetapkan untuknya hak untuk memulai kembali untuk menunjukkan bukti-bukti kedua kalinya, tentu hal itu boleh dia lakukan. Bisa dengan cara mengumpulkannya semua dengan tersusun rapi dan menyerahkannya kepada asy-Syaikh Rabi', atau menunjukkannya kepada al-Imam al-Allamah asy-Syaikh Ubaid, atau kepada asy-Syaikh Professor Doktor Abdullah al-Bukhary hafizhahumullah, seperti keadaan setiap orang yang menuduh dalam kasus apapun, tetapi dia tidak melakukan hal itu.

Bahkan dia tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh Khawarij ketika Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma menuntut mereka untuk menunjukkan alasan-alasan untuk menyerang Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, lalu mereka pun menjawab, "Dia memerangi namun tidak menawan musuh yang tertangkap, menjadikan manusia sebagai pemutus perkara dalam urusan agama Allah, dan menghilangkan gelar amirul mu'minin."

Sebenarnya itu hanya pada beberapa poin saja, namun dia tidak mau melakukannya, tetapi yang dia lakukan hanya meninggalkan asy-Syaikh Rabi' dan menjauh dari beliau serta cenderung memilih pembenaran dari murid-murid dan orang-orang awam yang menjadi teman duduknya agar permusuhan semakin parah, serta menuduh orang yang dia musuhi dan siapa saja yang mendukung mereka sebagai orang bodoh dan Sha'afiqah, dan dia membiarkan manusia mencari bukti di lautan yang dalam yang kegelapannya bertumpuk-tumpuk, seakan-akan mereka mencari air di fatamorgana, dan dia mengatakan kepada mereka, "Itu adalah bukti-bukti." Dan dia membuka peluang bagi sebagian orang-orang yang majhul atau tidak dikenal untuk mengungkapkan apa yang mendidih dalam hatinya berupa berbagai perasaan dan celaan terhadap Salafiyyun.

Sampai sekarang dia tidak menunjukkan bukti selain dengan mencabut dari kata-kata yang dia petik dari rekaman suara dari ucapan yang tidak disengaja untuk dia jadikan sebagai bukti untuk menyerang orang yang dia musuhi, sebagaimana yang dilakukan oleh semua orang-orang awam terhadap para ulama besar.

Tanpa diragukan lagi bahwa seorang ulama terkadang keliru ketika dia mengucapkan sesuatu tanpa sadar karena lisannya mendahului maksudnya, tetapi dia tidak meyakininya.

Walaupun hal itu muncul dari orang yang dimusuhi oleh asy-Syaikh Muhammad bin Hady, hal itu juga muncul dari Muhammad bin Hady sendiri, dan hal itu telah diingatkan oleh muridnya yang bernama Abdul Aziz al-Jazairy. Dalam sebuah penjelasan kitab dia pernah mengatakan bahwa "al-Qur'an adalah makhluk" namun dipastikan dia tidak memaksudkan hal itu dan tidak meyakininya, tetapi hanya salah ucap.

Seharusnya demikianlah dalam menilai orang yang dia musuhi pada kesalahan-kesalahan yang dia kritikkan terhadap mereka, karena hukum asalnya mereka di atas Sunnah dan tauhid.

Jadi sebagaimana dia telah menyampaikan udzur karena salah ucap semacam tadi, maka asy-Syaikh Abdullah bin Shalfiq azh-Zhafiry juga telah mengingkari bahwa beliau pernah mengatakan, "Mizan termasuk salah satu dari sifat-sifat Allah." Walaupun hal itu ada bukti dari rekaman suara beliau, tetapi beliau tidak mengetahui tentangnya ketika beliau mengingkarinya, sehingga ini menunjukkan bahwa itu hanya salah ucap, tidak memiliki tempat dalam ingatan untuk menjadi keyakinan yang dibela.

Maka kesempatan masih terbuka lebar di hadapan asy-Syaikh Muhammad bin Hady jika dia memang tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela dalam menjalankan agama Allah dan tidak ada tekanan-tekanan dari pihak manapun agar dia terus berselisih dengan saudara-saudaranya, untuk mengumpulkan bukti-bukti yang dia miliki semuanya, dan pintu asy-Syaikh Rabi' selalu terbuka, di samping berdamai itu lebih baik dibandingkan bermusuhan.

2⃣ Sesungguhnya asy-Syaikh Muhammad bin Hady mengetahui besarnya kedudukan al-Allamah asy-Syaikh Rabi' di dunia Islam, demikian juga dia mengetahui bagaimana pemuliaan para ulama besar terhadap beliau, ilmu, kesungguhan, dan perjuangan beliau dalam menghadang ahli bid'ah di dunia Islam, dan juga mengetahui besarnya peperangan yang beliau terjun di medannya serta besarnya permusuhan yang beliau hadapi.

Dia juga mengetahui bahwa beliau memiliki kedudukan besar dalam bidang ilmu hadits, as-Sunnah, aqidah, dan jarh wa ta'dil yang tidak mungkin akan bisa ditanduk oleh asy-Syaikh Muhammad bin Hady. Dan seandainya bukan karena kedudukan asy-Syaikh Rabi' dan perjuangan beliau, niscaya Muhammad bin Hady tidak akan memiliki kedudukan di sisi para murid asy-Syaikh Rabi' di dunia Islam.

Maka, apakah layak terhadap seseorang yang dakwahnya sampai ke segala penjuru dunia untuk dihadang secara lancang oleh Muhammad bin Hady dengan fitnah semacam ini yang tidak ada dasarnya sama sekali yang menyibukkan beliau dan menyibukkan dunia Islam dengan permasalahan yang tidak ada harganya tersebut?!

Wahai Syaikh Muhammad bin Hady, apakah engkau ingin menghancurkan dakwah tersebut agar dakwah menjadi seperti kemarin dan melenyapkan perjuangan yang telah dicurahkan sekian tahun lamanya hanya gara-gara hal-hal yang remeh dan kata-kata yang dibesar-besarkan?!

Tidak ada seorangpun selamanya dari para ulama yang bergembira dengan apa yang engkau lakukan wahai Syaikh Muhammad. Yang bergembira dengannya dan menari kegirangan adalah musuh-musuh dakwah yang ingin menghancurkannya melalui tangan-tangan orang-orang yang memperjuangkannya sendiri agar medan dakwah lapang bagi mereka sehingga mereka bisa mengatakan apa saja semau mereka dengan aman dan tenang tanpa ada seorangpun yang membantah atau mengkritisi mereka.

Engkau telah menampakkan kepada manusia seorang ulama besar dengan gambaran seseorang yang ragu-ragu dan bingung yang tidak mengadili perkara dengan benar dan tidak mau meneliti bukti-bukti yang diajukan, hingga engkau memberi kesempatan bagi semua ahli bid'ah terdahulu untuk menggugurkan vonis-vonis ulama ini terhadap mereka, yaitu vonis-vonis yang dibangun di atas dalil-dalil, bukti-bukti, dan indikasi-indikasi yang kuat. Agar mereka (ahli bid'ah) bisa mengatakan, "Dia (asy-Syaikh Rabi') memvonis kami dengan hal-hal yang tidak ada pada kami dan menuduh kami dengan hal-hal yang kami bersih darinya."

Sungguh engkau telah mewujudkan impian mereka yang tidak pernah mampu mereka raih sekian tahun lamanya. Hal itu dengan cara engkau masuk menyerang murid-murid beliau dengan mensifati mereka dengan sifat-sifat yang buruk dan engkau mengobarkan permusuhan yang tidak beralasan kecuali karena dorongan-dorongan jiwa dan perselisihan pribadi yang sama sekali tidak memiliki hubungan dengan aqidah, tauhid, maupun manhaj.

Seandainya dipastikan muncul sebagian kesalahan dari para dai Salafiyyun pada hal-hal yang telah lalu sebagaimana yang engkau klaim, maka urusannya jika ditangani dengan cara memperbaiki mereka akan lebih ringan dan lebih mudah dibandingkan dengan memperbaiki ahli bid'ah yang asli.

Pada kelembutan akan datang kebaikan semuanya, dan ilmu itu sifatnya membawa kasih sayang di tengah-tengah orang-orang yang mengamalkannya.

3⃣ Wahai Syaikh, engkau telah membangkitkan permusuhan diantara Salafiyyun melalui sebagian twitt di media yang disebut dengan situs-situs media sosial –twitter dan facebook– dan engkau menerapkannya terhadap dirimu dan engkau mengatakan bahwa yang mereka maksudkan dengannya adalah dirimu dan menuduh dirimu dengan kezhaliman, penyerangan, masuk kedalam manhaj yang rusak, serta tuduhan yang lainnya yang hanya berdasarkan dugaan dan kesalahpahaman.

Mereka telah mengingkari dan bersumpah, dan seandainya kita tetapkan benarnya apa yang engkau lakukan berupa menjatuhkan vonis kepada orang lain hanya berdasarkan persangkaan dan kesalahpahaman, serta membangkitkan pertikaian dan permusuhan dan mencela manusia berdasarkan itu semua, niscaya kami juga akan menjatuhkan vonis terhadap dirimu berdasarkan kaidah-kaidah itu yang sama yang engkau gunakan untuk menuduh Salafiyyun.

Hal itu karena engkau telah mengucapkan perkataan yang sifatnya umum yang berisi berbagai celaan yang tidak ada penjelasannya kecuali engkau memaksudkan dengannya adalah asy-Syaikh Rabi' dan asy-Syaikh Ubaid serta yang lainnya. Hanya saja orang-orang yang berakal tidaklah menelusuri bukti-bukti dan sebab-sebab dan kaidah semacam itu, mereka hanya mengambil ucapan-ucapan yang jelas dan tegas serta mengutamakan hak-hak Allah dan tidak memikirkan hak-hak diri mereka sendiri, bahkan mereka mengorbankan hak-hak mereka dan memaafkan orang yang merusak kehormatan mereka demi membela agama dan as-Sunnah serta untuk meredam fitnah. Dan pada riwayat-riwayat dari Salaf telah mencukupi kita untuk menjelaskan hal itu.

Syaikh Muhammad bin Hady, engkau telah memberikan julukan yang buruk kepada sekian banyak para penuntut ilmu Salafiyyun senior dari para murid ulama besar di Kerajaan Arab Saudi seperti asy-Syaikh Rabi', asy-Syaikh Ubaid, asy-Syaikh Abdullah al-Bukhary serta yang lainnya dengan sebutan Sha'afiqah, orang-orang bodoh dan tidak berilmu. Padahal para ulama tersebut masih mentazkiyah para penuntut ilmu senior tersebut, memuji, dan membela mereka.

Apakah engkau ingin menjatuhkan mereka semuanya agar para ulama itu sendirian tanpa memiliki murid-murid, tanpa perjuangan, dan tanpa dakwah?!

Apakah engkau ingin menjatuhkan perjuangan para ulama itu di tahun-tahun yang lalu dengan peperangan yang padanya engkau tidak mempedulikan kekerabatan, hubungan bertetangga, dan kesamaan dalam manhaj dan di atas as-Sunnah?! Seakan-akan engkau memerangi ahli bid'ah tulen yang tidak memiliki kemuliaan. Semua itu hanya gara-gara perselisihan dan kejadian-kejadian yang membutuhkan bukti-bukti, para saksi, dan indikasi-indikasi kuat yang engkau tidak mampu untuk menunjukkannya.

Di samping itu engkau tidak mengecualikan seorangpun dari mereka ada yang memiliki ilmu, pemahaman, dan pengetahuan. Maka jika demikian siapakah yang tersisa jika murid-murid dari para imam tersebut seperti ini sifatnya?! Siapakah yang bisa diambil ilmunya dan siapakah yang akan menyebarkan dakwah?!

Kita memahami masalah-masalah membantah orang-orang yang menyimpang harus berdasarkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah terperinci dan ilmu yang kokoh dengan harapan agar mereka mendapatkan hidayah dan kembali kepada kebenaran, sebagaimana hal itu merupakan kebiasaan para imam Salaf sejak dahulu.

Kami tidak paham bagaimana keadaanmu hingga sampai berusaha untuk menghancurkan madrasah tersebut secara keseluruhan, seakan-akan itu adalah madrasah milik al-Amidy yang dia dirikan di kota Akko untuk mengajarkan filsafat, ilmu manthiq, dan ilmu kalam.

Wahai Fadhilatus Syaikh, sesungguhnya engkau tidak membantah dengan ilmu yang teliti dan terperinci, tetapi engkau hanya memberi julukan-julukan yang buruk, dan engkau menuduh orang-orang yang engkau musuhi pukul rata dengan sifat-sifat tercela. Engkau tuduh mereka dengan sifat bodoh, biadab, pendusta, dan suka berganti-ganti warna.

Kemudian engkau banyak bersumpah dengan nama Allah pada semua perkara yang besar dan kecil, dan engkau menjadikan Allah sebagai saksi atas ucapan-ucapanmu, seakan-akan engkau sedang bermubahalah (saling mendoakan laknat) dalam masalah aqidah atau as-Sunnah. Engkau mengatakan bahwa engkau di atas kebenaran dan engkau tidak mengucapkan kecuali kebenaran. Saya tidak menganggap dan tidak ada seorangpun yang menganggap bahwa dirimu ma'shum (terjaga) dari kesalahan, lupa, dan lalai. Demikian juga saya tidak menganggap bahwa orang-orang yang engkau tuduh dengan sifat-sifat itu mereka semuanya terjatuh padanya. Tidak ada seorangpun yang berakal yang menyangka demikian.

Engkau menuduh sebagian orang sebagai pendusta kemudian menggabungkan semuanya ke dalam kelompok Sha'afiqah dan engkau katakan, "Mereka adalah para pendusta, demi Allah mereka pendusta, demi Allah mereka orang yang suka berganti-ganti warna."

Engkau menuduh orang-orang yang tidak bersalah tanpa kejahatan yang mereka lakukan, padahal Allah Ta'ala tidak menghukum seseorang dengan dosa yang dilakukan oleh orang lain, sebagaimana firman-Nya:

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى.

"Seseorang yang berbuat dosa tidak akan menanggung dosa orang lain." (QS. az-Zumar: 7)

Ketika saudara-saudaranya Yusuf alaihis salam berkata kepadanya:

فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ.

"Ambillah salah seorang dari kami untuk menggantikan posisinya." (QS. Yusuf: 78)

Maka Yusuf menjawab:

ﻣَﻌَﺎﺫَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻥ ﻧَّﺄْﺧُﺬَ ﺇِﻻَّ ﻣَﻦ ﻭَﺟَﺪْﻧَﺎ ﻣَﺘَﺎﻋَﻨَﺎ ﻋِﻨﺪَﻩُ ﺇِﻧَّـﺂ ﺇِﺫًﺍ ﻟَّﻈَﺎﻟِﻤُﻮﻥَ.

"Kami berlindung kepada Allah dari menghukum kecuali seseorang yang kami temukan barang kami ada pada dirinya, jika sampai demikian maka sungguh kami adalah orang-orang yang zhalim." (QS. Yusuf: 79)

Sesungguhnya menjatuhkan para penuntut ilmu di sebuah madrasah secara keseluruhan dengan sebutan Sha'afiqah tidaklah seperti menjatuhkan sebagian mereka. Dan tidak ada alasan maupun tujuan yang bisa dipahami darinya selain ingin menjatuhkan madrasah tersebut dan para gurunya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Aqil:

ما أراد الروافض من الطعن في أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا الطعن في الشريعة، لأنه إذا كان حملة الشريعة كفارا فالشريعة باطلة.

"Tidaklah Syi'ah Rafidhah menginginkan dari celaan terhadap para shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kecuali untuk mencela syari'at, karena jika para pembawa syari'at dianggap kafir maka syari'at akan dianggap bathil."

4⃣ Saya tidak menyangka bahwa orang sepertimu tidak mengetahui daruratnya menimbang maslahat dan mafsadat serta akibat dari segala sesuatu, dan bahwa perintah dan larangan jika akan mengakibatkan kemungkaran yang lebih besar maka tidak boleh dilakukan berdasarkan ijma'. Hanya saja kami menjumpaimu dalam menghadapi sebagian Salafiyyun dan menuduh mereka sebagai Sha'afiqah, bodoh, suka berganti-ganti warna, dan pendusta, tanpa memperhatikan ukhuwwah, kekerabatan, dan manhaj, tidak memperhatikan maslahat dan mafsadat, dan engkau tidak memperhatikan bahwa mereka memiliki pengikut dan akan lari darimu.

Engkau tidak membedakan antara perselisihan karena urusan dunia dengan perselisihan karena agama, jadi engkau meletakkan yang ini di tempat yang itu sehingga menjadikan semua perselisihanmu seakan-akan karena agama, hingga muncullah kerusakan yang hanya diketahui oleh Allah besarnya, dan kebaikan yang engkau sangka ternyata tidak mendatangkan kecuali keburukan yang besar.

Engkau telah berusaha keras menghubungi dan berbicara dengan semua markiz ilmu yang mengikuti asy-Syaikh Rabi' dan madrasah beliau untuk menimbulkan perselisihan dan membangkitkan permusuhan diantara orang-orang yang tidak mengetahui masalah-masalah tersebut, hingga engkau menjadikan mereka berpecah belah dan berkelompok-kelompok serta membangkitkan permusuhan dan kebencian terhadap saudara-saudara mereka. Apakah engkau memiliki pendahulu dari para ulama bagi apa yang engkau lakukan?

Sungguh saya Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna telah hidup dalam dakwah sekitar 70 tahun saya tidak melihat perselisihan diantara para ulama dan para penuntut ilmu seperti yang saya lihat darimu pada perselisihan tersebut.

Apakah engkau melihat orang seperti Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan yang seperti beliau melakukan cara seperti yang engkau lakukan terhadap orang yang engkau anggap sebagai musuh dakwah, terlebih kepada para ulama Ahlus Sunnah yang sesungguhnya dengan menyebut mereka Sha'afiqah dan bodoh, seperti yang engkau lakukan terhadap saudara-saudaramu?!

Semua pelajaran yang engkau sampaikan telah berubah menjadi celaan terhadap saudara-saudaramu sesama Salafiyyun dan menjatuhkan mereka dengan julukan-julukan yang buruk. Padahal saya telah melarangmu darinya dan saya katakan kepadamu, "Gunakanlah kata-kata yang baik!" Tetapi engkau mempedulikan nasehatku dan tidak mau bertaubat. Sampai perkaranya hingga engkau melemparkan tuduhan qadzaf terhadap seseorang yang tidak bersalah pada kehormatannya dan engkau menuduhnya dengan ahir dan fujur di salah satu dari rumah-rumah Allah (masjid).

Apakah hal itu pantas bagi seorang dai besar Islam yang ingin menunjukkan manusia kepada kebenaran dan menyelamatkan mereka dari kebathilan?!

Sesungguhnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dahulu biasa membantah para imam Ahlus Sunnah dan para mujtahid –dan banyak dari mereka yang terjatuh dalam bid'ah tanpa sepengetahuan mereka– dengan menjelaskan kebenaran dan melenyapkan syubhat. Namun kita tidak melihat beliau mentahdzir atau mencela mereka, tetapi beliau bersikap lembut kepada mereka dan berusaha mencarikan udzur untuk mereka. Dan beliau mengetahui bahwa Allah mengampuni untuk umat ini pada kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja baik yang sifatnya ilmu atau amal. Jadi masalahnya bukan menjatuhkan vonis dan mencela manusia, tetapi masalahnya adalah menjelaskan kebenaran dengan dalil-dalil, kemudian meletakkan vonis dengan adil. Maka di manakah engkau dari hal-hal seperti itu?!

Sungguh Haddadiyyah telah bergembira dengan cara-cara dan jalanmu dalam mentahdzir dan menyusahkan Ahlus Sunnah jika salah seorang dari mereka terjatuh dalam kesalahan. Bahkan mereka telah menuntut asy-Syaikh Rabi' agar menuduh dirimu dengan tuduhan yang sama terhadap mereka (sebagai Haddadiyyah). Dan beliau sendiri telah menyebut mereka sebagai musuh-musuh as-Sunnah yang ekstrim karena memvonis para imam semuanya sebagai orang kafir, ahli bid'ah, dan sesat dengan cara yang bathil. Namun asy-Syaikh Rabi' masih bersabar terhadapmu, maka apa yang akan engkau katakan?!



⚠️ BERSAMBUNG INSYAALLAH ⚠️

Penjelasan Ulama Mesir Terhadap Fitnah Sha'afiqah ( Muhammad bin Hadi )
https://www.atsar.id/2018/09/penjelasan-ulama-mesir-terhadap-fitnah-shaafiqah-muhammad-bin-hadi.html
Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam Mengkritisi Orang, Kitab dan Golongan
Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam Mengkritisi Orang, Kitab dan Golongan

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam Mengkritisi Orang, Kitab dan Golongan



Terjemah Kitab Minhaj Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Naqdir Rijal wal Kutubi wath Thawa'if

(Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam Mengkritisi Orang, Kitab dan Golongan)

Penulis: 
Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Umair Al-Madkhali حفظه الله تعالى

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:


MUKADDIMAH CETAKAN KEDUA:


الحمدلله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن اتبع هداه. 
أما بعد:

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam teruntuk Rasulullah, keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau.

Amma ba'du:

Rabbku Mengetahui tidaklah tujuanku menulis kitabku ini Manhaj Ahlus Sunnah  wal Jamaah dalam Mengkritisi Orang, Kitab dan Kelompok-kelompok,  kecuali untuk menjelaskan al-haq, keadilan yang obyektif yang ada dalam manhaj agung ini. Dan aku telah berusaha dengan sungguh-sungguh sesuai kemampuanku untuk menampakkan al-haq dan membantah apa yang menyelisihi dan yang bertentangan dengannya.

Maka aku memohon kepada Allah yang Mulia, Rabb Arsy yang agung, agar Dia menjadikan karya tulis ini ikhlas semata-mata hanya untuk Wajah-Nya, dan untuk menolong agama-Nya, dan agar Dia menjadikannya sebagai pemberat timbangan amal kebajikanku.

Dan termasuk dari rasa syukur dan pujianku kepada Allah adalah dengan aku jelaskan, bahwa kitabku ini telah diterima dengan segala senang hati oleh para ulama salaf yang adil, yang mana jumlah mereka ini banyak, baik di negara (Saudi Arabia)  maupun yang di luar negri ini, di mana mereka ini tidak asing bagi kita.

Saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia agar memberikan taufik kepada saudara-saudara kita yang tertipu dengan manhaj yang menyimpang dan keliru, yang nampak pada zhahirnya (dibungkus) dengan al-haq, padahal manhaj yang menyimpang tersebut terselubung di dalamnya usaha untuk menghancurkan manhaj salaf yang pada hakikatnya tidak ada kebenaran yang hakiki kecuali hanya ada pada manhaj salaf.

Semoga Allah ta'ala memberikan taufik kepada mereka agar rujuk (kembali) kepada al-haq, dijauhkan dari jalan-jalan ahlul batil, dari penentangan dan kesombongan. Dan semoga Allah ta'ala menjaga kita juga mereka dari tipuan setan, baik setan manusia maupun jin, dan agar Dia mengeluarkan kita semua dari hawa nafsu dan kebingungan yang hal itu dapat merusak kesucian hati, jiwa, akidah dan akhlak. Sesungguhnya Rabbku Maha Mendengar doa.

Dan tidak lupa pula aku sampaikan kepada para pembaca yang terhormat, bahwa setelah selesai menulis kitabku ini Minhaj Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Naqdir Rijal wal Kutubi wath Thawa'if, aku kirimkan naskahku ini kepada Syaikh kami Al-Allamah Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz ketua Dewan Fatwa dan Bimbingan Kemasyarakatan, kemudian beliau mengamanahkan untuk mengkaji dan membacanya kepada Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Ar-Rajihi dalam surat beliau (no. 488), tertanggal 13- 3- 1412 H.

Maka Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Ar-Rajihi memenuhi permintaan Syaikh-nya Al-Allamah Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz. Maka mulailah dia menelaah kitab ini, lalu dia meringkasnya dengan bagus yang ringkasan tersebut disandarkan pada penulis kitab, kemudian dia menulis surat balasan kepada Al-Allamah Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz sebagai berikut:


بسم الله الرحمن الرحيم 


Dari Abdul Aziz bin Abdullah Ar-Rajihi,  kepada Syaikh kami dan bapak kami  yang terhormat Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz حفظه الله, semoga Allah menjaganya dan mengaruniakan kesehatan dan kebaikan kepadanya. Amin.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 


Amma ba'du:

Telah saya terima surat anda (no. 488) tanggal 13-3-1412 H terlampir di dalamnya karya Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali pengajar Jami'ah Islamiyyah di Al-Madinah Al-Munawwarah dengan judul: Minhaj Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Naqdir Rijal wal Kutubi wath Thawa'ifi, dengan tujuan untuk ditelaah dan dikoreksi.

Di sini saya sertakan faedah dari kitab tersebut kepada anda. Semoga Allah menjagamu dan Allah-lah yang memberi taufik. Semoga shalawat Allah diberikan kepada Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarganya dan para sahabatnya.


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:


Setelah Asy-Syaikh Al-Allamah Ibnu Baz membaca surat dari Asy-Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi, maka beliau mengirim surat untukku sebagai berikut di bawah ini, di mana beliau menyampaikan kabar gembira untukku, bahwa beliau senang dengan komentar dari Asy-Syaikh Ar-Rajihi, serta mendoakan kebaikan untukku dan aku berharap kepada Allah untuk mengabulkannya.

No. Surat: 1673
Tanggal: 8-9-1412 H

Dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, kepada saudaraku yang terhormat Doktor Rabi' bin Hadi bin Umir Al-Madkhali, semoga Allah meridhainya dan semakin menambah ilmu dan imannya. Amin.

Salamun 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Amma ba'du:

Bersama surat ini, aku sertakan surat yang berisi komentar dari yang terhormat Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Ar-Rajihi tentang kitab anda yang berjudul Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wath Thawaifi, karena aku telah melimpahkan kepadanya untuk menelaah, dikarenakan aku tidak bisa mengoreksinya. Maka dia telah memberikan komentar tentang kitab tersebut, dan sungguh komentarnya telah membuatku senang walhamdulillah, dan aku juga senang untuk memberitahukannya kepada anda.

Aku mohon kepada Allah untuk menjadikan kami dan anda dan semua saudara-saudara kita sesama da'i yang menyeru kepada hidayah dan menolong al-haq. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah dan Maha Mulia.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ttd. Ketua Umum Dewan Fatwa dan Bimbingan Kemasyarakatan.
===========================
Semoga Allah memberi barakah umur kepada Syaikh kita, syukur kepada Allah atas dukungan dan respon yang baik dari beliau, semoga Allah menjadikan kami dan beliau juga semua kaum muslimin sebagai da'i yang mengajak kepada Al-Haq dan As-Sunnah, serta selalu membela keduanya. Sesungguhnya Rabbku Maha Mendengar doa.

Di sini aku sertakan pula kepada pembaca yang terhormat, perkataan yang lain dari Asy-Syaikh Abdul Aziz Al-Muhammad As-Salmani dan Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan sebagai anggota dewan ulama kibar, sehingga hal ini semakin mendukung tema manhaj dalam kitab ini.

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz حفظه الله ditanya permasalahan berikut ini:

Sesuai dengan manhaj Ahlus Sunnah dalam membantah ahlul bid'ah dan kitab-kitab mereka, apakah wajib menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka di samping menyebutkan kesalahan-kesalahannya, ataukah hanya menyebutkan kesalahan-kesalah mereka saja?

Maka Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab :

Yang ma'ruf dari perkataan para ulama adalah menyebutkan kesalahan-kesalahannya saja untuk mentahdzir. Adapun sesuatu yang baik adalah ma'ruf (diketahui) dan diterima kebaikannya.

Akan tetapi yang menjadi tujuan adalah tahdzir dari kesalahan-kesalahan mereka, misalnya kesesatan Jahmiyyah, Mu'tazilah, Rafidhah, dan seterusnya.

Jika memang ada keperluan untuk menjelaskan kebenaran yang ada pada mereka, maka boleh dijelaskan. Jika ada yang bertanya, 'Apa kebenaran yang ada pada mereka?' atau 'Apa pendapat mereka yang sesuai dengan ahlussunnah?' Dan yang ditanya mengetahui hal itu maka hendaknya dijelaskan, tapi tujuan terbesar adalah menjelaskan kebatilan yang ada pada mereka, agar si penanya tidak cenderung pada mereka dan waspada terhadap mereka.
===========================
Pertanyaan berikutnya:

Ada kelompok manusia yang mengharuskan adanya muwazanah, yakni jika engkau akan membantah seorang mubtadi dengan kebid'ahannya agar supaya orang berhati-hati dan waspada darinya, maka engkau harus pula menjelaskan tentang kebaikan-kebaikannya sehingga engkau tidak menzhaliminya?

Maka Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz -semoga Allah menjaganya- menjawab:

"Tidak! Itu tidak wajib. Oleh karena itu apabila kamu membaca kitab-kitab ahlussunnah, engkau akan mendapati (secara jelas) apa yang dimaukan dengan tahdzir. Bacalah dalam kitab-kitab Bukhari: Khalqu Af'alil 'Ibad, di dalam Kitabul Adab dalam Ash-Shahih, kitab As-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, kitab At-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah, kitab Raddu Utsman Ibnu Said Ad-Darimi terhadap ahlul bid'ah, dan lain-lain.

Yang diinginkan adalah tahdzir (peringatan) dari kebatilan mereka, dan bukan sebaliknya untuk menjelaskan sejumlah kebaikan-kebaikan mereka,  maka kebaikan-kebaikannya tidak ada nilainya dibandingkan dengan kekufuran, jika kebid'ahannya sampai dalam tingkat kekufuran, maka batillah semua kebaikan-kebaikan yang ada padanya. Dan jika tidak sampai dalam tingkat kekufuran maka berbahaya  jika menyebutkan kebaikan-kebaikannya, sebab tujuan utamanya adalah menjelaskan kesalahan-kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan yang mengharuskan orang untuk hati-hati dan waspada darinya."

Jawaban di atas dari kaset rekaman pada dars (pelajaran) Asy-Syaikh حفظه الله yang disampaikan pada musim panas tahun 1413 H, di kota Thaif, setelah shalat fajar.
===========================
Asy-Syaikh Abdul Aziz Al-Muhammad As-Salmani حفظه الله ditanya pertanyaan berikut ini:

"Apakah menurut manhaj salaf disyaratkan harus ada Al-Muwazanah (menyebutkan) antara kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan dalam mentahdzir ahlul bid'ah?"

Maka beliau menjawab:

"Ketahuilah, semoga Allah memberi taufik kepada kami dan kamu dan juga kepada seluruh kaum muslimin,  bahwa tidak ada satupun atsar dari salafush shalih baik dari para sahabat maupun para tabi'in yang mengikuti mereka dengan ihsan ada yang mengagungkan seorang pun dari ahlul bid'ah. Tidak ada di antara mereka salafush shalih yang berwala' (membela) ahlul bid'ah maupun menyeru dan mengajak untuk berwala' kepada ahlul bid'ah.

Karena ahlul bid'ah itu hati-hati mereka berpenyakit dan di khawatirkan orang-orang yang bergaul dan berhubungan dengan mereka akan terkena penyakit mereka ini, sebab orang sakit bisa menularkan penyakit kepada orang sehat dan tidak sebaliknya (orang sehat tidak akan menularkan kesehatannya kepada orang sakit, pen.), maka hati-hati dan waspadalah terhadap semua ahlul bid'ah.

Dan di antara ahlul bid'ah yang wajib dijauhi dan dihajr (ditinggalkan) adalah: Al-Jahmiyyah, Ar-Rafidhah (Syi'ah), Al-Mu'tazilah, Al-Maturidiyyah, Al-Khawarij, Ash-Shufiyyah, Al-Asya'irah dan semua golongan yang berada di jalan mereka, golongan-golongan yang menyalahi dan menyimpang dari jalan salaf, maka seharusnya bagi seorang muslim untuk mentahdzir mereka dan menjauhi mereka.

وصلى الله على محمد وٱله وسلم.

===========================

Ditanya kepada Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan حفظه الله pertanyaan berikut ini,

setelah beliau ditanya sebelumnya dengan beberapa pertanyaan tentang berbagai macam kelompok-kelompok:

"Baiklah wahai Syaikh, engkau telah mentahdzir/memperingatkan dari (bahaya) mereka tanpa menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka misalnya atau engkau sebutkan kebaikan-kebaikan mereka dan juga kesalahan-kesalahan mereka?

Maka beliau menjawab:

"Jika engkau menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka, itu maknanya engkau memuji mereka, tidak! Jangan sebutkan kebaikan-kebaikan mereka! Sebutkan kesalahan yang ada pada mereka saja. Karena engkau tidak dibebani untuk mempelajari dan mencari-cari kebaikan mereka. Engkau dibebani untuk menjelaskan kesalahan yang ada pada mereka dengan tujuan agar mereka bertaubat dari kesalahannya tersebut dan juga untuk mentahdzir/memperingatkan orang lain dari mereka. Adapun jika engkau menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka, maka mereka akan mengatakan, jazakallahu khairan semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, ya, inilah yang kami inginkan, dst."

"Sehingga dengan itu nasihat menjadi mentah, tidak berguna." (Keterangan pen.).

Dinukil dari rekaman audio pelajaran ketiga dari Kitabut Tauhid yang disampaikan oleh Asy-Syaikh di musim panas tahun 1413 H, di Thaif.

Alhamdulillah selesai mukaddimah cetakan kedua, yang ditulis oleh Asy-Syaikh Rabi  حفظه الله تعالى.


Bismillah. Kita mulai mengkaji isi kitab pada bab pertama dengan judul:

MANHAJ ISLAM DAN PARA IMAM DALAM MENGKRITISI PENDAPAT-PENDAPAT DAN ORANG-ORANG SERTA MELURUSKANNYA DAN MENJELASKAN BAHWA KEADILAN YANG HAKIKI HANYA ADA DALAM MANHAJ INI

Al-Qur'anul Karim memuji orang-orang mukmin tanpa menyebutkan kesalahan-kesalahan mereka dan mencela orang-orang kafir dan orang-orang munafik tanpa menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka.

Allah memuji orang-orang mukmin dalam banyak ayat Al-Qur'an dan menyebutkan apa yang dijanjikan untuk mereka berupa pahala besar dan tidak menyebutkan sedikit pun dari kesalahan-kesalahan mereka. Ini adalah muwazanah, sebab:


كل ابن آدم خطاء،  وخير الخطاءين التوابون.


"Semua manusia (pernah) salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat."


Muwazanah semacam ini mengandung kemaslahatan yang besar, yakni jiwa akan tergerak untuk mencontoh mereka dan berjalan mengikuti metode mereka.

Sebaliknya Allah mencela orang-orang kafir, orang-orang munafik dan orang-orang fasik dalam banyak ayat dan menyifati mereka sesuai dengan apa yang ada pada mereka dengan sifat-sifat; kufur, nifak, dan fasik, bahkan juga Allah menyifati mereka dengan; tuli, bisu dan buta. Juga disifati dengan; sesat, dan jahil, Tanpa sedikit pun menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka, sebab tidak pantas untuk menyebutkannya, karena kekufuran dan kesesatan mereka telah merusak dan mencoreng kebaikan-kebaikan tersebut dan menjadikannya seperti debu yang beterbangan.

Allah ta'ala berfirman:


وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

"Dan Kami datangkan apa yang telah mereka amalkan dari amalan, lalu kami jadikan debu yang berterbangan." (QS. Al-Furqan: 23)

Dan Allah ta'ala berfirman:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

Katakanlah: "Adakah kami kabarkan kepada kalian orang-orang yang rugi amalannya, yaitu orang-orang yang sesat amalan mereka di kehidupan dunia sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah berbuat baik." (QS.  Al-Kahfi: 103-104)

Allah ta'ala juga berfirman,

ۚ وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَٰكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ 

"Dan Allah tidak men-zhalimi mereka, akan tetapi mereka yang men-zhalimi dirinya sendiri." (QS Al-Imran: 117)


Dan sungguh Allah ta'ala telah mengisahkan kepada kita bagaimana sikap  para umat kafir  terdahulu yang mendustakan para Rasul-Nya, Allah ta'ala menyebutkan kekufuran mereka, pendustaan dan permusuhan mereka kemudian kebinasaan dan kehancuran mereka yang banyak kisah itu di dalam Al-Qur'an, dan tidak menyebutkan sedikit pun dari kebaikan mereka, sebab tujuan utamanya menyebutkan semua itu adalah dalam rangka untuk dijadikan pelajaran dan peringatan akibat durhaka kepada  para rasul dan melanggar ajarannya, baik itu berupa kekufuran dan pendustaan, agar umat yang lain tidak mengalami apa yang telah dialami oleh umat-umat sebelumnya, dan tidak binasa seperti kebinasaan mereka.

Dan Allah ta'ala menyifati Yahudi dan Nasrani dengan sifat-sifat yang paling jelek,  dan mengancam mereka dengan ancaman yang paling keras, dan tidak menyebutkan sedikit pun dari kebaikan-kebaikan mereka yang telah mereka gugurkan dengan kekufuran dan pendustaan mereka terhadap Muhammad صلى الله عليه وسلم, begitu pula apa yang telah mereka lakukan berupa kekufuran dan merubah isi kitab mereka.

Begitu pula Quraisy memiliki banyak kebaikan,  tapi mereka nodai dengan kekufuran dan pendustaan mereka terhadap rasul yang paling mulia.

Ketika orang-orang kufar Quraisy menjadi tawanan kaum muslimin di waktu perang Badar, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

لو كان المطعم بن عدي حيا، ثم سألني هؤلاء النتنى، لأعطيته إياهم.

"Seandainya Muth'im bin Adi masih hidup kemudian dia meminta kepadaku (untuk membebaskan bangkai-bangkai (musyrikin) ini, sungguh aku akan berikan (bebaskan) mereka untuknya."

Keterangan penerjemah:

Disebabkan karena banyaknya  jasa dan kebaikan Muth'im bin Adi yang merupakan salah satu tokoh musyrikin Quraisy kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم.  Kisah tersebut menunjukkan bahwa Quraisy memiliki banyak kebaikan tapi mereka nodai dengan kekufuran mereka. (Selesai keterangan pen ).

Allah ta'ala berfirman,


تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ. مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ. سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ. وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ.
فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ

"Celaka kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar dia celaka. Tidak berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Dia akan masuk neraka yang menyala-nyala. Dan istrinya yang membawa kayu bakar yang dipikul di lehernya dengan tali dari sabut." (QS. Al-Masad: 1-5)

Tidak diragukan bahwa Abu Lahab dan istrinya memiliki banyak kebaikan-kebaikan, mereka berdua suami istri terlahir dari keluarga mulia dan terhormat, akan tetapi keduanya telah menodai segala kebaikannya dengan kekufuran dan permusuhan serta sikap yang buruk terhadap Rasulullah صلى الله عليه وسلم. 

Keterangan penerjemah:

Seperti itulah metode manhaj dalam Al-Qur'an, segala kebaikan yang ada tidak disebutkan ketika menjelaskan tentang orang-orang yang kufur dan menyimpang dari al-haq. (Selesai keterangan pen.). 

Adapun manhaj yang salah dan menyimpang, mereka menganggap bahwa manhaj Rabbani ini zhalim dan tidak adil.
Maha Tinggi Allah dari anggapan mereka tersebut, dengan Ketinggian dan Keagungan Yang Sempurna.


TAHDZIR (PERINGATAN) NABI صلى الله عليه وسلم KEPADA UMATNYA TERHADAP PENGIKUT HAWA NAFSU 

Insyaallah bersambung...

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah
__________
Channel Telegram
      ● http://t.me/NAmanhaj

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam Mengkritisi Orang, Kitab dan Golongan
https://www.atsar.id/2018/11/manhaj-ahlus-sunnah-wal-jamaah-dalam-mengkritisi-orang-kitab-golongan.html
Hadits Palsu Tentang Telinga Berdengung

Hadits Palsu Tentang Telinga Berdengung

[Hadits] 3 Hal yang Menyelamatkan

Permisalan Orang Yang Berpuasa

Menghitung dan Mencermati Hari-hari di Bulan Sya'ban

HADITS PALSU, Hadits tentang berdengungnya telinga

إِذَا طنَّتْ أُذُنُ أَحَدِكُم فَلْيَذْكُرْنِي ولْيُصَلِّ عَلَيَّ ولْيَقُلْ: ذَكَرَ اللَّهُ مَن ذَكَرَنِي بِخَيْرٍ

(Bila berdengung telinga salah seorang diantara kalian, maka hendaklah mengingat aku dan bershalawat kepadaku serta berkata: Allah mengingat orang yang mengingatku dengan kebaikan)

Berkata Al Albani dalam As Silsilah Dhaifah wal Maudhu'ah serial hadits lemah dan palsu 6/137: PALSU, Ar Ruyani dalam Musnadnya 2/141/25, dan Al Bazar 3125:

Mengkhabarkan kepada kami Abul Khaththab: Mangkhabarkan kepada kami Ma'mar bin Muhammad: Mengkhabarkan kepada kami Bapakku dari Kakekku dari Abu Rafi' secara Marfu'.
Dan Ath Thabarani meriwayatkannya dalam "Ash Shaghir" 229-Cet India, dan Al Ausath 9222, dan Asy Syajari dalam "Al Amali" 1/129 dari jalan lain dari Ma'mar dengannya.

Saya katakan (Al Albani) : Dan ini jalur sanad yang dhaif jiddan/lemah sekali. Dan padanya ada dua kecacatan:


1. Muhammad ini -dia adalah Ibnu Ubaidullah bin  Abu Rafi'– sedangkan dia sangat lemah sekali/Dha'if Jiddan


2. Putranya yaitu Ma'mar, dia juga dhaif jidan/lemah sekali. Berkata Al Bukhari: "Munkarul Hadits"

Saya katakan (Al Albani) : Dan akan tetapinya itu telah diikuti, dan Ibnu Abi Ashim telah mengeluarkannya dalam "Ash Shalatu Ala Nabi ﷺ 62/81, dan Ibnu Hibban dalam "Adh Dhu'afa" 2/250, dan Ath Thabarani dalam Al Kabir 2/48/1 dari Hibban bin Ali bin Muhammad bin Abaidullah dengan riwayat itu. Dan Hibban dia itu Al Anazi, dan dia itu Dhaif/lemah. Dan dari jalannya, Abu Musa  Al Madani juga mengeluarkannya dalam Al Lathaif 2/93/6, dan begitu juga Al Uqaili dalam Adh Dhuafa 390, dan berkata: "Tidak ada padanya asal usul", Muhammad bin Ubaidullah bin Abu Rafi', Berkata Al Bukhari: "Munkarul Hadits"

Berkata Yahya: "Tidak ada apa-apanya"


Berkata Ad Daruquthni: "Matruk/ditinggal dia, padanya ada banyak perilaku Mu'dhal (pengguguran perawi)". Dan dari jalannya, Ibnu Adi meriwayatkannya 1/285 dan Ibnu Hibban dalam Al Majruhin orang-orang yang dicacati 2/250.

Dan hadits yang Ibnul Qayyim Al Jauziyah membubuhkannya dalam Al Manar hal.25 pada pasal dari pasal-pasal perkara-perkara yang seluruhnya diketahui keadaan haditsnya palsu, maka dia berkata:


"Dan diantaranya hadits yang berdasar penggambaran para tabib dan jalur-jalur yang serupa dan sepadan", kemudian menyebutkan hadits-hadits, ini salah satunya, dan dia berkata: "Dan setiap hadits mengenai berdengungnya telinga, maka itu adalah dusta".

Dan Abu Ghudah Al Kautsari Al Halabi memberikan catatan kaki dalam catatan kecil tentangnya hal 65-66, maka dia berkata: "kataku: "Semuanya ini menggambarkan tentang adanya hadits yang tersebut, yaitu haditsnya Abu Rafi' maula Rasulullah." Dia berkata: "Al Hafidz Al Haitsami dalam Majma Zawaid 10/138: "Ath Thabarani meriwayatkannya dalam Al Ma'ajim–tiga, dan Al Bazar secara ringkas banyak, dan sanad Ath Thabarani dalam Al Kabir, bagus." Dan Berkata Al Munawi dalam Faidhul Qadir 1/399 setelah dia menukilkan ucapan Al Haitsami ini: "Dan karenanya salahlah pendapat yang mengklaim kelemahannya lebih lagi tentang kepalsuannya. bahkan kataku: Teks matan shahih, sungguh telah meriwayatkannya Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya dengan teks lafadz tersebut dari Abu Rafi'. Dan dia termasuk orang yang menetapi mengeluarkan yang shahih, dan dengannya mereka berbuat kepada Ibnul Jauzi.

Saya Katakan (Al Albani): Yakni karena Ibnul Jauzi meletakannya dalam Al Maudhu'at/hadits palsu-palsu, dan itulah yang benar menurut saya. Sedangkan ucapan Al Munawi yang Al Kautsari terperdaya karenanya termasuk yang tidak dibutuhkan untuk bertele-tele dibawahnya, bahkan dia itu (terlalu banyak bicara omong kosong dalam ketertawaan), karena dia berpijak diatas sekedar membeo ikut-ikutan, yang tidak ada padanya penelitian apapun, sedangkan untuk penjelasannya itu dari dua sisi:

Pertama: Bahwa Al Haitsami membuat kesan tentang pembagusannya sanad Al Kabir, karena sumbernya juga pada Muhamnad bin Ubaidullah bin Abu Rafi' –seperti yang kamu lihat–, dan sungguh dia telah berkata dalam Ash Shaghir dan Al Ausath: "Tidak meriwayatkan dari Rafi' kecuali dengan jalur-jalur sanad ini."

Dan yang terakhir : Bahwa Ibnu Huzaimah, meski jika dia meriwayatkan dengan sanad ini sebagaimana pada keumumannya, maka tetap saja tidak ada nilainya, dan seringnya dia sendiri telah meng'ilalnya _(membuat cacat tersembunyi, namun dhahirnya nampak terlihat shahih)_ dalam Shahihnya kadangkala, dan jika  dia meriwayatkannya dari jalur lain –maka ini jauh sekali– , maka apa itu? dan sungguh saya telah berbicara panjang lebar tentang ini di dalam kitabku Ar Raudhun Nadhir (960).

[Silsilah Ahadits Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruha Sayi' fil Ummah 6:137-139]

Sumber: http://shamela.ws/browse.php/book-12762#page-3570

Mift@h_Udin✍️
Kawunganten, 9 Muharram 1440H

https://telegram.me/salafykawunganten

Hadits Palsu Tentang Telinga Berdengung
https://www.atsar.id/2018/09/hadits-palsu-tentang-telinga-berdengung.html

Nasihat Kepada yang Masih Punya Akal dari Musha'fiqah - Fitnah Sha'afiqah 

  

MUTIARA NASEHAT KEPADA YANG MASIH BERAKAL DARI KALANGAN MUSHA'FIQAH, Syaikh Hasan bin Abdul Wahhab al Banna

Ramadhan 10 Hari Pertama Adalah Rahmat?

Bantahan Terhadap Dr. Zakir Naik Hadahullah

Sekilas Tentang Kelompok ISIS, Fitnah dan Asal Muasalnya

MUTIARA-MUTIARA NASEHAT KEPADA YANG MASIH BERAKAL DARI KALANGAN MUSHA'FIQAH


"Semua durusmu telah berubah menjadi celaan terhadap saudara-saudaramu Salafiyyin dan menggelari mereka dengan julukan-julukan jelek.
Sungguh aku telah melarangmu dari perbuatan itu dan aku katakan kepadamu "Gunakanlah lafazh-lafazh yang tepat."

Namun kamu tidak mempedulikan nasehatku. Hingga kamu sampai pada tingkat melakukan _qadzf_ terhadap kehormatan seseorang yang tak bersalah. Kamu tuduh dia dengan perbuatan zina dan mesum, kau lakukan tuduhan tersebut di salah satu masjid.

Apakah hal ini pantas dilakukan oleh seorang dai besar yang menginginkan umat mendapatkan hidayah kepada al-Haq dan menyelamatkan mereka dari kebatilan??!!"

dari Bayan tentang Fitnah Muhammad bin Hadi, oleh asy-Syaikh al-'Allamah Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna dan asy-Syaikh Ali al-Washif

___________

Nasihat Kepada yang Masih Punya Akal dari Musha'fiqah 2


"Sungguh aku telah meninjau permasalahanmu, maka aku dapati engkau seperti seorang yang mengumpulkan kerikil-kerikil menjadi satu batu, untuk membunuh lawanmu dengannya.

Tak sepantasnya seorang yang tingkatannya seperti Anda dalam ilmu dan dakwah di jalan Allah, untuk mencatat kesalahan-keselahan – jika memang benar ada – dalam waktu yang lama tanpa membantahnya. Dengan itu Anda telah sengaja membiarkannya menjadi besar dan berkembang, sehingga menetaskan sesuatu yang membuatmu tidak suka. Maka Anda-pun keluar dengan bayan yang Anda ungkapkan dengan judul _"Sekarang saatnya bagi Muhammad bin Hadi untuk keluar dari Diamnya"_, *jadi Anda dulu diam??*

Bolehkah bagi Anda ketika melihat suatu kesalahan masuk ke dalam tubuh salafiyyin, lalu Anda diam tanpa ada nasehat dan peringatan, sementara Anda melihat kesalahan ini berkaitan langsung dengan agama dan dakwah??!  Apakah sikap ini pantas bagi orang semisal Anda?
Seorang muslim itu cermin bagi saudaranya, sebagaimana diungkapkan: 'Hanyalah seorang teman itu adalah orang yang apabila engkau katakan, kamu benar, dan apabila engkau tertimpa musibah, maka dia mengumpulkan segala yang dia miliki demi kamu supaya tetap bisa berkumpul denganmu.'

Kemashlatan apakah yang ingin diraih dengan mengakhirkan bayan (penjelasan) dan menyembunyikan kesalahan-kesalahan tersebut?

Apakah Anda hendak menunggu dari mereka kesalahan besar, supaya Anda keluar sebagai hakim atas mereka, mentahdzir dan menjatuhkan vonis bid'ah atau fasiq, serta menyematkan gelar-gelar buruk? Kenapa Anda tidak segera menyelamatkan mereka sebelum mereka jatuh pada kesalahan yang lebih besar lagi, dalam anggapan Anda?

Judul yang Anda buat untuk muhadaharah Anda justru celaan bagi Anda. Tidak menampilkan Anda sebagai seorang yang pemberi nasehat. Namun menampilkan Anda sebagai seorang pengintai."
https://t.me/ManhajulAnbiya/4044

dari Bayan tentang Fitnah Muhammad bin Hadi, oleh asy-Syaikh al-'Allamah Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna dan asy-Syaikh Ali al-Washifi. | halaman 9 - 10
_____________________

Nasihat Kepada yang Masih Punya Akal dari Musha'fiqah 3

Telah lalu, bahwa saya Hasan bin Abdul Wahhab,  telah aku jelaskan bahwa Muhammad bin Hadi salah dalam jalan yang dia tempuh ini, yaitu menuduh saudara-saudaranya salafiyin tanpa hujjah dan tanpa dalil. al-Haq (kebenaran)  bersama Asy-Syaikh Rabi', ini secara global.

Cara yang dilakukan oleh Muhammad bin Hadi tidak pernah kami ketahui dari para imam salaf terdahulu dalam menyikapi ahlus sunnah ketika salah dalam sebuah permasalahan, atau dalam men-jarh (mencerca) orang yang keluar dari jalan yang benar dalam sebuah kasus.

Banyak dari para mujtahidin pada generasi awal maupun generasi kemudian – sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam – terjatuh dalam kebid'ahan yang bisa jadi itu bid'ah yang telah diketahui. Meskipun demikian, bantahan terhadap mereka hanya terbatas dalam lingkup ilmu dan penjelasan atas hakekat sebenarnya. Tidak sampai masuk ke dalam lingkup vonis hukum, sifat, dan pemberian gelar-gelar buruk, seperti yang dilakukan oleh ahlul bid'ah ketika menggelari ahlus sunnah dengan gelas _tajsim_ atau _hasyu_ "
https://t.me/ManhajulAnbiya/4046

dari Bayan tentang Fitnah Muhammad bin Hadi, oleh asy-Syaikh al-'Allamah Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna dan asy-Syaikh Ali al-Washifi. | halaman 2
_____________________

Nasihat Kepada yang Masih Punya Akal dari Musha'fiqah 4

"Aku – Hasan Abdul Wahhab al-Banna – telah hidup dalam dakwah tersebut selama hampir tujuh puluh tahun, namun aku tidak pernah melihat pertentangan antara ulama dan para penuntut ilmu seperti apa yang aku lihat dari Anda (Muhammad bin Hadi,  pen) dalam pertentangan ini."

https://t.me/ManhajulAnbiya/4048

dari Bayan tentang Fitnah Muhammad bin Hadi, oleh asy-Syaikh al-'Allamah Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna dan asy-Syaikh Ali al-Washifi. | halaman 9
______________________

Nasihat Kepada yang Masih Punya Akal dari Musha'fiqah 5

"Kalau bukan karena kedudukan asy-Syaikh dan peran nyata beliau, niscaya Muhammad bin Hadi tidak akan memiliki kedudukan di tengah-tengah para murid asy-Syaikh Rabi' di dunia Islam.

Apakah pantas terhadap seorang tokoh yang dakwahnya mencapai segenap ufuk, kemudian muncul Muhammad bin Hadi menentang sang tokoh dengan fitnah ini yang tak memiliki dasar,  serta menyibukkan tokoh tersebut bahkan menyibukkan dunia Islam dengan persoalan yang tak ada nilainya?!"

https://t.me/ManhajulAnbiya/4054

dari Bayan tentang Fitnah Muhammad bin Hadi, oleh asy-Syaikh al-'Allamah Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna dan asy-Syaikh Ali al-Washifi. | halaman 5

📥 Selengkapnya unduh di sini
https://up.top4top.net/downloadf-9745yfex1-pdf.html

Majmu'ah Manhajul Anbiya
Join Telegram https://telegram.me/ManhajulAnbiya
Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net


Nasihat Kepada yang Masih Punya Akal dari Musha'fiqah - Fitnah Sha'afiqah
https://www.atsar.id/2018/09/nasihat-kepada-yang-masih-punya-akal-dari-mushafiqah.html

Batasan Bergerak yang Membatalkan Shalat ?

Siapakah yang Lebih Layak Di-Tahdzir

Wanita yang Seharusnya Engkau Nikahi

Nasehat Emas Agar Kita Senantiasa Istiqomah dan Tidak Tertipu dg Silaunya Dunia

Nasehat Singkat Bagi Ummahat Sang Pembina Umat

Benar, Ulama Kita : Penyebar Kebid'ahan Lebih Layak di Tahdzir Dibandingkan Penyebar Kemaksiatan

Menghindari Semua yang Menyibukkan dalam Shalat

Apakah Menjelaskan Kesalahan Manhaj Termasuk Ghibah?

Kumpulan Kata Mutiara Salaf Edisi 001

Kumpulan Hadits Shahih Pilihan 001

Tata Cara Pelaksanaan Shalat Malam / Qiyamul Lail

Kumpulan Tanya Jawab Tentang Jual beli

Hukum Suami Menyusu dari Puting Susu Istrinya

Syaikh Al Albani Mengkafirkan Khomeini

Tazkiyah / Rekomendasi Syaikh Rabi' Terhadap Syaikh Arafat al Muhammadi 

Tahdzir Masyaikh Terhadap Hani bin Buraik

Wahai Pendukung Aksi 212, Inilah Keburukan Demonstrasi
  

BERBAGAI KEBURUKAN DEMONSTRASI


Para Ulama Ahlussunnah pada abad ini telah menjelaskan kepada umat bahwa demonstrasi bukanlah bagian dari Islam.

Tata cara ini diambil dari perilaku orang-orang kafir. Di dalamnya mengandung keburukan-keburukan yang banyak.

Demonstrasi bukanlah solusi menyampaikan aspirasi secara syar'i.

▬▬▬

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menyatakan :

فإن المظاهرات أمر حادث لم يكن معروفاً في عهد النبي صلى الله عليه وسلم ولا في عهد الخلفاء الراشدين، ولاعهد الصحابة رضي الله عنهم ثم إن فيه من الفوضى والشغب ما يجعله أمراً ممنوعاً، حيث يحصل فيه تكسير الزجاج والأبواب وغيرها، ويحصل فيه أيضاً اختلاط الرجال بالنساء والشباب بالشيوخ، وما أشبه من المفاسد والمنكرات، وأما مسألة الضغط على الحكومة فهي إن كانت مسلمة فيكفيها واعظاً كتاب الله تعالى وسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم وهذا خير ما يعرض على المسلم، وإن كانت كافرة فإنها لا تبالي بهؤلاء المتظاهرين وسوف تجاملهم ظاهراً، وهي ما هي عليه من الشر في الباطن، لذلك نرى أن المظاهرات أمر منكر، وأما قولهم إن هذه المظاهرات سلمية، فهي قد تكون سلمية في أول الأمر أو في أول مرة، ثم تكون تخريبية وأنصح الشباب أن يتبعوا سبيل من سلف، فإن الله سبحانه وتعالى أثنى على المهاجرين والأنصار، وأثنى على الذين اتبعوهم بإحسان.

Demonstrasi-demonstrasi adalah perkara baru.

Hal ini tidak pernah dikenal di masa Nabi shollallahu alaihi wasallam, para Khulafaur Rasyidin, maupun di masa para Sahabat radhiyallahu anhum.

Kemudian, di dalam demonstrasi terdapat kekacauan dan huru-hara sehingga menjadikannya sesuatu yang terlarang.

Padanya terdapat pengrusakan terhadap kaca, pintu, dan yang lainnya. Dalam demonstrasi juga bercampur baur antara laki-laki dan wanita, para pemuda dan orang-orang tua, serta terjadi kerusakan-kerusakan maupun kemungkaran-kemungkaran semisalnya.

Adapun tentang masalah memberikan tekanan kepada penguasa :

Jika penguasa itu muslim, cukup baginya nasihat dari Kitab Allah Taala dan Sunnah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Ini adalah sebaik-baik (nasihat) yang disampaikan kepada seorang muslim.

Jika penguasa itu kafir, ia tidak akan peduli dengan para demonstran. Secara lahiriah ia akan berbasa-basi. Namun, dia menyimpan keburukan di dalam batinnya.

Oleh karena itu, kami melihat bahwa demonstrasi-demonstrasi adalah perkara yang mungkar.

Adapun ucapan mereka bahwa demonstrasi-demonstrasi ini adalah aksi damai, mungkin saja damai di permulaan. Akan tetapi, akan terjadi pengrusakan-pengrusakan.

Aku nasihatkan kepada para pemuda untuk mengikuti jalannya para Salaf. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Taala memuji kaum Muhajirin dan Anshar. Dan Allah memuji orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

(http://www.sahab.net/forums/?showtopic=49420).

Subhaanallah, Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah telah lama meninggal dunia, sekitar 15 tahun yang lalu (16 Syawwal 1421 H/11 Januari 2001 M ).

Namun, nasihat beliau sangat relevan dengan keadaan yang baru-baru saja terjadi. Demonstrasi bertajuk aksi damai, mungkin saja akan berlaku demikian pada awalnya. Namun, akan berujung pada pengrusakan-pengrusakan.

Syaikh Abdul Aziz ar-Rojihi hafidzhahullah menyatakan :
المظاهرات ليست من أعمال المسلمين هذه دخيلة ، ما كان معروف إلا من الدول الغربية الدول الكافرة


Demonstrasi-demonstrasi bukanlah termasuk perbuatan kaum muslimin. Ini adalah sesuatu yang diimpor. Sebelumnya, demonstrasi tidaklah dikenal kecuali dari negeri-negeri barat, negeri-negeri kafir.
(http://www.sahab.net/forums/?showtopic=49420).

Syaikh Sholih al-Fauzan hafidzhahullah menyatakan :
ديننا ليس دين فوضى، ديننا دين انضباط، دين نظام، ودين سكينة . والمظاهرات ليست من أعمال المسلمين و ماكان المسلمون يعرفونها ودين الإسلام دين هدوء ودين رحمة لا فوضى فيه ولا تشويش ولا إثارة فتن، هذا هو دين الإسلام . والحقوق يتوصل إليها دون هذه الطريقة. بالمطالبة الشرعية، والطرق الشرعية . هذه المظاهرات تحدث فتناً كثيرة، تحدث سفك دماء، وتحدث تخريب أموال، فلا تجوز هذه الأمور

Agama kita bukan agama kekacauan. Agama kita adalah agama yang teratur, tertib, dan tenang.

Demonstrasi-demonstrasi bukanlah perbuatan kaum muslimin. Perkara ini tidak dikenal oleh kaum muslimin (sebelumnya).

Agama Islam adalah agama yang tenang, kasih sayang; tidak ada kekacauan, kebingungan, ataupun penyebaran fitnah. Ini adalah agama Islam.

Hak-hak bisa disampaikan dengan tidak melalui cara ini. Mestinya dengan cara-cara yang syari.

Demonstrasi-demonstrasi ini menimbulkan keburukan yang banyak :
~ menumpahkan darah,
~ kerusakan harta,
~ (dsb).

Oleh karena itu, tidak boleh dengan perkara-perkara ini (demonstrasi). (al-Ajwibatul Mufiidah an as-ilatil manaahij al-Jadiidah, jawaban pertanyaan no. 98).

Selanjutnya berikut ini akan disampaikan kajian beberapa dalil yang menunjukkan keburukan-keburukan demonstrasi.

Keburukan itu bisa berupa penyelisihan terhadap tuntunan dan bimbingan Nabi shollallahu alaihi wasallam kepada umatnya, atau juga berupa kerugian duniawi yang terlihat.

Keburukan-keburukan demonstrasi di antaranya :

1. Menyelisihi perintah Nabi untuk menyampaikan nasihat kepada penguasa secara tersembunyi (tidak terang-terangan).

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ نَصِيحَةٌ لِذِي سُلْطَانٍ فَلَا يُكَلِّمُهُ بِهَا عَلَانِيَةً، وَلْيَأْخُذْ بِيَدِهِ، وَلْيُخْلِ بِهِ، فَإِنْ قَبِلَهَا قَبِلَهَا، وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ

Barangsiapa yang memiliki nasihat kepada penguasa, janganlah disampaikan dengan terang-terangan. Akan tetapi, peganglah tangannya dan bicarakan berdua dengannya. Jika ia mau menerima, maka akan diterima olehnya. Jika tidak, maka engkau telah menunaikan kewajibanmu terhadapnya. (H.R. al-Hakim, dishahihkan oleh Syaikh al-Albany dalam Dzhilalul Jannah).

Sahabat Nabi, Usamah bin Zaid, pernah ditanya oleh seseorang, "Tidakkah engkau masuk kepada khalifah Utsman bin Affan dan berbicara kepadanya?" Usamah bin Zaid menjawab :

أَتَرَوْنَ أَنِّي لَا أُكَلِّمُهُ إِلَّا أُسْمِعُكُمْ وَاللَّهِ لَقَدْ كَلَّمْتُهُ فِيمَا بَيْنِي وَبَيْنَهُ

Apakah engkau menganggap bahwa pembicaraanku dengannya harus aku perdengarkan kepada kalian? Demi Allah, aku telah berbicara berdua dengannya saja. (H.R. Muslim no. 5305).

Seseorang bertanya kepada Sahabat Nabi, Ibnu Abbas, tentang beramar makruf nahi mungkar terhadap pemimpin (penguasa). Ibnu Abbas menjawab :

فَإِنْ كُنْتَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً فَفِيمَا بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ

Jika engkau harus melakukannya, maka lakukanlah dengan penyampaian yang hanya antara engkau dan dia saja yang tahu. (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya)

Ucapan Ibnu Abbas tersebut  memberikan faedah bahwa intinya adalah nasihat tersampaikan dalam keadaan hanya sang pemberi nasihat dan yang diberi nasihat saja yang tahu. Hal tersebut bisa diwujudkan dengan dialog empat mata atau melalui tulisan.

2. Meniru tata cara orang-orang kafir.

Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan dalam fatwa Ulama di atas, bahwa demonstrasi bukanlah bagian dari Islam.

Akan tetapi, demonstrasi berasal dari tata cara orang-orang kafir.

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian kaum tersebut. (H.R. Abu Dawud, dishahihkan Ibnu Hibban dan al-Albaniy).

Termasuk padanya keyakinan menyampaikan pendapat secara bebas sebagai hak asasi manusia, meskipun harus melanggar rambu-rambu syariat.

3. Bisa terpancing untuk mencerca dan mencela penguasa muslim.

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dan para Sahabatnya melarang kita untuk mencerca penguasa muslim :

لَا تَسُبُّوا أُمَرَاءَكُمْ، وَلَا تَغِشُّوهُمْ، وَلَا تَبْغَضُوهُمْ، وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاصْبِرُوا؛ فَإِنَّ الْأَمْرَ قَرِيبٌ

Janganlah kalian mencela para pemimpin kalian, jangan menipu mereka, jangan marah kepada mereka, bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, karena urusannya sudah dekat. (H.R. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah dengan sanad yang baik (jayyid), dishahihkan al-Albany).

Sahabat Nabi, Anas bin Malik radhiyallahu anhu menyatakan :

كَانَ اْلأَكَابِرُ مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَوْنَنَا عَنْ سَبِّ اْلأُمَرَاءِ

Para pembesar dari Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melarang kami dari mencela para pemimpin. (Riwayat Ibnu Abdil Bar dalam at-Tamhid).

Sahabat Nabi, Abud Darda’ radhiyallahu anhu menyatakan :

وإنَّ أوَّل نِفَاقِ الْمَرْءِ طَعْنُهُ عَلَى إِمَامِهِ

Sesungguhnya awal kemunafikan pada seseorang adalah celaannya kepada pemimpinnya. (Riwayat Ibnu Abdil Bar dalam at-Tamhid dan Ibnu Asakir).

Demikian juga apabila aib tampak pada sesama muslim dan masih ada harapan perbaikan dengan nasehat tersembunyi, maka merupakan adab mulia menutup aib tersebut.

Sementara demonstrasi meruntuhkan adab ini secara masal.

4. Menghinakan pemimpin muslim, terancam mendapatkan kehinaan dari Allah.

Suatu hari, ketika seorang penguasa (Ibnu Amir) sedang berkhutbah dengan menggunakan pakaian yang tipis, seseorang yang bernama Abu Bilal mengatakan,

"Lihatlah pemimpin kita menggunakan pakaiannya orang fasik!"

Kemudian, Abu Bilal ditegur oleh Sahabat Nabi, Abu Bakrah, seraya menyampaikan hadits yang didengarnya dari Nabi shollallahu alaihi wasallam :

مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللَّهُ

Barangsiapa yang menghinakan pemimpin Allah di bumi, Allah akan hinakan dia. (H.R. at-Tirmidzi no. 2150, dihasankan oleh at-Tirmidzi dan al-Albany).

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda :

مَا مِنْ قَوْمٍ مَشَوْا إِلَى سُلْطَانِ اللهِ لِيَذِلُّوهُ إِلاَّ أَذَلَّهُمُ اللَّهُ قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Tidaklah suatu kaum berjalan menuju pemimpin Allah dengan tujuan untuk menghinakannya, kecuali Allah akan hinakan ia sebelum hari kiamat. (H.R. al-Bazzar no. 2848 dari Hudzaifah dan diisyaratkan keshahihannya oleh al-Haitsamy dalam Majmauz Zawaaid).

5. Mengganggu pengguna jalan.

Semestinya, bagian dari keimanan adalah menyingkirkan gangguan di jalan. Akan tetapi, justru dengan demonstrasi, jalanan macet atau bahkan dialihkan sehingga mengganggu kaum muslimin yang lain.

...وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ

...dan cabang keimanan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. (H.R. Muslim dari Abu Hurairah).

Alih-alih beroleh cabang iman, laknat muslimin yang dirugikan akibat aksi mereka justru mengancam.

Nabi shollallahu 'alaihi wasallam juga bersabda sebagaimana riwayat athThobaroniy dalam "alKabir" dengan sanad yang hasan :

مَنْ آذَى الْمُسْلِمِيْنَ فِي طُرُقِهِمْ، وَجَبَتْ عَلَيْهِ لَعْنَتُهُمْ

"Barang siapa yang mengganggu kaum muslimin di jalan-jalan mereka, dia pantas memperoleh laknat dari mereka."

Dalam hadits lainnya juga ditetapkan hak-hak pengguna jalan yang akan sulit ditunaikan para demonstran.

Sebagaimana hadits dari Abu Sa'id alKhudriy radhiyallahu 'anhu, Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :

ﺇِﻳَّﺎﻛُﻢْ ﻭَﺍﻟْﺠُﻠُﻮﺱَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻄُّﺮُﻗَﺎﺕِ، ﻗَﺎﻟُﻮﺍ : ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ , ﻣَﺎ ﻟَﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﻣَﺠَﺎﻟِﺴِﻨَﺎ ﺑُﺪٌّ ﻧَﺘَﺤَﺪَّﺙُ ﻓِﻴﻬَﺎ، ﻗَﺎﻝَ : ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺑَﻴْﺘُﻢْ ﺇِﻻ ﺍﻟْﻤَﺠْﻠِﺲَ , ﻓَﺄَﻋْﻄُﻮﺍ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳﻖَ ﺣَﻘَّﻪُ، ﻗَﺎﻟُﻮﺍ : ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ , ﻓَﻤَﺎ ﺣَﻖُّ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳﻖِ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻏَﺾُّ ﺍﻟْﺒَﺼَﺮِ، ﻭَﻛَﻒُّ ﺍﻷَﺫَﻯ، ﻭَﺭَﺩُّ ﺍﻟﺴَّﻼﻡِ، ﻭَﺍﻷَﻣْﺮُ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ، ﻭَﺍﻟﻨَّﻬْﻲُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ

"Hindarilah duduk-duduk di jalanan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah bagaimana kalau kami perlu duduk-duduk di situ membicarakan hal yang memang diperlukan?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jika memang perlu kalian duduk-duduk di situ, maka berikanlah hak jalanan.” Mereka bertanya, “Apakah haknya?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, tidak memberi gangguan, menjawab salam, menganjurkan kebaikan, dan mencegah yang mungkar.” (HR. alBukhori dan Muslim)

6. Rawan terjadi kericuhan dan kerusuhan.

Jika massa pendemo berjumlah banyak, bahkan berasal dari berbagai organisasi, akan sulit dikendalikan. Situasi di lapangan sangat mudah memunculkan kericuhan dan kerusuhan. Rasa capek, lapar, cuaca yang panas, akan membuat kerumunan orang sulit berpikir jernih dan bertindak tenang.

7. Kerusakan fasilitas umum atau kepemilikan pribadi.

Tidak jarang demonstrasi menimbulkan kerusakan fasilitas umum dan kerusakan harta pribadi warga yang juga muslim. Lalu, siapakah yang akan bertanggung jawab jika terjadi kerusakan-kerusakan itu? Jika ditengarai kerusakan dilakukan oleh kelompok tertentu yang terlibat demo, koordinatornya akan melempar tanggung jawab dan menganggap bahwa perbuatan itu adalah penyusupan dari pihak luar.

8. Tertumpahnya darah sesama muslim.

Bentrokan fisik antardemonstran satu sama lain, atau antardemonstran dengan warga sekitar, atau antardemonstran dengan aparat keamanan; seringkali mengakibatkan tertumpahnya darah kaum muslimin. Baik dalam bentuk luka-luka ataupun bahkan kehilangan nyawa.

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

"Sungguh, hancurnya dunia bagi Allah lebih ringan daripada terbunuhnya seorang muslim." (H.R atTirmidzi dari Abdullah bin 'Amr, dishahihkan al-Albaniy)

9. Hilangnya keamanan dan terhentinya aktifitas-aktifitas kebaikan.

Demo yang melibatkan massa dalam jumlah besar, menyebabkan beberapa aktifitas diliburkan, seperti perniagaan, pendidikan, dan semisalnya. Bahkan, sebagian pihak ada yang mengungsi sementara waktu ke tempat yang lebih aman yang tidak dilalui jalur demo.

10. Para wanita berbaur dengan kaum lelaki di jalanan.

Poin ini seperti yang disebutkan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin di atas. Secara asal, Allah Azza Wa Jalla memerintahkan para wanita untuk berada di rumah-rumah mereka:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ

Dan hendaknya kalian (para wanita) tetap di rumah-rumah kalian. (Q.S. al-Ahzab: 33)

11. Termasuk bentuk khuruj (pembangkangan atau pemberontakan) terhadap penguasa muslim yang dilarang.

Khuruj kepada penguasa muslim bisa dalam bentuk ucapan ataupun perbuatan.

12. Menyelisihi karakteristik dasar kaum beriman yang secara asal mudah diarahkan dan diatur pada kebaikan.

Seperti yang diisyaratkan oleh Syaikh Sholih al-Fauzan di atas, bahwa agama Islam pada dasarnya adalah ketenangan, keteraturan, dan ketertiban. Demonstrasi bisa memicu kekacauan-kekacauan itu. Seorang yang beriman, secara asal mudah diarahkan pada kebaikan.

13. Menurunkan wibawa orang-orang muslim.

Perbuatan yang diperlihatkan dalam demonstrasi seperti berteriak-teriak, membawa atribut-atribut yang memancing perhatian, melompat-lompat, dan bersandiwara adalah tindakan-tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh orang yang beradab dan penuh kedewasaan dalam pikiran dan perbuatan. Hal itu mengurangi muru’ah (kewibawaan) seseorang.

14. Memecah-belah kaum muslimin dan melemahkan barisan mereka dihadapan para musuhnya.

15. Menyelisihi bimbingan Nabi agar bersabar jika melihat hal yang tidak disukai dilakukan penguasa muslim. Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنْ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

Barangsiapa yang membenci sesuatu dari pemimpinnya, hendaknya ia bersabar. Karena barangsiapa yg keluar (dari ketaatan) kepada penguasa sejengkal, ia meninggal dalam keadaan mati Jahiliyyah. (H.R. al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).

16. Di beberapa negara terbukti bahwa diawali dengan demonstrasi, menjadi celah masuknya kekuasaan negeri-negeri kafir ke negara tersebut.

Poin ini diambil dari sebagian penjelasan Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi berdasarkan pengalaman dari kejadian-kejadian yang telah terjadi.

17. Menyakiti sesama mukmin.

Kerap didapati orasi di hadapan masa bermuatan kalimat yang menyakiti pihak-pihak yang dianggap berseberangan atau tidak sepakat dengan pendapat mereka. Apabila pihak-pihak yang disakiti baik dengan ucapan maupun perbuatan adalah sesama mukmin, pelakunya dikategorikan melakukan kebohongan dan dosa yang tidak bisa diremehkan.

Allah ta'ala berfirman :

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتٰنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (Q.S. al-Ahzab: 58).

18. Mengajarkan pemaksaan kehendak.

19. Memberi ruang kepada politikus culas dan tokoh jahat untuk mengambil simpati masyarakat.

20. Membuka amalan bid'ah yang berkedok agama.

21. Mengesankan bahwa kebenaran sesuai dengan suara mayoritas. Padahal, kebenaran tidak ditentukan dengan mayoritas, tetapi kebenaran diukur dengan al-Quran dan Sunnah berdasarkan pemahaman Salaf. Justru kebanyakan manusia berpaling dari kebenaran hakiki.

ﻭَﻣَﺎ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺃَﻛْﺜَﺮُﻫُﻢْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻟَّﺎ ﻭَﻫُﻢْ ﻣُﺸْﺮِﻛُﻮﻥَ

"Dan sebagian besar mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)." (Yusuf:  106)

22. Memalingkan muslimin dari berbagai amalan yang lebih utama.

Contohnya, bila unjuk rasa dilakukan pada hari Jumat, si-demonstran bisa kehilangan amalan sunnah membaca surat alKahfi, mandi Jumat, berpagi-pagi ke masjid, termasuk juga bekerja mencari rizki Allah sebagai nafkah bagi keluarga. Sungguh benar tengara, tidaklah suatu kebidahan kecuali akan menghapus sunnah yang setara.

Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

ﻣَﺎ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻗَﻮْﻡٌ ﺑِﺪْﻋَﺔً ﺇِﻟَّﺎ ﺭُﻓِﻊَ ﻣِﺜْﻠُﻬَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ

Tidaklah suatu kaum melakukan suatu bid’ah, kecuali akan terangkat Sunnah yang semisal dengannya. (H.R Ahmad dari Ghudhaif bin al-Haarits, dan Ibnu Hajar menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (baik) dalam Fathul Baari (13/253))

23. Membuat buruk sangka kepada aparat pemerintah dan saudaranya yang berseberangan.

Dugaan pemerintah yang melindungi pelaku penistaan/kejahatan, kelompok yang tidak mendukung perjuangan membela agama, acapkali merebak. Introspeksi menjadi sulit terealisasi. Padahal prasangka dan dugaan tidak bernilai di sisi kebenaran.

ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺘَّﺒِﻊُ ﺃَﻛْﺜَﺮُﻫُﻢْ ﺇِﻟَّﺎ ﻇَﻨًّﺎ ۚ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻈَّﻦَّ ﻟَﺎ ﻳُﻐْﻨِﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﺷَﻴْﺌًﺎ ۚ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻋَﻠِﻴﻢٌ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﻔْﻌَﻠُﻮﻥَ

""Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun terhadap kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan." (Yunus : 36)

24. Membudayakan gaya dakwah pamer (baca: riya' dan sum'ah) dalam menyampaikan nasehat.

25. Penanganan konflik secara represif akan menimbulkan dendam dan efek negatif bagi muslimin minoritas di negeri-negeri lainnya. Unjuk kekuatan kubu mayoritas terhadap minoritas akan menjadi dalih pembenaran aksi balas dendam terhadap minoritas muslimin di lain tempat.

26. Menjerat muslimin dalam dilema; apabila tidak diterima aspirasinya, akan membuat musuh semakin besar kepala dan sombong; namun, jika berhasil, para pengusung demo akan tinggi hati dan melupakan sekian banyak keburukan di atas.

27. Meninggalkan hadits shahih lagi muhkam, dan beramal dengan hadits lemah atau salah memahaminya, sehingga terjerumus dalam bid'ah pemikiran.

Yang shahih sebagaimana tuntunan menasehati penguasa yang telah dipaparkan. Sementara yang lemah semisal hadits pengaduan sekian banyak shohabiyyah dalam suatu malam terkait kekerasan sebagian suami mereka kepada Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam.

Sungguh para ulama telah menjelaskannya dan mendudukkan kembali kepada asal yang muhkam dari berbagai hadits shahih, walhamdulillah.

28. Terjatuh pada banyak menuntut dan mempertanyakan hak (كثرة السؤال) yang dibenci Allah.

29. Terjatuh pada pemborosan (اضاعة المال) dengan sekian banyak sumberdaya yang dikerahkan baik transportasi, konsumsi, akomodasi maupun operasional (pamflet, banner, dst.)

30. Membuka dan membiarkan pembuatan gambar makhluk bernyawa yang diharamkan syariat.

Bahkan tak jarang dimuatnya aksi mereka di layar kaca, menjadi tajuk utama berita koran adalah kebanggaan dan parameter keberhasilan bagi mereka. Semakin terpampang dan disiarkan, semakin bersemangat berunjuk rasa

31. Menampakkan keangkuhan di jalanan.

Berjalan dengan pongah dan angkuh adalah keadaan tercela. Allah ta'ala berfirman :

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi angkuh. (Q.S. Luqman: 18).

Sejumlah poin yang telah dipaparkan di atas tersebut bukanlah pembatasan. Namun sekedar pengingat dan nasehat yang kita yakini berpijak dari bimbingan para Ulama bahwa asal demonstrasi dari musuh-musuh Islam.

Sementara dipermisalkan kaum kafir, jiwa mereka laksana tanah yang buruk yang tidak akan menumbuhkan kecuali keburukan.

ﻭَﺍﻟْﺒَﻠَﺪُ ﺍﻟﻄَّﻴِّﺐُ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻧَﺒَﺎﺗُﻪُ ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺭَﺑِّﻪِ ۖ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱ ﺧَﺒُﺚَ ﻟَﺎ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﺇِﻟَّﺎ ﻧَﻜِﺪًﺍ ۚ ﻛَﺬَٰﻟِﻚَ ﻧُﺼَﺮِّﻑُ ﺍﻟْﺂﻳَﺎﺕِ ﻟِﻘَﻮْﻡٍ ﻳَﺸْﻜُﺮُﻭﻥَ

"Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tidak akan tumbuh darinya  kecuali sekedar tanaman yang merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur." (Al-A'rof:58)

Semoga Allah Azza Wa Jalla senantiasa memberikan petunjuk pada segenap kaum muslimin, diberikan taufiq untuk senantiasa bersyukur dengan nikmat aman, damai, saling menyayangi sesama muslim, dan mengindahkan arahan ulama dan kepemimpinan pemerintahnya.

WA al I'tishom Probolinggo
✍ http://telegram.me/alistiqomah
Wahai Pendukung Aksi 212, Inilah Keburukan Demonstrasi
https://www.atsar.id/2016/12/wahai-pendukung-aksi-212-inilah-keburukan-demonstrasi.html



Tiada ulasan: