Isnin, 3 Disember 2018

Tiada yang dapat memberikan petunjuk melainkan Allah. Segala puji hanya bagi Allah. 8794.

Selawat dan Salam Rasulullah ﷺ

Allah berfirman yang maksudnya:

Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Al Imran 32)

Dalam ayat di atas ada perintah mentaati Rasul bererti perintah agar menerima hadis.

Allah berfirman yang maksudnya:

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al Hujurat 6)

Orang fasik, Allah tidak suruh tolak bulat-bulat, sebaliknya disuruh siasat dahulu, apa lagi hadis yang merupakan perkataan seorang Rasul? Adakah wajar terus ditolak bulat-bulat lalu diborong bahawa semua hadis palsu?

Allah berfirman yang maksudnya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab 21)

Apa erti suri teladan? Bukahkah ertinya setiap perkataan, perbuatan dan diam setuju Rasulullah ﷺ itu adalah suri teladan yg baik? Dan itu bererti hadis dan sunnah Rasulullah ﷺ?

Kita menerima Al Quran adalah hasil dari bacaan dan riwayat orang yang terdahulu. Orang yang meriwayatkan Al Quran kepada kita itu semuanya percaya kepada Hadis. Tidak seorang pun yg kita dengar mereka menolak hadis. Maka jika menolak hadis seharusnya seseorang itu juga, mesti menolak Al Quran yang mereka riwayatkan?

Begitulah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi suatu musuh daripada manusia dan jin yang mewahyukan ucapan palsu yg indah-indah kepada satu sama lain untuk menipu dan sekiranya pemelihara kamu hendak tentu mereka tidak membuatnya. Maka tinggalkan mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (6:112)

Ayat 85:21. Quran itu dijaga oleh Allah. Ayat 2:27...mereka yg tidak percaya adalah kufur. Quran dtg pd kita melalui riwayat? Maksud nya sama saperti hadis dimana ayat2 nya melalui riwayat org mcm bukhari dan muslim? Siapa kah perawi2 nya ayat2 Quran? ..Kata2 "semua guru2 qiraah bersetuju hadis sebagai sumber kedua...." Sepakatan tidak boleh dijadikan hujjah. Contoh. Semua umat Kristen sepakat mengatakan nabi Isa itu anak Tuhan. Apa benarkah nabi Isa itu anak Tuhan? Ini adalah sikap dimana umat dahulu gara2 ikut jejak nenek moyang mereka menjadi sesat. Ayat Quran.."Kalo kamu ikut majoriti umat dimuka bumi ini mereka pasti akan sesatkan kamu...'" jelas sepakatan atau tawattur itu menyesatkan. Kami terima Quran bukan kerana tawatturnya tapi kerana Quran itu adalah sebaik2 kitab wahyu yg ada. Anggapan adanya double standard hanya andaian saja. Tiada yg dpt berikan petunjuk melainkan Allah. Segala puji hanya bagi Allah. 

27 Feb 2014 HASRIZAL 

ANTI HADITH KASSIM AHMAD HANYALAH SATU DRP SUBJEK YG ADA DLMNYA

22-04-2013 USTAZ HASRIZAL 

Tajuk : Hidup Ujian Membuat Pilihan


وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (sahaja), dan jauhilah thaghut itu.” … (Annahl : 36)

MAJALAH DABIQ EDISI 11 BAHASA INDONESIA TEMA : FROM THE BATTLE OF AL-AHZAB, TO THE WAR OF COALITIONS (DARI PERTEMPURAN AHZAB, HINGGA PERANG KOALISI)
Posted on 
img_20180505_1434461573893017.jpg
TERBIT : DZULQO’DAH 1436
TEBAL : 66 HALAMAN

DAFTAR ISI
1. Pendahuluan
2. Artikel : Aliansi Al-Qa’idah Di Syam (Bagian 4)
3. Artikel : Buruknya Perpecahan Dan Taqlid
4. Artikel : “Imam Mahdi” Kaum Rafidhah, Dajjal
5. Artikel : Al-Wala’ Wal Barra’ Versus Rasisme Amerika
6. Artikel : Bahaya Meninggalkan Darul Islam
7. Sejarah : Dari Jihad Menjadi Fasad
8. Wasiat Abu Sinan An-Najdi
9. Kisah Syuhada : Abu Ja’far Al-Almani
10. Muslimah : Jihad Tanpa Perang
11. Feature : Dari Perang Ahzab Hingga Perang Koalisi
12. Daulah Islam Dalam Perbincangan Musuh
13. Wawancara Bersama Syaikh Abul Mughirah Al-Qahthani, Wali Wilayah Libya

DABIQ 11 – PENDAHULUAN

Bismillah. Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah , juga kepada keluarga, para shahabat dan para pengikutnya. Amma ba’du.

Sebuah peristiwa yang paling memalukan pada tahun 1436H –wallahu a’lam bish-shawab– yang akan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya, kecuali dalam sejarah kebohongan dan legenda. 

Jika seseorang mencari melalui pintu sejarah ini, mungkin dia akan menemukan hal yang paling mirip yang pernah terjadi sebelumnya adalah mitos “Paus Joan,” seorang wanita yang sepertinya telah menipu gereja pagan agar memilihnya sebagai Paus sambil menyamarkan dirinya sebagai seorang pria. 

Dia diduga berhasil menipu dan memerintah para penyembah salib selama beberapa tahun sebelum kedoknya terbongkar dan meninggal tak lama kemudian …

Sosok yang paling mirip lainnya adalah “Imam Tersembunyi” milik beberapa sekte sesat termasuk Rafidhah yang percaya pada keghaiban Muhammad al-‘Askari, sekte Ismailiyah yang percaya pada keghaiban Muhammad Ibnu Ismail Ibnu Ja’far ash-Shadiq dan Druze yang percaya pada keghaiban “al-Hakim bi Amrillah” al-‘Ubaydi. 

Beberapa sekte mereka bahkan percaya pada reinkarnasi dari apa yang disebut “imam tersembunyi” atau pada wakil yang bertindak atas namanya …

Ya, ini semua adalah hal yang paling mirip yang pernah terjadi sebelumnya dengan sebuah kejadian paling memalukan: 

Kebohongan Akhtar Mansur, seorang laki-laki yang akrab dan disukai oleh “Inter-Service Intelligence” Pakistan (ISI, Dinas Intelijen Pakistan). 

Akhtar Mansur selama bertahun-tahun telah memerintah “Imarah Islam Afghanistan” yang telah kadaluarsa [berakhir] dengan menggunakan nama orang yang telah meninggal: Mulla Muhammad ‘Umar. 

Dengan memanfaatkan Kematian Mulla ‘Umar, Akhtar Mansur merilis pernyataan –baik dengan mengatas-namakan Mulla ‘Umar dan nama “Imarah”– untuk mendukung rekonsiliasi nasional dengan rezim boneka murtad Afghan. 

Normalisasi hubungan dengan rezim murtad Pakistan dan angkatan bersenjatanya, memuji berbagai Thaghut Arab dan non-Arab, termasuk budak Amerika Hamad Alu Thani dan Tamim Alu Thani dari Qatar dan menyatakan bahwa musuh paling jahat Islam -Rezim Shafawi Iran- sebagai negara Muslim!

Akhtar Mansur merilis statemen yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip PBB, konvensi internasional, nasionalisme, “modernisme,” dan pasifisme, serta statemen yang mengingkari jihad ofensif dan defensif kecuali untuk perang nasionalis Afghan melawan pasukan penjajah Amerika. 

Akhtar Mansur merilis pernyataan mendukung legalitas dan otoritas pemilu demokrasi thaghut di Mesir dan hasil pemilihan mereka. 

Akhtar Mansur merilis pernyataan yang menyatakan bahwa Rafidhah adalah Muslim, bahkan mengutuk serangan terhadap Rafidhah Afghanistan (1). 

Dan selama mereka tetap mempertahankan Thaliban, ia dan antek-antek terdekatnya –demi keuntungan pribadi dan penyimpangan parah dan atas nama Mulla ‘Umar yang telah meninggal–ia mengobarkan perang terhadap Khilafah yang memerintah dengan syari’at dan mempraktekkan al-wala’ wal bara’, sementara “Imarah” Thaliban mereka dengan tegas menolak kewajiban yang telah jelas dan pasti dari aqidah al-wala’ wal bara’ ini. 

Maka menurut perkataan dan perbuatan Akhtar dan kaki-tangannya, Rafidhah dan para thaghut adalah “saudara Muslim” yang harus mereka hormati, sedangkan para pemimpin Daulah Islam dan tentaranya adalah “Khawarij” yang kepada mereka harus dikobarkan perang…

Sepanjang periode ini, berbagai cabang al-Qa’idah mengklaim bahwa mereka tidak bisa berbai’at kepada Khalifah Abu Bakr al-Qurasyi al-Baghdadi (hafizhahullah) karena Mulla ‘Umar adalah “Imam tertinggi” mereka, walau setelah bertahun-tahun para pemimpin al-Qa’idah menyatakan bahwa Mulla Umar bukanlah khalifah tetapi pemimpin untuk wilayah terbatas sebuah emirat regional (2). Hal ini ditambah dengan Thaliban yang bertahun-tahun merilis pernyataan menolak akan misi apapun di luar Afghanistan.

Mujahidin di Khurasan kemudian mulai menolak secara terbuka klaim bahwa Mulla ‘Umar masih hidup, banyak dari mereka yang yakin bahwa dia sudah meninggal hampir empat belas tahun lalu, tak lama setelah dimulainya invasi Amerika ke Afghanistan pada “akhir 2001.” 

Semakin banyak para pejuang yang jujur meninggalkan barisan Thaliban Akhtar dan berbai‘at kepada Khilafah, sedangkan yang lain mulai menekan para pemimpin Thaliban untuk memberikan bukti jika Mulla ‘Umar masih hidup. Thaliban merilis statemen tertulis lain yang dibuat dengan nada nasionalis dan dialek yang mengatasnamakan Mulla ‘Umar yang telah meninggal, ucapan selamat Idul Fitri kepada umat dan mendukung rekonsiliasi nasional Afghanistan dengan rezim murtad!

Tekanan semakin membesar bahkan dari para pendukung Akhtar di dalam Intelijen Pakistan dan Afghan, sampai dia dan antek-anteknya mengakui akan kematian Mulla ‘Umar. Biro politik “Imarah” Thaliban kemudian mengumumkan bahwa Mulla ‘Umar telah meninggal tepatnya pada “23 April 2013”. 

Setelah itu Muhammad Thayib Agha –kepala kantor politik dan sebelumnya dia merupakan salah satu orang yang paling dekat dengan Mulla ‘Umar– mengumumkan pengunduran dirinya dan menyatakan bahwa dirinya menganggap penyembunyian kematian Mulla ‘Umar untuk jangka waktu “dua setengah tahun” adalah sebuah “kesalahan sejarah”.Hal ini diikuti oleh pernyataan dari Zabihullah Mujahid (juru bicara resmi “Imarah” Thaliban) di mana ia mengaku bahwa mereka telah menutupi kematian Mulla ‘Umar sejak “23 April 2013”. 

Dengan demikian, Mulla ‘Umar telah meninggal setidaknya lebih dari satu tahun sebelum deklarasi Khilafah dan sangat lama setelah ekspansi resmi Daulah Islam ke Syam, ini jika kita menganggap bahwa dia tidak meninggal pada tahun-tahun sebelum itu… Maka apa yang akan dilakukan oleh al-Qa’idah dan pengikutnya dalam menanggapi kebohongan ini? Apakah mereka akan bertobat dan bergabung ke dalam barisan Khilafah?

Tidak … Para pendukung Al-Qa’idah di antara mereka yang mengaku “ulama” justru menulis risalah untuk membenarkan penyembunyian kematian Mulla Umar, tanpa mengutip al-Qur’an dan Sunnah, tetapi mengutip buku sejarah tentang khalaf (generasi setelah Salaf) yang penuh dengan peristiwa yang tidak bisa diteliti keshahihannya yang secara personal bahkan tidak bisa dijadikan contoh bagi umat!

Beberapa contoh dari Salaf mereka kutip dan diselewengkan, seperti yang berkaitan dengan dirahasiakannya kematian pemimpin hanya untuk waktu yang singkat dan hanya kepada sebagian kecil tentara Muslim yang terlibat dalam pertempuran, tidak selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun dan tentu tidak kepada seluruh umat! 

Para “ulama” hizbi kemudian secara ghuluw berlaku dusta demi perang dan rekonsiliasi termasuk untuk berdusta tanpa ada batasan waktu kepada Umat Muslim di seluruh dunia secara keseluruhan dari Timur jauh hingga ke Barat jauh termasuk semua cendikiawan, pemimpin, pejuang dan laki-laki, semuanya demi “Maslahat” yang didefinisikan sangat longgar.

Mereka bahkan mengizinkan untuk berpidato yang dibuat atas nama orang yang sudah meninggal hanya untuk menghalangi bersatunya umat di bawah kewajiban Khilafah dan untuk mengikat dengan rantai taqlid di atas keburukan hizbiyah (berkelompok)! 

Yang lebih buruk lagi, dengan demikian “Ulama” ini telah membuka jalan bagi masyarakat untuk menolak sesuatu apapun yang ditujukan kepada mereka, karena penyimpangan sebelumnya dan justifikasi lemah yang berarti segala hal bisa menjadi kedustaan tak berujung bagi seluruh umat demi hizbiyah. Dan siapa yang tahu, mungkin beberapa dari masyarakat yang jahil akan keluar dan menyatakan bahwa Mulla ‘Umar masih hidup, tidak mati, lalu akan muncul “okultasi” baru tambahan dari apa yang diklaim oleh kaum Rafidhah dan Bathiniyah …

Kemudian tiba-tiba Azh-Zhawahiri –orang yang telah menghilang lebih dari satu tahun sejak 3 September 2014– keluar dan menyatakan bai‘at kepada si pendusta Akhtar Manshur! Ini semua dia lakukan meskipun otoritas Akhtar sangat diperdebatkan oleh banyak divisi Thaliban, termasuk yang dipimpin oleh anak Mulla ‘Umar dan saudaranya, serta sebagian lagi yang menentang rencana Akhtar untuk rekonsiliasi nasional dan normalisasi internasional.

Beberapa pemimpin Thaliban meninggalkan “Syura Quetta” di mana Akhtar menjadi “Terpilih”, keberatan dengan otoritas Akhtar dan legitimasi “Syura”nya. Para pemimpin lain mengundurkan diri dari posisi mereka –seperti Muhammad Tayib Agha, ‘Aziz ‘Abdur-Rahman, dan Nek Muhammad– sebagai protes atas kedustaan atau penolakan Akhtar atau dalam mengejar kepemimpinan!

Bagaimanapun Zhawahiri tetap berbai‘at. Pertanyaan selanjutnya adalah: Akankah domba buta di berbagai cabang al-Qa‘idah segera mengkuti dan memberikan bai‘at kepada seorang pendusta terkenal? Apakah mereka akan berbai‘at kepada seseorang yang telah menolak dasar dari al-wala wal bara‘ dan berbicara mengatasnamakan orang yang telah mati? 

Apakah mereka akan berbai‘at kepada seseorang yang secara resmi mengutus delegasi politik kepada Shafawi Iran dan “Imarah” nya yang menyebut rezim Iran sebagai “Negara Islam” dan memanggil para pemimpin Rafidhah dan pengikutnya sebagai “Saudara Muslim”!

Jika mereka mau merenungkan kembali kedustaan ini, bai’at kepada tokoh penipu ini, dan kerusakan berbagai cabang mereka yang telah mengerahkan media dan militer untuk melakukan kampanye perang melawan Daulah Islam, tentu mereka akan takut terhadap hal ini semua yang bisa menjadi kemungkinan merupakan hasil dari mubahalah yang telah dideklarasikan lebih dari satu tahun lalu, tapi yang menyedihkan kebanyakan dari mereka tidak berfikir untuk diri mereka sendiri, dan membiarkan hawa nafsu mereka dan membiarkan si penggembala buta menuntun mereka. Kita memohon kepada Allah semoga melindungi kita dari keburukan hawa nafsu, taqlid, irja‘, hizbiyah dan dari Dajjal.

Catatan kaki :

1. Statemen-statemen ini dapat ditemukan di situs resmi Thaliban. Sejumlah besar statemen-statemen ini telah dikumpulkan dan direferensikan dalam sebuah artikel berjudul “Fadhihat asy-Syam wa Kasr al-Ashnam” oleh Abu Maisarah Asy-Syami.

2. Secara eksplisit hal ini telah disampaikan oleh Athiyatullah al-Libi, dan juga secara eksplisit telah dinyatakan oleh Azh-Zhawahiri dan an-Nazhari, akan tetapi sikap hizbiyah telah membutakan hati!

DABIQ 11 – ARTIKEL

ALIANSI AL-QA’IDAH DI SYAM (BAGIAN 4)

Lebih dari setahun yang lalu di tahun 1435 H, kebohongan Abu ‘Abdillah Asy-Syami dari Jabhah Jaulani disuarakan kepada dunia, “Aku melakukan mubahalah terhadap kalian (Daulah Islam) atas pengujian kalian terhadap manusia atas aqidah mereka. … Justru kalian sedang menguji manusia yang terbaik. Maksudku adalah para mujahidin dari faksi Mujahid seperti Jabhah Islamiyah, Jaisyul Mujahidin, dan lain-lain” (Al-Mubahalah).

Dia juga mengatakan, “Menggambarkan pertempuran yang terjadi sebagai pertempuran antara kelompok Daulah di satu sisi dan mereka yang berdiri dengan Jarba dan Idris (pemimpin SNC, Koalisi Nasional Suriah) di sisi lain, adalah jauh dari kebenaran. Mereka yang memikul beban terbesar perang melawan kelompok Daulah di utara adalah Jabhah Islamiyah dan Jaisyul Mujahidin … Adapun Jabhah Islamiyah dan Jaisyul Mujahidin –dua pemain utama dalam perang melawan kelompok Daulah– maka belum tetap bagi kami bukti bahwa mereka telah jatuh ke dalam kemurtadan, dan kami lebih mengerti kondisi mereka daripada kelompok Daulah karena kedekatan kita kepada mereka.” (Wa Lau Annahum Fa’alu Maa Yu’azhuuna Bih)

Sangat cepat setelah mubahalah ini, “Jaisyul Mujahidin” secara terbuka memamerkan hubungan mereka dengan kelompok sekuler Koalisi Nasional Suriah (SNC), “Pemerintah Sementara,” dan “Kementerian Pertahanan” (1). Mereka baru saja menambahkan daftar perbuatan murtad mereka dengan merilis sebuah pernyataan di mana mereka mengatakan, “Para pemimpin Jaisyul Mujahidin mengirimkan rasa belasungkawa kepada Turki, pemerintah dan rakyatnya, atas pembunuhan satu tentara Turki dan warga di tangan teroris “Tanzhim Daulah” dan partai PKK. Kami dari Jaisyul Mujahidin mengumumkan solidaritas dan dukungan lengkap kepada pemerintah Turki terhadap teroris “Tanzhim Daulah” dan partai PKK … Kami berdiri dengan negara Turki dalam satu parit dan menganggap pembunuhan ini sebagai serangan terhadap sikap Turki yang mendukung rakyat Suriah.” Mereka tidak lupa untuk menghias pernyataan mereka dengan bendera jahiliyah negara Turki!

Turki adalah salah satu anggota aliansi tentara salib NATO. Dia ikut ambil bagian dalam berbagai kampanye perang tentara salib yang diluncurkan dan dipimpin oleh Amerika, termasuk “Operasi Enduring Freedom – Afghanistan”, “Operasi Enduring Freedom – Tanduk Afrika” (di Somalia dan wilayah sekitarnya), dan “Operasi Resolve Inherent” (di Irak dan Suriah terhadap Daulah Islam). Pemerintah Turki adalah salah satu negara yang secara legislatif, eksekutif, dan hukumnya diatur dengan hukum buatan manusia. Tentaranya dirancang untuk membela thaghut Turki dan sekutu salibis mereka. Pemerintahan ini dan tentaranya adalah salah satu dari kemurtadan yang sangat jelas, namun “Jaisyul Mujahidin” berdiri dalam mendukung pemerintah Turki melawan Islam dan kaum muslimin.

Imam Muhammad ibnu Abdil Wahhab mengatakan bahwa di antara pembatal keislaman adalah “Mendukung dan membantu orang-orang musyrik memerangi kaum Muslimin. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu): mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka . Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang zhalim” (Al-Ma’idah: 51)”. (Nawaqidul Islam)

Sebagaimana Jabhah “Islamiyah”, “Ahrar Syam” mewakili blok terbesar dari front yang terpecah-pecah ini. Para pemimpin Jabhah Jaulani telah berusaha keras untuk menggambarkan bahwa kelompok ini sebagai kelompok “Islam” bahkan “Jihadi”, tapi statemen terbaru dari pemimpin resminya hanya bisa membuat malu para pengklaim jihad dari Jabhah Jaulani. Dalam kenyataannya, perang dingin media sedang berkobar antara kedua belah pihak dalam cinta kepemimpinan dan kebanggaan pandangan, dan seperti es yang mencair, kedua belah pihak akan mulai saling mengirimkan sel keamanan mereka untuk menyerang secara diam-diam setiap pemimpin lawan dengan IED dan senjata berperedam, ini jika memang belum dimulai. Bagaimana pun juga, kelompok murtad “Ahrar Asy-Syam” dulunya dianggap Shahawat potensial dan proyek menyimpang dalam pembentukannya oleh para pemimpin Jabhah Jaulani.(2)

Ya, sejak diluncurkannya Shahawat Suriah, Jabhah Jaulani berupaya keras untuk menggambarkan “Ahrar Asy-Syam” sebagai “mujahidin”, hingga Jabhah Jaulani dan para “ideolog” duduk di bawah naungan Thaghut Yordania yang dipermalukan oleh artikel tak tahu malu yang dirilis oleh Labib al-Nahhas, Direktur Urusan Luar Negeri “Ahrar Asy-Syam.” Artikel terbarunya baru-baru ini(3) dirilis pada “21 Juli 2015” melalui media salibis Inggris “Telegraph” yang berjudul “Aku Orang Suriah dan Aku Berperang Melawan ISIS setiap hari. Diperlukan lebih dari sekedar bom dari Barat untuk mengalahkan ancaman ini”. Di dalamnya dia mengatakan: “Di Raqqah … warga menerima arahan (karena kelambanan Barat) dari apa yang disebut Islamic State (ISIS), itu semua hanyalah bayangan pucat dari apa yang ada saat ini, kapitalisasi di Barat telah gagal untuk memerintah Assad. Narasi propaganda mereka : Barat bersekongkol dengan Assad dan pendukung Syi‘ah Iran dalam sebuah konspirasi untuk mengalahkan dan mempermalukan Arab Sunni di wilayah tersebut…”

“Kebanyakan warga Suriah … memiliki tujuan tunggal dari revolusi yaitu kebebasan, kehormatan, dan kualitas hidup yang lebih baik. Kami di Ahrar Asy-Syam dan Grup Bersenjata Revolusi (ARGs) lainnya berjuang untuk rakyat Suriah. Kita mengangkat senjata karena kita tidak memilik pilihan lain, yaitu antara apakah kami harus menyerah tanpa syarat kepada rezim atau kita berjuang demi kebebasan rakyat kita…”

“Semakin lama perang berlangsung, semakin sedikit bagian Suriah yang bisa diselamatkan. Ahrar Asy

Syam ingin melihat berakhirnya pemerintahan Assad, dikalahkannya ISIS secara komprehensif dan dibentuknya pemerintahan yang stabil dan representatif di Damaskus yang akan menempatkan Suriah pada jalan menuju perdamaian, rekonsiliasi dan pemulihan ekonomi. Kita ingin melihat sistem politik yang menghormati identitas dan legitimasi aspirasi politik mayoritas rakyat Suriah sekaligus melindungi masyarakat minoritas dan memberikan kesempatan mereka untuk bermain nyata dan peran positif dalam negara masa depan. Kami ingin melihat persatuan Suriah dan integritas wilayah yang dikekalkan …”

“Kami menyadari bahwa harapan kami ini tidak akan bisa diraih hanya dengan cara militer saja. Dia butuh proses politik dan kami tahu bahwa itu berarti membuat keputusan-keputusan yang sulit…”

“Dalam beberapa hari terakhir Perdana Menteri David Cameron mengisyaratkan kemungkinan adanya perubahan kebijakan pemerintah terhadap intervensi bersenjata di Suriah. Dia mengatakan bahwa Inggris harus ‘melangkah dan melakukan hal lebih’ dalam memerangi ISIS di Irak dan Suriah. Itu semua bagus dan baik. Di Ahrar Asy-Syam kita telah kehilangan 700 pejuang kami dalam pertempuran melawan IS sejak Januari 2014, dan kami serta sekutu kami mempertahankan garis depan front sepanjang 45km terhadap ISIS di Aleppo. Kita tahu hal seperti apa untuk menghadapi ancaman ISIS. … Kami percaya bahwa ISIS bukan hanya ancaman keamanan atau militer saja tetapi merupakan fenomena sosial dan ideologis yang perlu dihadapi di setiap levelnya dan membutuhkan sebuah alternatif Sunni nasional untuk menghadapi Assad dan Islamic State.”
“Ahrar Asy-Syam, sebagai kelompok Islam Sunni mainstream yang berakar kuat di atas lanskap revolusioner, sedang menjalin alternatif itu. Tetapi mereka (Barat) mengharapkan Sunni alternatif yang ‘sempurna’ sesuai dengan standar liberal Barat, sehingga pasti akan kecewa. Seperti yang kita semua harus tahu sekarang, sistem politik dan model pemerintahan tidak bisa di impor ke Timur Tengah dan diharapkan untuk berkembang karena pengalaman sejarah, budaya dan struktur politik sosial begitu berbeda secara radikal. Dibutuhkan sebuah hal yang akan menjadi peran utama untuk agama dan budaya setempat dalam pengaturan politik yang muncul dari puing-puing konflik, dan itu harus berasal dari salah satu hal yang sesuai dengan keyakinan mayoritas rakyat Suriah yang berlaku. …”
“Sebagaimana RAF (Royal Air Force) yang bersiap untuk ikut bergabung dalam koalisi militer melawan ISIS, akan lebih bijaksana bagi pemerintah Inggris untuk mempertimbangkan pendekatan baru dalam memerangi kelompok ekstrimis lebih dari sekedar menjatuhkan bom.”
Selesai kata-kata sesatnya.
Sebagai ringkasan: Dia menggunakan nasionalis, dialek demokratis untuk mendukung penentuan nasib sendiri, kekuatan bagi mayoritas, perlindungan bagi minoritas (termasuk Rafidhah, Nusairiyah, Druze, dan Ismailiyah), dan pengekalan perbatasan nasionalis. Dia mencalonkan “Ahrar Asy-Syam” sebagai “alternatif” moderat untuk Daulah Islam, “alternatif” yang bersedia bekerja sama dengan Barat dalam perang salib melawan Daulah Islam. Dia memuji perang dan serangan udara tentara salib Inggris terhadap Daulah Islam, tetapi juga menyarankan kepada mereka dengan mengatakan itu tidaklah cukup dan ada hal lebih yang harus dilakukan!
Setelah artikel ini, “Kantor Politik” dari “Ahrar Asy-Syam” merilis “Pernyataan mengenai Zona Aman di Suriah utara” pada “11 Agustus 2015.” Di dalamnya mereka mengatakan:
“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.” (Al-Ma’idah: 2)
“Ini adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa sepanjang empat tahun terakhir pemerintah Turki dan rakyat Turki telah mendukung rakyat Suriah dan revolusi mereka dengan segala cara. Dukungan ini terus berjalan meskipun ancaman yang muncul terhadap keamanan nasional Turki dan tekanan kuat internal dan eksternal terhadap pemerintah Turki terus datang. Turki tetap teguh dalam sikap di atas etika dan nilai kemanusiaan terhadap rakyat dan revolusi kami. Posisi bijaksana dan bertanggung jawab ini telah membuat Turki sekutu paling penting dari revolusi Suriah dan telah membuka jalan baru dari kepentingan bersama antara kedua bangsa, baik di front internal maupun regional. Jalan terbaru dari kepentingan bersama untuk berdiri melawan Daisy (Daulah Islam). Daisy telah terbukti menjadi bencana terbesar yang menimpa revolusi serta menjadi ancaman nyata bagi keamanan dan stabilitas Turki. Kebijakan sektarian dari Bashar Assad dan kebijakan bodoh Daisy telah merubah Suriah menjadi arena konflik internasional dan perang proksi. Ini semua menjadi ancaman nyata bagi keamanan sekutu rakyat Suriah. Sementara mempertahankan posisi untuk berprinsip pada menolak perintah dan kehendak asing, sekarang telah menjadi kenyataan yang harus ditangani sesuai dengan prinsip-prinsip kepentingan bersama dan kepentingan jangka panjang negara secara keseluruhan.”
“Berdasarkan visi komprehensif Gerakan Islam Ahrar Asy-Syam terhadap bidang internal dan regional Suriah, dan bertindak sesuai dengan kepentingan rakyat Suriah dan sekutunya dalam hal politik atau militer, dan sangat percaya perlunya solidaritas Sunni dalam menghadapi ancaman Iran, kami percaya bahwa pengumuman niat Turki untuk mendirikan zona aman di utara Suriah adalah hal yang melayani kepentingan rakyat Suriah. Zona aman akan memiliki dampak positif pada tingkat kemanusiaan, politik dan militer, juga manfaat yang akan dirasakan oleh kedua negara. Zona aman juga kebutuhan penting yang diperlukan untuk meningkatkan keamanan nasional Turki dan menghentikan rencana teroris atau separatis Daisy dan PKK. … Zona aman di utara Suriah akan membantu para pengungsi kembali ke rumah mereka dan makar musuh revolusi akan digagalkan. Karena itu Gerakan Islam Ahrar Asy-Syam mendukung sepenuhnya zona aman dengan bantuan Turki dan kerjasama politik dan militer dari Grup Angkatan Bersenjata Revolusioner. Kami mengambil kesempatan ini untuk menguatkan ikatan yang tak bisa dipecahkan dan kebaikan bersama rakyat Suriah dan Turki dan menggaris-bawahi kebutuhan untuk hubungan strategis dengan Turki untuk menjadi landasan pendekatan umum untuk mengatasi tantangan saat ini dan masa depan.”(4)
Dengan demikian, “Ahrar Asy-Syam” telah mengulurkan tangannya secara terang-terangan terhadap rezim murtad dan tentara Turki dan mencalonkan diri menjadi agen mereka di Suriah. Maka akankah para pengklaim jihad Jabhah Jaulani bertobat dari kemurtadan dan mengucapkan bara’ah dari sekutu terdekat mereka di mana pemimpin mereka pernah dianggap sebagai “Shahawat masa depan”? Atau akankah lereng licin “udur” yang didikte oleh hizbiyah terus membuat mereka jatuh hingga nanti mereka berjuang di bawah bendera fitnah terbesar –Al-Masih Ad-Dajjal– demi kepemimpinan, perpecahan, dan penyimpangan.(5)
Kita berharap kepada Allah agar menolong para Mujahidin Daulah Islam dalam melawan para agen thaghut dan agen tentara salib hingga bendera Khilafah berkibar tinggi di atas Istanbul dan Vatikan.
Catatan kaki :
1. Lihat halaman 24-25 pada Dabiq edisi 2.
2. Lihat halaman 75 pada Dabiq edisi 10.
3. Artikelnya sebelum ini pernah dinukil pada majalah Dabiq edisi 10 halaman 12-13.
4. Perhatikan bahwa dalam statemen dari berbagai faksi Shahawat mereka mengklaim untuk melindungi rakyat Syam padahal diketahui bahwa serangan udara itu dirancang untuk membentuk “zona aman” Turki yang akan menargetkan Mujahidin Khilafah, para prajurit yang paling keras melawan pasukan Nushairi. Faksi ini juga menggunakan atheis PKK sebagai alasan untuk berperang di bawah bendera Thaghut Turki tetapi lupa bahwa mereka sendiri melakukan gencatan senjata dan perjanjian yang mereka jalin dengan PKK murtad di Halab, beberapa perjanjian ini bahkan yang melibatkan pembagian kekuasaan untuk mengelola wilayah yang berada di bawah kontrol PKK. Perjanjian paling terkenal di Halab dengan PKK ditandatangani oleh Ahrar Asy-Syam dan Jabhah Syamiyah, yaitu perjanjian Operation Room. Dalam perjanjian ini ikut termasuk “Jaisyul Mujahidin” dan “Ahrar Asy-Syam” sebagai anggota. Jika mereka benar-benar khawatir terhadap atheis PKK sebagaimana yang mereka klaim, maka daripada menandatangani gencatan senjata dengan mereka, tentu mereka akan mengobarkan perang terhadap mereka sebagaimana Daulah Islam telah melakukannya.
5. Baru-baru ini, Robert Ford (mantan duta besar AS untuk Suriah) menulis sebuah artikel berjudul “Ya, Bicara dengan Ahrar Asy-Syam Suriah” di mana ia sangat mengusulkan kerjasama langsung AS dengan “Ahrar Asy-Syam” melawan Daulah Islam, setelah hampir dua tahun bekerjasama secara tidak langsung melalui para thaghut. Hal ini diikuti oleh sebuah artikel pada “Daily Beast” berjudul “Kesepakatan dengan Setan, Petraeus: Menggunakan Pejuang Al Qaeda untuk Mengalahkan ISIS,” di mana ide David Petraeus (mantan komandan jenderal tentara salib di Irak dan pendiri Shahawat Irak) untuk bekerja sama dengan Jabhah Jaulani melawan Daulah Islam telah dipublikasikan. Hal ini diikuti oleh kebohongan Abu ‘Abdillah Asy-Syami membenarkan kerjasama dengan berbagai Shahawat Turki, Amerika, dan para thaghut Teluk berdasarkan klaim bahwa seseorang tidak bisa mengucapkan takfir pada faksi ini karena udzur yang dia buat untuk Shahawat lantaran kerjasama mereka dengan tentara salib dan murtad! Dia kemudian berbohong dan menyatakan bahwa Daulah Islam sendiri pernah “bekerja sama” dengan Turki dan ia menggunakan sebagai “bukti” adalah pertukaran tahanan di mana 46 tahanan Turki ditukar dengan hampir 200 Muhajirin! Apakah ini “kerjasama” atau memenuhi kewajiban untuk berjuang membebaskan tahanan Muslim! Dia membuat kebohongan yang memalukan padahal dia tahu bahwa rezim murtad Turki dan tentaranya merupakan bagian dari NATO dan perang salib pimpinan Amerika terhadap Daulah Islam dan bahwa Turki mengambil bagian dalam memenjarakan para Muhajirin dan bersama-sama dengan Amerika menyerang posisi Daulah Islam di Halab demi Shahawat sekutu Jabhah Jaulani, bahkan terkadang untuk mendukung posisi Jabhah Jaulani itu sendiri! Hanya satu hal yang bisa dikatakan kepadanya, “Jika Anda tak tahu malu, maka berbuatlah sesukamu” (HR Al-Bukhari dari Abu Mas’ud). Asy-Syami bisa berbohong sebanyak yang dia sukai, tetapi kenyataannya terlalu jelas. Ketika domba Shahawat terbangun dan akan menyadari bahwa mereka pada akhirnya melayani kepentingan tentara salib?
DABIQ 11 – ARTIKEL
BURUKNYA PERPECAHAN DAN TAQLID
Allah ta’ala telah menurunkan al-Qur’an dan as-Sunnah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam sehingga umat manusia dapat mempelajari dan mempraktekkannya. Inilah agama Islam yang telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada sahabatnya, yang kemudian mereka menyampaikannya kepada generasi setelahnya. Islam telah dijaga di dalam al-Qur’an dan Sunnah, dan Sunnah dijaga di dalam kitab-kitab hadits. Jika seorang Muslim dengan pemahaman bahasa Arab mengambil al-Qur’an, atau Shahih al-Bukhari, atau Shahih Muslim, maka ia tidak membutuhkan ensiklopedi pengetahuan lagi untuk dapat memahami dan mempraktikkan agamanya secara keseluruhan, untuk mempelajari dasar-dasarnya semua telah difasilitasi oleh Allah. Dia mengamalkan Tauhid dan Iman dari hal-hal sederhana yang mana orang awam pun bisa mengerti. Tidak berbeda pada kebanyakan masalah hukum yang pasti (qath’i) dari Islam, termasuk kewajiban untuk bersatu dalam satu tubuh, menunjuk seorang pemimpin tunggal, serta mendengar dan mematuhinya, sebagai bukti dalam syari’at dan bukti dalam penciptaan begitu banyak seseorang lewat fitrahnya saja, bahkan walau seandainya dia cukup bodoh, tidak akan mampu untuk mengabaikan kewajiban ini.
“Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah bersama-sama dan janganlah bercerai berai” (Ali Imran: 103). Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa mati dan tidak ada ikatan bai‘at di atas lehernya maka dia mati dalam keadaan jahiliah.” (diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar). Petunjuk-petunjuk, baik yang tersurat maupun yang tersirat, tentang hal ushul ini sangat banyak, siapapun yang berusaha mencarinya pasti akan menemukannya dengan mudah.(1)
Namun umat Islam hari ini tidak dianjurkan oleh apa yang disebut “Salafi” atau bahkan oleh pengklaim “Salafi Jihadi” untuk mendekati al-Qur’an dan Sunnah, membatasi mereka demi keinginan “ulama” kontemporer dari mereka yang mendukung para thaghut atau mereka yang kembali duduk di antara istri-istri mereka dalam naungan thaghut. Bisakah wasilah sesat dari sebuah kondisi seperti ini untuk memahami agama? Apakah itu pernah menjadi sebuah prasyarat untuk jama’ah?
Ketahuilah bahwa tidak diragukan lagi ini merupakan salah satu sifat orang-orang sesat yang ingin tetap tercerai berai tanpa seorang imam tunggal. Karena sebab inilah, Ahlus Sunnah disebut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang berarti mereka mengikuti Sunnah dan patuh untuk membentuk persatuan kaum muslimin yang diwujudkan dalam Khilafah, dan Imam ini yang akan menjauhkan aliran-aliran yang menyimpang dan pihak-pihak yang memberontak. Adapun “Ahlus Sunnah” kontemporer maka mereka telah mengganti konsep jama’ah dengan interpretasi menyimpang dari syura yang jauh lebih mirip dengan kotak suara demokrasi daripada syura Khulafa’ ar-Rasyidin ridhwanallah alaihim.
Imam Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata, “ini adalah perkara-perkara di mana ahlul Kitab dan orang-orang ummi dari kaum Jahiliyah menentang Rasulullah. Seorang Muslim tidak bisa untuk tidak mengetahui hal ini, dan dengan mengetahui lawan sesuatu maka kebaikan akan menjadi jelas, dan dengan mengetahui lawannya maka perkara itu akan jelas … hal yang kedua dari hal ini (setelah syirik akbar) adalah bahwa mereka memecah belah agama mereka, seperti yang difirmankan oleh Allah “Kemudian mereka terpecah belah dalam urusan (agama) mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan (merasa) bangga dengan apa yang ada pada mereka” (Al-Mu‘minun: 53). Mereka juga memecah belah dunia mereka dan mereka merasa hal itu benar. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam datang dengan kesatuan dien dengan pernyataan Allah: “Dia (Allah) telah mensyari’atkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketaqwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya” (Asy-Syura: 13). Allah juga berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah) dalam golongan-golongan, sedikit pun bukan tanggung jawabmu (Muhammad) atas mereka” (Al-An?am: 159). Dia juga telah melarang kita untuk berlaku seperti mereka dengan pernyataan dari Allah: “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat” (Ali Imran: 105). Dia juga melarang kita dari memecah belah dunia dengan firman Allah ta’ala: “Dan berpegang teguhlahlah kamu semuanya pada tali (dien) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (Ali Imran: 103). Yang ketiga dari hal ini adalah mereka menganggap bahwa tidak mematuhi waliyul-amr dan menolak untuk tunduk kepadanya merupakan kebajikan. Mendengar dan menaati mereka dianggap penghinaan dan aib. Rasulullah menentang mereka dan memerintahkan para sahabatnya untuk bersabar atas kezhaliman para pemimpin tersebut(2). Dia memerintahkan mereka untuk mendengar dan menaati mereka dan memberi mereka nasihat yang tulus. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menekankan hal ini, menjelaskannya dan mengulanginya. Ketiga hal ini terkumpul dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim: “Sesungguhnya Allah ridha kepada kalian akan tiga hal, kalian beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan Dia dengan sesuatu apapun, berpegang erat dengan tali (dien) Allah dan tidak berpecah belah, dan memberikan nasihat yang tulus kepada siapa yang Allah berikan otoritas diri kalian kepada mereka (waliyul-amr)”. Tidak ada kerusakan pada dien dan dunia manusia kecuali dengan rusaknya tiga hal ini atau sebagiannya.” (Masa‘il al-Jahiliyah)
Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Dari hal yang paling menakjubkan dan tanda-tanda terbesar yang menunjukkan kekuasaan Allah Ta‘ala adalah enam prinsip yang telah Allah jadikan sangat jelas lebih daripada apa yang orang-orang ragu fikirkan. Akan tetapi, banyak orang ‘pintar’ di dunia ini dan orang-orang ‘bijak’ keliru tentang prinsip-prinsip ini, kecuali sangat sedikit. … Prinsip kedua (setelah kewajiban tauhid dan larangan syirik) adalah bahwa Allah memerintahkan untuk bersatu dan melarang untuk bercerai berai di dalam agama. Allah menjelaskan hal ini dengan bukti yang sangat jelas yang dapat dimengerti bahkan oleh orang awam. Dia melarang kita untuk menjadi seperti orang-orang yang telah terpecah belah sebelum kita sehingga dengan demikian mereka binasa. Dia juga menyebutkan bahwa Allah telah memerintahkan Rasul untuk bersatu di dalam dien dan melarang mereka berpecah belah di dalamnya. Apa yang membuat ini lebih jelas adalah apa yang datang di dalam Sunnah dari ajaran yang sangat menakjubkan dalam hal ini. Hal ini kemudian berubah hingga perpecahan di dalam ushul dan cabang agama menjadi ‘pengetahuan’ dan ‘fiqh agama’! Dan kemudian tidak ada yang menyebut-nyebut kewajiban untuk persatuan di dalam dien kecuali dianggap orang ‘zindiq’ atau ‘orang gila’! Prinsip ketiga adalah bahwa sempurnanya persatuan adalah dengan mendengar dan menaati siapa yang telah diberikan otoritas kita atasnya (waliyul-amr) bahkan walau dia seorang budak Habasyah. Allah telah menjelaskan hal ini dengan penjelasan yang luas dan cukup melalui berbagai macam penjelasan syar’i dan qadari. Namun ini kemudian menjadi dasar yang tidak diketahui oleh sebagian besar pengklaim ilmu. Apa lagi beramal dengan hal ini!” (Sittatu Ushul ‘Adzimah Mufidah)
Dan meskipun Jama’ah merupakan salah satu kewajiban yang paling jelas bahkan sesuai dengan fitrah dari banyak hewan yang cenderung untuk itu, mereka yang mengklaim Islam modern berpendapat bahwa lebih baik bagi umat untuk memiliki keberagaman dalam agama dan politik! Mereka lebih memilih bahwa Ahlus Sunnah mentolerir berbagai sekte bid’ah dan bahkan murtad yang diklaim bagian dari umat Islam. Mereka juga berharap bahwa Ahlus Sunnah akan mengizinkan keberadaan kesesatan, yang memerangi, dan partai politik egois dan faksi-faksi militan di negeri-negeri Muslim yang telah dibebaskan! Mereka membuat taqlid (mengikuti secara buta) atas para pengikut mereka, “ulama” jahat merupakan salah satu aspek penting dari “agama”. Dan melalui hal ini, mereka menyebarkan “kebajikan” perpecahan dan mencela “jahatnya” Jama’ah dalam seruan mereka yang dihidupkan kembali melawan bangkitnya persatuan Islam, Khilafah. Betapa jahat kelompok-kelompok sesat ini dan para “ulama” suu’! Oleh karena itu ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa dasar utama bagi agama-agama jahiliyah adalah taqlid.
Setelah Imam Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rrahimahullah menyebutkan tiga aspek pertama agama mereka (syirik, perpecahan agama, dan keberagaman politik), beliau mengatakan, “Masalah keempat adalah bahwa agama mereka didasarkan pada prinsip-prinsip, yang terbesar adalah taqlid. Ini adalah kaedah terbesar untuk semua orang-orang kafir, baik yang pertama dari mereka hingga yang terakhir, sebagaimana yang Allah firmankan: “Dan demikian juga ketika Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekadar pengikut jejak-jejak mereka’.” (Az-Zukhruf: 23). Dia juga berfirman: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang diturunkan Allah!’ Mereka menjawab, ‘(Tidak), tetapi kami (hanya) mengikuti kebiasaan yang kami dapati dari nenek moyang kami’. Apakah mereka (akan mengikuti nenek moyang mereka) walaupun sebenarnya setan menyeru mereka ke dalam adzab api yang menyala-nyala (neraka)?” (Luqman: 21). Maka beliau datang kepada mereka dengan firman Allah, “Katakanlah, ‘Aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu agar kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri: kemudian agar kamu pikirkan (tentang Muhammad). Kawanmu itu tidak gila sedikit pun. Dia tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) adzab yang keras.” (Saba’: 46) dan juga dengan firman Allah Ta‘ala “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran” (Al-A‘raf: 3)”. (Masa’il al-Jahiliyah)
Kemudian beliau mulai menjelaskan lebih rinci tentang beragam jenis taqlid yang dikerjakan oleh orang-orang jahiliyah, beliau mengatakan: “Di antara kaedah terbesar mereka adalah mereka tertipu dengan jumlah kebanyakan, menjadikannya hujjah bahwa sesuatu itu di atas kebenaran, dan menjadikannya sebagai dalil atas bathilnya sesuatu dengan asing dan sedikitnya orang yang mengerjakannya, maka Dia datang dengan sesuatu yang bertentangan dengan hal ini dan menjelaskannya bukan hanya pada satu tempat di dalam Al-Qur’an(3). Mereka juga menjadikan orang-orang terdahulu sebagai hujjah, seperti yang Allah jelaskan tentang perkataan mereka: “(Fir’aun) berkata, ‘Jadi bagaimana keadaan umat-umat yang dahulu?'” (Thaha: 51) dan firman Allah: “Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada (masa) nenek moyang kami yang dahulu” (Al-Mu’minun: 24). Mereka juga mengambil dalil dengan suatu kaum yang menilai sebuah kekuatan pada pengetahuan dan pekerjaan, pada kekuasaan, harta dan pangkat, maka Allah membantah hal itu dengan firmannya: “Dan sungguh, Kami telah meneguhkan kedudukan mereka (dengan kemakmuran dan kekuatan) yang belum pernah Kami berikan kepada kamu dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati, tetapi pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit pun bagi mereka, karena mereka (selalu) mengingkari ayat-ayat Allah, dan (ancaman) adzab yang dahulu mereka perolok-olokkan telah mengepung mereka” (Al-Ahqaf: 26). Mereka juga mengklaim atas kebathilan sesuatu apabila ia tidak diikuti kecuali oleh orang-orang lemah: “Mereka berkata, ‘Apakah kami harus beriman kepadamu, padahal pengikut-pengikutmu orang-orang yang hina?” (Asy-Syu‘ara’: 111). “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah?” (Al-An’am: 53). Maka Allah menjawab itu dengan firmannya: “Bukankah Allah lebih mengetahui siapa yang bersyukur?” (Al-An’am: 53). Mereka mengambil teladan dengan mengikuti ulama dan ahli ibadah fasiq: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta manusia dengan jalan yang bathil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah” (At-Taubah: 34). Dan juga dalam firman Allah: “Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus.” (Al-Maidah: 75). Mereka juga menjadikan dalil bathilnya dien dengan sedikitnya jumlah pengikut dan lemahnya kecerdasan mereka, seperti kata mereka: “Berpikiran rendah” (Hud: 27). Mereka juga menjadikan dalil dari qiyas yang salah, seperti pernyataan mereka: “Engkau tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kami” (Ibrahim: 10). Dan mereka juga menolak qiyas yang shahih(4), dan yang menyatukan hal ini dengan sebelumnya adalah tidak adanya kefahaman antara sesuatu yang menyamakan dan yang membedakan. Mereka juga bersikap ghuluw dalam mencintai dan meniru ulama dan orang-orang shalih, seperti yang dijelaskan oleh firman Allah: “Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar” (An-Nisa’: 171). Semua hal yang telah disebutkan di atas dibangun di atas kaedah yaitu an-nafyu (peniadaan) dan itsbat (penetapan), sehingga mereka mengikuti hawa nafsu, persangkaan dan berpaling dari apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. (point ke 5-14 dari Masa’il Al-Jahiliyah)
Ketahuilah juga bahwa taqlidnya orang-orang jahiliyah bukanlah kepada ulama-ulama shalih atau kepada ahli ibadah yang berilmu, tapi seperti yang dijelaskan oleh Imam Muhammad ibnu Abdil Wahhab: “Para pemimpin agama mereka adalah ulama suu’ (buruk) dan ahli ibadah yang bodoh, sebagaimana yang Allah jelaskan di dalam ayat-Nya: “Sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubah taurat setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya” (Al-Baqarah: 75), hingga firman Allah: “Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak memahami Kitab (Taurat), kecuali hanya berangan-angan dan mereka hanya menduga-duga.” (Al-Baqarah: 78).” (Masa’il al-Jahiliyah)
Beliau rahimahullah juga menjelaskan kondisi ini dengan mengatakan: “Kaidah yang keempat adalah penjelasan tentang ilmu dan ulama, fiqih dan fuqaha, dan siapakah yang merasa dirinya termasuk golongan ini padahal bukan bagian dari mereka. Allah telah menjelaskan kaedah ini di dalam surat Al-Baqarah ketika menjelaskan tentang Bani Israil (Al-Baqarah: 40-121). Dan hal ini menjadi lebih jelas dengan apa yang telah diterangkan oleh as-sunnah dalam membicarakan hal ini dengan penjelasan yang gamblang dan terang bahkan bagi seorang yang awam dan bodoh. Kemudian hal ini menjadi hal yang mengherankan dan asing, sehinggu ‘ilmu‘ dan ‘fiqh‘ menjadi bid‘ah dan sesat, dan amal terbaik yang mereka lakukan adalah mencampur yang haq dengan yang bathil, sehingga ilmu yang telah Allah wajibkan atas hamba-Nya dan telah memujinya tidak lagi diucapkan kecuali oleh orang yang dianggap ‘zindiq‘ atau ‘gila‘, dan orang yang mengingkari mereka, memusuhi dan membuat tulisan untuk memperingatkan dari mereka, mencegah dari mereka, kecuali dia dianggap ‘faqih‘ dan ‘alim‘. Kaedah yang kelima adalah bahwasanya Allah menjelaskan tentang wali-wali-Nya dan membedakan antara mereka dan antara orang-orang yang menyerupai dari kalangan musuh-musuh kaum munafiq dan pendosa. Dan cukup dalam hal ini sebuah ayat di dalam surat Ali Imran, yaitu firman Allah Ta‘ala: “Katakanlah (Muhammad): ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu'” (Ali Imran: 31), dan satu ayat di dalam surat Al-Maidah: “Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela” (Al-Maidah: 54), dan sebuah ayat di dalam surat Yunus: “Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertaqwa” (Yunus: 62-63). Kemudian hal ini kebanyakan orang yang mengklaim dirinya sebagai orang yang berilmu, mendapat petunjuk dan penjaga syari’at bahwa para wali haruslah orang yang meninggalkan sikap ittiba‘ (mengikuti) rasul, siapa yang mengikuti rasul berarti bukan wali, dia harus orang yang meninggalkan jihad, maka siapa yang berjihad maka berarti bukan termasuk wali, dia harus meninggalkan iman dan taqwa, maka siapa yang memiliki sikap iman dan taqwa maka bukan termasuk wali. Wahai Rabb kami, kami mengharap padamu maaf dan keselamatan, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa. (Sittatu Ushul Azhimah Mufidah)
Begitu juga halnya para pengklaim Islam saat ini meminta kaum Muslimin untuk mengikuti secara buta para ulama suu‘ dan ahli ibadah bodoh dan menolak kewajiban berjama‘ah jika tidak maka dia adalah “Khawarij”! Mereka meminta kaum Muslimin untuk mengikuti “ulama” ini yang telah meninggalkan jihad di zaman di mana jihad adalah fardhu ‘ain. Mereka meminta kaum muslimin untuk mengikuti para “ulama” yang diam dengan kejahatan pemerintah yang mereka adalah thaghut dan bukan sekedar tirani. Mereka bahkan meminta kaum muslimin untuk mengikuti para “ulama” ini yang menyeru kepada kesesatan dan kemunafikan dan yang berdiri di sisi para salibis dan kaum murtad yang memerangi kaum muslimin! Bukankah ini menjadi kewajiban untuk membenci para “ulama” ini di jalan Allah dan memboikot mereka hingga mereka bertaubat?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Hijrah yang komprehensif (paripurna) adalah dengan hijrah dari perbuatan dosa dan dari para pelaku dosa, serta dari para penyeru bid’ah, orang-orang fasiq, orang-orang yang bersosialisasi dengan orang-orang ini atau membantu mereka dalam dosa mereka, dan orang-orang yang meninggalkan jihad, perbuatan yang tidak memiliki manfaat bagi umat, maka dia harus dihukum dengan diboikot karena ia tidak membantu umat Islam dalam keshalihan dan kebenaran. Karena itu pezina, pelaku sodomi, orang yang meninggalkan jihad, para pelaku bid’ah, dan pemabuk, orang-orang ini dan berbaur dengan mereka adalah berbahaya bagi agama Islam. Mereka tidak memberikan mashlahat pada kebenaran atau pada keshalihan. Siapa pun yang tidak memboikot mereka maka telah meninggalkan perbuatan yang diperintahkan dan telah melakukan perbuatan yang layak dikecam.” (Majmu’ al-Fatawa)
Ya, mereka yang meninggalkan jihad mereka mirip dengan pezina, para pelaku sodomi dan pemabuk. Namun demikian pengklaim Islam meminta para mujahid untuk taqlid buta mengikuti “ulama” suu’ (jahat) ini, mereka yang lebih memilih duduk di bawah naungan para thaghut dan salibis daripada berjihad melawan orang-orang kafir. Adapun para “ulama” yang hanya diam terhadap para thaghut, maka mereka lebih buruk dari orang-orang yang melakukan dosa bahkan dosa besar.
Ibnul Qayim rahimahullah berkata: “Siapa yang memiliki khibrah (latar belakang) dengan apa yang telah Allah utus dengannya Rasul-Nya dan dengan apa yang diamalkan olehnya dan juga para shahabatnya, maka dia akan melihat bahwa sebagian besar dari mereka yang terkenal religiusitasnya sebenarnya adalah manusia yang paling sedikit agamanya, wallahul-Musta‘an. Agama apakah dan kebaikan apakah atas orang yang melihat larangan-larangan Allah dilanggar, batas-batas-Nya dirusak, dien-Nya ditinggalkan dan sunnah Rasul-Nya dibenci sedangkan hatinya tetap merasa tenang dan lisannya diam? Dia adalah setan bisu, sebagaimana orang yang berbicara kebathilan adalah setan yang bicara, adakah bencana dien kecuali karena orang-orang yang apabila selamat lumbung makanan mereka dan jabatan mereka maka mereka tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan dien? Yang lebih mending dari mereka adalah yang berusaha bersedih dan membuka mulutnya. Jika mereka diganggu pada sebagian hal yang membuat mereka marah, pada jabatannya atau hartanya maka dia akan berusaha dan berusaha, berjuang dan mengerahkan semua tiga tingkat pengingkaran yang bisa untuk dia lakukan. Orang-orang ini, selain telah jatuh di dalam pandangan Allah, murka Allah juga atas mereka. Mereka telah tertimpa musibah di dunia dengan musibah yang terbesar sedangkan mereka tidak menyadari, yaitu matinya hati, sesungguhnya itu adalah hati, di mana jika kehidupan hati itu semakin baik maka semakin kuat juga murkanya karena Allah dan Rasul-Nya serta semakin sempurna pembelaannya terhadap dien.” (I’lam al-Muwaqqi‘in)
Beliau rahimahullah juga berkata, “Agama bukanlah hanya meninggalkan dosa yang zhahir saja, akan tetapi, dia harus melakukan perintah yang dicintai oleh Allah. Kebanyakan dari mereka yang mengaku sebagai orang paling religius tidak melakukan itu semua kecuali apa yang orang awam memiliki kesamaan dengan mereka. Adapun jihad, memerintahkan kebaikan (amar ma’ruf), melarang kejahatan (nahi munkar), memberi nasihat dengan tulus karena Allah dan Rasul-Nya, sungguh-sungguh menasihati hamba-Nya, dan menolong Allah, Rasul-Nya, agama-Nya, dan kitab-Nya, maka perbuatan tersebut tidak terlintas dalam pikiran mereka, apa lagi terfikir untuk melakukannya, apalagi benar-benar melakukan itu dengan sebaik-baiknya. Orang yang paling sedikit diennya dan paling dibenci oleh Allah adalah mereka yang meninggalkan perbuatan ini bahkan walaupun mereka berlaku zuhud terhadap semua (harta) dunia. Sangat sedikit engkau akan melihat salah satu dari mereka yang wajahnya berubah dan menjadi merah karena Allah, marah karena kehormatan-Nya, dan mengerahkan harga dirinya demi menolong dien-Nya. Orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar lebih baik dalam pandangan Allah dari orang-orang ini.” (Uddatush Shabirin)
Dengan demikian, bagaimana bisa seseorang mengambil teladan dari laki-laki banci, yang meninggalkan jihad? Atau setan bisu yang diam terhadap para thaghut, di bawah naungan mereka sambil beristirahat bersama istri-istri mereka? Jika taqlid buta dalam mengikuti seorang ulama yang shalih atau ahli ibadah yang berilmu adalah salah, maka jauh lebih salah mengikuti setan berdosa! Mengapa umat Islam tidak berpaling kembali kepada ajaran dasar al-Qur’an dan Sunnah dan menerapkannya sebagaimana mestinya diterapkan tanpa menjadikan para “ulama” ini penghalang baginya untuk bergabung dengan jama’ah kaum muslimin: Khilafah?
Imam Muhammad ibnu Abdil Wahhab berkata: “Kaedah keenam adalah menolak syubhat yang dibuat oleh setan untuk meninggalkan Al-Qur’an dan Sunnah, dan mengikuti pendapat dan hawa nafsu para pemecah belah dan pembuat perbedaan, yaitu: bahwa Al-Qur’an dan sunnah tidak dapat difahami kecuali oleh para mujtahid mutlaq. Dan mujtahid adalah orang yang memiliki sifat ini dan ini – yaitu sifat-sifat yang mungkin tidak dapat ditemukan secara sempurna bahkan dalam sosok Abu Bakr dan Umar! Dan jika seseorang tidak seperti mereka, maka “tidak diragukan” lagi, dia “wajib” untuk jauh-jauh dari al-Qur’an dan Sunnah! Maka siapa yang mencari petunjuk dari al-Qur’an dan Sunnah, maka dia adalah “zindiq” atau “orang gila”, karena sangat sulit untuk memahami keduanya! Maha Suci Allah dan segala puji hanya bagi-Nya! Berapa banyak Allah telah menjelasakan syari‘at, qadar, penciptaan dan perintah, dalam menolak syubhat terlaknat ini dari berbagai arah, bahkan mencapai derajat dharuriyah ‘ammah (pengetahuan umum), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. “Sungguh, pasti berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman. Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah. Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga. Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia” (Yasin: 7-11).” (Sittatu Ushul ‘Azhimah Mufidah)
Setelah ini, setiap orang harus menghancurkan berbagai berhala yang didirikan di dalam hati oleh para “jihadis” muqallidin dalam upaya untuk menghambat perkembangan Khilafah. Setiap patung kesesatan harus dihancurkan hingga kejayaan hanya untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saja dan bai‘at bagi Imam Quraisy saja. Tidak ada berhala hizbi yang menjadi kendala bagi seorang Muslim pada jalannya menuju Khilafah. Semoga Allah menunjukkan kebenaran sebagai kebenaran dan menujukkan kemunafikan orang-orang munafik.
Catatan kaki :
1. lihat sebagai contoh “Kitab al-Ahkam” milik Imam al-Bukhari dan “Kitab al-Imarah” milik Imam Muslim.
2. Maksudnya adalah penguasa muslim yang memerintah dengan syari’at namun melakukan ketidakadilan, bukan penguasa yang murtad secara legislatif dan eksekutif, yang berhukum dengan hukum buatan manusia, atau penguasa yang berwala’ kepada salibis dalam memerangi umat Islam.
3. Misalnya firman Allah Ta’ala: “Dan sekalipun Kami benar-benar menurunkan malaikat kepada mereka, dan orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) di hadapan mereka segala sesuatu (yang mereka inginkan), mereka tidak juga akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (arti kebenaran). (Al-An’am: 111)
4. Mereka banyak menolak bukti-bukti logis uluhiyah dan kebangkitan, misalnya: “Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah, lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen, dan pohon-pohon kurma yang tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, (sebagai) rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan (air) itu negeri yang mati (tandus). Seperti itulah terjadinya kebangkitan (dari kubur)” (Qaf: 9-11)
DABIQ 11 – ARTIKEL
“IMAM MAHDI” KAUM RAFIDHAH, DAJJAL
Semakin dekatnya hari Kiamat, menjadi penting rasanya untuk merefleksi beberapa hal yang dibuat-buat tentang peristiwa masa depan, karena tidak diragukan lagi hal ini akan memainkan peranan yang kelak akan dilakukan oleh berbagai aliran sesat. Di antara hal ini adalah tentang “al-Mahdi” kaum Rafidhah yang akan mengobarkan perang melawan Islam dan kaum Muslim, melawan keadilan dan kebenaran yang dipandu oleh al-Mahdi masa depan yang telah dijelaskan dalam sunnah. Semakin dekat hari Kiamat, semakin erat kaum Rafidhah berhubungan dengan orang-orang Yahudi untuk mempersiapkan datangnya pemimpin jahat yang ditunggu-tunggu ini. Setelah membaca catatan orang-orang Rafidhi tentang “al-Mahdi,” menjadi jelas bahwa ia tidak lain adalah Dajjal.
Menurut kelompok Rafidhah, “al-Mahdi” adalah putra dari al-Hasan al-Askari yang bernama “Muhammad”. Al-Hasan al-Askari meninggal hampir 1.200 tahun yang lalu. Mereka mengklaim Muhammad “al-Mahdi” lahir sekitar waktu kematian ayahnya. Para ulama Ahlus Sunnah ragu bahwa al-Hasan al-Askari pernah memiliki anak yang masih hidup, namun menurut klaim Rafidhah ia memiliki seorang putra yang disembunyikan oleh ayahnya atau oleh saudaranya dan yang kemudian bersembunyi di dekat Samarra’ dan kelak akan muncul kembali sebelum hari Kiamat setelah hidup di dalam persembunyian lebih dari seribu tahun, atau seperti yang mereka klaim. Di sini, kami akan mengutip beberapa riwayat tentang “al-Mahdi” mereka dari kitab-kitab mereka “yang paling bisa dipercaya”. (1)
Seorang Rafidhi an-Nu’mani meriwayatkan di dalam bukunya “Al-Ghaibah”, “Ketika Imam (‘al-Mahdi’) menyeru, ia akan memohon kepada Allah melalui nama Ibrani-Nya.”
Dalam buku “Al-Kafi”, seorang Rafidhi bernama al-Kulaini memberi judul sebuah bab dengan nama: “Bab: Ketika Imam Muncul Mereka Akan Mengatur dengan Hukum Dawud dan Keluarga Dawud”. Dia kemudian meriwayatkan bahwa Ja’far ash-Shadiq mengatakan, “Ketika al-Qa’im (‘al-Mahdi’) dari keluarga Muhammad muncul, ia akan memerintah dengan hukum Dawud dan Sulaiman.” Dalam riwayat lain, Ja’far ash-Shadiq berkata, “Dunia tidak akan berakhir hingga seorang pria dari keturunanku akan mengatur dengan hukum Dawud.” Al-Kulaini juga meriwayatkan bahwa Ja’far ash-Shadiq ditanya, “Berdasarkan apa engkau akan memerintah?” Dia menjawab, “dengan hukum keluarga Dawud.”
Dalam “Al-Irsyad”, seorang Rafidhi bernama at-Tusi meriwayatkan bahwa Ja’far ash-Shadiq mengatakan, “Dari Kufah akan muncul bersama al-Qa’im dua puluh tujuh laki-laki pengikut Musa, tujuh Ashabul Kahfi, Joshua, Sulaiman, Abu Dujanah Al-Ansari, al-Miqdad, dan Malik al-Asytar. Mereka akan mendukungnya.”
Seorang Rafidhi bernama al-Majlisi meriwayatkan di dalam “Bihar al-Anwar” bahwa Ja’far ash-Shadiq mengatakan, “Al-Qa’im akan berurusan dengan orang-orang Arab sesuai dengan tanda merah.” Dia ditanya, “Apa itu tanda merah?” Dia menjawab dengan menyilangkan jarinya di atas lehernya yang menunjukkan pembunuhan. Al-Majlisi juga meriwayatkan bahwa Ja’far ash-Shadiq berkata, “Takutlah kepada orang-orang Arab, karena mereka memiliki masa depan yang buruk. Sungguh, tidak ada satu pun dari mereka akan mengikuti al-Qa’im ketika ia muncul.”
Seorang Rafidhi bernama an-Nu’mani juga meriwayatkan dalam “Al-Ghaibah” bahwa Muhammad al-Baqir mengatakan, “Jika orang tahu apa yang akan dilakukan oleh al-Qa’im ketika ia muncul maka kebanyakan dari mereka tentu tidak ingin melihatnya karena sangat banyak orang-orang yang akan dia bunuh. Ia hanya akan mulai pembunuhan dengan membunuh orang Quraisy. Dia tidak akan menerima apa pun dari mereka kecuali perang dan dia tidak akan menawarkan apapun kecuali pedang.” An-Nu’mani juga meriwayatkan bahwa Ja’far as-Shadiq mengatakan, “Ketika al-Qa’im yang berasal dari keluarga Nabi itu muncul, ia akan membawa lima ratus orang dari Quraisy dan memenggal leher mereka. Dia kemudian akan membawa lima ratus lagi dan memenggal leher mereka. Dia akan melakukannya hingga enam kali (sehingga dia membunuh tiga ribu orang dari Quraisy). Dia akan membunuh mereka dan pengikut mereka.” Dia juga meriwayatkan bahwa Ja’far ash-Sadiq(2) mengatakan, “Ketika al-Qa’im mulai muncul, tidak akan ada antara dia dan Arab serta Quraisy kecuali pedang.”
Maka “al-Mahdi” menurut Rafidhah adalah dia berbicara dalam bahasa Ibrani, mengatur dengan Taurat, diikuti oleh orang-orang Yahudi, dan membunuh orang-orang Arab terutama Quraisy! Apakah ini gambaran tentang al-Mahdi atau Dajjal? Bandingkan dengan keterangan bahwa tujuh puluh ribu orang Yahudi dari Asbahan (Isfahan saat ini di Iran) akan mengikuti Dajjal seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas radhiyallahu anhum.
Dan juga apabila kita memperhatikan bahwa Dajjal akan muncul dari daerah Khawarij seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhum. Dan juga apabila dibandingkan bahwa mereka yang menyangkal Qadar adalah termasuk pengikut Dajjal seperti disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Hudzaifah radhiyallahu anhum. Hal ini penting karena dua alasan, yakni karena Rafidhah berasal dari sekte Khawarij terbesar. Mereka dan Khawarij lainnya memiliki akar yang sama pada seorang Yahudi bernama ‘Abdullah bin Saba’, yang ikut andil dalam pemberontakan terhadap Khalifah yang sah ‘Utsman radhiyallahu anhu. Untuk alasan ini, beberapa ulama juga menyebut Khawarij sebagai “Saba’iyah”(3). Selain itu, Rafidhah juga terkenal karena mengucapkan vonis takfir kepada sebagian besar umat termasuk generasi terbaik dari umat –sahabat Nabi – Menolak otoritas para khalifah, bahkan bekerja sama dengan Tentara Salib dan Tatar melawan para khalifah dan rakyat Muslim mereka. Kaum Rafidhah juga memiliki sejarah pembantaian terhadap kaum Muslimin yang menolak keyakinan Rafidhah. Ini terlihat sangat nyata selama kerajaan Shafawi (1501- 1736 M) dan perang terhadap Ahlus Sunnah di Persia.
Terakhir, Rafidhah adalah salah satu sekte dari Qadariyah, mereka menyangkal bahwa perbuatan baik dan buruk adalah dengan qadar Allah. Oleh karena itu, kaum murtad Rafidhah telah menggabungkan antara syirik akbar (menyembah keluarga Nabi shallallahu alaihi wasallam), penolakan terhadap al-Qur’an dan Sunnah (karena mereka mengklaim bahwa para Sahabat telah memalsukan teks-teks agama), takfir terhadap para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan ummahatul mukminin, dan keyakinan dalam bid‘ah sesat Khawarij dan Qadariyah. Ketika merenungkan tentang ini dan fakta bahwa orang-orang Yahudi menunggu apa yang mereka sebut al-Masih/Messiah –padahal orang-orang Yahudi menyangkal kerasulan Isa alaihissalam, yang akan kembali sebelum Hari Kiamat– hal ini diperkirakan bahwa kaum Rafidhah akan bersekutu secara terang-terangan dengan orang-orang Yahudi di masa depan dalam perang mereka melawan Islam dan kaum Muslimin.(4)
Kami berlindung kepada Allah untuk Ahlus Sunnah dari kejahatan Dajjal. 70.000 orang Yahudi dari Ashbahan akan keluar mengikuti Dajjal.
Catatan kaki :
1. Sifat jujur adalah sesuatu yang mustahil bagi kaum pembohong Rafidhi, karena mereka terkenal sebagai makhluk paling pembohong. Tapi meskipun ada pemalsuan terang-terangan dalam kisah mereka, mereka tetap bertindak sesuai dengan keyakinan yang salah yang mereka pegang, sebagaimana orang-orang Yahudi yang akan mengikuti Dajjal sesuai dengan kepalsuan yang mereka klaim, di mana mereka menganggap bahwa Dajjal adalah al-Masih.
2. Catatan: Muhammad al-Baqir, Ja’far ash-Sadiq, dan al-Hasan al-Askari bukanlah orang Rafidhah. Mereka berasal dari Ahlul Bait (keluarga) Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana ‘Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain berasal dari keluarga Nabi. Hanya saja kaum Rafidhah membuat kedustaan atas nama ‘Ali dan juga atas keluarga dekat mereka. Kaum Rafidhah membuat kedustaan atas nama keturunan mulianya.
3. Kedekatan Rafidhah kepada Khawarij yang lain terlihat pada wala’ antara Iran and Oman. Oman diperintah semata-mata oleh Ibadiyah dan dihuni kebanyakan oleh mereka. Ibadiyah secara historis merupakan kelompok sesat Khawarij: tapi selama beberapa abad terakhir mereka telah berubah menjadi sekte murtad Jahmiyah. Thaghut mereka “sultan” mengatur dengan hukum buatan manusia dan memiliki wala’ kepada Tentara Salib, kepada para thaghut Arab dan non-Arab termasuk Alu Salul dan Rafidhah.
4. Meskipun tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti bagaimana tepatnya hal tersebut akan terjadi, tapi sangat menarik untuk dicatat bahwa 340 rabi Yahudi Amerika baru-baru ini menulis surat yang ditujukan kepada kongres Amerika untuk mendukung rekonsiliasi Amerika-Iran, seperti dilansir “I24 News” (saluran berita Yahudi) pada “18 Agustus 2015″ dalam sebuah artikel berjudul ” Suara Dukungan Ratusan Rabi AS untuk Kesepakatan Nuklir Iran.” Laporan itu menambahkan bahwa Jewish Defense Forces Military Intelligence Directorate‘s Research Department memperlihatkan sikapnya terhadap kepemimpinan politik dari negara Yahudi dan “menekankan adanya kemungkinan manfaat yang bisa diambil dari kesepakatan tersebut.”
DABIQ 11 – ARTIKEL
AL-WALA’ WAL BARRA’ VS RASISME AMERIKA
Tahun lalu telah mencuat sejumlah insiden high-profile yang mendominasi headline berita di Amerika, membawa kembali topik rasisme yang menjadi sorotan di seluruh negeri, dan seperti kebanyakan masalah besar lain yang mengambil panggung utama di media salibis, rasisme tidak pernah hilang untuk dirasakan oleh minoritas Muslim yang tinggal di tanah kufur. “Pemimpin” mereka mengatasi masalah ini dengan berusaha memberikan topik dengan rasa “Islam”, tetapi biasanya sangat singkat. Ketika menangani masalah ini dari perspektif seperti itu, para pengajar dan penulis “Islam” sering melakukannya dengan nada humanistik yang berusaha menggambarkan Islam sebagai agama damai yang mengajarkan umat Islam untuk hidup berdampingan dengan semua orang. Diperdaya oleh konsep terbuka dari “toleransi”, mereka mengutip banyak ayat dan hadits yang –memang seharusnya seperti itu– berfungsi untuk menunjukkan bahwa kebencian rasial tidak memiliki tempat dalam Islam, tetapi mereka melakukannya dengan tujuan untuk memajukan agenda yang mencoba untuk “mengislamisasi” konsep yang lebih “liberal” di mana orang-orang kafir bisa melakukan segala cara untuk berbuat jahat, seperti pluralisme politik, kebebasan beragama, dan menerima pelaku sodom. Dengan demikian, para “da’i” ini berusaha untuk mendorong masyarakat kafir di mana mereka hidup agar lebih menerima mereka, daripada menjawab permusuhan kaum musyrikin dengan kebencian dan pengingkaran. Mereka mengorbankan konsep wala‘ dan bara’ (cinta dan benci karena Allah), tidak terusik untuk mengajarkan kepara para pembaca mereka tentang kewajiban seorang Muslim untuk menolak kekufuran, memisahkan diri dari orang-orang kafir, meninggalkan negeri mereka, menanamkan permusuhan dan kebencian terhadap mereka, dan mengobarkan perang melawan mereka sampai mereka tunduk kepada kebenaran.
“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja’.” (Al-Mumtahanah: 4)
Contoh Ibrahim alaihissalam dan orang-orang yang bersamanya –yakni para nabi, seperti yang disebutkan oleh para ulama tafsir– yang dipuji oleh Allah sebagai teladan yang sangat baik untuk kita ikuti, adalah hendaknya setiap orang harus siap untuk menolak keluarganya sendiri ketika mereka jatuh ke dalam kekufuran dan kesyirikan, dan untuk tidak tetap berbaur bersama mereka karena ikatan kesukuan atau darah. Jika hal ini terjadi dengan kaumnya sendiri yang mana merupakan satu garis keturunan, terlebih lagi dalam kasus pada mereka yang hanya memiliki kesamaan pada sedikit karakteristik seperti warna kulit! Karena itu, cara yang benar untuk mengatasi isu rasisme dari perspektif Islam adalah dengan menegaskan kembali betapa pentingnya wala’ dan bara’, dan menyatakan dengan terang-terangan dan tegas bahwa mereka yang berperang melawan Islam dan kaum Muslimin tidak akan lolos dari balasan karena warna kulit atau etnis mereka. Nasib orang kafir yang memerangi kaum Muslimin adalah satu dan sama bagi seluruh jenis ras: pembantaian.
Alasan untuk hal ini sederhana: loyalitas seorang Muslim ditentukan, bukan dengan warna kulitnya, afiliasi sukunya, atau nama terakhirnya, tetapi dengan imannya. Dia mencintai orang-orang yang dicintai Allah dan membenci orang-orang yang dibenci Allah. Dia menjalin hubungan karena Allah dan memutuskan hubungan karena Allah. Mufassir umat ini, ‘Abdullah Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhu berkata, “Cinta karena Allah, benci karena Allah, berteman karena Allah, dan bermusuhan karena Allah, perwalian Allah tidak akan tercapai kecuali dengan hal ini. Seseorang tidak akan merasakan manisnya Iman, walaupun shalat dan puasanya banyak, hingga dia berlaku seperti ini.”(Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak di dalam “Az-Zuhd” dan oleh al-Lalika’i)
Pernyataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhu ini merupakan cerminan pernyataan Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika menyatakan bahwa wala’ dan bara’ adalah ikatan iman yang terkuat. Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu anhu mengatakan bahwa di saat mereka sedang duduk bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika itu beliau bertanya, “Apakah ikatan Islam yang terkuat?” Mereka menjawab, “shalat”, beliau berkata, “Ini adalah baik, tetapi bukan itu.” Mereka berkata, “Zakat” beliau menjawab, “ini adalah baik, tetapi bukan itu.” Mereka berkata, “Puasa Ramadhan”, Beliau menjawab, “ini adalah baik, tetapi bukan itu.” Mereka berkata, “Haji”, beliau menjawab, “Ini adalah baik, tetapi bukan itu.” Mereka berkata, “jihad” beliau menjawab, “ini adalah baik, tetapi bukan itu. Sesungguhnya, ikatan terkuat Islam adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR Imam Ahmad dan lain-lain)
Prinsip inilah –ikatan terkuat dan paling kuat di dalam Islam– yang telah mendorong Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu untuk menghabiskan sejumlah besar kekayaan untuk membeli budak Ethiopia Bilal radhiyallahu anhu dan membebaskannya. Ketika pemilik Bilal, yaitu Umayah mengejek Abu Bakar setelah transaksi dengan mengatakan bahwa ia akan menjualnya sepersepuluh dari harga yang mereka sepakati, Abu Bakar menjawab bahwa jika Umayah menuntut sepuluh kali harga yang telah disepakati ia tetap akan membayar itu. Beberapa tahun kemudian, Abu Bakar dan 300 orang Arab lainnya akan bergerak maju dalam Perang Badar bersama mantan budak Ethiopia ini untuk menebas leher kaum mereka sendiri. Hari itu kemudian disebut sebagai Hari Furqan, hari yang Allah pisahkan di dalamnya antara kebenaran dan kebathilan melalui tangan orang-orang yang membunuh dan menawan kaum mereka sendiri karena Allah. Tidak ada hari sebelum hari itu yang membuatnya lebih jelas bahwa semua afiliasi masa lalu telah dihancurkan, hanya menyisakan satu ikatan yang tersisa – ikatan antara seorang Muslim yang beriman dan saudaranya, terlepas dari ras atau etnis. Maka tidaklah aneh bagi orang-orang yang beriman untuk mendengar bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam menyatakan bahwa ayahnya sendiri, serta pamannya yang terdekat, Abu Thalib, keduanya adalah orang kafir yang akan mendapat siksa Allah di neraka, sementara beliau menyatakan bahwa beliau telah mendengar langkah kaki Bilal di Jannah.
Dan jika seseorang merasa ragu bahwa ikatan persaudaraan ini ditegakkan oleh tentara dan pemimpin Daulah Islam, mereka cukup melihat kepada 1400 Rafidhah yang dibantai oleh sesama warga Irak dan Arab, atau mata-mata yang tak terhitung jumlahnya yang dikirim ke Daulah Islam dari berbagai negara di dunia hanya akan dieksekusi oleh rekan-rekan senegara mereka. Di sini, di Daulah Islam, semua afiliasi runtuh dan tidak berlaku ketika itu semua bertentangan dengan kesetiaan seseorang terhadap Islam dan umat Islam. Sehingga seorang Mujahid Suriah tidak ragu-ragu untuk menginjak-injak bendera Suriah, dan Mujahid Amerika tidak akan berpikir dua kali untuk membakar “bendera bintang-berkelip”. Muhajirin dan Anshar menyadari bahwa kekuatan mereka ada dalam persatuan mereka di dalam Tauhid, bukan dalam afiliasi ras.
Sungguh, pan-Arabisme dari rezim Baath –termasuk Basyar, Saddam, dan Nasser– berada di bawah kaki para mujahidin Arab Khilafah, di antara mereka ada orang-orang yang melakukan perjalanan sejauh ke Khurasan untuk mengorbankan darah dan harta mereka di jalan Allah, dan untuk membela saudara-saudara non-Arab mereka ketika Rusia menyerbu pertama kali beberapa dekade yang lalu, dan sekali lagi ketika Amerika menginvasi pada tahun 2001. Kaum Muslimin dari seluruh dunia Arab juga meninggalkan rumah, keluarga, dan gaya hidup nyaman mereka untuk menjawab panggilan jihad di tempat-tempat jauh dan tidak menentu seperti hutan Chechnya, pegunungan Bosnia, dan padang pasir Mali.
Kesiapan mereka untuk berkorban karena Allah untuk membela saudara-saudara non-Arab mereka digambarkan dalam kata-kata Syaikh Abu Mush’ab az-Zarqawi yang pernah menyatakan, “Kami melakukan jihad agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi dan agama menjadi benar-benar hanya untuk Allah. “Dan perangilah mereka hingga tidak ada fitnah dan (sampai) agama, semua itu, hanyalah untuk Allah” (Al-Anfal: 39). Setiap orang yang menentang tujuan ini atau berdiri menghalangi di jalur tujuan ini adalah musuh kita dan target bagi pedang kita, siapa pun namanya dan apa pun garis keturunannya. Kami memiliki agama yang telah diturunkan oleh Allah untuk menjadi timbangan dan pemberi keputusan. Pernyataannya adalah ketentuan dan penghakimannya bukan gurauan. Ini adalah kekerabatan antara kami dan manusia, timbangan kami–dengan rahmat Allah– adalah timbangan rabbani, hukum kita adalah Al-Qur’an, dan penilaian kami di atas manhaj kenabian. Muslim Amerika adalah saudara kami tercinta, dan kafir Arab adalah musuh yang kami benci bahkan jika ia dan kami telah terlahir dari rahim yang sama”. (Al-Mauqif asy-Syar’i Min Hukumat Karzai al-‘Iraq)
Hari ini, kaum Muslimin non-Arab datang ke tanah Khilafah di jantung dunia Arab dari segala penjuru dunia dan disambut oleh ikhwah Arab mereka dengan penuh antusias, sehingga mereka bisa berdiri bersama-sama dan berperang melawan para thaghut, baik Arab dan non-Arab semua sama. Kesetiaan mereka terhadap satu sama lain berakar di dalam iman mereka kepada Allah dan kufur mereka kepada thaghut, dan tercermin dalam kata-kata Amir mereka, Khalifah Muslim, Syaikh Ibrahim Ibnu ‘Awwad al-Husaini berikut ini:
“Wahai umat Islam di mana pun kalian berada, kabar gembira bagi kalian dan berharaplah yang baik. Angkat kepala kalian tinggi-tinggi, karena hari ini –dengan rahmat Allah– kalian telah memiliki Daulah dan Khilafah, yang akan mengembalikan martabat, kekuatan, hak, dan kepemimpinan. Ini adalah negara di mana orang Arab dan non-Arab, pria kulit putih dan pria kulit hitam, orang Timur dan orang Barat semua adalah saudara. Ini adalah Khilafah yang mengumpulkan Kaukasus, India, Cina, Syam, Irak, Yaman, Mesir, Maghribi (Afrika Utara), Amerika, Perancis, Jerman, dan Australia. Allah telah membawa hati mereka bersama-sama, sehingga mereka menjadi saudara karena rahmat-Nya, mencintai satu sama lain karena Allah, berdiri bersama di dalam satu parit, membela dan menjaga satu sama lain, dan mengorbankan diri mereka untuk satu sama lain. Darah mereka bercampur dan menjadi satu, di bawah satu bendera dan satu tujuan, dalam satu kafilah, menikmati berkah ini, berkah persaudaraan setia. Jika para raja itu ingin mencicipi berkah ini, mereka akan rela meninggalkan kerajaan mereka dan berebut anugerah ini. Segala pujian dan syukur kami kepada Allah. Oleh karena itu, bersegeralah wahai umat Islam menuju negara kalian. Ya, ini adalah negara kalian. Bersegaralah, karena Suriah tidak untuk orang Suriah, dan Irak tidak untuk orang Irak. Bumi adalah milik Allah Ta‘ala. “Sesungguhnya bumi (ini) milik Allah, diwariskan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Al-A’raf: 128). Negara ini adalah negara bagi seluruh umat Islam. Tanah ini adalah tanah untuk kaum Muslimin, seluruh kaum Muslimin.” (Pesan Kepada Para Mujahidin Dan Umat Muslim Di Bulan Ramadhan)
Sesungguhnya rasisme adalah perangkat setan, sebagaimana juga nasionalisme, yang bertujuan untuk memecah dan melemahkan anak-anak Adam dan mencegah mereka dari bersatu di atas kebenaran. Karena sebagaimana para nasionalis yang tidak akan pernah melancarkan jihad di luar perbatasan negeri mereka untuk menyebarkan Islam ke penjuru bumi dan menghapus kesyirikan, begitu juga orang rasis, dia cenderung tidak akan mengingkari setiap orang yang satu ras kecuali dia yang mereka anggap “membenci diri sendiri”, apalagi melawan mereka demi meninggikan kalimat Allah. Seorang Muslim, sudah sepatutnya untuk tidak menerima apabila umat terbagi-bagi atas nama konsep yang remeh, karena ia meyakini bahwa satu-satunya perbedaan adalah apa yang memisahkan antara seorang Muslim dan orang kafir, sedangkan perbedaan lainnya hanya akan menjadi sumber kelemahan.
“Dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang.” (Al-Anfal: 46)
Sangat penting untuk dicatat bahwa pasukan kufur dan murtad memahami bahwa mereka lebih lemah saat terpecah belah. Karena itu, mereka secara teratur bersegera membuang perbedaan demi melancarkan perang melawan kebenaran, kemudian setan menghasut anak-anak Adam untuk terpecah dan berbeda sesuai garis rasial, etnis, dan suku untuk mengalihkan mereka dari menjalin ikatan kuat dengan wala’ dan Bara’, demikian juga setan menghasut mereka untuk melupakan perbedaan kecil demi menyatukan mereka dalam mengobarkan perang terhadap Islam. Hasutannya untuk hal itu kepada kaum kafir dan para thaghut pada hari ini telah memuncak dengan pembentukan aliansi lebih dari 60 negara untuk melawan Daulah Islam! Dan sebagaimana Allah memberi tahu kita, jawaban untuk setiap koalisi orang-orang kafir yang ingin berperang melawan Islam dan kaum Muslimin adalah hendaknya umat ini memperkuat wala’ dan Bara’.
“Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah, niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar.” (Al-Anfal: 73)
Maka marilah wahai setiap muslim yang ingin merasakan manisnya wala‘ dan bara‘ untuk mengikuti teladan Ibrahim alaihissalam dan menyatakan permusuhan terhadap orang-orang kafir walau dari kaumnya sendiri –apakah berkulit hitam, putih, Arab, atau non-Arab–. Dan kemudian berbaris maju dan berperang melawan mereka dengan cara apa pun yang sanggup dilakukannya.
DABIQ 11 – ARTIKEL
BAHAYA MENINGGALKAN DARUL ISLAM
Peristiwa yang berulang terjadi, adanya warga Suriah dan Libya yang meninggal di tepi pantai Turki, Libya, dan Italia, atau bahkan di jalan raya Austria, adalah salah satu hal yang harus menyadarkan hati dalam merenungi masalah hijrah.
“Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzhalimi sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, ‘Bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).’ Mereka (para malaikat) bertanya, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?’ Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah), maka mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.” (An-Nisa: 97-99)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah ta’ala tidak menerima amalan apapun dari seorang musyrik setelah ia menerima Islam hingga dia memisahkan diri dari orang-orang musyrik dan pergi menuju kaum Muslimin.” (HR an-Nasa’i dan Ibnu Majah dari Mu’awiyah Ibnu Haidah)(1)
Meskipun kewajiban hijrah cukup jelas, sebuah kesalahan masih saja dilakukan secara berulang oleh para pengklaim Islam, dan itu adalah dalam memilih tujuan untuk “hijrah” mereka. Mereka selalu memilih negeri orang Kristen untuk tujuan mereka. Padahal setelah pembentukan Daulah Nabawiyah, hijrah adalah menuju kota Madinah dan tidak ke negeri al-Habasyah. Dan selama masa pemerintahan Umawiyah dan Abbasiyah, hijrah adalah menuju negeri Khilafah bukan ke negeri Roma dan Konstantinopel. Dan dengan bangkitnya Daulah Islam, maka hijrah adalah dengan menuju wilayah Khilafah, bukan menuju wilayah Nushairi, Rafidhah, Shahawat, atau wilayah PKK, atau ke Amerika, Eropa, dan sekutu Thaghut mereka.
Hijrah merupakan kewajiban dari Darul Kufur menuju Darul Islam. Ibnu Qudamah, misalnya, mengatakan, “Bab tentang Hijrah: Hijrah adalah meninggalkan Darul Kufur menuju Darul Islam.” Dia kemudian mengutip ayat-ayat yang dirujuk sebelumnya dan bukti-bukti lainnya. Dia kemudian berkata, “Hukum hijrah akan tetap ada dan tidak akan berhenti sampai Hari Kiamat”. (Al-Mughni)
Ibnul Qayim rahimahullah mengatakan bahwa: “Jika hukum-hukum Islam tidak diterapkan di suatu tempat, maka itu bukanlah Darul Islam.” (Ahkam Ahli Adz-Dhimmah)
Hal ini terbukti, sebagaimana para sahabat tidak menganggap negeri yang diatur oleh para nabi palsu atau oleh orang-orang yang menolak membayar zakat kecuali sebagai Darul Harbi. Para Fuqaha’ setelah mereka juga tidak menganggap wilayah yang diperintah oleh Tatar atau penguasa Ubaidi sebagai Darul Islam, karena meskipun para penguasa ini mengklaim Islam dan diatur dengan sebagian hukum-hukumnya, namun mereka murtad karena meninggalkan sebagian hukum atau ajarannya. Oleh karena itu, pindah ke negeri Alu Salul atau Shahawat bukanlah hijrah, karena penguasa negeri ini –di samping mereka bersekutu dengan tentara salib dan orang-orang murtad terhadap Islam– mereka juga meninggalkan dan menolak banyak hukum syari’at. Tidak ada wala’ dan bara’ kecuali berdasarkan sikap nasionalis.
Sayangnya, beberapa warga Suriah dan Libya bersedia mengambil risiko walau dengan nyawa dan jiwa orang-orang yang menjadi tanggung jawab mereka untuk dididik sesuai syari’at –yaitu anak-anak mereka– mengorbankan banyak dari mereka selama perjalanan berbahaya ke negeri salibis yang mengobarkan perang dan diatur dengan hukum atheisme yang keji. Meskipun sebagian besar dari keluarga-keluarga ini berangkat dari Darul Kufur –wilayah Shahawat, PKK, atau rezim– menuju negeri salibis, kemungkinan keluarga-keluarga ini meninggalkan negeri Khilafah dan memilih Amerika atau Eropa demi mengejar dunia, dan ini adalah permasalahan yang menjadi fokus pembahasan berkaitan hukum meninggalkan Darul Islam menuju Darul Kufur.
Oleh karena itu, harus diketahui bahwa pergi secara sukarela meninggalkan Darul Islam menuju Darul Kufur adalah termasuk dosa besar yang berbahaya, karena merupakan jalan menuju kekufuran dan gerbang bagi anak-anak dan keturunan seseorang untuk meninggalkan Islam dan masuk ke dalam ajaran Kristen, atheisme, atau liberalisme. Seandainya anak-anak dan keturunan ini tidak jatuh ke dalam kekufuran, mereka akan berada di bawah ancaman terus-menerus perzinaan, sodomi, obat terlarang, dan alkohol. Jika mereka tidak jatuh ke dalam dosa, mereka akan melupakan bahasa al-Qur’an –bahasa Arab– yang mana biasa digunakan di Syam, Irak, Libya, dan di tempat lain, sehingga membuat kembali ke agama dan ajaran-ajarannya lebih sulit.
Ada beberapa riwayat di dalam Sunnah tentang larangan untuk kembali ke tanah air seseorang setelah hijrah, hal yang serupa dengan meninggalkan Darul Islam menuju Darul Kufur. Ibnu Mas‘ud radhiyallahu anhu mengatakan: “Orang yang memakan riba, meyerahkannya, menulis dan menjadi saksinya –jika dia tahu bahwa transaksi itu adalah riba–, orang yang membuat tatto dan minta dibuatkan tatto untuk kecantikan, orang yang menolak membayar zakat, dan orang yang kembali menjadi Arab badui setelah dia hijrah maka mereka semua dikutuk melalui lisan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hingga hari kiamat.” (HR an-Nasa’i dari Ibnu Mas’ud)
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Seorang Muhajir dapat tinggal di Makkah selama tiga hari setelah menyelesaikan manasik (umrah atau haji)nya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim dari al-‘Ala ‘Ibnu al-Hadhrami)
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu mengatakan, “Sungguh, dosa besar ada tujuh”. Orang-orang ketika itu berkata-kata riuh, sehingga ia mengulangi pernyataannya tiga kali dan kemudian berkata, “Apakah kalian tidak bertanya tentang itu semua?” Mereka berkata, “Wahai Amirul Mukminin, apakah itu?” Dia menjawab, “Syirik, pembunuhan, menuduh wanita suci (qadzaf), mengambil harta anak yatim, memakan riba, melarikan diri dari pertempuran, dan kembali ke padang gurun sebagai Badui setelah hijrah.” (diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam tafsirnya)
Al-Qadhi ‘Iyad berkata, “Umat telah ijma’ akan larangan bagi seorang Muhajir meninggalkan hijrahnya dan kembali ke tanah airnya dan seorang Muhajir yang kembali menjadi Badui adalah dosa besar.” (Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi)
Ibnu Hajar berkata ketika mengomentari hadits al-‘Ala’ Ibnu al-Hadhrami yang dikutip di atas, “Hukum fiqh dari hadits ini adalah bahwa tinggal di kota Makkah adalah haram bagi mereka yang telah berhijrah dari sana sebelum Fathu Makkah. Tapi itu diperbolehkan bagi mereka yang melakukan haji atau umrah untuk tetap tinggal di sana selama tidak lebih dari tiga hari setelah menyelesaikan manasiknya.” (Fathul Bari)
Hal ini penting untuk dicatat bahwa dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu yang dikutip di atas serta dalam dialog antara Salamah Ibnu al-Akwa’ dan al-Hajjaj tentang kembali menjadi seorang Badui setelah hijrah (diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim), di dalam hadits dan atsar lain, yang menyebutkan tentang kembali ke gurun sebagai seorang Badui disebutkan dengan kata yang berakar pada kata “Riddah”. Dalam hal ini Ibnu al-Atsir berkomentar, “Mereka (Salaf) menggunakan hal ini untuk menyebut orang yang setelah hijrah kembali lagi ke tanah airnya tanpa alasan seperti orang yang murtad.” (An-Nihayah)
Hal ini mungkin disebabkan karena orang tersebut –dalam beberapa hal– berarti telah melalaikan aspek Islam lainnya termasuk mendengar, menaati, Jama’ah, jihad, Masjid, dll. Dan menurut sebagian ulama, pindah ke Darul Kufur dari Darul Islam adalah kemurtadan, sedangkan menurut yang lain berpendapat bahwa itu mendekati kemurtadan. Ibnu Hazm mengatakan, “Jika dia berpindah ke sana (negeri kaum salibis dan orang-orang kafir) demi apa yang mungkin dia peroleh dari dunia tapi ternyata dia tinggal di sana layakknya seperti seorang dzimmi –meskipun dia mampu untuk bergabung dengan kelompok umat Islam dan mencapai negeri mereka– maka perbuatannya ini tidak jauh dari kekufuran dan kita tidak menemukan udzur baginya.” (Al-Muhalla)
Al-Hasan Ibnu Hay (meninggal 169 H) mengatakan, “Jika seorang pria berpindah menuju Darul Harbi tanpa melakukan kemurtadan dari Islam, maka dia adalah murtad karena meninggalkan Darul Islam itu.” (Mukhtashar Ikhtilaf al-‘Ulama’, ath-Thahawi)
Kembali ke Darul Kufur tentu merupakan dosa besar yang dapat mencapai tingkat kemurtadan jika diikuti beberapa hal, misalnya, secara sukarela pindah ke negeri di mana orang tersebut akan dipaksa menjadi kufur, alasan pemaksaan (ikrah) tidak berlaku ketika individu ini sendiri yang membawa kondisi tersebut pada dirinya. Demikian pula halnya jika dia setuju terhadap syarat kekufuran –seperti dia harus bekerja sama dengan orang-orang kafir untuk menyerang umat Islam– sehingga dia diizinkan masuk ke Darul Kufur. Ini adalah kufur walau seandainya dia tidak menjalankan janjinya.
“Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudaranya yang kafir di antara Ahli Kitab, ‘Sungguh, jika kamu diusir niscaya kami pun akan keluar bersama kamu: dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun demi kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantumu”. Dan Allah menyaksikan, bahwa mereka benar-benar pendusta. Sungguh, jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan jika mereka diperangi: mereka (juga) tidak akan menolongnya: dan kalau pun mereka menolongnya pastilah mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan.” (Al-Hasyr: 11-12)
Dan ada banyak amalan kekufuran yang mana seseorang dapat berpotensi jatuh melakukannya ketika dia pergi ke Darul-kufur.
Semoga Allah memudahkan bagi umat Islam untuk hijrah ke negeri Khilafah meskipun tentara salib dan murtad membuat makar (menghalangi dan mempersulit hijrah).
Catatan kaki :
1. Lihat Majalah Dabiq halaman 28-29 edisi 8 dan halaman 25-34 edisi 3.
DABIQ 11 – SEJARAH
DARI JIHAD MENJADI FASAD
Ibrahim at-Taimi rahimahullah (Wafat 92 H) mengatakan: “Siapakah yang aman dari fitnah jika Khalilullah Ibrahim alaihissalam saja berdoa: “Wahai Rabb kami, Jagalah aku dan anak-anakku dari menyembah berhala (Ibrahim: 35)”.” (Diriwayatkan oleh ath-Thabari di dalam tafsirnya)
Ummu Salamah radhiyallahu anha pernah ditanya: “Doa apakah yang paling sering diulang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika beliau bersamamu?” Beliau menjawab, “Doa yang paling sering beliau ulang-ulang adalah: “Wahai Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu”. Beliau berkata: “Wahai Rasulullah, alangkah seringnya engkau membaca doa: “Wahai Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu”? Beliau menjawab: “Wahai Ummu Salamah, tidaklah seorang Bani Adam kecuali hatinya berada di antara dua jemari Ar-Rahman. Jika Dia berkehendak maka Dia akan meluruskannya dan jika Dia berkehendak Dia akan membengkokkannya”. (Hasan: diriwayatkan oleh at-Tirmidzi)
Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata: “Aku telah bertemu tiga puluh shahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, semua dari mereka khawatir akan kemunafikan menimpa diri mereka sendiri.” (Dinukil oleh al-Bukhari di dalam Shahih-nya)
Umar radhiyallahu anhu berkata: “Kami hampir saja menjadi kufur dalam satu pagi jika saja Allah tidak menyelamatkan kami melalui Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu anhu.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Batthah di dalam Al-Ibanah al-Kubra)
Ini gerangan sikap salaf. Kemudian datanglah generasi setelahnya yang terjangkiti penyakit Irja’ hingga ke titik di mana mereka berani mengklaim bahwa iman mereka adalah sama dengan imannya Jibril! Mereka tidak takut terhadap sifat kemunafikan kecil (nifaq ashghar), tidak pernah khawatir terhadap kemunafikan besar (nifaq akbar), apalagi kemurtadan terang-terangan. Mereka yakin bahwa mereka benar, dan yakin bahwa mereka tulus, sehingga merasa perbuatan mereka tentu akan diterima, dan setelah itu mereka pasti akan memiliki akhir yang baik!
Semoga Allah melindungi hati kita dan perbuatan kita dari kemunafikan dan sifat ujub.
Dan demi klarifikasi, pada kolom “Dari Lembaran Sejarah” kita akan menyajikan secara singkat daftar para militan(1) dan bahkan “Mujahidin” yang jatuh ke dalam kemurtadan secara terang-terangan entah karena mereka berpihak kepada tentara salib atau para thaghut melawan Mujahidin atau masuk ke dalam agama parlemen dan kepresidenan Thaghut. Setelah itu, janganlah terkejut jika kemudian melihat berbagai faksi di Syam atau tempat lain berpihak dengan Shahawat, para thaghut atau tentara salib, menyerang Daulah Islam.
Afghanistan
Abdul Rasul Sayaf (mantan kepala “Persatuan Islam untuk Pembebasan Afghanistan,” sekarang anggota parlemen Thaghut), Burhanuddin Rabbani (mantan kepala “Masyarakat Islam Afghanistan,” meninggal saat menjadi Ketua Dewan Tinggi Perdamaian Afghanistan), dan Ahmad Shah Massoud (mantan komandan militer, meninggal ketika sebagai komandan “Front Persatuan Islam”), semuanya adalah mantan para pemimpin faksi-faksi utama yang berjuang melawan komunis Rusia dan selanjutnya melawan komunis Afghanistan. Ketiganya berjuang bersama ‘Abdullah ‘Azzam dan sebelumnya sering dipuji olehnya di dalam pidato dan surat-suratnya. Setelah runtuhnya rezim komunis Afghanistan, mereka semua secara bersama dengan yang lain mendirikan apa yang disebut “Negara Islam Afghanistan” pada tahun 1992. “Negara” ini yang kelak membentuk “Front Persatuan Islam untuk Keselamatan Afghanistan” alias “Afghanistan Aliansi Utara” yang berjuang demi kepentingan tentara salib dan para thaghut, ini menjadi sangat nyata setelah operasi 11 September yang penuh berkah.
Tajikistan
Abdullah Nuri (mantan kepala “Partai Kebangkitan Islam Tajikistan”) berperang melawan komunis Tajikistan. Amir Khaththab Chechnya rahimahullah dirinya datang ke Tajikistan untuk berjihad dan berjuang bersama berbagai kelompok di sana, termasuk yang bersekutu dengan Nuri. Kelompok Nuri kemudian menandatangani perjanjian damai dengan komunis murtad. Partai ini kemudian menjadi anggota utama parlemen Thaghut, sehingga murtad dari Islam.
Libya
Abdelhakim Belhadj (Abu ‘Abdillah ash-Shadiq), Abdel Wahab Qaid (Abu Idris al-Libi), Abdel-Hakim al-Hasidi, Sami Mustafa as-Sa’idi (Abul-Mundzir as-Sa’idi), semua adalah mantan anggota “Kelompok Pejuang Islam Libya” di mana kepemimpinannya berbasis di Afghanistan sebelum 11 September dan anggota pejuangnya telah melakukan berbagai operasi di Libya melawan Thaghut Qaddafi dan rezim murtadnya. Banyak pemimpin ini pernah menyertai Syaikh Usamah Ibnu Ladin rahimahullah di Afghanistan. Setelah runtuhnya Imarah Thaliban, para pemimpin “Kelompok Pejuang Libya” ditangkap oleh tentara salib dan kemudian diserahkan kepada boneka tentara salib Qaddafi lalu dibebaskan. Para mantan pemimpin jihad ini kemudian bergabung dengan parlemen Thaghut dan mengambil bagian dalam pemilu syirik setelah bertempur dalam perang melawan Thaghut Gaddafi pada tahun “2011”.
Somalia
Sheikh Ahmed Syarif adalah komandan kepala Persatuan Pengadilan Islam pada “2006”. Selama waktu ini, ia berperang melawan Thaghut Transisi Federal Pemerintah Republik Somalia. Setelah jatuhnya Mogadishu ke tangan tentara salib Afrika dan murtad Somalia, ia melarikan diri, kemudian kembali ke Somalia, ikut dalam pemilu syirik, dan menjadi presiden Thaghut, DABIQ 25 Si murtad Abbud Zumar setelah itu dia mengatur dengan hukum buatan manusia sejak “2009” hingga “2012.” Dia terus menjadi sekutu tentara salib Amerika.
Iraq
Ali Bapir (mantan kepala “Kelompok Islam Kurdistan”), Mahmoud al-Masyhadani (mantan syar’i(2) dan pemimpin puncak di Anshar al-Islam), Sa’dun al-Qadhi Abu Wa’il (mantan kepala syar’i dari Anshar al-Islam), Muhammad Husain al-Juburi Abu Sajjad (mantan pemimpin Anshar al-Islam), Amin as-Sab’ Abu Khadijah (mantan kepala “Jaisyul Islam”), Abul-Abd al-‘Amiriyah (mantan komandan “Jaisyul Islam”), Abu ‘Azzam at-Tamimi (mantan pemimpin “Jaisyul Islam”), Muhammad Abu Hardan Sa’id (mantan kepala “Jaisyul Mujahidin”), dan Haqqi Ismail asy-Syurtani (mantan komandan “Jaisyul Mujahidin”). Para pemimpin ini mengambil bagian dalam jihad di Irak. Ali Bapir mengambil bagian dalam jihad melawan Thaghut Saddam dan murtadin Peshmerga sebelum invasi Amerika ke Irak. Di saat invasi Amerika dimulai, ia bekerja sama dengan Peshmerga yang didukung tentara salib guna melawan Mujahidin di Kurdistan dan kemudian bergabung dengan parlemen Thaghut. Tokoh-tokoh lainnya semua mengambil bagian dalam jihad melawan tentara salib Amerika hingga beberapa dari mereka berakhir di penjara tentara salib dan membentuk kesepakatan dengan Amerika untuk menghentikan perang melawan tentara salib dan hanya berperang melawan “Khawarij”. Mereka kemudian dibebaskan dan meyakinkan berbagai kelompok mereka dan bawahan mereka untuk ikut serta dalam pengkhianatan(3). Ini adalah Shahawat Irak pertama yang terang-terangan keluar dari al-Qa’idah dan bahkan Azh-Zhawahiri sendiri memperingatkan terhadap mereka pada beberapa kesempatan sebelum Azh-Zhawahiri sendiri menjadi pion di tangan Shahawat Suriah.
Mesir
Mohamed Abu Samra, Kamal Habib, Nabil Nu’aim, Karam Zuhdi, Abbud al-Zumar, Tarek al-Zumar, Najih Ibrahim, Usamah Hafidh, ‘Asim ‘Abdil-Majid, ‘Isam Dirbalah, ‘Abdul-Akhir al-Ghunaymi, dan Usamah Rusydi semuanya adalah mantan pemimpin dari “Jama’ah Islamiyah Mesir ” atau “Jama’ah Jihad Mesir”. Kedua kelompok ini telah melakukan jihad terhadap Thaghut dan tentara murtad Mesir. Semua pemimpin ini meninggalkan keyakinan mereka yang dulu dan ikut ambil bagian dalam pemilu Mesir setelah jatuhnya Thaghut Mubarak dengan membentuk dan mendukung partai politik termasuk “Partai Pembangunan dan Pengembangan” yang menjadi lengan politik dari “Jama’ah Islamiyah Mesir”, “Partai Islam” (Partai Perdamaian dan Pembangunan), “Partai Jihad Demokrat” serta yang lain …
Chechnya
Akhmad Kadyrov, Ramzan Kadyrov, Akhmed Zakayev, Ilyas Akhmadov, Sulim Yamadayev, Ruslan Yamadayev, dan Dzhabrail Yamadayev semua mantan nasionalis, pemimpin militan yang berjuang dalam Perang Chechnya Pertama melawan tentara salib Rusia di mana Amir Khaththab dan Syamil Basayev rahimahumullah juga berperang. Akhmed Zakayev dan Ilyas Akhmadov kemudian didukung tentara salib Barat di dalam media melawan Mujahidin. Sedangkan yang lain semuanya secara militer adalah satu pihak dengan tentara salib Rusia melawan mujahidin pada Perang Chechnya II. Mereka pada dasarnya adalah Shahawat Chechnya.
Palestina
Berbagai pemimpin dan cabang Hamas sejak bertahun-tahun mengaku akan melakukan “jihad” melawan Yahudi. Kenyataan menyatakan sebenarnya milisi ini adalah entitas nasionalis yang aktif mengadopsi demokrasi sebagai sarana perubahan sejak tahun “2005”. Ini termasuk pemerintahan, presiden, dan pemilu legislatif, ikut ambil bagian dalam undang-undang dan pelaksanaan hukum buatan manusia. Ideologi demokrasi ini telah dipropagandakan oleh para pemimpinnya bahkan sebelum tahun “2005” sejak zaman Ahmad Yassin. Ia pernah ditanya dalam sebuah wawancara, “Orang-orang Palestina menginginkan negara demokrasi. Mengapa Anda menentang ini?” Dia menjawab, “Saya juga ingin negara multi-partai demokratis di mana otoritas adalah bagi mereka yang memenangkan pemilu.” Dia kemudian ditanya, “Jika partai komunis yang menjadi pemenang pemilu, bagaimana Anda menempatkan posisi Anda?” Dia menjawab, “Bahkan jika partai komunis yang memenangkan pemilu, saya akan menghormati keinginan rakyat Palestina.” Dia lalu ditanya, “Jika dari pemilu menjadi jelas bahwa rakyat Palestina menginginkan negara demokratis multi-partai, bagaimana Anda menempatkan posisi Anda saat itu?” Dia menjawab,”Wallahi, kita adalah bangsa yang memiliki martabat dan hak. Jika rakyat Palestina mengekspresikan penolakan mereka terhadap negara Islam, maka saya akan menghormati dan memuliakan keinginan dan kemauan mereka.” (Ahmad Yasin, azh-Zhahirah al-Mu’jizah, Ahmad Ibnu Yusuf: 116, 118).
Kesimpulan
Ini adalah sebagian kecil dari sebuah daftar panjang. Semoga Allah menjaga hati kita di atas tauhid dan terbebas dari syirik hingga kita berjumpa dengan-Nya sementara Dia ridha terhadap kita. Aamiin.
Catatan kaki :
1. Catatan: Beberapa individu dan kelompok yang akan disebutkan tidak pernah berperang di jalan Allah sejak awal – mirip dengan kondisi banyak faksi di Syam – namun sebagian orang bodoh menganggap mereka sebagai “mujahidin” hanya lantara mereka berperang melawan tentara salib, komunis, dan orang kafir lainnya untuk alasan nasionalis.
2. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan orang yang bertanggung jawab atas fatwa, dakwah, dan pengadilan pada sebuah kelompok.
3. Anshar al-Islam menolak untuk ambil bagian dalam Shahawat ini, sehingga Sa’dun dan al-Juburi memisahkan diri dari kelompok tersebut dan membentuk kelompok mereka sendiri bernama “Ansharus Sunnah”.
DABIQ 11 – SYUHADA
WASIAT ABU SINAN AN-NAJDI
(Pada hari Kamis tanggal 21 Syawal, sebuah operasi istisyhadi dilakukan oleh tentara Khilafah di wilayah Hijaz. Saudara kita Abu Sinan an-Najdi (taqabbalahullah, semoga Allah menerimanya) menargetkan Emergency Task Force Alu Salul, yang memainkan peran utama dalam menahan para muwahhidin, serta mengamankan kekuasaan Thaghut dan majikan salibis mereka. Dia berhasil menembus beberapa lapisan keamanan dan memasuki salah satu kamp pelatihan mereka di kota Abha di wilayah ‘Asir di mana dia meledakkan sabuk peledak, membunuh dan melukai puluhan dari mereka. Berikut ini adalah kata-kata terakhirnya yang dirilis melalui pernyataan audio, yang berisi pesan kepada para musuh Islam, serta pesan kepada saudara-saudaranya yang berjuang di jalan Allah.)
Segala puji bagi Allah, Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Shalawat dan salam Allah semoga tercurah kepada yang telah diutus dengan pedang sebagai rahmat bagi semesta alam. Amma ba‘du.
Allah ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu, dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas darimu, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang yang bertaqwa.” (At-Taubah: 123)
Allah ta’ala juga berfirman: “Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.” (Al-Mujadilah: 22)
Pesan pertamaku aku tujukan kepada Alu Salul.
Demi Allah, kami datang kepada kalian bersama putra-putra Abu ‘Ubaidah. Demi Allah! Demi Allah! Kalian tidak akan menikmati keselamatan dan keamanan, dan kalian tidak akan memiliki kehidupan yang nyaman selama kalian berperang melawan Islam dan kaum Muslimin dan tetap menjadi ekor Barat, yang bisa berlaku semau mereka di sekitar kalian. Dan inilah koalisi kalian dengan Majusi dan Tentara Salib melawan Ahlus Sunnah di Irak dan Syam sebagai saksi terbesar terhadap (kekafiran) kalian.
Dan untuk kalian, hai tentara Thaghut yang bertugas mengamankan tahtanya, demi Allah, kalian tidak akan menikmati kehidupan yang menyenangkan selama kalian bertugas sebagai penjaga bagi siapa yang pesawatnya, bersama-sama dengan Barat, mengebom saudara-saudara kami, dan selama kalian menjadi antek-anteknya, memenjarakan para ikhwan dan akhwat kami, mengobarkan perang terhadap Ahlus Sunnah dan berdamai dengan Rafidhah. Maka terimalah kabar gembira dari yang akan merusak kehidupan kalian.
Demi Allah, kalian tidak akan aman, hai tentara, baik engkau di rumah atau di jalanan, kami akan berada di setiap tempat pengintaian untuk menyergap kalian, kami datang kepada kalian dengan para lelaki yang mencintai kematian sebagaimana kalian mencintai kehidupan, yang mereka bersaing satu sama lain untuk bersegera menyerang kalian sebagaimana kalian saling bersaing untuk mendapat jabatan yang lebih tinggi, hai para pengecut!
Pesanku yang kedua adalah kepada para singa pemberani.
Allah ta’ala berfirman, seperti dalam qiraah Khalaf dari Hamzah, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang beriman, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.” (At-Taubah: 111)
Jual lah kehidupan kalian kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung. Seranglah dengan operasi istisyhadi dan sabuk peledak! Operasi istisyhadi telah membuktikan manfaatnya dan telah menghasilkan buahnya. Keuntungannya telah meluas, dan ini telah menjadi sumber bencana dan kehancuran bagi tentara salib dan pendukung jahat mereka, ini semua lebih berbahaya daripada senapan dan senjata mesin. Ini semua telah menanamkan teror di hati mereka begitu besar sehingga musuh-musuh Allah sekarang takut terhadap segala sesuatu dan menunggu kematian datang kepada mereka dari segala arah. Selain itu, bom istisyhad juga hanya menimbulkan sedikit kerugian dibanding semua metode syar’i pertempuran, sementara pada saat yang sama menjadi yang paling efektif. Ini adalah nasihat yang ingin aku sampaikan kepada saudara-saudaraku di Semenanjung Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
DABIQ 11 – HIKMAH
SIAPAKAH FUQAHA DAN ULAMA YANG SESUNGGUHNYA?
Ali ibnu Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata: “Sungguh, yang disebut faqih tidak lain adalah dia yang tidak membuat manusia hilang pengharapan kepada rahmat Allah, tidak juga yang menjadikan mereka merasa ringan bermaksiat kepada Allah, yang tidak menjadikan mereka merasa aman dari adzab Allah, yang tidak meninggalkan Al-Qur’an, menjauh dari sunnah dengan alasan apapun. Tidak ada kebaikan dalam ibadah jika dia tidak dilandasi dengan ilmu, dan juga ilmu yang tidak dilengkapi pemahaman, dan hafalan yang tidak dilengkapi amalan.” (Sunan Ad-Darimi)
Seseorang berkata kepada al-Hasan alBashri rahimahullah (Wafat 110 H), suatu hari aku bertanya tentang sesuatu kepada Al-Hasan dan berkata: “Hai Abu Sa‘id, ini bukanlah apa yang dikatakan oleh fuqaha”, kemudian dia mengatakan: “Celaka engkau! Sudahkan engkau melihat seorang faqih sebelumnya?! Faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia, tamak terhadap akhirat, mengerti dengan urusan diennya, dan terus menerus beribadah kepada Rabbnya.” (Sunan Ad-Darimi)
Mujahid rahimahullah (Wafat 101 H) berkata: “Sesungguhnya yang disebut faqih adalah dia yang takut kepada Allah Ta‘ala.” (Sunan Ad-Darimi)
DAN SIAPAKAH ULAMA YANG JAHAT??
Ali ibnu Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata, “Hai ahli ilmu, amalkanlah ilmu kalian, karena yang disebut ulama adalah dia yang mengamalkan apa yang dia ketahui dan yang amalnya sesuai dengan ilmunya. Akan ada orang-orang yang ilmu mereka tidak melebihi tenggorokan mereka. Amal mereka bertentangan dengan ilmu mereka dan keadaan mereka ketika sendirian berbeda dengan keadaan mereka ketika beramai-ramai. Mereka akan duduk di tengah lingkaran dan membual tentang orang lain hingga sampai salah seorang dari mereka akan marah apabila pengikut mereka duduk dengan orang lain dan meninggalkan mereka. Amalan orang-orang di dalam perkumpulan ini tidak akan sampai kepada Allah Ta‘ala.” (Sunan ad-Darimi)
Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu anhu juga mengatakan: “Akan datang suatu masa di mana orang-orang ketika itu tidak lagi tersisa dari Islam kecuali hanya namanya dan tidak ada yang tersisa dari al-Qur’an kecuali hanya tulisannya. Masjid-masjid mereka dibangun dengan megah namun jauh dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk paling buruk di bawah kolong langit. Fitnah akan datang dari mereka dan disebabkan oleh mereka.” (Syu’ab al-iman, al-Baihaqi)
DABIQ 11 – SYUHADA
DIANTARA KAUM MU’MININ TERDAPAT KESATRIA:
ABU JA’FAR AL-ALMANI
Abu Ja‘far adalah sosok yang sangat dicintai oleh saudara-saudaranya. Dia orang yang ramah dan siap membantu kapan pun juga, selalu ada senyum di wajahnya untuk saudara-saudaranya.
Dia tumbuh di dalam lingkungan yang penuh dengan kriminal dan kerusakan, tetapi biar begitu, dia tidak pernah mengalami masa-masa jahiliyah (kesyirikan / kekafiran). Dia dibesarkan sebagai seorang Muslim semenjak kecil. Melalui kaum muslimin yang tinggal di sekitarnya, dia belajar dari Amir Khaththab dan mujahidin lainnya dari wilayah Kaukasus.
Sejak saat itu, ia selalu memiliki kerinduan batin untuk menjadi seorang mujahid. Sebagai seorang yang baru beranjak dewasa ia sangat aktif dalam memberikan dakwah kepada anak-anak di lingkungannya, dan juga melakukan haji pada usia yang relatif muda untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Ini menyebabkan dia dijuluki “Haji” (sesuatu yang tidak pernah dia minta tapi merupakan bagian dari budaya Turki dan sekitarnya).
Semua orang mengenalnya dengan nama ini dan semua orang mencintainya karena dia selalu memberikan rasa hormat kepada setiap individu dengan layak. Ketika sedang menjalani studinya di bidang teknik, ia menyaksikan ketidakadilan dan penindasan Nushairiyah terhadap Ahlus Sunnah di Syam, yang menyebabkan dia meninggalkan studinya dan tanpa menunda lagi segera berhijrah ke Syam.
Setelah tiba di Syam, sebelum dideklarasikannya Daulah Islam, ia bergabung dengan kelompok “Majlis Syura al-Mujahidin,” yang pada saat itu dipimpin oleh Abul Atsir (hafizhahullah) dan saudaranya Abu Muhammad al-‘Absi rahimahullah dan yang kemudian memberi bai’at secara berjama‘ah kepada Amirul Mu’minin Abu Bakr al-Baghdadi (hafizhahullah).
Sejak saat itu, dia pun menghabiskan hidupnya di dalam ribath dan qital di garis depan. Dia melakukan ribath terhadap tentara Assad di Khantuman serta Liramun dan bersama-sama dengan tentara Daulah Islam mereka bergerak maju menuju Kafr Hamrah. Dia kemudian pergi ke as-Sikak (rel kereta api) untuk Ribath dan ketika berada di sana, seorang ikhwan Jerman bernama Abu Zakariya mengalami cedera kepala. Abu Ja’far pun mempertaruhkan nyawanya untuk menariknya keluar dari zona pertempuran dan membawanya kembali ke markas untuk diobati.
Di Khantuman, ia menunggu dengan sabar bersama tentara Daulah Islam lainnya untuk mulai menyerang para Nushairiyah sana, namun beberapa hari sebelum terjadinya pengkhianatan Shahawat ia kembali ke Kafr Hamrah untuk mengurus beberapa urusan pribadi. Kemudian, pada “3 Januari 2014”, Shahawat mulai memerangi Daulah Islam. Abu Ja’far kemudian berperang melawan kelompok Khalid Hayani di Huraytan, kemudian melawan Shahawat di Bashkoy, dan merupakan salah satu yang terakhir yang meninggalkan Huraytan menuju A’zaz bersama ikhwan Jerman (Daulah Islam) di bawah kepemimpinan Abu Ka’b rahimahullah.
Dari I’zaz mereka terus bertempur sepanjang jalan menuju kota al-Bab, di mana ia juga ikut melakukan Ribath. Setelah kedatangan mereka di Al-Bab, dia pun ditempatkan dengan saudara Jerman lainnya di Faruq Dam (sebelumnya bernama “Tisyrin” Dam), di mana mereka berpartisipasi dalam pembebasan Sirrin serta silo (lumbung gandung) yang sebelumnya berada di bawah kendali PKK najis dan Liwa Tsuwwar ar-Raqqah. Setelah itu, ia pergi dengan saudaranya menuju al-Khair untuk melawan faksi Shahawat dan suku Syu’aytat.
Setelah membebaskan al-Khair dari Shahawat, ia pergi menuju ‘Ain al-Islam (Kobane), di mana ia menjadi terkenal karena keberaniannya. Dia pernah berada di sebuah rumah yang kemudian dibom oleh pesawat koalisi hingga semua orang berpikir bahwa dia telah terbunuh, namun seorang ikhwah menyeretnya keluar dari reruntuhan dan Abu Ja’far langsung bangkit dan menyerbu ke arah PKK untuk memerangi mereka. Tapi beberapa hari kemudian, setelah ikhwah Jerman lainnya yang bersamanya baik telah terluka atau terbunuh, dia pun akhirnya menuai apa yang ia rindukan, syahadah di jalan Allah.
Hal itu terjadi selama serangan besar-besaran oleh tentara Daulah Islam terhadap faksi Kurdi atheis, di mana pesawat-pesawat koalisi datang untuk membantu faksi ini. Maka terjadilah, ikhwah kita ini terkubur untuk yang kedua kalinya di bawah reruntuhan. Setelah menerima syahadah, atheis PKK menyeret tubuhnya keluar dari puing-puing dan memperlihatkannya kepada dunia seolah-olah merekalah yang telah membunuhnya serta yang lainnya. Tetapi Allah mengetahui realitas klaim palsu mereka, dan tentara kami yang terbunuh berada di taman-taman surga sementara tentara mereka yang terbunuh berada di ruang bawah tanah dari api neraka.
Apabila mendengar ikhwah lainnya mengatakan apa yang menjadi keinginan mereka untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat di jalan Allah, Abu Ja‘far berkata: “Jangan berkata tentang itu, lakukan saja”. Dia tidak pernah meninggalkan qiyamul lail, selalu membaca al-Qur’an serta dzikir pagi dan petang. Semoga Allah menerima Abu Ja‘far dan seluruh ikhwah junud Daulah Islamiyah yang telah memberikan hartanya, darahnya, dan hidupnya demi menegakkan, melindungi dan memperluas Khilafah.
DABIQ 11 – MUSLIMAH
KEPADA SAUDARI KAMI:
JIHAD TANPA PERANG
Dengan menyebut nama Allah, Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa, Yang memuliakan kaum muslimin dan menghinakan kaum musyrikin. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada pemimpin manusia dari awal hingga akhir, pemimpin kita: Muhammad, kepada keluarganya dan para shahabat seluruhnya, serta orang-orang yang mengikuti mereka di dalam kebaikan hingga hari kiamat. Amma ba’du.
Sesungguhnya ketika Allah ta’ala mewajibkan Jihad di Jalan-Nya terhadap para hamba-Nya yang laki-laki dan menjadikan di dalamnya pahala yang sangat besar yang tidak di dapati di dalam kewajiban-kewajiban lainnya, sebagian kaum wanita menjadi cemburu dan merasa iri, sehingga Ummu Salamah radhiyallahu anha bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, seperti yang disebutkan di dalam hadits Mujahid,
“Wahai Rasulullah, kaum laki-laki keluar untuk berperang, sedangkan kami tidak keluar untuk berperang …” maka Allah Ta‘ala menurunkan: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan.” (An-Nisa: 32) sebagaimana diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan lainnya.
Namun, biarpun tidak ada kewajiban jihad dan berperang atas wanita muslimah –kecuali dalam mempertahankan diri dari orang yang menyerangnya– bukan berarti telah gugur peranannya dalam membangun umat, membentuk para pria, dan mendorong mereka ke medan laga. Karena itu, aku goreskan pena ini bagi para ukhti muslimah, istri para mujahid dan ibu bagi para anak-anak singa.
Allah berfirman, “Dan di antara mereka ada orang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka’, Mereka itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah Mahacepat perhitungan-Nya.” (Al -Baqarah: 201-201)
Menurut Ali ibnu Abi Thalib radhiyallahu anhu, “Kebaikan di dunia” maknanya adalah “Istri yang shalihah”. (Zadul Masir).
Tsauban berkata, “Ketika turun tentang ayat emas dan perak, para shahabat bertanya: ‘Maka kekayaan apakah yang harus kita usahakan untuk kita miliki?’ Umar berkata: ‘Aku akan mencari tahu untuk kalian.’ Dia kemudian naik ke atas untanya dan berjalan cepat hingga mendapati beliau shallallahu alaihi wasallam, sedangkan aku berada di belakangnya, maka dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, kekayaan seperti apakah yang harus kita cari?’ Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: ‘Hendaknya setiap dari kalian menjadikan hatinya hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir dan istri yang menolongnya dalam urusan akhiratnya’.” (Hasan: diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah)
Ayah, ibu dan diriku sendiri sebagai tebusannya, sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam telah dikaruniai sifat jawami‘ul kalam: “Seorang istri yang menolongnya dalam urusan akhirat”. Akhirat, hal yang paling penting, pelabuhan terakhir dan tujuan utama setiap fikiran seorang mu’min yang cerdas. Maka alangkah mengena perkataan salah satu wanita kepada suaminya tatkala dia melihatnya sedang bersedih, “Apa yang membuatmu bersedih? Apakah karena dunia sedangkan Allah telah membuatmu istirahat darinya, atau tentang akhirat, semoga Allah menambah kesedihanmu”.
Dan engkau wahai ukhti fil Islam dan istri para mujahid, suamimu adalah orang yang mana seluruh dunia hari ini sepakat untuk memeranginya. Saudariku, tahukah engkau siapa mujahid itu? Mereka adalah orang yang telah mencampakkan dunia di belakang mereka dan berjalan menuju kematian demi hidupnya umat. Dan aku rasa ketika dia datang untuk menikahimu ketika itu dia adalah seorang mujahid atau jika tidak dia adalah calon mujahid. Paling tidak engkau ketika itu tahu aqidahnya dan manhajnya, dan engkau tahu jenis kehidupan apa yang akan dijalaninya.
Dan jika ketika itu dia adalah orang yang qa’id (duduk-duduk tidak berjihad) dan tersesat, maka dia telah bertaubat kepada Allah, dan Allah lebih berbahagia dengan taubat seorang hamba-Nya daripada seorang laki-laki yang terbangun dari tidurnya dan mendapati untanya ada di sisinya, padahal sebelumnya dia hilang dan tersesat di tengah sahara! Lalu mengapa kita dapati ada istri para mujahid yang mengeluh dalam kehidupan mereka? Jika dia mendengar ada pertempuran yang dekat yang suaminya akan ke sana dia marah. Jika dia melihat suaminya mengenakan baju tempurnya dia gelisah. Jika suaminya keluar untuk ribath, suasana hatinya menjadi gundah. Jika suaminya pulang terlambat, dia mengeluh.
Wahai saudariku, siapakah yang memperdayamu dengan mengatakan kehidupan jihad itu kehidupan yang nyaman dan menyenangkan? Tidakkah engkau mencintai jihad dan orang-orangnya? Coba dengarkanlah. Sesungguhnya engkau terhitung sedang di dalam jihad ketika engkau menanti suamimu kembali dengan penuh kesabaran dan penuh pengharapan akan pahala Allah, berdoa untuknya agar dia diberi kemenangan dan tamkin. Engkau berada di dalam jihad ketika engkau menjaga kesetiaanmu kepadanya di saat ketidak-hadirannya. Engkau berada di dalam jihad ketika engkau mengajarkan anak-anaknya antara yang benar dan yang salah, antara yang haq dan yang bathil.
Sungguh, engkau wahai saudariku yang tercinta, hari ini engkau adalah istri seorang mujahid, dan mungkin esok hari engkau adalah istri seorang syahid, atau istri seorang pejuang yang terluka, atau istri seorang yang berada di dalam tawanan, maka berapa banyakkah kesabaran yang telah engkau siapkan? Jika saja engkau telah mengeluh dan mengadu di saat kemudahan dan kelapangan, maka apa yang engkau akan lakukan di saat kesusahan dan musibah? Akankah engkau bersabar tatkala suamimu kembali sambil membawa darah yng mengalir? Atau jangan-jangan engkau hanya menginginkan suamimu hanya ketika dia dalam keadaan baik?
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Para ulama tafsir dan sejarah, juga yang lain berpendapat bahwa nabi Ayub alaihissalam adalah seorang yang berharta, yang memiliki banyak ragam kekayaan, termasuk binatang ternak, budak, kendaraan, tanah yang luas di negri al-Butsainah di wilayah Huran. Ibnu Asakir mengisahkan bahwa dia memiliki semua itu dan memiliki banyak anak laki-laki dan keluarga. Kemudian dia terhalang dari itu semua dan mendapat cobaan di setiap tubuhnya dengan berbagai jenis penyakit hingga tidak tersisa kecuali hati dan lisannya yang berdzikir kepada Allah, dan dia tetap bersabar dan penuh pengharapan kepada Allah, selalu berdzikir kepada Allah baik siang dan malam, pagi dan petang. Sakit yang menjangkitinya berlangsung lama, hingga teman-teman meninggalkannya, dan keluarga menjauhinya, bahkan dia diusir dari kampungnya dan dilemparkan ke tempat sampah, orang-orang tidak mau lagi berhubungan dengannya, dan tidak ada satu orang pun yang mendekatinya kecuali istrinya, dia tetap menjaga hak-haknya, dan mengenal kebaikan yang pernah diberikan oleh suaminya dan kelembutannya atasnya, dia selalu mondar-mandir untuk mengurus urusan suaminya, membantu menunaikan hajatnya dan mengerjakan kemashlahatannya, hingga sang istri menjadi lemah dan habis hartannya, sampai-sampai dia harus membantu orang-orang demi mendapat upah, agar bisa memberi makan suaminya dan memenuhi kebutuhannya, semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha. Dia tetap bersabar dengannya walau apapun yang terjadi dengan mereka, hilangnya harta, anak-anak, dan apa-apa yang menimpa mereka dari berbagai musibah yang menimpa suaminya, kesempitan hidup dan bantuan manusia, setelah sebelumnya penuh kebahagiaan, nikmat, khidmat, kedudukan, inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un.” (al-Bidayah wan-Nihayah)
Ibnu Katsir rahimahullah kemudian berkata: “As-Suddi berkata bahwa daging Nabi Ayub alaihissalam berjatuhan dan tidak tersisa kecuali sedikit dan juga urat-uratnya, maka istrinya datang menemuinya membawa abu dan menebarkannya di bawahnya, ketika waktu semakin lama berjalan, istrinya berkata kepadanya: “Wahai Ayub, andai engkau berdoa kepada Rabbmu tentu Dia akan menyembuhkanmu”, maka Nabi Ayub menjawab: “Aku telah hidup selama tujuh puluh tahun dalam keadaan sehat, lalu mengapa aku tidak sanggup bersabar dalam waktu yang sedikit ini bagi Allah dibanding dengan tujuh puluh tahun itu?”, maka istrinya tertegun dengan kata-kata itu, maka dia membantu orang-orang untuk mendapat upah dan memberi makan Ayub alaihissalam. Namun kemudian orang-orang tidak mau lagi menggunakan tenaga wanita tersebut untuk membantu mereka ketika tahu bahwa dia adalah istri Ayub karena khawatir akan terkena musibah seperti yang menimpanya atau tertular penyakit seperti yang mengenainya jika bergaul dengannya. Maka ketika istri Ayub tidak lagi mendapati seseorang yang mau memperkerjakannya, maka dia pun pergi ke salah satu anak pembesar dan menjual salah satu kepangan rambutnya demi mendapatkan makanan yang baik dan banyak, lalu dia pun membawanya kepada Ayub, maka Nabi Ayub pun bertanya, “Dari mana engkau mendapatkan ini?” istrinya enggan untuk menjawab dan mengatakan, “Aku membantu beberapa orang”. Keesokan harinya, Istri nabi Ayub kembali tidak mendapati seseorang yang mau memperkerjakannya hingga akhirnya dia menjual kembali kepangan rambutnya yang lain demi mendapatkan makanan dan membawanya kepada Ayub, ketika Nabi Ayub bertanya kepadanya dia tetap mengelak hingga akhirnya nabi Ayub bersumpah tidak akan memakan makanan itu kecuali istrinya mau memberitahukan dari mana dia mendapatkannya, maka istrinya membuka kerudung kepalanya dan terlihatlah cukuran rambutnya, maka Nabi Ayub alaihissalam berdoa: “Sungguh, aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau Maha Penyayang dari semua yang penyayang”.” (Al-Anbiya: 83). (Al-Bidayah wan-Nihayah)
Beginilah kisah istri Nabi Ayub, semoga shalawat dan salam tercurah kepadanya dan kepada seluruh Nabi dan kepada seluruh Rasul. Dia tetap bersabar dalam menghadapi musibah yang dialami suaminya dan tetap bertahan, tidak pernah menyerah ketika Rabbnya menguji suaminya. Maka ingatlah saudariku ukhti fid diin, akan firman Allah Ta’ala: “Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (Az-Zumar: 10)
Akankah engkau tetap tegar jika suatu ketika engkau mendapat kabar bahwa suamimu tertangkap atau engkau akan segera meminta cerai? Alangkah menyedihkan, sungguh alangkah menyedihkan orang-orang kami yang tertawan. Betapa banyak manusia di dunia ini yang dihinakan oleh orang-orang terdekat mereka sebelum orang-orang terjauh, namun penghinaan dari seorang istri tetaplah yang lebih pahit dan menyakitkan.
Wahai muslimah, wahai istri tawanan, hai orang yang mengaku telah mencerai dunianya sebanyak tiga kali, bayangkan dia sedang menempati ruangannya yang sempit, penjara gelap dengan fikiran yang mengembara, sebuah senyum getir tersungging di wajahnya. Mungkin dia sedang membayangkan dirimu dan anak-anaknya saat itu dan kapankah cobaan itu akan berakhir sehingga dia dapat kembali berkumpul denganmu. Kenangan dan harapan yang datang bercampur, tidak terputus kecuali oleh panggilan sipir, suaranya yang dibenci beradu dengan suara denyitan pintu yang dibukanya, “Hei Fulan, ada kunjungan bagimu”. Maka dia segera keluar, dengan napas yang memburu, dia melihatmu dari jauh hingga hatinya yang terluka pun tersenyum –dengan bayangan engkau berdua tidak sanggup berhijrah ke Daulah Islamiyah sehingga berbai’at dari tempat kalian tinggal dan berjihad di negerimu dan tidak ada hal yang menakutkan untuk mengunjunginya– dia segara menyambutmu dan mengucapkan salam, lalu membuka kata-katanya dengan bertanya tentang keadaan dan orang-orang yang dikasihinya, lalu engkau menjawabnya dengan singkat, keadaanmu gelisah tidak seperti biasanya, suaramu keluar dengan terbata-bata, dan memang seperti itulah seharusnya… sudah seharusnya engkau menutup mukamu dan bersembunyi, bahkan sudah seharusnya engkau membayangkan bahwa bumi di bawah telapak kakimu akan terpecah dan menelanmu sebelum engkau mengucapkan kata-kata itu, yang mana engkau datang untuk mengatakannya, “Maafkan aku, tetapi aku ingin bercerai darimu, karena kesabaranku sudah habis…” Ya! Begitulah dengan singkatnya. Lalu engkau berlalu dan pergi meninggalkan lelaki yang terduduk di depanmu dengan penuh rasa terkejut dan bingung.
Saudari muslimahku, apakah engkau melihat dinding itu yang memisahkan kalian berdua? Apakah engkau melihat rantai belenggu yang mengikatnya? Dan berbagai jenis siksaan yang telah dia rasakan semenjak hari pertama dia tertangkap dan setiap kepahitan yang dia minum tidak sebanding dengan keputusan angkuhmu! Kami berlindung kepada Allah dari penindasan manusia!
Aku teringat ketika salah seorang ukhti datang menemuiku untuk meminta nasihat kepadaku tentang meminta thalaq dari suaminya yang ditawan karena tekanan keluarganya kepadanya dan kepada anaknya, akan tetapi setelah beberapa hari aku mendengar bahwa sebenarnya dia tidak mampu bersabar atas ujian itu sehingga dia meminta cerai dan bahwa keluarganya tidak ada kaitannya! Dan sebagian orang mungkin berpendapat bahwa ini adalah haknya apabila dia khawatir terhadap dirinya. Maka aku katakan kepada mereka: Ya ini adalah haknya, akan tetapi antara hak ini dan bersabar terdapat derajat yang tidak akan diketahui nilainya kecuali oleh mereka yang memiliki jiwa yang terbuat dari emas murni, yang tidak akan berubah ketika menghadapi musibah atau keadaan yang sulit.
Berbeda dengan ukhti yang satu ini, aku mengenal seorang istri asir (tawanan) di mana dia ibarat madrasah kesabaran, kesetiaan dan keteguhan, tinggi seperti gunung yang menjulang, yang mendidik anak-anaknya sehingga menjadi singa-singa dan beruang, dia hidup dalam kenangannya dan setia menunggu pertemuannya. Sepuluh tahun berlalu semenjak dia di dalam penjara. Ya, genap sepuluh tahun, dan dia tetap tidak goyah, aku menilainya seperti itu dan hanya Allah yang dapat menilainya. Ketika dia melihat kami, dia berkata: “Apakah engkau berdoa kepada Allah untuk Abu fulan semoga dia dibebaskan?” Alangkah mulia dia dan pahalanya ada di sisi-Nya.
Saudariku muslimah, ini tentang siapa yang suaminya ditawan, maka bagaimana dengan yang suaminya terbunuh? Disebutkan di dalam “Al-Bidayah wan-Nihayah” dari Ismail ibnu Muhammad ibnu Sa’d ibnu Abi Waqqas bahwa dia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melewati seorang wanita dari Bani Dinar yang mana suaminya, saudaranya dan ayahnya terbunuh dalam perang Uhud bersama Rasulullah shallahu alaihi wa sallam, ketika dia diberitahu kabar duka itu dia berkata: ‘Bagaimana keadaan Rasulullah?’ Mereka menjawab, ‘Beliau dalam keadaan baik, wahai Ummu fulan, beliau dalam keadaan yang engkau suka untuk melihatnya, alhamdulillah.’ Dia berkata: ‘Tunjukkanlah beliau kepadaku sehingga aku dapat melihatnya.’ Dia berkata: ‘Kemudian orang-orang menunjukkan beliau kepadanya, dan ketika wanita itu melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dia berkata, ‘Seluruh musibah asal tidak menimpamu adalah ringan’.” (Al-Bidayah wan Nihayah)
Di sini aku tujukan kata-kataku kepada para ukhti muhajirah, berapa sering kita mendengar saudari-saudari kita yang mana suaminya terbunuh, lalu seolah bumi yang luas ini menjadi sesak bagi mereka hingga mereka kembali berpaling ke darul kufur, di mana keluarga dan kerabat mereka berada. La haula wa la quwwata illa billah!
Aku beritahukan kepada mereka, engkau berdosa jika meninggalkan darul Islam dan kembali ke darul kufur. Siapa pun yang melakukan hijrah hanya demi suaminya, maka ketahuilah bahwa suaminya pasti akan mati, tanpa diragukan lagi, jika tidak hari ini maka tentu esok hari. Dan siapa saja yang melakukan hijrah karena Allah, maka ketahuilah bahwa Allah akan tetap ada, hidup selamanya, dan Dia tidak akan mati. Karena itu tetap teguhlah, wahai saudariku, semoga Allah meneguhkan kita, dan tetaplah bertahan di Daulah Islam dengan segenap kekuatanmu. Berbekallah dengan ketaatan dan ibadah agar menjadi penolongmu di dalam menghadapi musibah dan kesusahan.
Allah berfirman menceritakan tentang Nabi Yunus alaihissalam: “Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak berzikir (bertasbih) kepada Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai Hari Berbangkit.” (Ash-Shaffat: 143-144)
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Jumhur ulama berpendapat bahwa maksudnya adalah: Jika bukan lantaran apa yang dia lakukan dahulu sebelum ditelan oleh ikan paus dari bertasbih, maka tentulah dia akan berada di perut ikan itu hingga hari kiamat. Qatadah mengatakan: Maka tentulah perut ikan itu menjadi kuburnya hingga hari kiamat, akan tetapi dia adalah orang yang banyak shalat ketika dalam keadaan mudah, sehingga Allah menyelamatkannya lantaran hal itu.” (Zadul Masir)
Maimun ibnu Mihran berkata: “Aku mendengar ad-Dahhak ibn Qays berkata: ‘Ingatlah Allah di saat lapang maka Allah akan mengingatmu di saat susah. Sesungguhnya Yunus adalah hamba Allah yang shalih, mengingat Allah, sehingga ketika dia berada di dalam perut paus, Allah berfirman: “Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak berzikir (bertasbih) kepada Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai Hari Berbangkit” (ash-Shaffat: 143-144), sedangkan Firaun adalah hamba Allah yang melampau batas dan lupa untuk ingat kepada Allah, maka ketika “Sehingga ketika Fir’aun hampir tenggelam dia berkata, ‘Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri).’ ‘Mengapa baru sekarang (kamu beriman), padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan’. (Yunus: 90-91)”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Mushannafnya)
Adapun engkau wahai ibunda para anak singa… apakah yang engkau ketahui tentang induk para singa? Dia adalah guru bagi generasi dan pencetak para ksatria. Aku beritahukan kepadamu apa yang telah disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam: “Setiap dari kalian adalah penggembala (pemimpin), dan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban dari apa yang dia gembalakan … dan wanita adalah penggembala di dalam rumahnya dan dia akan bertanggung jawab atas gembalaannya.”
Maka sudahkah engkau memahaminya, Wahai ukthi muslimah, besarnya tanggung jawab yang engkau emban? Wahai ukhti fid diin, aku melihat umat kita ini ibarat sebuah jasad yang terdiri dari banyak bagian, tetapi bagian yang paling penting dan paling efektif dalam membesarkan generasi adalah bagian ibu yang mendidik (anak). Karena alasan itulah, engkau membutuhkan banyak kesabaran dan kebaikan dan juga ilmu bermanfaat yang mencukupi untuk membangun generasi yang sanggup untuk mengemban amanah yang tidak sanggup diemban oleh langit, bumi dan gunung-gunung.
Engkau tahu bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim dan muslimah, dan Allah telah memberkahi Daulah Islam, yang tidak kikir terhadap wanita dalam menyediakan lembaga dan program pendidikan pada seluruh ilmu syari’at. Maka singkirkanlah debu kemalasan dan menunda-nunda, dan majulah, bebaskan dirimu dari kebodohan dan pelajarilah urusan agamamu. Dan Daulah kita -A’azzallah, semoga Allah memperkuatnya- tidak menginginkan pujian dan terimakasih dari kita, tidak juga dirham dan tidak pula Dinar, semoga Allah membalas mereka atas nama kami dan atas nama kaum Muslimin dengan balasan yang terbaik.
Ukhti muslimah, sesungguhnya engkau adalah mujahidah, dan apabila senjata kaum laki-laki adalah senapan serbu dan sabuk peledak, maka ketahuilah bahwa senjata wanita adalah akhlak mulia dan ilmu. Karena engkau akan memasuki kancah pertempuran antara yang haq dan yang bathil. Karena itulah, entah ini adalah mereka dengan generasi yang rusak dalam aqidah dan manhaj –maksudku adalah musuh-musuh dien ini– atau engkau dan generasi yang melihat kemuliaan ada pada lembaran-lembaran al-Qur’an dan moncong senjata.
Karena hal inilah, mari jadikan semangatmu adalah semangat umat, sehingga engkau melihat dari mata seluruh anak-anak singamu seorang ulama yang berilmu dalam dan seorang penakluk hebat. Bercita-citalah kepada mereka seperti cita-cita Hindun binti Utbah radhiyallahu anha kepada putranya Mu’awiyah radhiyallahu anhu: “Ketika Abu Sufyan radhiyallahu anhu melihatnya sedang merangkak dan dia berkata kepada ibunya, ‘Sesungguhnya anakku ini memiliki kepala yang besar dan dia pantas untuk menjadi pemimpin kaumnya.’ Maka Hindun berkata: ‘Hanya kaumnya? Sungguh malangnya aku jika dia tidak memimpin seluruh bangsa Arab!'” (Al-Bidayah wan-Nihayah). Maka Hindun pun meraih apa yang dia cita-citakan. Mu’awiyah menjadi pemimpin seluruh bangsa Arab dengan syari’at.
Wahai saudariku, jadikanlah seluruh anak-anakmu sebagaimana tiga anak Afra’: Mu’adz, Mu’awwadz, dan Auf radhiyallahu anhuma. Dan alangkah agung apa yang dikatakan oleh Asma’ binti Abu Bakr radhiyallahu anhu, pada hari di mana Ibnu Umar radhiyallahu anhuma masuk menemuinya ketika putranya Abdullah ibnu Zubair radhiyallahu anhuma disalib setelah dibunuh oleh Hajjaj, maka dia berkata padanya: “Sesungguhnya jasad ini bukanlah apa-apa, namun ruh itu berada di sisi Allah, bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah.” Maka Asma’ menjawab: “Apalah yang menghalangiku untuk bersabar, sedangkan kepala Yahya ibnu Zakariya telah dihadiahkan kepada salah satu pelacur Bani Israil.” (Al-Bidayah wan-Nihayah). Allahu Akbar. Inilah wanita-wanita umat kita, para generasi Khansa pertama.
Wahai saudariku tercinta, sesungguhnya termasuk rahmat Allah kepadamu adalah Dia telah memuliakanmu untuk tinggal di tanah Khilafah. Maka gunakanlah itu sebagai kesempatan untuk mengajari anak-anakmu semampu yang engkau bisa tentang keshalihan yang dibangun di atas tauhid yang bersih, aqidah yang benar, kufur kepada thaghut dan beribadah kepada Allah semata, ajarilah kepada mereka tazkiyatun nufus, mengingat Allah, sirah nabawiyah, dan fiqh jihad. Dan jika para pengklaim Islam di tanah kufur membesarkan anak-anak mereka dengan cerita Cinderella dan Robin Hood, maka engkau harus menggunakan cerita dalam “Masyari’ al-Asywaq ila Mashari’ al-‘Usysyaq” Ibnu an-Nuhhas rahimahullah sebagai cerita untuk anak-anak singamu sebelum mereka tidur. Dan di sini terdapat lembaga syari’ah, kamp pelatihan, dan bahkan taman kanak-kanak. Semua di Daulah kita, yang diberikan oleh mereka –A’azzallah, semoga Allah menjayakannya– berada di atas manaj kenabian, insya Allah, dan segala pujian hanya milik Allah.
Kemudian nasihatku kepadamu wahai saudariku, yang sedang mempersiapkan anak-anak singa khilafah, bekalilah mereka dengan ilmu lalu kemudian dengan senjata, karena senjata tanpa ilmu merupakan bahaya yang sangat besar dan jika itu terjadi maka sedikit sekali kebaikan dapat diperoleh. Jadilah engkau wahai saudariku yang mulia seperti Ibunda Ummu Sufyan Ats-Tsauri, seorang imam ahli hadits, faqih, hafizh, zuhud, ‘abid dan wara‘, di mana ibunya: Ummu Habibah, suatu ketika berkata kepadanya: “Wahai anakku, tuntutlah ilmu maka aku akan mencukupimu dengan alat pemintal ini.”
Lihatlah kepadanya, semoga Allah merahmatinya dan mengumpulkan kita bersamanya di surga Rabb kita. Apa yang dia minta dari putranya tidak lebih agar dia menuntu ilmu syar’i dan menguasainya, dan sang ibu akan berusaha memenuhi kebutuhan putranya dan nafkahnya lewat tenunannya. Semoga Allah memberkahi dirinya dan putranya, yang mana Abu Ishaq As-Sabi’i suatu ketika melihat Imam Sufyan Ats-Tsauri yang sedang berjalan, Abu Ishaq membaca, “Dan Kami berikan hikmah kepadanya selagi dia masih kanak-kanak.” (Maryam: 12)
Sebagai penutup, aku ingatkan diriku sendiri dan juga kalian, wahai saudariku yang mulia, untuk senantiasa memperbaiki niat dan menghadirkannya di dalam seluruh amalan kita, karena siapa yang amalnya karena Allah maka dia telah sukses dan menang, dan siapa yang amalnya untuk selain Allah maka dia telah kalah dan merugi, dan akhir dari doa kami adalah Alhamdulillahirabbil alamiin, Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Semoga shalawat dan salam atas pemimpin kita, Muhammad, dan juga atas keluarga dan shahabat seluruhnya.
DABIQ 11 – FEATURE
DARI PERANG AHZAB HINGGA PERANG KOALISI
“Tidak ada seorangpun yang pernah datang membawa seperti apa yang engkau bawa kecuali dia akan dimusuhi.” Inilah apa yang dikatakan oleh Waraqah ibnu Naufal kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tentang reaksi kaumnya terhadap da‘wah. Waraqah berharap andai dia menemani Nabi di saat Nabi diusir, akan tetapi Waraqah tidak pernah mendapati saat-saat itu.
Nabi shallallahu alaihi wasallam setelah itu memulai misi yang mana Allah telah mengutus beliau dengannya. Umatnya menjawab seruan Rasulullah dengan permusuhan yang besar. Mereka menuduh beliau sebagai tukang sihir, pembohong, orang gila, orang yang terkena sihir, pendongeng, peniru, dan tuduhan lainnya… padahal mereka sebelumnya menganggap beliau sebagai seorang yang jujur dan dapat dipercaya! Mereka menawarkan kepada beliau tahta, wanita dan harta, tetapi beliau menolak itu semua karena keikhlasan dan demi meraih keridhaan Rabbnya. Mereka berencana untuk membunuh atau mengusir beliau, tetapi Allah ta’ala membuat makar terhadap musuh-musuh Nabi-Nya dan memerintahkan beliau untuk meninggalkan negeri yang paling diberkahi di muka bumi –Makkah– menuju tempat tinggal baru di Madinah. Sebuah negara yang didirikan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam itu lalu mengarahkan pasukan perangnya untuk menghadang kafilah kaum musyrikin, peristiwa yang kemudian menjadi pemicu perang besar: Perang Badr.
Kaum musyrikin yang marah pun segera mengirimkan utusan dan pasukan perang mereka, hingga kemudian kaum muslimin harus menghadapi perang terhadap orang-orang musyrik Arab, suku-suku badui jazirah Arab, orang-orang Yahudi dan kaum munafik Madinah. Daulah Nabawiyah itu pun terus tumbuh dan menguat, begitu juga kedengkian dan kemarahan orang kafir yang terus memuncak hingga menjelma menjadi Perang Ahzab (Sekutu-sekutu). Kaum Yahudi berencana jahat bersama kaum munafikin untuk meyakinkan suku-suku Arab melakukan penyerangan ke kota Madinah, sementara mereka akan membuat gejolak dari dalam.
Suku Quraisy dan Kinanah, serta sekutu mereka bergerak maju dari arah selatan, sedangkan Ghathafan dan sekutu mereka maju dari arah timur. Jumlah mereka mencapai sepuluh ribu pejuang dan mengepung kota Madinah selama satu bulan, sementara umat Islam sangat kalah dalam jumlah. Tapi kesabaran mereka dalam menghadapi peperangan, rasa takut, lapar dan cuaca, membuat kaum muslimin mampu untuk merebut kemenangan, dan bisyarah kenabian mengabarkan bahwa kini kaum muslimin yang akan menyerang kaum musyrikin dan kaum musyrikin kini yang akan bertahan.(1)
Perang Ahzab Baru
Sebagaimana para shahabat yang harus menghadapi koalisi berbagai pihak: Yahudi, Musyrikin, dan golongan munafik dalam perang Ahzab, kaum Muslimin dari Daulah Islam juga menghadapi berbagai koalisi kuffar yang memiliki kepentingan bersama untuk menghancurkan Khilafah. Dan sebagaimana reaksi para shahabat terhadap pasukan Ahzab adalah merupakan bentuk keimanan, “Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, ‘Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.’ Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka” (Al-Ahzab: 22), demikian juga seharusnya reaksi umat Islam ketika melihat banyaknya koalisi yang bersatu dan memobilisasi.
Di sini kita akan mencoba untuk memberikan sejumlah wawasan tentang beragam koalisi sehingga kaum Muslimin dapat berusaha untuk melawan mereka baik dengan kata maupun perbuatan, karena: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia bagian dari mereka” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ibnu Umar) dan agar supaya: “jalan orang-orang yang berdosa terlihat jelas” (Al-An’am: 55).
Koalisi Salibis
Meskipun koalisi ini mungkin muncul belum lama, yakni dibentuk pada tahun 2001 yang dikenal dengan “Operation Enduring Freedom”. Dengan cepat hal ini meluas hingga ke Filipina, Tanduk Afrika, Trans Sahara, dan Kaukasus. Pada tahun 2003, tentara salib kembali meluncurkan kampanye perang kedua dengan sandi yang dikenal “Operation Iraqi Freedom”, disusul dengan kampanye ketiga dengan sandi “Operation Inherent Resolve” yang diluncurkan pada tahun 2014 di Iraq dan Suriah terhadap Daulah Islam.(2) Namun tidak ada satupun dari operasi ini yang berhasil membungkam kebangkitan kembali Khilafah baik kelangsungannya atau ekspansinya. Khilafah tetap bertahan dengan tekad yang tetap melekat, sebagai hasil dari Tauhid dan al-Wala’ wal-Bara’.
Koalisi terbaru tentara salib terhadap Iraq dan Suriah “Operation Inherent Resolve” secara resmi terdiri dari beberapa negara dan kelompok berikut: Albania, Liga Arab, Australia, Austria, Bahrain, Belgia, Bosnia Herzegovina, Bulgaria, Kanada, Kroasia, Siprus, Republik Ceko, Denmark, Mesir, Estonia, Uni Eropa, Finlandia, Perancis, Georgia, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Irak, Irlandia, Italia, Jepang, Yordania, Kosovo, Kuwait, Latvia, Lebanon, Lithuania, Luksemburg, Makedonia, Moldova, Montenegro, Maroko, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Oman, Panama, Polandia, Portugal, Qatar, Korea Selatan, Rumania, Saudi Arabia, Serbia, Singapura, Slovakia, Slovenia, Somalia, Spanyol, Swedia, Taiwan, Turki, Ukraina, Uni Emirates, Inggris, dan Amerika Serikat.(3)
Terdapat Rezim lain dan pasukan yang didukung oleh Barat namun tidak disebutkan pada daftar di atas namun ikut ambil bagian dalam perang melawan Daulah Islam di wilayah-wilayah lain. Uni Afrika, Benin, Kamerun, Chad, Niger dan Nigeria semuanya terlibat dalam perang melawan Daulah Islam Wilayah Afrika Barat. Afghanistan, Armenia, Azerbeijan, Mongolia, NATO dan Pakistan –ditambah dengan beberapa negara yang disebutkan pada daftar di atas– terlibat dalam perang melawan Daulah Islam Wilayah Khurasan.(4) Aljazair, Libya, Tunisia, dan Yaman terlibat dalam perang melawan Daulah Islam di dalam daerah perwakilan mereka. Negara Yahudi juga secara terbuka terlibat dalam perang melawan Daulah Islam Wilayah Sinai, ditambah keterlibatan mereka secara diam-diam bersama Salibis di banyak kampanye perang mereka terhadap wilayah Daulah Islam. Dewan Kerjasama negara Teluk, India, Indonesia, Malaysia, OKI, Kyrgistan dan Swiss juga terlibat –baik dalam bidang politik, finansial, intelijen dan banyak dari mereka juga dalam level militer– dalam kampanye melawan Islam dan Khilafahnya.(5) Maka di sana terdapat sekutu paling penting Amerika, yaitu: Iran, Suriah dan Rusia.
Front Stage Cooperation
Meskipun kerjasama Pasukan Salib Barat bersama Iran, Suriah dan Rusia tidak bisa dipungkiri, mereka berusaha mengecilkan peran ini secara resmi untuk menutupi perang mereka dalam perang Shafawi terhadap kaum Muslimin. Di sini kita akan mencoba menyajikan beberapa ulasan tentang hubungan yang keberadaannya sangat jelas terlihat seperti mentari di tengah siang. Bahkan sebelum operasi 11 September yang penuh berkah, Amerika telah bekerja sama dengan Iran melalui PBB “Six Plus Two Group on Afghanistan”, salah satu bagian dari rencana melawan para mujahidin Khurasan. Setelah 11 September, kerjasama ini berkembang menjadi apa yang nanti akan dikenal sebagai “The Geneva Contact Group” selama masa presiden Salibis George W. Bush.
Kerjasasama ini mensyaratkan Iran untuk menyediakan intelijen bagi tentara salib, membangun hubungan antara tentara salib dan “Aliansi Utara”, serta menangkap mujahidin yang berusaha untuk menyeberangi perbatasan Iran dalam perjalanan mereka menuju Kurdistan Irak atau tujuan lainnya. Iran telah menyediakan beberapa pelabuhannya dan pangkalan udara untuk misi tentara salib, “Korps Pengawal Revolusi Islam” mereka bekerja sama dengan US Special Ops dan CIA di Afghanistan, dan mengambil bagian dalam pembentukan rezim boneka murtad Afghanistan.
Beberapa bulan menjelang invasi Amerika ke Irak, Amerika kembali bekerja sama dengan Iran, tapi kali ini terutama melalui British Foreign and Commonwealth Office. Kerjasama ini mencapai puncak melalui pembentukan rezim Shafawi Irak, yang pada dasarnya adalah boneka Iran.(6)
Pada 6 November 2014, “Wall Street Journal” merilis sebuah artikel berjudul “Obama Wrote Secret Letter to Iran’s Khamenei about Fighting Islamic State – Presidential Correspondence with Ayatollah Stresses Shared U.S. Iranian Interests in Combating Insurgents, Urges Progress on Nuclear Talks”. Dalam artikel itu, mereka melaporkan bahwa “Obama diam-diam menulis surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei” dan di dalam suratnya “dijelaskan kepentingan bersama dalam memerangi militan Negara Islam (IS) di Irak dan Suriah.” Surat itu “bertujuan untuk memperkuat kampanye melawan Daulah Islam dan menyinggung pemimpin agama Iran agar lebih dekat dengan kesepakatan nuklir” dan juga menekankan “bahwa kerjasama apapun dalam masalah Daulah Islam adalah bagian besar Iran untuk mencapai kesepakatan yang komprehensif dengan kekuasaan global bagi program nuklir Teheran di masa depan”. Surat itu juga “merupakan surat yang ditandatangani setidaknya keempat kalinya oleh Obama yang ditulis bagi pemimpin politik dan agama yang paling kuat di Iran sejak menjabat pada tahun 2009 dan berjanji untuk terlibat dengan Pemerintah Islam Teheran” dan “menggarisbawahi bahwa Obama memandang Iran penting baginya untuk mengerahkan Kampanye militer dan diplomatik untuk mengusir Daulah Islam dari wilayah yang telah mereka kuasai.”
Melalui surat itu, Obama berusaha “untuk meredakan kekhawatiran Iran tentang masa depan dari sekutu dekat mereka, Presiden Basyar al-Assad di Suriah” dan meyakinkan Iran bahwa “operasi militer AS di dalam Suriah tidak menargetkan Assad atau pasukan keamanannya.” Mereka juga melaporkan bahwa “pemerintahan Obama melakukan pembicaraan rahasia dengan Iran di ibukota Oman di Muscat pada pertengahan 2012” dan bahwa “Sekretaris Pers Gedung Putih Josh Earnest mengakui bahwa pejabat AS dahulu pernah berdiskusi membahas tentang kampanye melawan Daulah Islam dengan para pejabat Iran di sela-sela pembicaraan nuklir internasional. Dia menambahkan bahwa negosiasi tetap berpusat pada pembicaraan tentang program nuklir Iran”. Mereka juga melaporkan bahwa “Obama mengirim dua surat untuk pemimpin tertinggi Iran berusia 75-tahun itu selama semester pertama tahun 2009, mengajak perbaikan hubungan AS-Iran … Hubungan AS-Iran telah dicairkan jauh sejak pemilihan Presiden Hasan Rouhani pada bulan Juni 2013. Dia dan Obama melakukan panggilan telepon selama 15 menit pada bulan September 2013. Kerry dan Zarif telah rutin menyelenggarakan pembicaraan langsung tentang diplomasi nuklir dan masalah regional” dan bahwa “Departemen Luar Negeri telah mengkonfirmasi bahwa para pejabat senior AS telah berdiskusi tentang Irak dengan Zarif di sela-sela perundingan nuklir di Wina.
Para diplomat AS juga telah meneruskan pesan ke Teheran melalui Pemerintahan Abadi di Baghdad dan melalui kantor di Irak Ayatollah Ali al-Sistani, salah seorang pemimpin agama yang paling kuat di dunia Syi‘ah. Di antara pesan yang disampaikan ke Teheran, menurut pejabat AS, adalah bahwa operasi militer AS di Irak dan Suriah tidak bertujuan untuk melemahkan Teheran atau sekutu-sekutunya. “Kami telah meneruskan pesan ke Iran melalui pemerintah Irak dan Sistani mengatakan bahwa tujuan kami adalah melawan ISIS,” kata seorang pejabat senior AS memberitahu tentang komunikasi ini. “Kami tidak menggunakan ini sebagai alat untuk menduduki kembali Irak atau melemahkan Iran.”
Setelah surat ini, Rafidhah Khamenei menjawab surat itu dengan menulis kepada Obama. “Wall Street Journal” melaporkannya dalam sebuah artikel pada 13 Feb 2015 berjudul “Ayatollah Iran Mengirim Surat Baru kepada Obama di tengah Pembicaraan Nuklir” di mana Khamenei merespon positif dengan melayangkan sebuah surat untuk mencari hubungan yang lebih baik dengan Amerika Serikat dan kerjasama lebih lanjut melawan Daulah Islam. Tapi kerjasama itu sebenarnya sudah ada di permukaan sejak beberapa lama. Pada tanggal 31 Agustus 2014, “New York Times” merilis sebuah artikel berjudul “U.S. and Iran Unlikely Allies in Iraq Battle”. Mereka melaporkan bahwa seorang pejabat pemerintahan senior AS mengatakan, “Setiap kerjasama dengan milisi Syi‘ah bukanlah dilakukan oleh kami – ini dilakukan oleh ISF ‘Iraqi Security Force)” dan kemudian komentar pada kata-katanya: “Tapi tentu saja diketahui bahwa milisi Syi‘ah telah bertempur bersama tentara kita dalam beberapa bulan terakhir di saat ancaman ISIS semakin jelas.” Kemudian dalam artikel tersebut, mereka mengatakan bahwa “Pemerintahan Obama mencoba menghindari agar tidak terlihat telah ambil bagian dalam perang sektarian, karena milisi Syi‘ah terutama ditakuti oleh Sunni Irak. Tapi untuk akhir pekan ini setidaknya, realitas di lapangan tampaknya mengesampingkan kekhawatiran untuk mendukung milisi secara efektif.”
Sebenarnya, Amerika telah bekerja sama dengan negara Iran, pasukannya, dan milisinya, tetapi melalui rezim Irak Shafawi – hal ini meniru orang-orang Yahudi yang bekerja tetapi “tidak bekerja” di hari Sabtu walau telah dilarang sehingga mereka dirubah menjadi kera dan babi. Ini mirip dengan Klaim Jabhah Jaulani bahwa mereka tidak bekerja sama dengan para thaghut ketika mereka bekerja sama dengan faksi-faksi milik para thaghut.
Adapun kerjasama Amerika dengan rezim Suriah, maka ini telah terjadi sejak program rendisi AS yang memperlihatkan banyaknya mujahidin yang dikirim ke Suriah hanya untuk disiksa di tangan orang-orang Ba‘ats Nushairiyah atas nama Amerika. Rezim Suriah juga berada di balik tindakan keras yang terjadi di Suriah terhadap semua pendukung jihad melawan Amerika di Irak pada saat munculnya Shahawat pro-Amerika. Banyak dari faksi Shahawat ini akan menempatkan pemimpin mereka di Suriah dan khotbah Jumat diarahkan untuk mendukung mereka. Kerjasama AS-Suriah terlihat nyata akhir-akhir ini dalam serangan udara tentara salib. “Washington Post” melaporkan pada tanggal 23 September 2014 dalam sebuah artikel berjudul “Syria Informed in Advance of U.S.-Led Airstrikes against Islamic State” bahwa Juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan, “Suriah diberi informasi oleh pihak Amerika dalam serangan udara terhadap target sasaran termasuk pertahanan Daulah Islam.”
Artikel itu menambahkan bahwa ini “Ditandai dengan penampilan yang jarang, interaksi antara Washington dan utusan Presiden Suriah Basyar al-Assad. Letnan Jenderal William C. Mayville Jr., Direktur operasi Pentagon, dia menjelaskan bahwa radar militer Suriah menjadi ‘pasif’ selama serangan, dengan tidak ada usaha untuk melawan mereka. Cakupan ini menunjukkan hal kecil tapi merupakan pergeseran penting Amerika Serikat dan sekutunya, yang sebelumnya telah memberikan dukungan diplomatik dan militer secara terbatas kepada pemberontak yang berusaha menggulingkan Assad. Perluasan Serangan udara yang dipimpin AS ke Suriah sekarang bisa membuka channel baru bagi pemerintahan Assad. Kantor berita Suriah Arab News Agency (SANA) mengatakan bahwa Amerika Serikat memberikan informasi kepada perwakilan Suriah di PBB bahwa mereka akan melakukan serangan udara. (Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jen) Psaki mengkonfirmasi kontak itu tapi tidak mengatakan kapan itu terjadi.”
Artikel tersebut juga merujuk pada laporan “SANA” yang menyatakan bahwa Sekretaris Negara John Kerry telah mengirimkan surat kepada Walid Muallem (Menteri Luar Negeri rezim Nushairi) untuk memberitahukan kepadanya tentang rencana tentara salib untuk mulai menyerang posisi Daulah Islam.
Menurut laporan Reuters pada tanggal yang sama berjudul “Syria‘s U.N. Envoy Says Told of Airstrikes by Samantha Power”, Duta Suriah untuk PBB Basyar Ja’afari mengatakan kepada Reuters, pada hari Selasa ia secara pribadi diberitahu oleh Duta Besar AS Samantha Power bahwa beberapa jam kemudian AS dan Arab akan segera melakukan serangan udara terhadap target-target Daulah Islam di wilayah Suriah. Ja’afari mengatakan bahwa Power berkata kepadanya bahwa pada Senin pagi aksi militer akan dilakukan. Dia menambahkan bahwa “kita dalam koordinasi yang erat dengan Irak”. Misi AS menegaskan bahwa Power telah memberikan informasi kepada Ja’afari.
Hal ini ditegaskan oleh Thaghut Bashar dalam sebuah wawancara dengan BBC pada 10 Februari 2015. Dalam sebuah artikel berjudul “Assad Says Syria Is Informed on Anti-IS Air Campaign”, BBC melaporkan, “Presiden Suriah Basyar al-Assad mengatakan pemerintahnya menerima pesan dari koalisi pimpinan AS tentang perang melawan kelompok jihad, Daulah Islam. Assad mengatakan kepada BBC bahwa telah ada kerjasama secara tidak langsung sejak serangan udara dimulai di Suriah pada bulan September. Tapi pihak ketiga -di antara mereka adalah Irak– menyampaikan ‘informasi’ tentang serangan mendadak oleh pesawat tempur AS dan Arab atas Suriah”.
Amerika juga telah melayani kepentingan rezim Suriah dengan mendukung PKK, sekutu terdekat rezim sejak dimulainya perang di Syam dan terus berperang bersama rezim di wilayah al-Barakah. Amerika juga berusaha keras untuk mempertahankan rezim Ba’ats dan tentara Nushairi hingga mereka bisa menjamin sebuah transisi menuju pluralistik negara yang sesuai dengan agama Amerika. Satu-satunya syarat mereka sangat mudah: mereka meminta Thaghut Assad disingkirkan tapi sisa rezim dan pasukannya tetap utuh. Sehingga kemudian bisa duduk di meja perundingan dengan kelompok murtad Koalisi Nasional Suriah (SNC) dan Free Syrian Army (FSA).
Layanan Amerika terhadap kepentingan rezim Suriah juga disoroti oleh mantan Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel. “Washington Times” melaporkan pada 30 Oktober 2014 dalam sebuah artikel berjudul “Syria Airstrikes Spur White House Infighting over Benefit to Assad” bahwa “Sekretaris Pertahanan Chuck Hagel mengakui untuk pertama kalinya pada hari Kamis bahwa serangan udara yang dipimpin AS terhadap Daulah Islam menguntungkan Presiden Suriah Basyar Assad … Ya, Assad mendapatkan beberapa keuntungan”, Hagel berkata kepada wartawan di Pentagon menggambarkan bahwa situasi di dalam Suriah adalah rumit, Hagel mengatakan bahwa “pemerintah tetap menyerukan penggulingan Assad meskipun seolah membantu dia”. Laporan itu menambahkan ada sebuah sumber di administrasi yang menginformasikan kepada mereka bahwa “logika yang dimiliki beberapa orang yang berada di administrasi bahwa menyerang aset milik Suriah akan merusak pembicaraan nuklir antara AS dan Iran, sekutu dekat Assad”.
Rusia, selain berada di pihak AS, Rafidhah, dan Nushairiyah di Irak dan Syam dalam perang melawan Daulah Islam, dia juga terlibat dalam perang melawan Daulah Islam Wilayah Kaukasus. Adapun di Irak dan Syam, Direktur Federal Security Service Rusia (FSB) Alexander Bortnikov mengatakan kepada para wartawan pada tanggal 20 Februari 2015 bahwa “Amerika Serikat dan Rusia mungkin akan mulai bertukar intelijen dalam rangka mengalahkan Daulah Islam”. Hal ini diawali dengan laporan dari “New York Times” pada 14 Oktober 2014 berjudul “U.S. and Russia Agree to Share More Intelligence on ISIS.” Dalam laporan tersebut mereka menyatakan, “Menteri Luar Negeri John Kerry mengatakan pada hari Selasa bahwa Amerika Serikat dan Rusia telah sepakat untuk lebih berbagi kerjasama intelijen tentang Daulah Islam, sebagaimana dia juga berusaha untuk meletakkan dasar bagi peningkatan kerjasama dengan Moskow. Kerry membuat hal ini menjadi jelas bahwa dia akan menyambut perluasan kerjasama dengan Putin setelah pertemuan di sini dengan Sergey V. Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia. Tercatat bahwa ada 500 atau lebih relawan Daulah Islam yang mungkin datang dari Rusia, Kerry mengatakan bahwa dia telah mengusulkan agar kedua belah pihak mengintensifkan kerjasama intelijen terhadap para kelompok militan dan ancaman teroris lainnya, dan Lavrov telah sepakat. Membuka pintu untuk kerjasama di Irak, Kerry mengatakan Lavrov telah sepakat untuk menyelidiki apakah Rusia bisa berbuat lebih banyak untuk mendukung pemerintah terkepung Irak karena pertempuran Daulah Islam – termasuk dengan memberikan senjata”.
Rusia juga secara terbuka mendukung rezim Irak yang didukung oleh Amerika Serikat. Melalui kantor berita Itar-Tass, Kementerian Luar Negeri Rusia mengeluarkan pernyataan pada 26 September 2014 tentang pertemuan yang diadakan antara Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Perdana Menteri Irak Haidar al-Abadi. Kementerian Luar Negeri mengatakan dalam pernyataan tersebut, “Dalam pertemuan tersebut, Lavrov menegaskan dukungan Rusia untuk kemerdekaan Irak, integritas wilayah dan kedaulatan. Moskow siap untuk melanjutkan dukungan terhadap Irak dalam upaya memerangi ancaman teroris, dan yang paling pertama dari semuanya, adalah Daulah Islam”.
Menurut “New York Times” dalam sebuah artikel berjudul “Russian Jets and Experts Sent to Iraq to Aid Army” dirilis pada 29 Juni 2014, “Pejabat pemerintah Irak mengatakan pada hari Minggu bahwa para ahli Rusia telah tiba di Irak untuk membantu tentara mendapatkan 12 pesawat tempur Rusia yang baru untuk memerangi ekstrimis Sunni”. “Dalam tiga atau empat hari mendatang pesawat akan segera beroperasi untuk mendukung pasukan kami dalam perang melawan gerilyawan Daulah Islam di Irak dan Suriah”, kata Jenderal Anwar Hama Ameen, Komandan Angkatan Udara Irak, menunjuk lima Pesawat SU-25 yang diterbangkan ke Irak kapal lewat pesawat kargo Rusia pada Sabtu malam, dan dua lagi diharapkan akan datang pada Minggu nanti. Komandan Angkatan Udara Irak, Jenderal Ameen, mengatakan bahwa “para ahli militer Rusia telah tiba untuk membantu mempersiapkan pesawat tempur baru SU-25, tetapi mereka hanya akan tinggal dalam waktu singkat”. “Lima pesawat Rusia terakhir akan tiba pada hari Senin”, katanya. Ini adalah laporan pertama tentang bantuan militer Rusia di negara itu, meskipun Jenderal Ameen mengatakan bahwa mereka hanya tenaga ahli, dan bukan penasihat.
Pada hari Kamis, Perdana Menteri Nuri Kamal al-Maliki mengatakan, “Negara Iraq bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan Rusia, telah memerintahkan selusin SU-25, jet tempur serang darat yang berguna untuk operasi dukungan udara jarak dekat (close air support)”. “Mereka datang sangat cepat”, kata Jenderal Ameen pada wawancara via telepon, “karena kita membutuhkan mereka dalam konflik ini untuk melawan teroris sesegera mungkin”. Dia mengatakan bahwa orang-orang Rusia ini akan pergi dalam waktu sekitar tiga hari setelah pesawat siap untuk beroperasi. Namun, Jenderal Ameen mengatakan mereka akan segera terlibat aksi lagi. “Kami memiliki pilot yang memiliki pengalaman panjang dengan pesawat ini dan tentu saja kami mendapat bantuan dari teman-teman Rusia dan para ahli yang datang dengan pesawat ini untuk mempersiapkannya”. katanya. “Ini akan memberikan hukuman yang sangat kuat terhadap para teroris dalam beberapa hari mendatang”. “Pesawat baru ini akan meningkatkan dan mendukung kekuatan dan kemampuan angkatan udara Irak untuk membasmi terorisme”, disebutkan oleh sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan Irak.”
Menurut “The Hill” dalam sebuah artikel berjudul “Hagel: US knows Iran, Russia aiding Iraq in fight against ISIS” yang dirilis pada 11 Juli 2014, Chuck Hagel berkomentar tentang laporan bahwa “Menukil para pejabat militer Irak yang mengatakan bahwa Iran dan Rusia sedang melakukan serangan udara di negara mereka, menyerang target-target Islamic State in Iraq and Syria (ISIS)” dengan mengatakan, “Kami menyadari upaya Iran dan Rusia untuk membantu rakyat Irak.” Oleh karena itu, Iran dan semua sekutunya terlibat langsung dalam perang tentara salib terhadap Daulah Islam.
“Foreign Policy” melaporkan bahwa pada 12 November 2014 dalam sebuah artikel yang berjudul “Who Has Contributed What in the Coalition against the Islamic State?” disebutkan “Meskipun Iran bukan mitra koalisi yang diakui, dia dan Amerika Serikat berunding secara informal”. Kemudian diakhiri dengan “Joint Comprehensive Plan of Action” kesepakatan nuklir antara Barat yang dipimpin Amerika dan rezim Iran yang didukung oleh Rusia. Pada akhirnya, Amerika melayani kepentingan Kekaisaran Shafawi dengan serangan udaranya, intelijen, dan politik, dan Kekaisaran Shafawi juga bekerja sama dengan Amerika secara sama melawan Mujahidin. Hal ini dilakukan secara terselubung, secara tidak langsung, apalagi secara publik. “Si perantara” –bila diperlukan– adalah rezim boneka Shafawi di Irak.
David Petraeus (mantan komandan militer Amerika untuk Irak) mengomentari perang pemerintahan Obama, “Ini tidak boleh terjadi Amerika Serikat menjadi angkatan udara untuk milisi Syi‘ah atau perang antara Arab-Syi‘ah terhadap Sunni”. Tapi inilah apa yang terjadi , tapi sebenarnya ini adalah perang terhadap Islam, bukan terhadap bangsa Arab.
The Shafawi Empire
Bangkitnya kembali Kekaisaran Shafawi adalah tujuan akhir dari Rafidhah Iran. Kekaisaran Shafawi didirikan oleh seorang sufi tarekat bernama Shafawiyah. Pada awalnya dia dianggap berasal dari “Sunni” dan bermadzhab “Syafi’i”, namun kemudian menggabungkan di dalamnya banyak ajaran sesat yang ekstrim dari sufisme murtad. Aliran sesat ini kemudian diadopsi oleh Syi‘ah Imamiyah yang kemudian setelah didirikan dan segera menjadi gerakan politik dan militan dia mulai melakukan peperangan hingga pemimpinnya Ismail Ibnu Haidar ash-Shafawi berhasil mengambil alih Persia. Dia kemudian memaksakan faham Syi‘ah atas masyarakat Sunni hingga Persia menjadi negara yang didominasi oleh kaum Rafidah setelah sebelumnya didominasi oleh Sunni. Di antara kebijakannya adalah mengeksekusi ulama Sunni dan membantai penduduk Sunni yang bertahan. Dia adalah penguasa yang paling anti-Sunni yang berkuasa sejak jatuhnya negara Ubaidiyah Ismailiyah yang berbasis di Mesir.
Dinasti Shafawi berkuasa pada masa “1501-1736M”. Lebih dari dua ratus tahun kemudian, seorang Rafidhah Khomeini melakukan upaya para pendahulu kaum Shafawi dan memberikan kekuatan langsung dalam politik kepada para ulama Rafidhi melalui konsep yang telah dia sebarkan yang dikenal sebagai “Wilayat al-Faqih” dan melalui apa yang disebut “revolusi”. Kemudian secara mengejutkan para ulama Rafidhah ini berada dalam kontrol langsung terhadap Persia dan dalam beberapa tahun kemudian, mereka mengekspor agama syirik mereka ke Syam, Irak, Semenanjung Arab, Khurasan, India, Turki, Azerbaijan, Afrika, dan Asia Tenggara.
Kaum Rafidhah kemudian banyak mengambil alih di Yaman ketika berada di sisi boneka Amerika Ali Abdullah Shalih, setelah mendapatkan kekuasaan di Suriah dan Lebanon sebagai hasil dari Amerika yang menyerahkan Irak kepada mereka setelah “Operation Iraqi Freedom”. Tiba-tiba “Bulan sabit Syi‘ah” tumbuh dari bulan sabit menjadi gerhana matahari, yang benar-benar mengancam Islam di mana-mana. Mereka menyatukan Nushairiyah, Ismailiyah, dan Zaidiyah dibalik apa yang mereka sebut “Faqih” dalam perang melawan Sunnah. Rencana mereka adalah untuk terus berperang melawan Islam sampai munculnya “al-Mahdi” kaum Rafidhah, yang menurut mereka, akan berbicara dengan bahasa Ibrani, mengatur dengan Taurat, diikuti oleh orang-orang Yahudi, dan membunuh semua orang Arab – sifat-sifat yang tidak diragukan lagi lebih cocok sebagai Dajjal Yahudi bukan al-Mahdi kaum Muslimin(7).
Secara fakta, kaum murtad Rafidhah memang lebih solid, terorganisir, kuat, dan agresif dibanding sekutu-sekutu lain pasukan salib –yaitu para thaghut murtad dan Shahawat– sehingga mereka mendapatkan dukungan tentara salib, dengan demikian tentara salib mengandalkan mereka dan sekutu Rafidhah, Kurdi, lebih daripada kelompok lain dalam perang melawan Khilafah. Secara keseluruhan kaum Rafidhah lebih barbar dan bersatu daripada tentara salib itu sendiri, tetapi muwahhidin Khilafah telah mengasah pisau dan menyiapkan banyak bom mobil untuk menyembelih kawanan domba Rafidhah hingga Rafidhah terakhir mati di bawah bendera Dajjal.
Koalisi Shahawat
Nama Shahawat pertama kali disebutkan di Irak, namun sebenarnya telah ada sebagai sebuah fenomena yang jauh lebih awal kemunculannya sejak Afghanistan pasca komunis. Nama ini diambil dari kata Arab yang berarti “kebangkitan”. Asal muasal Shahawat Irak adalah geng-geng suku yang mulai mendukung tentara salib Amerika melawan mujahidin pada tahun 2005, sebelum pembentukan Daulah Islam. Kerjasama ini terus tumbuh hingga Abdul Sattar al-Risyawi membentuk Dewan “Shahawat Anbar”, salah satu Shahawat resmi Amerika yang pertama, mungkin maksudnya “kebangkitan” untuk menghadapi para mujahidin. Suku-suku ini mendukung Dewan Shahawat untuk melawan Daulah Islam bersama faksi-faksi Shahawat, yang kebanyakan dikendalikan oleh kesukuan. Kelompok-kelompok shahawat mungkin dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis: 1. Kelompok perlawanan nasionalis berorientasi Ikhwani, dan 2. kelompok “jihadi” berorientasi Sururi. (8)
Kelompok “Jihadi” (Jaisyul Islam di Irak, Jaisyul Mujahidin, dan “Komite Syar’i Jaisy Ansharus Sunnah,(9) dan lain-lain) membentuk “Front Jihad dan Reformasi”.
Faksi perlawanan (Brigade Revolusi 1920, Jaisy ar-Rasyidin, Jaisyul Muslimin fil ‘Iraq, dan lain-lain) membentuk “Front Jihad dan Perubahan”, yang kemudian diikuti pembentukan koalisi resistensi lain yang dikenal sebagai “Front Islam untuk perlawanan Irak”. Berbagai faksi perlawanan dan faksi “Jihad” dalam koalisi yang lebih kecil ini akhirnya bergabung ke dalam “Dewan Politik untuk Perlawanan Irak”, sedangkan beberapa kelompok yang lebih kecil yang tersisa menghadapi kepunahan.
Semua front dan dewan yang beragam ini secara tidak nampak dipengaruhi atau disusupi oleh “Hizbul Islam”, sayap Ikhwan di Iraq. Tidak lama setelah dibentuknya berbagai front dan dewan ini, “jihad” mereka dimulai dengan merilis statemen politik yang tidak memiliki realitas di lapangan. Mereka hanya aktif perang melawan Daulah Islam sedangkan mereka telah sepakat melakukan gencatan senjata dengan Amerika dan memutuskan bahwa apa yang mereka sebut “Khawarij” adalah musuh terbesar Islam!
“Ikhwanisasi jihad” itulah yang ada di balik pengkhianatan dan menyimpangnya Burhanuddin Rabbani, Ahmad Syah Massoud, dan Abdul Rasul Sayaf di Afghanistan, Abdullah Nuri di Tajikistan, Abdelhakim Belhadj, Abdel Wahab Qaid, Abdel Hakim al-Hasidi, dan Sami Musthafa as-Sa’idi di Libya, Sheikh Ahmed Syarif di Somalia, Mohamed Abu Samra, Kamal Habib, Nabil Nu’aim, Karam Zuhdi, Abbud al-Zumar, Tarek al- Zumar, Najih Ibrahim, Usamah Hafidh, ‘Asim ‘Abdil-Majid, ‘Isam Dirbalah, ‘AbdulAkhir al-Ghunaymi, dan Usamah Rusydi di Mesir, dan Hamas di Palestina. (10)
Ini adalah “Ikhwanisasi jihad” yang mendorong dibentuknya kongres “Fajar Libya” dan kelompok Ikhwani “Dewan Komando Revolusioner Suriah” yang bersekutu dengan Ikhwani “Koalisi Nasional Suriah” dan “Pemerintahan sementara”nya. Ini adalah “Ikhwanisasi jihad” yang telah menyebabkan pembentukan, penggabungan, dan pemecahan berbagai front dan ruang kerja di Syam dengan cara yang sangat mirip dengan apa yang ada di Irak, kecuali dalam beberapa aspek penting.
Faksi Shahawat Irak adalah faksi-faksi yang sebelumnya berperang melawan tentara salib Amerika, kemudian membuat normalisasi hubungan dengan tentara salib walau agak canggung.
Adapun faksi Shahawat di Syam, maka sejak awal perang di Syam, mereka telah meminta intervensi Amerika, Eropa, Arab, dan Turki atau setidaknya bantuan dan telah menarik lebih dekat berbagai pendukung dan sekutu mereka baik publik dan swasta, membuat perubahan mereka menjadi Shahawat adalah sesuatu yang alami dan sudah diperkirakan.
Dan sebagaimana Shahawat Irak, di Syam juga terdapat faksi-faksi perlawanan nasionalis (Jaisyul Mujahidin, Jabhah Syamiyah, Faylaq asy-Sham, dll) dan faksi “jihad” nasionalis (Ahrar asy-Syam, Jaisyul Islam, dan Jabhah Jaulani). Dan sebagaimana front dan dewan yang dibentuk di Irak yang mana anggota faksi-faksi ini berjanji untuk sepenuhnya melebur akan tetapi justru pecah dan tidak pernah benar-benar bersatu seperti yang mereka maksudkan, berbagai koalisi dan front di Syam seperti “Jabhah Islamiyah” dan “Jaisyul Fath” tetap bersikeras untuk menjadi faksi independen dan menolak untuk melebur menjadi entitas yang lebih besar dan tetap bertahan terhadap perpecahan.
Ini adalah penyakit hizbiyah dan cinta kepemimpinan yang terus menjangkiti mereka, di samping kesesatan ekstrim mereka. Dan juga karena hal yang terjadi ini dan perpecahan yang terus mendalam menyebabkan AS lebih memilih rezim Shafawi di Irak daripada proyek Shahawat, lalu mereka meninggalkan kaum murtad Shahawat dan lebih memilih hawa nafsu dan keinginan “Faqih” Shafawi Iran, yang telah menelikung dan mengkhianati mereka setelah bertahun-tahun Shahawat melayani kepentingan rezim Shafawi di Irak dan juga kepentingan tentara salib.
Dan Shahawat –baik itu di Syam, Iraq, Libya, Pakistan, Afghanistan, Yaman, atau di mana saja mereka– di samping pemimpin mereka melakukan perjalanan dari Yordania ke Arab Saudi, ke Kuwait, ke Qatar, ke Turki, ke Inggris, atau ke Amerika, mereka memiliki satu hal yang sama: mereka adalah Machiavellian. Bagi mereka, tujuan bisa menghalalkan segala cara, dan demi meraih sesuatu yang “baik” atau mengejar “kepentingan”, kemurtadan dan kemunafikan menjadi hal yang diperbolehkan. Mereka tidak mengambil pendapat berdasarkan dalil, bahkan mereka akan mengambil pendapat yang lemah dan aneh untuk mengejar jabatan, kekayaan, dan kehormatan, dan untuk membenarkan wala‘ mereka kepada orang-orang kafir dan Bara’ dari kaum Muslimin.
Ketika perbuatan mereka menjadi pertempuran yang nyata demi kepentingan tentara salib dan para thaghut terhadap Islam dan kaum muslimin, mereka lalu berusaha menggambarkan diri mereka sedang mencari bantuan dari orang-orang kafir untuk memerangi apa yang disebut “Khawarij”! Maka berbagai faksi “jihad” Shahawat –didorong oleh sikap Irja’ dan hizbiyah– murtad dan bersekutu dengan faksi nasionalis melawan musuh bersama “Khawarij” sambil membuat-buat udzur untuk menolerir kekufuran para sekutu nasionalis mereka, untuk menggambarkan bahwa mereka hanyalah kaum Muslimin yang fasiq yang sedang melawan musuh yang berbahaya, dan jika begitu maka setiap kekufuran yang dilakukan untuk “membela diri” maka diudzur!
Bisa jadi sebentar lagi, sikap hizbiyah mereka akan mendapatkan yang lebih baik dari mereka, dan mereka akan mulai saling mengacungkan senjata satu sama lain demi mengejar dominasi politik pada wilayah yang telah “dibebaskan” oleh mereka.
Sebuah Peluang Beramal Shalih
Adapun bagi kaum muslimin yang tidak mampu melakukan hijrah dari Darul Kufur menuju Khilafah, maka ada banyak kesempatan baginya untuk menyerang orang-orang kafir yang memusuhi Daulah Islam. Ada lebih dari tujuh puluh negara salibis, rezim Thaghut, tentara murtad, milisi rafidhah, dan faksi Shahawat yang bisa dipilih olehnya. Kepentingan mereka berada di seluruh dunia. Dia tidak perlu ragu untuk menyerang mereka di mana saja dia mampu. Tidak lebih dari membunuh warga Salibis di belahan bumi mana saja. Apa, sebagai misal, yang menghalangi dirinya untuk menyerang komunitas Rafidhah di Dearborn (Michigan), Los Angeles, dan New York City? Atau menyerang misi diplomatik Panama(11) di Jakarta, Doha, dan Dubai? Atau menyerang misi diplomatik Jepang di Bosnia, Malaysia, dan Indonesia? Atau menyerang diplomat Saudi di Tirana (Albania), Sarajevo (Bosnia), dan Pristina (Kosovo)? Atau mengeksekusi sponsor utama Shahawat di Qatar, Kuwait, dan Arab Saudi? Apa yang menghalanginya untuk menyerang sekutu PKK dan Peshmerga di Eropa dan Amerika termasuk “Asosiasi Konfederasi Kurdi di Eropa” (KON-KURD – yang berbasis di Brussels) dan “Persatuan Pengusaha Kurdi International” (KAR-SAZ – berbasis di Rotterdam), keduanya dikenal buruk karena dukungan keuangan mereka kepada PKK?
Jika seseorang tertahan untuk bisa melakukan hijrah karena berbagai alasan, namun tidak ada alasan baginya untuk tidak melakukan jihad terhadap para musuh Islam yang terdekat dengannya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu, dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas darimu, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang yang bertaqwa.” (At-Taubah: 123)
Kesimpulan
Kesabaran dan keteguhan kaum muslimin dalam Perang Ahzab, menjadikan mereka sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan, dan ditambah dengan berbagai kemenangan militer mereka, para musuh mau tidak mau harus mengakui kekalahan dan mengakui gencatan senjata, sebagaimana yang terjadi di Hudaibiyah, pelanggaran yang dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy kelak berujung dengan ditaklukannya kota Makkah.
Para pengklaim jihad berusaha untuk mengubah urutan peristiwa dalam Sirah. Peristiwa Hudaibiyah mereka putar, kemudian memasukkannya ke dalam –apa yang disebut– “fiqh” yang melalui hal itu mereka mempermudah kewajiban jihad dan al-wala’ wal bara’. Mereka lupa bahwa perjanjian Hudaibiyah terjadi setelah hijrah, pembentukan negara kenabian, dan kemenangan di perang Badar. Dia datang setelah kesabaran dan keteguhan diperlihatkan di medan Uhud dan Ahzab. Dia datang di saat pasukan kaum Muslimin kuat, tidak lagi merasa terancam akan musnah di tangan kaum Quraisy. Dia datang pada saat kaum Quraisy takut terhadap umat Islam sebagai musuh yang tangguh.
Shahawat, di sisi lain, berlomba menuju tentara salib … dan bahkan menuju kemurtadan! Shahawat kemudian masuk di bawah sayap mereka, mematuhi perintah mereka dengan imbalan bantuan dan dukungan, dan berperang melawan Daulah Islam sementara mereka sendiri menolak pelaksanaan syari’at, semua ini sambil mengklaim bahwa ini adalah “fiqh” dari perjanjian Hudaibiyah. Padahal fiqh Hudaibiyah adalah kesabaran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para shahabat di semua pertempuran sebelum perjanjian Hudaibiyah. Itu semua adalah kebenaran dari janji Rabb mereka dalam peristiwa al-Ahzab. Itu semua adalah karena jihad terus menerus mereka dan al-wala’ wal bara’ yang tidak pernah berhenti. Itu semua karena pencapaian tamkin sehingga penandatanganan mereka terhadap gencatan senjata berasal dari posisi kekuasaan bukan kelemahan, sehingga pada akhirnya semua manfaatnya kembali bagi mashlahat persatuan kaum muslimin.
Akhirnya, itu semua bukanlah karena kemurtadan dan penyimpangan dari orang-orang yang lemah hati dan kaum munafik yang akan mengarah pada gencatan senjata dengan bangsa Romawi sebelum hari kiamat, melainkan itu semua akan diraih melalui kesabaran dan keteguhan dari para mujahidin dalam perjalanan mereka untuk meraih tamkin dan ekspansi yang lebih besar dalam menghadapi perang salib internasional melawan Islam.
Ya Allah, Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas jalan-Mu hingga orang terakhir kami berperang di bawah bendera Al-Masih alaihissalam melawan Dajjal.
Catatan kaki :
1. Allah Ta’ala menjelaskan peristiwa peperangan ini dalam surat Al -Ahzab ayat 9-27 agar kaum muslimin dapat merenunginya.
2. Catatan: Berbagai nama sandi operasi mereka ini adalah sandi yang diberikan oleh Amerika, sedangkan negara salibis lain biasanya memberi nama versi mereka sendiri dalam kampanye mereka.
3. Daftar nama ini telah dirilis oleh Departemen Negara AS dan diproduksi ulang oleh sejumlah media Amerika. Ini tanpa menyebutkan Iran, Rusia, dan Suriah, yang semuanya anggota penting dalam koalisi melawan Daulah Islam.
4. Ada lebih dari tiga belas ribu pasukan milik tentara salib dan rezim murtad yang terus menduduki Afghanistan untuk membela rezim murtad Afghanistan. Armenia, Azerbeijan, Mongolia, serta banyak negara lain yang disebutkan dalam daftar “Operation Inherent Resolve, termasuk Turki” semuanya anggota kampanye perang Salibis NATO yang dikenal dengan sandi operasi “Operation Resolute Support”. Begitu juga Pakistan, dia sekutu paling dekat dengan Amerika dalam perang melawan Daulah Islam Wilayah Khurasan.
5. Ini hanyalah sebagian daftar. Jika kita tambah dengan negara-negara yang juga terlibat secara terselubung, diam-diam, atau secara pasif dalam perang melawan Daulah Islam, maka ini berarti mencakup seluruh negara di dunia, terutama jika kita mengingat tidak ada satu pun negara kafir asli yang memiliki perjanjian dengan Daulah Islam.
6. Kerjasama ini telah didokumentasikan oleh Amerika, Inggris, dan media Iran. Juga terdapat laporan pada catatan Hillary Mann, James Dobbins, Karl Inderfurth –tiga mantan diplomat Amerika yang terlibat dalam makar ini– serta Jack Straw (mantan Menlu Inggris), Mohsen Aminzadeh (mantan wakil menteri luar negeri Iran), dan Mohammad Khatami (mantan presiden Iran), semua menjelaskan pembenaran, sejarah, dan rincian dari pertemuan mereka.
7. Lihat halaman “Al-Mahdi Rafidhah: Dajjal” pada Majalah Dabiq edisi ini.
8. Pada saat itu, “Sururiyah” adalah gerakan “Salafi” pro-Saudi yang telah meninggalkan sejarah oposisi Thaghut Saudi. Pemimpin mereka mengizinkan untuk ambil bagian dalam kemurtadan pemilu demokratis dan referendum. Di Semenanjung Arab, gerakan mereka disebut dengan gerakan “Shahawat”, namun tidak berhubungan dengan Shahawat Irak. Dua pemimpin yang paling terkenal adalah Salman al-‘Audah dan Safar al-Hawali. Nama “Sururi” sendiri berasal dari nama “Muhammad Surur,” sebagaimana Salman dan Safar menjadi pendukung pro-Saudi setelah sebelumnya mereka melawan thaghut Saudi. Secara umum, dapat dikatakan bahwa Sururiyah gerakan “Salafiyah” rasa Ikhwani. Semoga Allah menghinakan “ulama” jahat ini dan majikan mereka Thaghut saudi.
9. Ini adalah kelompok yang bersikeras bergabung dengan Shahawat Irak setelah memisahkan diri dari Anshar al-Islam.
10. Lihat “Dari Lembaran Sejarah” pada majalah Dabiq edisi ini.
11. Apa yang diharapkan dari negara menyedihkan Panama bagi warganya kecuali tidak lebih dari sekedar teror, ketika secara sombong masuk ke dalam koalisi pimpinan Amerika menyerang Daulah Islam?
DABIQ 11 – PERBINCANGAN MUSUH
DAULAH ISLAM DALAM PERBINCANGAN MUSUH
Pada tanggal 8 Agustus 2015, Michael Scheuer (mantan Kepala CIA “Bin Laden Issue Station”) merilis sebuah artikel berjudul “Islamic State menang, Amerika harus segera menggunakan salah satu pilihan yang tersisa”. Di dalamnya, ia membahas tentara salib Amerika, menyeru mereka untuk mengakhiri perang tanpa harapan mereka terhadap Islam dan Khilafahnya. Dia membawa perhatian mereka kepada realitas bahwa Islamic State menang dan akan terus meluas apapun usaha negara yang makin melemah Amerika. Berikut ini adalah artikelnya :
Islamic State Menang, Amerika Harus Segera Menggunakan Salah Satu Pilihan yang Tersisa
Oleh : Michael Scheuer
Ada tiga hal dari pemerintah nasional AS yang memaksakan diri dan benar-benar cacat parah dalam menangani ancaman Islam adalah :
(a) melihat dengan cermat terhadap masalah melalui cara negara demi negara: yaitu, apa yang kita lakukan di Irak? Apa yang kita lakukan di Afghanistan? Apa yang kita lakukan di Libya? Dll.
(b) selalu—tetapi sudah lama terbantahkan bahwa dalam perang dengan Islam, Barat memiliki waktu (pada) sisinya. Dan,
(c) kecanduan pada hal yang tidak bijaksana, tidak perlu, dan intervensi membangkrutkan yang merupakan motivator utama dari gerakan Islam internasional, fenomena yang diayahi dan masih dipelihara oleh Barat yang kemudian disebut “sekutu dan teman-teman”, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dll.
Dengan membentuk dan melaksanakan kebijakan intervensionis kepada setiap negara bangsa di mana ancaman Islam teridentifikasi sehingga perlu ditangani, Washington dan sekutunya, NATO, kehilangan point bahwa musuh utama Islamis mereka –Islamic State (IS) dan al-Qaeda,(1) dan terutama mantan anggotanya– berpikir dengan cara regional lalu kemudian merancang dan melaksanakan kebijakan yang bertujuan untuk membangun basis yang dari sana mereka dapat melakukan perluasan di jalan yang memiliki tujuan akhir untuk mengusir Barat dari dunia Muslim dan menciptakan kesatuan dan negara bagi seluruh dunia Islam atau Khilafah. Apakah negara seperti itu dapat diciptakan atau tidak itu adalah pertanyaan terbuka, tapi untuk saat ini subject ini menjadi ditinggalkan kepada para akademisi untuk perdebatan tanpa henti, teoritis, dan tidak meyakinkan, sehingga meninggalkan hal yang waras untuk mencoba mempertahankan Amerika Serikat.
Yang penting, pada saat ini, terletak pada ketidakmampuan dan ketidakcakapan para pembuat kebijakan AS dan NATO untuk melihat apa yang disusun oleh Daulah Islam (IS) dari perencanaan regional, atau bagaimana perencanaan yang tidak hanya imun tapi terus didorong oleh intervensi Barat di setiap Negara Muslim yang tak kenal kasihan, terus menerus dan tidak menyenangkan mereka – Kecuali, tentu saja, para tirani Muslim peliharaan Barat, yang dilindungi dan disuapi olehnya.
(NB: Ini tidak berarti menjadi alasan bahwa intervensi Pasukan AS-NATO terhadap bangsa multi-Muslim diperlukan. Pertama, bahwa induk dari semua intervensi Barat akan menjadi sekutu tunggal paling kuat bagi tujuan IS menyatukan dunia Sunni. Kedua, militer AS telah haus setelah dua dekade mengalami kalah perang: yang dikebiri oleh hitung-hitungan Obama –untuk menghancurkan– pemotongan anggaran, pengurangan tenaga kerja, dan effeminisasi: dan militer NATO –melindungi Turki– adalah Kecil, kuno, kekurangan dana, dan tidak bisa menghentikan panzer Putin berputar di Champs Elysees tanpa menggunakan senjata nuklir. Satu-satunya pertahanan efektif AS-NATO terhadap Islamis adalah dengan menghentikan semua intervensi, dan membiarkan Sunni, Syi‘ah, dan Israel membereskan perbedaan mereka masing-masing dengan cara membunuh bagaimana saja yang menyenangkan mereka)
Saat ini, para pemimpin IS tampaknya memiliki tiga tempat pijakan regional yang kuat di mana mereka berniat untuk melakukan ekspansi, dan tentu salah satunya sebagai sasaran ekonomi strategis, keempat choke-point maritim, jika ditutup atau bahkan diserang secara sporadis, maka akan mengganggu pasokan minyak dunia dan tentu kemudian ekonominya.
1) Balkan
IS telah menancapkan dirinya dengan sangat kuat ke dalam komunitas Islam Bosnia, Kosovo, dan Albania, dan memiliki kehadiran di setiap negara-negara Balkan lainnya. Dalam upaya ini , IS telah memanfaatkan apa yang sekarang adalah masa-masa kampanye yang panjang, dimulai dari kematian Uni Soviet, di mana Arab Saudi, mitra Teluknya, dan sejumlah NGO(2) mereka telah merubah sejumlah besar penduduk Muslim Balkan dari seorang yang beriman pada umumnya menjadi Muslim yang dididik war-prone (mudah perang) dengan doktrin Salafi dan Wahhabi.
Usaha yang dipimpin Saudi(3) belum membuat Balkan menjadi benteng doktrin mereka, tetapi telah membuat peningkatan jumlah Muslim Balkan yang menjadi Salafi dan Wahhabi. Orang-orang yang telah berubah ini telah menantang –dan dalam beberapa kasus– berhasil menggusur para pemimpin Islam yang lebih moderat, membangun organisasi Islam yang telah menyerang secara sporadis individu, pasukan keamanan, dan bangunan, dan telah mengirimkan aliran relawan –dengan bantuan unit logistik IS di Turki, Yunani, Spanyol, dan Italia– untuk berperang bersama pasukan IS di Suriah dan Irak. Sebagaimana Kehadiran IS di Balkan yang terus tumbuh, dengan melirik peta maka akan terlihat bahwa relatif mudah bagi IS untuk mendapatkan akses yang aman menuju negara-negara Uni Eropa dan melalui negara Eropa Timur ke Rusia.
2) Libya
IS menghadapi perlawanan lokal yang kuat untuk kehadirannya di Libya, tetapi dia merupakan organisasi yang dapat melakukan lebih dari satu hal pada satu waktu. Di saat pejuangnya mempertahankan dan secara perlahan-lahan memperluas wilayah yang dikuasai IS, para pemimpin IS dan administrator lainnya terlibat dalam menciptakan ketertiban dan memperbaiki layanan sosial dan sarana publik di daerah yang mereka pegang, sebuah pola yang sebelumnya juga terlihat di Suriah dan Irak.
IS juga, di samping mulai mengeksploitasi posisi geografis barunya –melalui serangan sukses di Tunisia, dan dukungan kepada organisasi IS di semenanjung Mesir Sinai– juga mempersiapkan ekspansi lebih lanjut dari Libya ke Aljazair, Maroko, Mauritania, dan Sudan. Libya juga memberikan kepada IS akses perbatasan ke Niger dan Chad, yang keduanya akan memfasilitasi kontak langsung dengan sekutu peluasan IS di Nigeria: Boko Haram.
Selain itu, Niger memberikan jalan masuk yang mudah ke Mali di mana Organisasi Islam yang putus asa bisa saja tertarik untuk bekerja sama dengan IS sehingga dapat memperoleh keuntungan dari militer mereka yang sudah dikenal, reputasi untuk sukses, cukup kaya, dan kembalinya para veteran Mujahidin Mali yang telah bertempur bersama IS di Suriah, Irak, dan Libya.
3) Afghanistan
Kehadiran IS di Afghanistan baru berusia satu tahun tapi pejuang mereka dilaporkan telah dikerahkan pada lebih dari setengah dari 34 provinsi di negara tersebut, di dekat ibukota Kabul, di wilayah suku Pakistan, Provinsi Baluchistan, dan kota Karachi. IS jauh dari mendominasi negara, tetapi sedikit aliran dari para pembelot Thaliban Afghanistan dan Pakistan telah menjadi sumber yang kuat sejak kematian pemimpin Thaliban Mullah Omar –yang telah lama disembunyikan– diumumkan pada tanggal 30 Juli 2015 dan pemimpin baru dengan cepat dipilih oleh sejumlah kecil pemimpin Thaliban yang telah ikut membantu menyembunyikan fakta bahwa Omar telah meninggal sejak April 2013.
Strategi IS melihat Afghanistan sebagai kunci untuk perluasan dan penyempurna Khilafah IS, sebagai pemberi aliran pendapatan yang potensial dari negara penghasil heroin(4) dan kekayaan mineral, akses yang mudah menuju Pakistan, menuju India dan Kashmir, serta ke negara-negara Muslim di Asia Tengah, Populasi Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang China, dan basis yang berpotensi untuk menyerang Iran, dan pasti membunuh Syi‘ah, sehingga memaksa Teheran untuk berperang di dua front melawan pasukan IS dan sekutu mereka.
4) Maritim choke-point
Di sinilah proyek strategis paling ambisius, IS saat ini memiliki peluang awal untuk membangun kehadirannya di empat maritim choke-point dunia yang paling penting. Pintu masuk ke Selat Bab el Mandab di ujung selatan Laut Merah terletak di antara IS dan kelompok-kelompok pejuang Islam lainnya yang ingin mengontrol Yaman dan bajak laut –Islamis dan kaya– di Tanduk Afrika; Terusan Suez rentan terhadap cabang IS yang sekarang beroperasi hampir tak tersentuh hukum (impunitas) di semenanjung Sinai Mesir; Selat Malaka, yang membentang sepanjang tepian Provinsi Aceh yang didominasi oleh Islam di Indonesia; pemerintah Jakarta mengklaim adanya kehadiran IS dan berkembang dengan cepat di daerah itu; dan Selat Gibraltar, yang telah lama menjadi target Al-Qaeda dan sekarang dikepung di sebelah selatan oleh kekuatan IS yang terus tumbuh dan mencapai Maroko; dan di sebelah utara dengan lebih dari cukup IS hadir di selatan Eropa dan bala bantuannya datang dari para pejuang IS yang beragam berasal dari massa imigran ilegal yang memasuki Eropa melalui laut dari Afrika Utara.
Ringkasan di atas menjelaskan akan harga yang pasti dari setengah abad intervensi AS dalam budaya, politik, ekonomi, dan militer, baik secara sepihak atau dengan pengikut NATO -nya. Dan ringkasan ini tidak termasuk pijakan IS yang masih dalam pengembangan di Kaukasus Utara dan Yaman, yang dalam waktu sama memungkinkan bagi IS untuk melakukan ekspansi ke Rusia dan ke Arab Saudi dan Negara-negara Sunni Teluk lainnya.
Dalam menghadapi ekspansi penting IS secara geografis dan pasukan, pemimpin AS di kedua belah pihak telah mempertahankan sebuah pendekatan yang berdasarkan hukum dan ketertiban dengan mujahidin dan telah meremehkan –bila tidak disebut mengabaikan– kemampuan IS, motivasi dan niat mereka, dan perang agama yang mereka kobarkan. Mereka juga telah menghabiskan setahun terakhir ini dengan membuang-buang waktu mengeluh tentang pemenggalan yang dilakukan IS, tentang senjata nuklir Iran yang tidak bisa dicegah untuk diraih(5), dan memicu perang di Eropa karena membantu pemerintah Ukraina yang tidak dapat mempertahankan diri dan sanksi sia-sia rezim Rusia yang tidak akan dapat mengembalikan Crimea dan sehingga kita tahu bahwa istilah “macan kertas” tidak pernah lebih pantas untuk diberikan selain kepada Amerika Serikat dan NATO.
Ketika saatnya tiba –dan itu pasti akan tiba– bagi para pemimpin AS untuk melihat di dalam lemari dan menemukan alat yang bisa mengakhiri ancaman IS, mereka akan menemukannya dalam keadaan kosong. Dengan dua kekalahan perang yang disengaja, sebuah militer yang rusak, sebuah elit pemerintahan dan presiden yang tidak terikat dengan realitas, anggaran yang bangkrut, sistem politik yang rusak oleh warga AS yang menjadi agen-agen dari kekuatan asing, sekutu tidak berguna Eropa berikutnya, sebuah dunia Barat yang lebih menyukai kematiannya sendiri daripada menyembelih musuhnya, dan musuh Islamis yang jauh lebih pintar dan lebih berbakat, kemudian ini diberikan sebagai kredit kepada elit pemerintahan AS yang hanya akan memiliki satu pilihan. Berubah dari lemari kosong, jiwa-jiwa miskin ini akan tahu apa fikiran orang-orang Amerika yang bersih dari pendidikan Ivy League yang telah dikenal selama ini. Yaitu, bahwa sekaranglah saatnya untuk menempatkan Amerika seperti dahulu dan mengembalikan warisan kebijakan luar negeri Jenderal Washington dengan segera menyatakan berakhirnya intervensi AS, penghentian dukungan untuk semua negara dan kelompok di Timur Tengah, penarikan AS dari NATO, dan mengembalikan Kebijakan keamanan nasional Amerika yang paling efektif – netralitas yang ketat(6). Dan saat melakukan hal ini, kita semua bisa berharap –mungkin dengan optimisme yang salah tempat,– semoga itu tidak terlambat.
Catatan kaki :
1. Catatan Editor: Al-Qa’idah telah menjadi perisai Media dan dalam beberapa kasus menjadi senjata militer dari Shahawat yang didukung Thaghut di Syam, Libya, Yaman, dan Khurasan. Setelah Zhawahiri memerintahkan al-Qa’idah di Aljazair untuk menghentikan semua serangan melawan rezim murtad terutama pasca-revolusi Dunia Arab, dia memerintahkan al-Qa’idah di Suriah untuk meyakinkan Barat bahwa Amerika dan Eropa tidak akan menjadi sasaran mereka, dan dirinya berbai‘at kepada Akhtar Mansur, yang mendukung rekonsiliasi nasional dengan Rezim Murtad Afghan dan normalisasi dengan seluruh tentara salib, musyrik, atheis, dan dunia murtad, sehingga tentara salib Amerika dapat yakin, perang utama al-Qa’idah sekarang adalah terhadap Daulah Islam (IS).
2. Catatan Editor: Para thaghut Alu Salul dan sekutu mereka bekerja sama untuk menggambarkan diri mereka sebagai penjaga Islam dan kaum Muslimin, ketika dalam kenyataannya mereka menyebarkan penyimpangan, perbuatan keji, dan bahkan sodomi melalui “Rotana Group” mereka dan hiburan mereka yang lain dan religius outlet, terlebih secara fakta mereka memerintah dengan hukum buatan manusia baik internasional dan domestik serta mendukung orang-orang Yahudi dan Kristen memerangi Islam dan kaum Muslimin. Dukungan lemah dan munafik mereka terhadap “dakwah” –dalam banyak kasus– seolah menjadi bumerang bagi mereka dan menyebabkan orang mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah, mengadopsi tauhid dan syari’at, dan menyatakan takfir dan jihad melawan Pasukan dan agen dari Alu Salul.
3. Lihat footnote sebelumnya.
4. Catatan Editor: Kepemimpinan Daulah Islam di Wilayah Khurasan telah menjadi musibah paling parah bagi para petani opium Pakistan dan Afghanistan –perkebunan dan tanaman opium dibakar– karena produksi opium adalah termasuk amal perbuatan yang paling buruk, bahkan dia termasuk sumber pendapat yang baling buruk. Thaliban pimpinan Akhtar, bagaimanapun, menganggap orang-orang yang membakar tanaman opium sebagai “Khawarij” yang telah menghancurkan “kekayaan” kaum Muslimin dan menghancurkan pendapatan “zakat”!
5. Catatan Editor: Kaum murtad Rafidhah Iran harus berterima kasih kepada tentara salib Amerika karena telah memberikan kepada mereka kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memfasilitasi pengembangan program nuklir mereka menjadi senjata nuklir untuk digunakan melawan Ahlus Sunnah, apalagi fakta bahwa jet salibis –dalam rangka membela Iran dan milisi Rafidhahnya– menyerang Mujahidin di Irak dan Syam.
6. Catatan Editor: Bagaimana pun, satu-satunya solusi lengkap untuk perang Amerika terhadap Islam adalah dengan Amerika menerima Islam atau dengan membayar jizyah. Jika tidak, maka bisa dengan mengakui kekalahan dan menerima solusi parsial dengan mematuhi gencatan senjata sementara dengan ketentuan yang sesuai dengan syari’at.
DABIQ 11 – WAWANCARA
WAWANCARA BERSAMA SYAIKH ABUL MUGHIRAH AL-QAHTHANI,
WALI WILAYAH LIBYA
Pada bulan ini, Dabiq mendapatkan kesempatan untuk melayangkan beberapa pertanyaan kepada amir yang diutus oleh Khilafah untuk Wilayah Libya – Abul Mughirah al-Qahthani (hafizhahullah). Kami menyajikan dalam tanya jawab berikut ini.
Dabiq: Bagaimana situasi pertempuran di Daulah Islam Wilayah Libya?
Abul Mughirah: Situasi pertempuran di Wilayah Libya adalah salah satu pertempuran terhadap kaum musyrikin secara kaaffah (total) sebagaimana mereka memerangi kami secara kaaffah. Situasi militer di Libya berbeda dari satu daerah ke daerah lain, tergantung pada jumlah tentara Khilafah dan jenis musuh, di tambah komposisi sosial dan geografi yang beragam di berbagai daerah. Hal ini juga tergantung pada konflik dan koalisi yang terbentuk di barisan kaum murtad itu sendiri. “Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka terpecah belah.” (Al-Hasyr: 14). Tapi kami meyakinkan kembali kepada umat Islam di timur dan di barat bumi bahwa Libya tidak akan diatur kecuali dengan syari’at Allah dan bahwa Daulah Islam dengan rahmat Allah akan membuka jalan dengan cepat menuju tamkin dan ekspansi. Daulah Islam memiliki operasi militer dan keamanan di Tharablus, Misratah, Tubruq, al-Baida’, Sabratah, dan Ajdabiya. Daulah Islam berhasil mendapatkan sebagian kontrol atas lingkungan di Darnah dan Benghazi sebagai tambahan dari otoritas penuh atas wilayah pesisir yang membentang dari Buqarin ke Binjawad, yang mencakup sejumlah kota dan daerah, yang paling penting adalah Sirte, al-‘Amirah, Harawah, Umm Qindil, dan an-Naufaliyah.
Dabiq: Bagaimana situasi kelompok murtad “Fajar Libya”?
Abul Mughirah: “Fajar Libya” adalah sayap resmi militer milik “General National Congress” pemerintahan demokratis (dengan balutan “Islam”) yang diwakili oleh “Ikhwanul Muslimin” dan “Jama‘ah Islamiyah Muqatilah” yang dipimpin oleh Abdelhakim Belhadj. Pasukan murtad ini berperang melawan agama Allah dengan meninggalkan hukum syari’at dan menggantinya dengan hukum buatan manusia selain juga berperang melawan orang-orang ahlut-tauhid, menyeret mereka ke penjara, dan menyerahkan mereka ke tentara salib. Karena perang mereka melawan agama Allah dan para wali-Nya, Daulah Islam bangkit untuk mengusir serangan mereka terhadap kaum Muslimin dan untuk menegakkan syari’at, menyebarkan keadilan, dan melindungi tahanan dari bahaya. Mereka akan terus menjadi sasaran pedang kami, yang kami tidak akan menahan diri sampai mereka bertobat dari kekufuran mereka dan wala mereka kepada musuh-musuh Allah dari kalangan tentara salib dan sekularis.
Dabiq: Bagaimana situasi dengan Thaghut Haftar?
Abul Mughirah: Kami memiliki sejumlah front melawan Thaghut Haftar, yang merupakan kepala tentara Libya di bawah pemerintahan Tubruq di Libya Timur. Daulah Islam memerangi tentara murtad Libya di sejumlah lokasi di dekat kota Benghazi, yang terpenting adalah kota as-Sabiri dan al-Laitsi. Daulah Islam juga Prajurit Khilafah mengambil alih kendali di wilayah pantai timur kota Darnah memiliki beberapa front melawan mereka dekat Darnah, yang paling penting adalah kota Martubah dan Nawwar. Daulah Islam juga menargetkan lokasi mereka di kota Ajdabiya. Pasukan sekuler Haftar adalah target tentara Khilafah di mana saja para pasukan ini mungkin beristirahat. Kami tidak akan kendur dalam memerangi mereka sampai tidak ada lagi fitnah dan agama hanya milik Allah semata.
Dabiq: Bagaimana situasi dengan kaum Murtad dari “Majlis Syura Darnah”? Dan bagaimana itu semua dimulai? Dan bagaimana sejarah mereka dari sisi Islam atau kufur?
Abul Mughirah: Dewan ini terdiri dari dua elemen utama: “Brigade Martir Abu Salim” dan “Jama’ah Muqatilah Libya”, adapun “Jama’ah Muqatilah Libya” maka kekufuran mereka jelas karena ikut serta dalam pemerintahan Tharablus dan proses demokrasi di bawah kepemimpinan Abdelhakim Belhadj. Adapun “Brigade Martir Abu Salim”, maka itu adalah brigade yang dulunya Salafi. Sebagian besar tentara Daulah Islam di Darnah berasal dari pendiri brigade itu. Mereka meninggalkan brigade ini setelah jatuh ke dalam sejumlah pembatal keislaman, yang paling terkenal adalah operasi mereka sebagai bagian dari Kementerian Dalam Negeri yang dikenal sebagai “Komite Keamanan”. Selain itu mereka juga memberikan pelayanan keamanan kepada Thaghut Musthafa Abdul Jalil, Ketua Dewan Transisi Nasional, ketika ia mengunjungi Darnah dan mengajak kepada demokrasi. Sejak itu, orang-orang yang memiliki manhaj yang lurus mulai meninggalkan brigade. Mereka bahkan membunuh pemimpin brigade itu yang memimpin kepada kekufuran yang dalam. Semua ini sebelum ekspansi resmi Daulah Islam ke Libya. Setelah Allah memberkahi dengan ekspansi Daulah ke Libya dan sebagian besar kelompok di Darnah melakukan bai’at kepadanya, Brigade Abu Salim meminta lawan-lawannya dari kelompok lain untuk merujuk kepada pengadilan Daulah Islam untuk sebuah resolusi. Setelah mempelajari kondisi Brigade dan apa yang mereka telah jatuh ke dalamnya, pengadilan Daulah Islam memutuskan bahwa brigade ini telah murtad dan mengajak para individunya agar bertaubat. Sejumlah anggota dan pemimpinnya bertaubat sedangkan sisanya berkumpul bersama-sama dengan “Jama’ah Muqatilah Libya” untuk membentuk apa yang mereka sebut “Majlis Syura Darnah.”
Dabiq: Bagaimana situasi dengan Anshar asy-Syari’ah?
Abul Mughirah: Banyak pemimpin dan tentara Anshar Asy-Syari’ah termasuk kelompok pertama yang memberikan bai’at kepada Daulah Islam di Libya. Kelompok ini terus memiliki orang-orang yang ingin menerapkan syari’at meskipun kelompok ini telah melalaikan kewajiban yang terlupakan di zaman ini dan untuk mengutamakan persatuan daripada perpecahan, yang paling jelas terlihat dalam hal ini adalah kurangnya bai’at mereka kepada Khalifah dan bergabungnya mereka dengan gerakan “revolusioner” yang memiliki hubungan dengan rezim murtad Tharablus di beberapa daerah serta penerimaan bantuan mencurigakan dari tangan-tangan kotor di daerah lain. Ia juga memiliki sikap yang bertentangan dari daerah satu ke daerah lainnya karena orientasi yang berbeda para pemimpin dan keberpihakan tentaranya. Beberapa sikap kontradiktif juga disebabkan karena kedekatan beberapa pemimpin mereka dengan orang-orang “al-Qa’idah di Maghrib Islam” yang ada di Libya.
Dabiq: Bagaimana situasi di wilayah Libya sehubungan dengan administrasi pemerintahan?
Abul Mughirah: Di Libya, Daulah Islam masih berusia cukup muda untuk menjalankan misinya di mana kehadirannya di sana belum genap satu tahun. Daulah Islam, misalnya, mampu memerintahkan para prajurit Khilafah untuk mengambil kendali pantai timur kota Darnah dengan syari’at meskipun terdapat rintangan dan tantangan dari partai-partai menyimpang dan juga faksi-faksi yang terpecah-pecah yang enggan untuk memberikan bai’at kepada Khilafah. Hasil dari menegakkan hukum syari’at baik kepada orang yang kuat maupun orang yang lemah dan membuka pertaubatan kepada orang-orang murtad bersama dengan kehadiran berbagai faksi sesat dan yang terpecah-pecah di wilayah tersebut menyebabkan Daulah Islam diperangi oleh partai-partai ini secara total dan mengumumkan perang mereka terhadapnya. Di kota-kota dan daerah yang dikontrolnya, Daulah Islam telah meletakkan pondasi yang tepat. Ia tahu bahwa pembentukan agama dan pelaksanaan Syari’ah tidak akan dapat dicapai dengan kehadiran kelompok menyimpang dan terpecah-pecah, organisasi, dan partai di dalam wilayahnya. “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya” (Asy-Syura: 13). Sehingga dia bekerja untuk membersihkan wilayah dari ancaman ini sembari tetap melaksanakan syari’at.
Dabiq: Bagaimanakah kisah tentang apa yang terjadi di Darnah?
Abul Mughirah: Pengkhianatan Shahawat di Darnah adalah karena perbedaan agama, perselisihan manhaj, dan arogansi beberapa pemimpin “revolusioner” yang terdapat di Darnah. Daulah Islam telah membuat mereka sakit hati dengan manhajnya yang murni dan jalan yang jelas. Dia mampu meraih dalam satu bulan apa yang mereka tidak mampu raih dalam tiga tahun yang telah lalu. Secara terbuka dia menyatakan kufur kepada orang-orang murtad dan mengajak mereka untuk bertaubat, termasuk Brigade Abu Salim. Kata-kata kebenaran dan melantangkannya telah membuat mereka marah. Juga menghapus kejahatan, memerintahkan kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah kemungkaran (nahi munkar). Maka mereka pun memulai langkah kotor mereka dan membuat makar pengkhianatan. Mereka berkoordinasi dengan kelompok murtad “Jama‘ah Muqatilah Libya” untuk membuat formasi yang mereka namakan “Majlis Syura Darnah”. Mereka juga secara diam-diam mengambil lokasi penting di dalam kota sebagai persiapan untuk menyerang Daulah Islam. Mereka berusaha untuk membuat-buat masalah sehingga bisa menjadi alasan untuk menyerang Daulah Islam. Awal pengkhianatan mereka adalah ketika mereka menyerang dua pos pemeriksaan dekat pintu masuk ke kota sebelah barat dan timur. Mereka mengepung bangunan pengadilan Islam, hanya karena alasan-alasan yang remeh. “Dan bahwa Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” (Yusuf: 52). Daulah Islam kemudian menarik diri dari pusat kota Darnah di awal pertempuran dan membuat pintu masuk sebelah timur kota (wilayah al-Fata’ih) sebagai tempat peluncuran operasi terhadap Shahawat ini. Setelah itu, “Majlis Syura Darnah” mengumumkan peluncuran “Pertempuran Nahrawan” untuk mengambil daerah al-Fata’ih dengan bantuan pasukan yang disebut “Syuhada’ al-Jabal”, milik tentara Haftar Libya. Daulah Islam terus maju menuju pusat kota Darnah. Dalam beberapa hari terakhir, dia berhasil merebut kembali wilayah di sisi pantai timur Darnah. Segala puji bagi Allah. Dan pertempuran itu masih terus berjalan.
Dabiq: Bagaimankah kisah tentang apa yang terjadi di Sirte?
Abul Mughirah: Adapun Sirte, maka kisah tentang pengkhianatan itu tidak begitu banyak, tetapi bahwa Daulah Islam telah mengusai kota tersebut belum lama ini dan ketika itu masih terdapat kantung-kantung milik pendukung Thaghut Haftar dan juga milik pendukung Thaghut Qaddafi, karena mereka menganggap Sirte tempat kelahirannya. Ada juga perlawanan dari beberapa Madkhali Murji’ah, yang mengangkat senjata melawan Daulah Islam. Penghancuran kantung-kantung perlawanan telah berhasil, senjata dan kekayaan mereka diambil sebagai rampasan perang (ghanimah). Pertobatan dari orang-orang yang bertobat juga diakui. Segala puji bagi Allah.
Dabiq: Apa jenis kebutuhan yang sangat diperlukan oleh Wilayah Libya dari segi personil (ulama, dokter, insinyur, pejuang, dll)?
Abul Mughirah: Daulah Islam di sini, di Libya masih cukup muda. Sehingga sangat membutuhkan setiap muslim yang bisa datang, terutama tenaga medis, syar’i, dan tenaga administrasi, selain juga para pejuang.
Dabiq: Seberapa penting Wilayah Libya bagi masa depan Khilafah dan Umat Islam dan perang melawan tentara salib dan kaum murtad?
Abul Mughirah: Libya memiliki nilai yang sangat penting bagi Umat Muslim karena dia berada di Afrika dan selatan Eropa. Dia juga memiliki sumber daya yang tidak pernah kering. Semua kaum Muslimin memiliki hak dari sumber daya tersebut. Dia juga gerbang ke padang pasir Afrika yang membentang ke beberapa negara-negara Afrika. Hal ini penting untuk dicatat bahwa sumber daya Libya menjadi perhatian kafir Barat karena ketergantungan mereka pada Libya selama beberapa tahun terutama berkaitan dengan minyak dan gas. Kontrol Daulah Islam atas wilayah ini akan menyebabkan kerusakan ekonomi terutama bagi Italia dan negara-negara Eropa lainnya.
Dabiq: Kami telah melihat pesan dari ikhwah anshar kami di Libya yang mengundang umat Islam di seluruh dunia untuk melakukan hijrah menuju Wilayah Libya. Dari Wilayah manakah kebanyakan para muhajirin ini datang?
Abul Mughirah: Segala puji bagi Allah. Muhajirin datang dari semua tempat menuju Daulah Islam terutama dari Afrika, Maghrib Islami, Mesir, dan Semenanjung Arab dan terkadang dari negara-negara Barat.
Dabiq: Apakah ada kesulitan yang terjadi dalam melakukan hijrah ke Libya?
Abul Mughirah: Tidak ada pahala tanpa kesulitan, terlebih ketika datang menuju jihad dan hijrah. Tetapi ini mudah bagi mereka yang Allah mudahkan. Mereka yang telah memutuskan untuk melakukan hijrah harus memurnikan niat mereka, bertawakkal kepada Allah, dan berdoa sebanyak-banyaknya. Mereka harus ingat bahwa meskipun banyak kesulitan dalam hijrah, “Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (An-Nisa’ : 100).
Dabiq: Apa nasihatmu untuk kaum Muslimin yang ingin melakukan hijrah ke Libya?
Abul Mughirah: Kami mulai nasihat bagi kaum Muslimin secara umum untuk berlaku Zuhud terhadap dunia dan kesenangannya. Sudah sepantasnya bagi mereka untuk tidak condong atau berat terhadap Bumi. Mereka harus menjadi Anshar Allah, melakukan hijrah, dan menyerang musuh-musuh Allah. Para pendukung agama harus tahu, bahwa “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak.” (An-Nisa’: 100). Kami menyeru mengajak mereka untuk bergerak maju dan mendorong mereka untuk mendukung kami.
Dabiq: Apa nasihatmu bagi kaum Muhajirin secara umum, dan untuk Muhajirin di Libya pada khususnya?
Abul Mughirah: Nasihatku kepada Muhajirin secara umum adalah hendaknya mereka tidak menjadi bangga (ujub) dengan hijrah mereka atau menganggap jihad mereka sesuatu yang hebat yang telah mereka lakukan untuk Allah. Mereka harus mengikhlaskan niat mereka, karena ada orang-orang yang melakukan hijrah kepada Nabi shalallahu alaihi wa sallam demi dunia dan ada juga karena untuk menikahi seorang wanita, sebagaimana seorang laki-laki yang dikenal dengan “Muhajir Ummu Qhais”. Karena itu kami seru engkau, saudara kami, untuk melakukan hijrah hanya karena Allah dan demi menolong agama-Nya. Jalanmu akan terhalangi oleh kesulitan dan hambatan yang besar. Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya dan kenyamanan tidak dapat dicapai dengan kenyamanan.
https://shoutulmuwahid.wordpress.com/2018/05/05/majalah-dabiq-edisi-11-bahasa-indonesia-tema-from-the-battle-of-al-ahzab-to-the-war-of-coalitions-dari-pertempuran-ahzab-hingga-perang-koalisi/

Why Is Israel looking for Imam Mahdi?

During the US occupation of Iraq it was routine to torture Iraqis in prisons like Abu Ghraib whose prison guards were using tactics learnt in Israeli training camps as Robert Fisk pointed out in ‘Abu Ghraib torture trail leads to Israel’; one of the most baffling questions asked during interrogation was “Where is the man called Imam Mahdi where is he hiding?”

According to Mohabat News a pro –Israel Iranian Christian news agency, the fear of the hidden Imam is so credible that they posted news of how the CIA and MI6 have been going to Iraq for the past 20 years to get information about imam Mahdi; how they tortured religious scholars and innocent villagers to ask question based on where the Imam was last seen? Which city? What time and when will he be coming again and in which year?

American corporate media has already shown sinister documentaries depicting the hidden messiah who is apparently advising Iranian politicians from his lofty hidden position and manoeuvring to bring about Armageddon.

So who is this Imam Mahdi that the Zionists controlling the American Congress and the international monetary system on the look- out for with orders to shoot him on sight.

Imam Mahdi is the 12th Shia Imam and according to Islamic hadiths is in ‘occultation’ or hidden and will return to earth to establish peace and justice on earth. He was born on July 29 869 in the city of Samarra, Iraq and his mother Nargis was of Roman descent.

He was kept hidden from birth till he disappeared because the rulers of the time the Abbasids knew the Prophesy of Imam Mahdi who will bring about a revolt against oppression and tyranny. The Abbasid’s knew that the prophesised one will be the son of the 11th Shia imam, Imam Al Askari.

In order to kill the child at the birth they kept a close eye on his household, even inspecting the women of the household to see who was with child.

According to the story the child’s birth and first few years were kept secret however as soon as Imam Al Askari was killed the son who was about 4 years old went into the realm of the hidden, he reappeared after a few years but disappeared again as the hunt for him gathered pace to await the ordained hour to reappear and destroy the perpetrators of evil and restore humanity.

Whether this is a fiction or non –fiction what is strange is that the same trend in the story continues till today; the oppressive rulers over a thousand years ago tried to hunt for him to kill him then and the present day oppressors are still hunting him to kill him.

Melanie Phillips the voice box for the Zionists recently on BBC Question time turned the discussion around again to the Shia Imam Mahdi hiding in Iran coming to bring about Armageddon.

In Journalist Matt Carr’s Infernal Machine blog he writes “In other words, the Iranian leadership is seeking nuclear weapons so that Iran can be destroyed and its population can all go to heaven. Not surprisingly this argument has been made by the bug-eyed Zionist zealot Melanie Phillips on numerous occasions”
Phillips writes: “As I have written over and over again, from the Supreme Leader Ayatollah Ali Khamenei downwards the Iranian regime is dominated by people (adherents of a sect called the ‘Twelvers’) who believe that the Shia messiah, the Mahdi, will return to earth either as result of or to bring about the apocalyptic end of days”.

It is obvious the Zionists want war with Iran however what doesn’t make sense is why is the search on for a man supposed to have disappeared over a thousand years ago?

The hidden Imam has been part of Shia and Sunni Islam for centuries? And this belief is really no different than a form of Millenarianism that exists in all religions.

Christians believe that the saviour Jesus will return to fight the anti-Christ while the Jews are risking world war three by dismantling Islam’s third holiest site Masjid Al Aqsa to build the third Temple so the Jewish Messiah will return and take them to world domination.

According to sceptics and the secular trained western mind these are just biblical stories, however what is baffling is if they are just biblical stories then why is Israel looking for Imam Mahdi?

As facts emerge of this hunt then maybe we should not also dismiss the stories emerging from Iraq about what steps they have taken to look for him.

In 2006 Imam Mahdi’s father Imam Al -Askari’s tomb in Samarra which is a place that marks Imam Mahdi’s birth and disappearance was bombed by men dressed up as the security forces. The men entered the tomb, tied up the caretakers, wired up the area with bombs and according to the caretakers the security officers opened the tomb to take something from it. Many believe that they took some clothing from Imam Al -Askari’s body in an attempt to determine the DNA of the future Imam.

It’s not coincidental that Phillips and her American Zionist counterparts are fermenting fear again, this time about a ‘hidden Imam’.

Phillips is part of the network that perpetuates Islamophobia and part of the Israel first citizens whose psyche has been described aptly by David Ben Gurion, Israeli Prime Minister when he stated: “When a Jew, in America or in South Africa, talks to his Jewish companions about ‘our’ government, he means the government of Israel.”

They are part of the same network that inspired the Norwegian killer Anders Brevik who killed 77 innocent people mainly pro Palestinians supporters who were in favour of boycotting Israel.

These Israel first individuals are also part of the group that the hacker organization “Anonymous,” exposed when it said Israel had a hidden network of 30,000 covert operatives, some openly labelled “hitman,”.
Gordon Duff American political analyst and Senior Editor at Veterans Today writes in “Horror in Israel: ‘30,000 Mossad Spies Exposed” stating: “Every day we see it in the news, dozens killed in Pakistan, dozens more in Iraq, Kenya, Nigeria, the covert army of 30,000, planning terror, building a dozen car bombs a day and then being able to, not just write the lies blaming others but, in most cases, direct public officials, controlled through blackmail, threats or bribery, to “respond as directed.”

Instead of worrying about Armageddon brought on by a man who disappeared over a thousand years ago shouldn’t Phillips and the world worry about the warning given by Israeli military Historian Martin van Creveld when he said: “We possess several hundred atomic warheads and rockets and can  launch them at targets in all directions, …. We have the capability to take the world down with us. And I can assure you that that will happen before Israel goes under.”

For centuries the Talmud has taught that ‘Jesus the Nazarene’ “was sexually immoral, worshipped statues of stone, was cut off from the Jewish people for his wickedness, and refused to repent (Sanhedrin 107b; Sotah 47a)”.

However over the centuries through heavy funding and manipulation the Zionists managed to convince the Christians that it is Islam that is evil and needs to be counteracted through the unity of Christian/Zionists.
Most of the Christian bible belt in America has strong links with Zionists and therefore it must have been a shock to them when a Catholic Christian Hugo Chavez made a decisive speech after his momentous meeting with Iran’s President Mahmoud Ahmadinejad in which he states: “For us genuine Christians Jerusalem is a very holy location Prophet Jesus will come hand in hand with Hazrat Mahdi then peace will prevail all over the world”.

The fact that Chavez hinted that Muslims and Christian will unite to fight evil is something that the Zionists do not want. They have spent billions on Islamophobic think tanks and through the media to marginalise Muslims.

An interview conducted by Ann Curry on behalf of NBC with Iran President Ahmadinejad was not aired in 2009 because his answer about the hidden Imam did not support the view that they wanted to perpetuate ‘that he will bring about an apocalypse’.

President Ahmadinejad corrected her by stating: “What is being said about an apocalyptic war and – global war…… This is what the Zionists are claiming. Imam will come with logic, with culture, with science. He will come so that there is no more war. No more enmity, hatred. No more conflict…..he will return with Jesus Christ. The two will come back together. And working together, they would fill this world with love”.
The last thing Israel would want is that Christian groups should wake up and realise that the real enemy is not Islam but rather Zionism.

The fact that the Roman Catholic Church wants to turn a blind eye to the persecution of Christians in Jerusalem affirms why the founders of Israel and the House of Rothschild are in control as Mayer Amschel Rothschild (1744-1812), stated: “Let me issue and control a nation’s money and I care not who writes the laws.”

If Israel is basing its policies on some biblical belief that it was their right to return to Jerusalem as the ‘chosen people’ after 2,000 years of wandering (Keeping in mind the occupiers of Palestinian lands are originally Khazars) then it shouldn’t come as surprise that its leaders believe that it is fulfilling some kind of messianic prophesy.

Jonas E .Alexis in ‘Bolshevik Purge of Western Civilization and Rational Discourse (Part II)’ writes: “If this is still unbelievable, listen to former Shin Bet chief Yuval Diskin:

“My major problem is that I have no faith in the current leadership, which must lead us in an event on the scale of war with Iran or a regional war….I don’t believe in a leadership that makes decisions based on messianic feelings.”

Are these ‘Messianic feelings’ the reason why the search is on for Imam Mahdi. And if they are aware of his coming then they must also be aware of the hadith that states that “Armies carrying black flags will come from Khorassan and no power will be able to stop them and they will finally reach Baitul Maqdas (Masjid Aqsa) where they will erect their flags.”

The fact that Iran as the IAEA has revealed is not building a nuclear bomb however Israel is still pushing for war, could the reason be that the biggest supporters of the 12th Shia Imam Mahdi are in Iran and Khorassan is part of the region?

Khorassan is the north eastern province of Iran but also includes some parts of central Asia and Afghanistan.
Wherever the US and Israel has carried out wars they have used bombs containing white phosphorous, exposing the fact that wars are not about exporting democracy, but ensuring they leave a legacy of crippled and mutilated future generations unable to ever form a resistance movement.

Ten years after the start of the U.S. invasion in Iraq, doctors are witnessing an abnormally high number of cases of cancer and birth defects linked to the use of depleted uranium and white phosphorus by the US military. The current rate of birth defects for the city of Fallujah has surpassed those of Hiroshima and Nagasaki .

Leaked Afghan military documents by The Danish Daily revealed more than 1,100 instances of US-led forces having used white phosphorus (WP) grenades, rockets and bombs in residential areas in Afghanistan.

The Islamic hadiths that mentions the coming of Imam Mahdi leading an army carrying black flags also mentions that very few Arabs will support this Army siding with the tyrants.

The Arabs who will be with the Imam have already given an indication who they are, Hezbollah’s small ill equipped army defeated Israel a nuclear armed state and its state of the art weaponry; Hezbollah’s fighters may have been ill equipped but were infused with the same spirit that led Imam Ali Ibn Abu Talib to break down the impregnable doors of the Jewish fort Khaybar, the same spirit his son Imam Hussain had at Karbala where his band of 72 stood against the tyrant Yazid’s army of 10,000.

It is quite poignant that over a thousand year old hadith mentions that many Arabs will work with the tyrants to fight against the coming Imam.

Who are these Arabs? We have seen already Saudi Arabia and the Gulf rulers’ alliance with Israel and nothing has exposed this more than the Syria conflict.

Israel is pushing for war with Syria and Iran along with Saudi Arabia and Qatar funneling large sums of money and weapons to militias inside Syria, and killing Shias is part of that agenda.

Journalist Seymour Hersh in his New Yorker article, “The Redirection,” highlighted how the Bush Administration’s whole focus was to undermine Iran and to weaken Hezbollah by working with Saudi Arabia funding extremist groups “

The New World Order has manage to create brutal forces in Islam friendly to Israel, a force that thinks it is Ok to rape women and children and show decapitated bodies as trophies on you tube? This intolerant form of Islam manufactured by British agent Abdul Wahab has produced an intolerant form of Islam propagated by the Saudi regime which sees Shias rather than Israel as the enemy.

Abdallah Tamimi one of the leaders of the Free Syrian Army asked Israel for help to establish Sunni rule to oppress Shias, Christians and Druze, stressing “Israel is not our enemy we want Israel to help us”.
Saudi Arabia and Israel is also funding sectarian warfare in countries like Pakistan, Afghanistan and Iraq, with an alarming numbers of Shias deaths taking place. Wikileaks US Lahore cables highlighted how Saudi Arabia is funding millions of dollars to Ahle- hadith and Islamic clerics in the region.

Shia death rate in Pakistan has escalated and even though efforts have been made at grass roots level by Sunni and Shia groups to unite to quell the killings however the future looks bloody after Nawaz Shariff who was brought into power by support of Saudi money will now allow the Saudis a free hand to do what it did in Afghanistan where it trained the Afghan youth in Saudi funded madrassas to produce the intolerant Taliban, and the intolerant Takfiris’s killing and mutilating in Syria.

It is possible that Millenarian beliefs will get stronger as the world’s leaders and rulers work with the proponents of the New World Order, dragging their nations and people into subjugation and slavery, and the only organization, the UN that was meant to protect nations and their rights is “..an illogical, unjust and completely undemocratic structure and mechanism. ….It is through abusing this improper mechanism that America and its accomplices have managed to disguise their bullying as noble concepts and impose it on the world”. Imam Khamenei

The fact that a strategy is being implemented by Israel with the support of the US to search for the hidden Imam leads one to believe that maybe there is some truth in the biblical story and in a world where we still want to believe in super heroes, it’s not so illogical if our eyes look wistfully with hope for an army that will emerge from Khorassan carrying black flags led by the prophesized one and fight against injustice.
Referensi:

Syed, Shabana (11 Agustus 2013). “Why is Israel Looking for Imam Mahdi?”. Veterans Today. Diakses 13 Agustus 2013.

































































Tiada ulasan: