Rabu, 16 Januari 2019

Tiang. Namun setidaknya kita terhibur dengan kata diturunkan. 9045.


Kisah bila Thai dan China dapat tanah. Batu sempadan pun boleh sorok dalam tengah-tengah reban ayam. Mula-mula tambun lebarkan tanah, kemudian pertikai sempadan antara bangsa Selat Tebrau. Kononnya kesemua pulau-pulau kecil di Selat Tebrau milik mereka... Nama-nama pun bertukar dari Bahasa Melayu kepada bahasa mereka untuk menghapus bukti sejarah, selain memusnahkan bahan-bahan sejarah. 

 Antara akibat gerak laku T.Abd Rahman di selatan Singapura dikeluarkan dari Malaysia. Kemudian diikuti Pak Lah dengan Pulau Batu Putih. 

Di Utara T.Abd Rahman nafikan pembebasan Wilayah Islam Selatan Siam (dari Segenting Kra hingga sempadan Siam dengan Tanah Melayu) dari penjajahan puak Thai. Atas nasihat datuknya Raja Thai. Maka Perjanjian Bangkok 1909 terus berkibar megah dengan menafikan hak orang Islam dan Melayu di Wilayah tersebut untuk merdeka. Zaman Najib Malaysia terus mengalah dengan Singapura nama Melayu yang kemudian diinggeriskan jadi Singapore. 

Singapura perlu erti padahnya kalu sombong...

ali allah ditta pada tumpang sekole...? - Seminggu yang lalu
[image: Image may contain: sky and outdoor] *Dr.M menegaskan tidak boleh guna ruang udara Malaysia(Pasir Gudang) untuk mendarat di Selatar.* *Apabila kerajaan Malaysia memutuskan untuk menutup ruang udara Johor, kelam kabut PM Singapore menghantar 2 menterinya tanpa appointment iaitu, Timbalan Perdana Menteri merangkap Menteri Keselamatan Negara Teo Chee Hean dan Menteri Kewangan Heng Swee Kea untuk mengadap Tun Mahathir pada 31 Disember lalu.* *Dr. Mahathir tak nak LAYAN mereka malah MENYURUH kedua2 menteri itu pergi jumpa Menteri lain iaitu Menteri Luar, Datuk Saifuddin.* *Namu... lagi »
Kutu-kutu jalanan, yang berpura-pura sebagai orang perjuangan, tetapi sebaliknya oportunis kelas kambing dan lembu kerbau... 

https://www.facebook.com/1910087299244293/videos/2031150997137922/

Nasib Uighur dan Jerat Investasi Cina di Pakistan 
Selasa, 15 Januari 2019 19:12 
Foto: Proyek pembagunan Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC)

KIBLAT.NET – Pada malam musim dingin yang dingin, Mohammad Hassan Abdul Hameed (34) berjalan menuju restorannya, melewati toko-toko sutra di Pasar Cina yang sibuk di Rawalpindi, Pakistan.

Dia, seperti banyak orang lain, adalah anggota komunitas Uighur yang dianiaya dari provinsi Xinjiang di Cina.

Ayah Abdul Hameed tiba di Rawalpindi 50 tahun yang lalu untuk bekerja di sebuah wisma yang dikhususkan untuk Uighur yang akan ke Arab Saudi untuk pergi haji.

Hari ini, wisma itu dibiarkan menjadi pasar, tidak jauh dari restoran Abdul Hameed. Menurut anggota masyarakat, wisma ditutup atas permintaan Cina pada tahun 2006.

Orang-orang Uighur telah bermigrasi ke Pakistan sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Beberapa bekerja sebagai pedagang dan yang lain melarikan diri dari penganiayaan komunis.

Hari ini, tindakan brutal Cina terhadap komunitas Uighur telah menjadi berita utama di seluruh dunia. Hingga tiga juta orang Uighur diyakini ditahan di kamp konsentrasi yang disebut “kamp pendidikan ulang”, mereka dipaksa untuk meninggalkan Islam.

Di Pakistan, ada sekitar 2.000 warga Uighur, selama beberapa dekade mereka tidak terlaku menampakkan diri, sehingga sangat sedikit orang yang bahkan menyadari kehadiran mereka.

Namun kehadiran mereka di sini tidak luput dari perhatian oleh Cina yang menjadi “saudara besi” Pakistan dengan uluran tangannya saat krisis ekonomi. Menurut masyarakat, Cina telah menekan Pakistan untuk tidak memberikan kritik.

“Mereka ingin menghabisi orang-orang Uighur,” kata Abdul Hameed, merujuk pada orang Cina. “Di sini, kita tidak bisa melakukan apa pun sesuai keinginan kita karena Cina mengejar kita.”

Beijing telah menginvestasikan $ 62 miliar (sekitar Rp875 triliun) untuk pembangunan Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC), yang akan menghubungkan Kashgar di Xinjiang ke pelabuhan Gwadar selatan di Pakistan. Cina juga telah menjanjikan bantuan keuangan kepada negara itu, yang sangat ingin menyelesaikan masalah ekonominya.

Meskipun Pakistan sering menyoroti nasib minoritas Muslim di seluruh dunia, dalam persoalan Uighur, Islamabad tidak ingin membuat marah tetangganya yang kuat.

Keluarga Uighur di Pakistan tahu betul apa yang terjadi di Cina karena banyak anggota keluarga yang masih tinggal di Xinjiang. Sebagian besarnya belum dapat berbicara dengan mereka selama dua tahun terakhir karena ditahan di kamp.

“Dari keluarga kami, 300 orang berada di dalam (kamp-kamp),” kata Abdul Hameed. “Bahkan kakakku ada di dalam.”

Abdul Latif, seorang pedagang sutra, menceritakan saudaranya yang tinggal di Xinjiang. “Tidak ada berita tentang mereka,” katanya.

“Kita tidak bisa menelepon mereka. Jika mereka mendapat telepon dari sini, sekalipun mereka tidak mengangkatnya, setelah beberapa jam polisi akan datang dan bertanya siapa yang menelepon, apa hubungannya dengan mereka, berapa lama sudah mengenal mereka. Hanya dengan alasan ini, mereka akan ditangkap.”

BERITA TERKAIT


BACA JUGA  Kesaksian Muslimah Kazakhstan 16 Bulan Disiksa di Kamp Konsentrasi Cina

“Jika seseorang meninggal, tidak ada yang membaca doa pemakaman,” desahnya. “Ini adalah ketidakadilan, yang bahkan ketidakadilan itu sendiri menjadi malu,” kata Abdul Raheem, pedagang lain, menyela dengan ekspresi gelisah.

Menurut Michael Kugelman, Wakil Direktur Program Asia di Wilson Centre, komunitas Uighur di Pakistan mengkhawatirkan Cina, meskipun jumlahnya sangat kecil.

“Cina tahu bahwa nasib orang Uighur telah menghasilkan berita utama dan berdampak negatif terhadap citra globalnya. Jadi, mereka tidak ingin orang Uighur di Pakistan, di mana mereka memiliki lebih banyak kebebasan untuk berbicara, membawa lebih banyak perhatian pada masalah yang ingin dipertahankan oleh Beijing,” katanya.

Perlu diketahui, baru-baru ini berita tentang seorang wanita Uighur yang menjadi istri pengusaha Pakistan dikurung di kamp-kamp interniran di Cina membuat marah masyarakat.

“Pakistan adalah teman terbesar (Cina). Lebih tinggi dari langit, lebih dalam dari lautan,” kata Raheem.

Beberapa anggota komunitas mengatakan mereka mulai menghadapi pelecehan dan intimidasi di Pakistan karena terlalu vokal. Salah satunya adalah Abdul Rehman, yang meminta nama aslinya tidak diungkapkan karena risiko untuk dirinya sendiri dan anggota keluarganya di Cina.

“Pemerintah Cina telah menempatkan orang-orang di sini. Kita takut satu sama lain. Kita tidak bisa berbicara secara terbuka,” katanya.

“Masalahnya di sini adalah bahwa ada tekanan pada pemerintah Pakistan dari Cina, dan pemerintah Pakistan menekan kami agar kami tidak membicarakan (masalah) Uighur di media di sini,” kata Rehman.

“Agen-agen di sini menekan kami dari sisi mereka. Mereka menangkap kami. Mereka telah membawa banyak ke rumah-rumah aman. Aku salah satunya. Aku ada di sana selama 12 hari tahun lalu,” ia melanjutkan dengan suara pelan.

“Mereka bertanya kepada kita tentang CPEC, apa pendapat kita tentang hal itu. Apa pendapat yang harus kita pegang tentang CPEC?”

Menurut Kugelman, CPEC adalah salah satu alasan utama mengapa komunitas sekarang ini mengalami tekanan yang meningkat di Pakistan.

“Beijing memiliki banyak pengaruh atas banyak hal di Pakistan, ata seringnya pemberian dan kepercayaan yang dinikmati di Islamabad. Pengaruh Cina semakin meningkat ketika membangun CPEC, sebuah proyek infrastruktur besar yang sangat penting bagi Pakistan,” katanya.

Namun Cina juga telah berulang kali meningkatkan pengawasan tentang apa yang disebutnya “teroris Uighur”, yang diyakini merencanakan serangan dari wilayah perbatasan antara Pakistan dan Afghanistan.

Pada 2015, Pakistan mengatakan “hampir semua” pejuang telah dieliminasi dalam operasi militer.

BACA JUGA  Pasca Kedubes Cina Didemo, Sejumlah Ormas Islam Diajak ke Cina Diperlihatkan Kamp Uighur Tapi Palsu

Menurut Kugelman, jumlah pejuang Uighur biasa. “Membesarkan ancaman yang ditimbulkan oleh Uighur memberi Beijing alasan yang berguna untuk menindak mereka,” katanya.

Mohammad Umer Khan, pendiri organisasi bernama Umer Uighur Trust di Rawalpindi, mengatakan masalah warga Uighur di Pakistan telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

“Ada bahaya bagi kita semua di Pakistan sekarang,” katanya. “Siapa pun yang mulai mengatakan aku Uighur, aku orang Turkistani, dalam bahaya.”

Dia mengatakan masalah dimulai pada 2006. Laki-laki, yang dia pikir berasal dari agen intelijen Pakistan, secara berkala menjemputnya dan menahannya selama satu atau dua hari.

“Pada 2010, otoritas Pakistan menutup sebuah sekolah yang ia dirikan untuk mengajarkan bahasa Uighur kepada anak-anak masyarakat,” katanya.

“Mereka menggunakan kekerasan terhadap saya dan mereka meletakkan nama saya di ECL (daftar kontrol keluar) sehingga saya tidak bisa bepergian ke mana pun,” kata Khan. Namanya akhirnya dihapus dari daftar pada tahun 2014 setelah ia membawa masalah tersebut ke Mahkamah Agung.

Sekitar setahun yang lalu, dia dijemput lagi dan ditahan selama sekitar dua minggu. Khan mengaku dipukuli yang meninggalkan bekas luka permanen di lengan kirinya. Dia kemudian diminta untuk menandatangani dokumen perjanjian untuk tidak lagi memprotes kebijakan Cina.

“Mereka mengatakan saya merusak persahabatan antara Cina dan Pakistan,” katanya. Namun Khan mengatakan masalah sebenarnya bukan pada pemerintah Pakistan. “Pasti (orang Cina) punya andil di dalamnya,” katanya.

Situasi ini, kata para analis, tidak mungkin berubah menjadi lebih baik selama Cina terus memegang kendali di Pakistan.

“Sangat mengejutkan bahwa sementara Pakistan sering menyesali nasib buruk Muslim Rohingya, Suriah, Kashmir, dan Palestina.. Anda jarang mendengar Islamabad membuat pernyataan solidaritas dengan Uighur,” kata Kugelman.

“Dunia Muslim secara keseluruhan, dengan beberapa pengecualian, telah mengambil posisi diam karena tidak ingin mengecewakan pemain global utama (Cina) yang menawarkan investasi dan manfaat bermanfaat lainnya.”

Orang-orang Uighur menyadari hal ini dan perlahan mulai kehilangan harapan. “Kami menjadi sangat kecewa dengan negara-negara Muslim, terutama negara-negara Arab,” kata Khan.

“Setelah itu, kami memiliki banyak harapan dari Turki, tetapi sejauh ini mereka belum melakukan hal sebesar itu. Ketika datang ke Pakistan, kami bahkan tidak memiliki harapan bahwa mereka akan mengangkat suara mereka (untuk kami).”

Terlepas dari ancaman itu, Khan berniat untuk terus berbicara tentang masalah komunitasnya.

“Saya tidak menentang Pakistan atau CPEC. Tetapi ketidakadilan dilakukan terhadap bangsa saya, kerabat saya. Saya berbicara untuk hak-hak mereka,” katanya menantang.

Sumber: Al-Jazeera
Redaktur: Ibas Fuadi
Nasib Uighur dan Jerat Investasi Cina di Pakistan - Kiblat

Harga Tiket Pesawat Hanya Turun Setengah Tiang 
Selasa, 15 Januari 2019 23:56 

Foto: Ilustrasi Garuda Indonesia (foto: Tempo).

Entah ada hubungannya dengan “petisi menolak harga tiket pesawat naik”  atau tidak, namun tampaknya para pendukung petisi tersebut lumayan bergembira ketika Indonesia National Air Carrier Association (INACA) dan semua maskapai dalam negeri telah sepakat menurunkan harga tiket setelah menaikkannya dengan persentase penurunan harga sekitar 20-60 %.

Memang kabar tersebut bagaikan setetes aqua dingin membasahi kerongkongan yang sedang kering. Namun mari kita simak baik-baik pernyataan Ketua Umum INACA berikut ini, “Kami sudah menurunkan 20-60 %. 

Komposisi atau slot yang diberikan masing-masing maskapai itu adalah 30 %. Itu adalah batas yang bisa mereka toleransi, supaya tidak rugi,” kata Ketua Umum INACA Ari Askhara, dalam diskusi bertajuk “Apakah Harga Tiket Pesawat Saat Ini Wajar?”, di Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).
Mari kita ulang bersama-sama, “Kami sudah menurunkan 20-60 %. 

Komposisi atau slot yang diberikan masing-masing maskapai itu adalah 30 %”, turun 20-60% alhamdulillah ya Allah, eits tunggu-tunggu apa maksudnya yang di belakang itu, kok ada tiga puluh tiga puluh persennya.

Jadi begini maksudnya, harga tiket pesawat memang diturunkan, namun kuota harga tiket pesawat yang diturunkan hanya 30 persen, dengan catatan di luar prime time.

“Misalnya, Jakarta-Yogyakarta pagi dan sore harga tinggi, siang pasti rendah,” ujar Ari. Adapun terkait kuota 30%, Ari menjelaskan bahwa hal itu berlaku untuk setiap penerbangan.

BACA JUGA  Mengintip Celah (De)legitimasi Pemilu 2019

“Kuota itu per flight. Jadi, misalnya, kapasitas Garuda Indonesia 160 kursi, 30% dari itu sekitar 40 kursi,” kata Ari.

Maka bisa dipastikan, bahwa pada jam-jam tidak favorit kita sudah bisa menikmati harga tiket yang memang tidak sepenuhnya murah, namun setidaknya kita terhibur dengan kata diturunkan.

Ari yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia mengatakan bahwa Garuda Indonesia sudah menurunkan harga tiket. “Tadinya Rp3.020.000 di Aceh, sekarang menjadi Rp1.6 juta, tapi hanya jam tertentu. Kalau pagi masih sekitar Rp3 juta.”

Dari sekian penjelasan Ari, nampaknya kita boleh menyimpulkan bahwa penurunan harga tiket hanya setengah tiang. Fenomena orang-orang Aceh yang membuat paspor untuk pergi ke pulau Jawa sepertinya masih berlanjut.

Oh iya, sebagian dari kalian pasti bingung kan mengapa orang Aceh harus membuat paspor segala untuk ke Jawa

Jadi begini ceritanya, ada penerbangan Aceh ke Bandung biaya tiketnya lebih dari 3 juta rupiah, namun untuk tiket yang transit Kuala Lumpur justru hanya 900 ribu rupiah. Duh siapa yang tidak tergiur, sudah murah bisa cekrak cekrak buat postingan instagram dengan tag lokasi luar negeri, double kill!!!

Penulis: Bang Azzam
Harga Tiket Pesawat Hanya Turun Setengah Tiang - Kiblat

SELASA, 15 JANUARI 2019
MB Johor bawa masuk kroni dalam agensi kerajaan
Dhia Hani
xyayasan1-681x908
Senarai Lembaga Pengarah Yayasan Pelajaran Johor sebelum jawatan-jawatan politik diubak kepada Ahli Lembaga Pengarah YPJ.

SEBELUM ini di peringkat Persekutuan kecoh mengenai pelantikan ahli lembaga pengarah Khazanah Nasional Berhad dalam kalangan ahli politik.

Isu ini menjadi hangat disebabkan perkara tersebut sangat bertentangan dengan janji dalam manifesto Pakatan Harapan (PH) dalam Pilihan Raya Umum ke-14 yang lalu.

Yang mana dalam manifesto PH ada menyatakan bahawa “kerajaan PH akan memastikan pelantikan ahli lembaga pengarah dalam GLC nasional dan negeri adalah dari kalangan golongan profesional dan bukan berdasarkan kaitan politik mereka”.

Malangnya manifesto ini hanya sekadar dijadikan perhiasan oleh Pakatan Harapan.

Apa tidaknya, perkara yang sama juga terjadi di peringkat negeri yang mana pelantikan dua ahli lembaga pengarah Yayasan Pelajaran Johor turut dilantik daripada kalangan ahli politik.

Sehinggakan Ahli Parlimen Rembau, Khairy Jamaluddin membuat troll dan menyindir pelantikan dua ketua bahagian Parti Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu).

Tweet Khairy Jamaluddin menjadi tular apabila beliau turut memuat naik risalah sebagai bukti dengan tulisan “Pelantikan lembaga baharu Yayasan Pelajaran Johor. Sekurang-
kurangnya ‘coverlah’ sikit jawatan politik tu. Letaklah jawatan NGO kangkung mana-mana pun. Ni dah tak kisah nak cover, dah tak segan. Parti menguasai kerajaan! Hidup Malaysia
Baharu”.

Tetapi yang kelakarnya selepas disindir teruk oleh Khairy Jamaluddin, ‘askar-askar’ Yayasan Pelajar Johor dengan sepantas kilat telah menukar jawatan dua ahli politik ini dalam laman rasmi (website) Yayasan Pelajaran Johor.

Dari jawatan politik Ketua Bahagian PPBM Tanjung Piai dan Johor Bahru bertukar serta merta menjadi ahli Lembaga Pengarah YPJ.

Walau bagaimanapun ini bukan masalah besar bagi Osman Sapian yang tidak kisah dengan semua itu.

Yang lebih penting sekarang ini baginya adalah jawatan Menteri Besar Johor yang sedang disandangnya ketika ini. Dengan jawatannya itu, Osman Sapian bebas untuk lakukan apa sahaja termasuk melanggar manifesto Pakatan Harapan sekalipun.

Jadi sekarang apa yang ingin saya mempersoalkan, adakah kedua-dua Ketua Bahagian PPBM yang dilantik sebagai lembaga pengarah Yayasan Pelajaran Johor ini memang benar-benar layak?

Apa justifikasi yang ditetapkan sehingga memboleh mereka ini dilantik sebagai ahli lembaga pengarah? Persoalannya sudah tidak adakah seorang pun yang benar-benar layak dari golongan
profesional dan bukan orang politik untuk menyandang jawatan tersebut?

Atau sebenarnya pelantikan mereka ini hanya sekadar lantikan kroni semata-mata?

Almaklumlah Menteri Besar Johor dan mereka ini dari parti politik yang sama.

Nampaknya sudah jelas Pakatan Harapan Johor mengamalkan budaya kroni kerana perkara ini boleh dilihat sendiri melalui lantikan ketua-ketua kampung, ahli majlis dan lain-lain lantikan lagi sebelum ini.

Mana perginya janji-janji yang kononnya mereka ini tidak mengamalkan langsung kroni dan hanya akan lebih telus serta terbuka dalam segala hal?

Sekarang sudah terbuktilah kesemua janji itu sekadar retorik politik sebelum berkuasa untuk memancing undi rakyat.

Tetapi hakikatnya selepas berkuasa tiada apa-apa pun yang boleh dibanggakan oleh rakyat.

Apa-apapun lantikan ini sememangnya jelas melanggar janji mereka kepada rakyat khususnya rakyat Johor. Yang pastinya, rakyat Johor sangat kecewa dan marah dengan tindakan ini kerana ia seolah-olah pengkhianat kepercayan rakyat terhadap kerajaan Pakatan Harapan.

Tiba masanya rakyat Johor mula menilai kerajaan Pakatan Harapan ini dari sekarang.

Sedarlah kita sebagai rakyat yang sebenarnya berkuasa bukannya mereka kerana tangan-tangan kita semua yang berhak memberikan mereka kuasa ataupun tidak.

*Dhia Hani, Persatuan Pemikir Muda Johor

DIALOG RAKYAT: MB Johor bawa masuk kroni dalam agensi kerajaan

16 January 2019
Bila belalang kata akulah helang...
Related image
Dalam semua parti politik ada belalang yg meracau berlagak seperti helang. Mereka berlagak seperti orang yang paling berkuasa, paling populer dan kononnya disayangi bos pihak atasan. Mereka orang kerdil, jiwa hamba, ilmu sekangkang ayam jantan pondan, tapi berlagak seperti ahli JKKK yang baru dilantik. 

Dari kawan-kawan yang berhempas pulas memperjuangkan BERSATU nampak sekali rasa kecewa bila berbincang dengan mereka. Kata mereka BERSATU sudah dikuasai oleh kutu-kutu jalanan, yang berpura-pura sebagai orang perjuangan tetapi sebaliknya oportunis kelas kambing dan lembu kerbau

Dulu banyak cybertrooper sukarelawan BERSATU dalam facebook membela Tun dan BERSATU. Sekarang yang ada pun cuma melepaskan batuk dalam lif saja. Tak ada oomph, dan tak mampu menentang serangan dari macai-macai UMNO dan PAS..

Mereka perlu belajar mengapa rakyat menolak UMNO/BN yg sudah berkuasa 61 tahun. Dalam perjuangan kita perlu bijak menilai berbagai peristiwa dalam sejarah untuk menjadi iktibar. Jangan cepat gila kuasa, lupa asal usul masing-masing. 
No photo description available.
Tok jangan dok buat cam ni aihhh...

Minum sisa teh Tun M tidak bermakna orang itu sama status dengan ketokohan negarawan tersebut. Bergambar dengan Tun atau TSMY atau mana-mana menteri sekali pun tidak bermakna kamu sahabat karib dengan mereka. Seorang berjiwa jembalang, korup, macai akan terserlah wataknya yang sebenar walaupun dia pernah minum sisa pembesar negara.

Pucuk pimpinan BERSATU khasnya perlu awasi jembalang-jembalang dan kutu-kutu yang mencari peluang mudah memperkayakan diri atau menjadi budak suruhan pihak tertentu. Hati-hati musuh dalam selimut, telunjuk lurus kelingking berkait.

Kemasukan bekas JASA akan membawa padah pada parti kelak. INGAT SEMANGAT YANG MENGHIDUPNA BERSATU DAN PH SEBAGAI KERAJAAN IALAH TUN MAHATHIR, BUKAN ORANG LAIN. Tanpa Tun belum tentu Pakatan Harapan mempunyai harapan untuk menang pada PRU 15 akan datang.

Sebagai ingatan kepada pucuk pimpinan BERSATU agar berhati-hati dengan tindak-tanduk dan mainan politik kongkolikong setengah juak-juak yang mengaku diri mereka helang di awan, dan bukan belalang di padang. 

BERSATU mesti memperkemaskan jentera pengurusannya dan jangan mudah lupa sumbangan para pejuang yang kini terpinggir akibat mainan politik puak oportunis, macai kelas kambing yang memburu keuntungan pribadi, dan bukan memperkasakan parti. Ingat kalau sekali hilang kuasa jangan mimpi BERSATU akan mudah kembali berkuasa. - Yahaya Ismail
Malaysia’s Prime Minister Mahathir Bin Mohamad and Singapore’s Prime Minister Lee Hsien Loong. Photo: EPA
Malaysia-Singapore air and sea tensions explained...

Asia watchers are used to watching neighbours Singapore and Malaysia lightheartedly lob insults at each other over the provenance of their joint cuisine. But the Southeast Asian countries ended 2018 with a far more sombre dispute than their decades-old food fight – one that has continued into the new year.

The row over airspace and maritime boundaries has given rise to jingoism on both sides, and observers say the bilateral relationship is currently at its worst state in two decades.

The downturn comes after veteran politician Mahathir Mohamad, 93, returned as prime minister last May after an election in which his scandal-haunted predecessor and one-time protégé Najib Razak was roundly trounced. 

Just last January, ahead of the polls, Najib had declared that the “confrontational diplomacy” between the neighbours that marked Mahathir’s first stint in power from 1981 to 2003 was firmly in the past. He spoke too soon.
SEA DISPUTE

As one of the world’s busiest maritime hubs, Singapore is expectedly finicky about its maritime boundaries – especially when they are challenged. For the Port of Singapore to continue to thrive, waters within the port limits need to be clearly defined and not subject to territorial disputes.

But this was exactly what happened on October 25 last year. Malaysia, through a government proclamation called a gazette, declared that it was extending the boundary of its Johor Bahru port into waters Singapore deemed its own. The Lion City claims the disputed waters are outside Malaysia’s most extensive maritime boundaries – which the island nation also rejects.

Instead, Singapore says “since at least 1999” it has been exercising its jurisdiction in the waters Malaysia claims now as within the Johor Bahru port limit. In a response to the Malaysian declaration, Singapore on December 6 declared the disputed waters to be part of its port limits.

It also filed a declaration under the United Nations Convention of the Law of the Sea (Unclos) that bars any party from unilaterally initiating arbitration or adjudication on the dispute. Unclos defines how coastal states can establish sovereignty over territorial seas.

The “Article 298” declaration made by Singapore allows countries to trigger an opt-out from compulsory arbitration and adjudication. It is made when a concerned party prefers to deal with a dispute bilaterally. China, involved in the South China Sea dispute, triggered a similar declaration in 2006.

Singapore’s declaration means it and Malaysia must agree to jointly seek third-party recourse before any further action can be taken. Malaysia has said there is absolutely no basis for Singapore’s assertions about the waters as the new port limits declared in October “are within Malaysia’s territorial sea”.
AIR DISPUTE

The air dispute centres on Singaporean air traffic controllers’ stewardship of a portion of air space in the southern Malaysian state of Johor. Singapore has managed that air space since 1974.

On December 4, Malaysia’s Transport Minister Anthony Loke revealed the Malaysian government was unhappy with Singapore’s decision to begin broadcasting an Instrument Landing System (ILS), at its secondary civilian airport, Seletar.

The ILS would require planes landing at Seletar Airport to make their approach over Johor – inconveniencing residents and jeopardising a seaport there. Malaysia’s position was that Singapore had used its stewardship of Malaysian air space in Johor to unilaterally implement the ILS from January.

Singapore vehemently denied this, and released correspondence showing it had repeatedly made its intentions known to its larger neighbour – both before and after Malaysia’s May 9 election. The city state also disputed Malaysia’s assertions about the negative impact of the ILS, stating instead that the procedure merely codified existing flight paths.

Malaysia in the meantime said it wanted to retake control of the air space in a four-year window beginning this year. Caught in the middle of this technical row over radar systems and air boundaries was the Malaysian airline Firefly, which had agreed to move its operations from Singapore’s main Changi Airport to Seletar. The move was part of Singapore’s plan to relocate all turboprop flights to Seletar.

However in the midst of the government-to-government dispute, Malaysian civil aviation authorities did not sanction the move. Firefly meanwhile lost its slots in Changi Airport. It previously had offered 20 daily flights from Changi to various Malaysian destinations.

Malaysia meanwhile declared the air space Singapore had been administering – which was crucial for the operation of the ILS – a restricted military training area. This move made the operation of the ILS untenable.
WHAT HAPPENS NEXT?

Malaysia’s Foreign Minister Saifuddin Abdullah and his Singaporean counterpart Vivian Balakrishnan in a January 8 statement said they had instructed senior officials to study the dispute and provide “a basis for further discussions and negotiations”, with a two-month deadline.

Media reports have said Malaysian government vessels remain within the disputed waters after the foreign ministers’ meeting. Singaporean coastguard vessels continue to patrol the waters.

Following the meeting between Balakrishnan and Saifuddin on January 8, the two sides agreed to two things: 
  • - Malaysia would suspend the restricted status of the affected air space for a period of one month, while 
  • - Singapore would suspend the implementation of the ILS, also for a month. Transport Minister Anthony Loke and Khaw Boon Wan are slated to meet soon to discuss the way forward in this particular dispute.
Local media reports this week said Firefly was losing 20 million ringgit (US$4.9 million) a week because of the suspension of operations out of Seletar. - Bhavan Jaipragas,scmp

Image may contain: 5 people, text
That's how BN Ministers became rich...
Image may contain: one or more people and text
PAS mencuci tangki septik UMNO dengan harapan ianya berbau wangi... 
No photo description available.

Image may contain: 1 person, sitting

Image may contain: 4 people, people smiling
UMNO/BN bagi wang sewaktu hari mengundi tu bukan rasuah ke Najib?
Image may contain: 3 people, meme, text and food

cheers. 
tumpang sekole...?: Bila belalang kata akulah helang...

Tiada ulasan: