Inilah Wilayah Otonomi Bangsamoro Menurut Hasil Resmi KPU Filipina
Jum'at, 15 Februari 2019 10:25
Foto: Peta wilayah Bangsamoro
KIBLAT.NET – Di Mindanao, Filipina Selatan, telah terbentuk entitas baru Pemerintah Otonomi Bangsamoro atau BARMM (Bangsamoro Autonomous Region in Muslim Mindanao) yang wilayah yurisdiksinya meliputi: 5 provinsi (Maguindanao, Lanao del Sur, Basilan, Sulu, Tawi Tawi); 2 kota besar (Marawi, Lamitan); 116 kota municipal ex-ARMM, ditambah Cotabato City, dan 63 barangay di 6 kota municipal di provinsi North Cotabato sebagai hasil plebisit putaran kedua tanggal 6 Februari 2019.
KPU Filipina (Comelec) pada tanggal 25 Januari mengumumkan Republik Act No. 11054 atau dikenal sebagai Undang-Undang Organik (BOL) bagi terbentuknya BARMM yang telah diratifkasi oleh mayoritas suara pemilih di wilayah ex-ARMM dan Cotabato City dalam plebisit atau referendum putaran pertama pada hari Senin tanggal 21 Januari. Di hari yang sama, Badan Plebisit Nasional bersidang jam 2 siang untuk mengumumkan akan kembali menggelar plebisit putaran II pada tanggal 6 Februari di Lanao del Norte dan North Cotabato.
Pemimpin MILF, Haji Murad Ibrahim, yang dinominasikan sebagai calon kuat Menteri Kepala Pemerintahan Bangsamoro menyampaikan pernyataannya pada hari Senin (11/02), “Sudah jelas, dukungan besar terhadap ratifikasi BOL, dan bergabungnya Cotabato City plus 63 barangay di North Cotabato menunjukkan adanya penerimaan yang sangat jelas, termasuk tingginya optimisme rakyat terhadap Undangg-Undang Organik Bangsamoro dan BARMM.”
“Sekaligus ini memberikan pesan kuat sebagai sebuah tantangan bagi MILF yang akan memimpin pemerintahan (otonomi) nantinya,” kata Murad menambahkan.
Sementara Walikota Cotabato City, Cynthia Guiani-Sayadi, sebelumnya mengumumkan akan melayangkan protes terkait referendum. Ia mengklaim adanya intimidasi dan ancaman di lapangan oleh MILF. Kepada media, Cynthia mengatakan akan mengajukan protes tersebut dalam pekan ini.
Provinsi Sulu yang memilih “No” bagi ratifikasi BOL akan tetap menjadi bagian dari BARMM karena ketentuan hukum menetapkan bahwa ARMM sebagai satu kesatuan wilayah dalam pemungutan suara referendum.
Lanao del Norte dan North Cotabato
Sebanyak 6 kota municipal di Lanao del Norte, yaitu Balo-i, Munai, Nunungan, Pantar, Tagoloan dan Tangcal, sebelumnya diusulkan untuk masuk menjadi bagian dari BARMM. Mayoritas warga di enam kota tersebut setuju dan memilih “Yes” namun tetap gagal bergabung ke wilayah Otonomi Bangsamoro karena mendapat penolakan dari 21 kota municipal lainnya di seluruh provinsi Lanao del Norte. Dalam plebisit sebelumnya tanggal 14 Agustus 2001, keenam kota yang sama juga menyatakan ingin bergabung dengan wilayah ARMM yang diperluas, namun saat itu gagal karena tidak disetujui oleh Kongres Filipina.
BACA JUGA Sistem Politik Jahiliyah, Sumber Kerusakan dan Penindasan
Sebanyak 6 kota municipal di Lanao del Norte, yaitu Balo-i, Munai, Nunungan, Pantar, Tagoloan dan Tangcal, sebelumnya diusulkan untuk masuk menjadi bagian dari BARMM. Mayoritas warga di enam kota tersebut setuju dan memilih “Yes” namun tetap gagal bergabung ke wilayah Otonomi Bangsamoro karena mendapat penolakan dari 21 kota municipal lainnya di seluruh provinsi Lanao del Norte. Dalam plebisit sebelumnya tanggal 14 Agustus 2001, keenam kota yang sama juga menyatakan ingin bergabung dengan wilayah ARMM yang diperluas, namun saat itu gagal karena tidak disetujui oleh Kongres Filipina.
BACA JUGA Sistem Politik Jahiliyah, Sumber Kerusakan dan Penindasan
RA 11054 atau Undang-Undang Organik bagi pembentukan BARMM mensyaratkan adanya kemenangan atau suara mayoritas ganda di internal masing-masing kota sekaligus di seluruh kota selain 6 kota municipal tersebut di Lanao del Norte.
Di North Cotabato, ada 67 barangay diusulkan bergabung dengan BARMM, 39 di antaranya sudah menyatakan pilihan “Yes” dalam plebisit perluasan ARMM tahun 2001, sementara 28 barangay baru diterima petisi mereka oleh KPU pada bulan Januari lalu. Hasil resmi KPU menyatakan 63 dari 67 barangay di kota-kota municipal seperti Aleosan, Carmen, Kabacan, Midsayap, Pigcawayan, Pikit dan Tulunan yang diusulkan masuk ke wilayah otonomi BARMM menang dengan suara mayoritas “Yes” di masing-masing kota municipal.
Enam kota municipal di Lanao del Norte yang gagal bergabung dengan BARMM berbatasan dengan provinsi Lanao del Sur, sementara 6 municipal di North Cotabato yang akhirnya bergabung dengan BARMM berdekatan dengan provinsi Maguindanao.
Jejak Plebisit: RAGs, ARMM, BARMM
Pemerintah Filipina dan MNLF menandatangani Persetujuan Tripoli pada tanggal 23 Desember 1976 yang memberikan wilayah otonomi di 13 provinsi dan 9 kota di Mindanao dan Palawan. Wilayah otonomi ini meliputi: Basilan, Sulu, Tawi Tawi, Zamboanga del Sur, Zamboanga del Norte, North Cotabato, Maguindanao, Sultan Kudarat, Lanao del Norte, Lanao del Sur, Davao Del Sur, South Cotabato dan Palawan, termasuk kota-kota dan desa di dalam area tersebut.
Sembilan kota (city) tersebut adalah Zamboanga, Dipolog, Dapitan, Pagadian, Cotabato, Iligan, Marawi, General Santos di Mindanao, dan Puerto Princesa di Palawan.
Tetapi di masa Presiden Ferdinand Marcos yang telah memberlakukan Martial Law (hukum darurat militer) tahun 1972, Marcos menetapkan Undang-Undang Proc 1628 pada bulan Maret 1977 sebagai dasar pembentukan 2 wilayah Pemerintah Otonomi Regional (RAGs) menggantikan 1 wilayah otonomi yang sudah ada. Selanjutnya Marcos menggelar referendum pada tanggal 17 April 1977.
Dengan menggunakan Undang-Undang Proc 1628 ini juga, Marcos membentuk sebuah pemerintahan sementara yang meliputi 13 provinsi, mempersiapkan referendum di wilayah RAGs, dan pemilu untuk menentukan struktur legislatif & aparatur pemerintah di tingkat provinsi. Sebenarnya MNLF pernah menegosiasikan sebuah pemerintahan sementara dalam pertemuan di Tripoli tahun 1976, namun berbeda dengan pemerintahan sementara versi Marcos. Marcos kemudian menunjuk Ali Dimaporo, seorang pimpinan milisi bersenjata, sebagai pimpinan di wilayah RAGs yang akhirnya diresmikan tahun 1979.
MNLF protes keras terhadap keputusan Marcos yang secara sepihak mengumumkan adanya 2 pemerintahan otonomi regional.
BACA JUGA Sama-sama Dukung Assad, Benarkah Hubungan Rusia-Iran di Suriah Mesra?
BACA JUGA Sama-sama Dukung Assad, Benarkah Hubungan Rusia-Iran di Suriah Mesra?
Dalam plebisit tahun 1977 itu, 3 dari 13 provinsi yaitu: South Cotabato, Davao del Sur dan Palawan, termasuk 2 dari 9 kota yaitu: General Santos dan Puerto Princesa yang masuk dalam wilayah otonomi menurut Perjanjian Tripoli 1976, menolak bergabung ke dalam RAGs.
Dua belas tahun kemudian pada 1989, plebisit untuk wilayah otonomi yang sama kembali digelar. Kali ini dalam rangka meratifikasi UU No. 6734 atau UU Organik bagi pembentukan ARMM (Autonomous Region in Muslim Mindanao). Dasar plebisit ini adalah Ketetapan Konstitusi tahun 1987 bagi pembentukan ARMM.
Jelang akhir 1970an, MNLF pecah menjadi 3 organisasi baru, yaitu MNLF di bawah Nur Misuari, MNLF Reformasi pimpinan Dimas Pundato, dan MILF yang dipimpin Salamat Hasyim. Pundato bergabung dengan pemerintah ketika Marcos lengser oleh gerakan “people power.” Tetapi MNLF dan MILF memboikot ratifikasi Konstitusi 1987, termasuk plebisit tahun 1989 terkait ARMM. Kedua faksi MNLF dan MILF ini mendesak diimplementasikannya kembali hasil Perjanjian Tripoli tahun 1976 baik secara eksplisit maupun implisit.
Hanya 4 provinsi, yaitu: Sulu, Tawi Tawi, Lanao del Sur dan Maguindanao, tidak termasuk 9 kota yang ikut dalam plebisit ARMM.
Setelah 12 tahun kemudian pada 2001, hanya Marawi yang berjuluk “Islamic City” dan provinsi Basilan (tidak termasuk Isabela City) ikut plebisit dan menyatakan “Yes” bergabung dengan ARMM yang diperluas. Plebisit kali ini dalam rangka meratifikasi UU No. 9054 yang diharapkan menjadi dasar ketetapan “Kesepakatan Damai” yang final tahun 1996 antara Manila dengan MNLF yang memberi peluang bagi perluasan wilayah ARMM.
MNLF kembali melakukan boikot terhadap plebisit ini. Menurut MNLF, UU No. 9054 membuat wewenang & kekuasaan daerah otonomi berkurang dibandingkan dengan UU No. 6734 sebelumnya. Saat itu MILF masih melakukan negosiasi damai dengan pemerintah.
Sejak tahun 2001, ARMM terdiri dari 5 provinsi mayoritas Muslim Moro, yaitu: Lanao del Sur, Maguindanao, Basilan, Sulu dan Tawi Tawi, ditambah Marawi City. Lamitan di Basilan menjadi kota besar kedua di ARMM setelah area itu (Lamitan) berubah menjadi kota pada tahun 2007.
Dalam plebisit tahun 2019 ini, area yang akan menjadi bagian BARMM adalah 5 provinsi, 2 kota, dan 116 kota municipal ex-ARMM, ditambah dengan Cotabato City dan 63 barangay (satuan administratif terkecil setingkat kecamatan) di 6 kota municipal di provinsi North Cotabato.
Sumber: Mindanews
Penerjemah: Yasin Muslim
Redaktur: Ibas Fuadi
37 Tentara India Tewas Dalam Serangan Bom di Kashmir
Jum'at, 15 Februari 2019 07:54
Foto: AFP
KIBLAT.NET, Srinagar – Setidaknya 37 tentara tewas dalam serangan bom mobil terhadap pasukan keamanan India di Kashmir, India, pada Rabu (14/02). Ini merupakan serangan paling mematikan yang dialami tentara India sejak 2002 di bagian wilayah Kashmir jajahannya itu.
Ledakan itu menargetkan konvoi 78 bus yang mengangkut sekitar 2.500 petugas polisi di jalan raya sekitar 20 kilometer dari kota Srinagar. Ledakan sangat besar sehingga terdengar dari radius 12 kilometer.
Ini merupakan serangan terbesar kedua dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Pada Sember 2016, sedikitnya 19 tentara India tewas dalam serangan ke kamp militer di wilayah yang disengketakan itu.
Masih terjadi simpang siur mengenai jumlah pasti korban tewas. Polisi mengatakan serangan itu menewaskan 37 tentara. Media India, Press Trust of India, melaporkan bahwa serangan itu menewaskan sedikitnya 39 orang, sementara media lain melaporkan bahwa jumlah korban melebihi 40 orang.
“Dilihat dari kondisi kendaraan yang rusak, jumlah korban kemungkinan bisa bertambah,” kata seorang pejabat senior kepolisian kepada AFP tanpa menyebut nama.
Media lokal menyebut Jaisyul Muhammad, kelompok perlawanan Islam di Pakistan, mengaku bertanggung jawab atas serangan ini.
Seorang juru bicara kelompok itu mengatakan, seperti dinukil media lokal, bahwa serangan ini dilakukan oleh pejuang Adil Ahmad dengan “bom Syahid”. Adil Ahmad merupakan pejuang perlawanan anti penjajahan India yang dikenal di Kahsmir.
BACA JUGA Alasan Keamanan, India Minta WhatsApp Buka Pesan Terenkripsi
BACA JUGA Alasan Keamanan, India Minta WhatsApp Buka Pesan Terenkripsi
Segera setelah serangan itu, ratusan pasukan pemerintah mengepung sekitar 15 desa di daerah asal Adil Ahmad. Polisi melakukan penggerebekan brutal ke rumah-rumah warga.
Menurut laporan keamanan, sekitar 350 kg bahan peledak digunakan dalam serangan itu.
Foto-foto, yang sumbernya tidak dikonfirmasi, menunjukkan kerangka tujuh kendaraan yang hancur tersebar di sepanjang jalan raya dekat bus militer biru.
The Press Trust of India melaporkan bahwa banyak mayat telah benar-benar hancur berantakan.
Washington dengan cepat mengutuk serangan ini. AS menyebut ini “tindakan keterlaluan” dan meminta semua negara untuk “menolak perlindungan dan dukungan teroris.”
“Amerika Serikat bertekad untuk bekerja sama dengan pemerintah India untuk memerangi terorisme dalam segala bentuknya,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Robert Paladino dalam sebuah pernyataan.
New Delhi menempatkan 500.000 tentara di bagian wilayah Kashmir, yang dikuasainya sejak akhir pemerintahan kolonial Inggris pada tahun 1947. Kashmir terbagi dua wilayah, di bawah kendali Pakistan dan India.
Warga Kashmir yang mayoritas muslim menolak bergabung ke India. Sehingga meletuslah perlawanan besenjata pada 1989. Ketegangan itu berlangsung hingga sekarang.
Sumber: AFP
Redaktur: Sulhi El-Izzi
Redaktur: Sulhi El-Izzi
Friday, February 15, 2019
BENDA NI BUKAN TERJADI DI NEGARA CHINA TAPI DI MALAYSIA...
Kesalahan yng sama tp tindakan hny diambil kepada peniaga Melayu... Soalannya mengapa,kenapa dan bagaimana?
Na'im Nikmat: BENDA NI BUKAN TERJADI DI NEGARA CHINA TAPI DI MALAYSIA...
Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa dan bersuku puak, supaya kamu berkenal-kenalan (dan beramah mesra antara satu dengan yang lain). Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang yang lebih taqwanya di antara kamu, (bukan yang lebih keturunan atau bangsanya). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Mendalam PengetahuanNya (akan keadaan dan amalan kamu). (Al-Hujurat -13)
15 February 2019
Patutkah Nik Abduh kata ‘ayah pun pernah berbohong’...
Guna nama ayah utk menghalalkan kegiatan menyamun.
Bukan susah dijangka sangat langkah orang terdesak. Terdesak mahu membuang air di stesen minyak misalnya, sehingga lupa memberi lampu isyarat dan memandu secara berbahaya.
Begitu juga dengan seorang pemimpin PAS yang cukup dikasihi pengikutnya, apatah lagi beliau adalah anak kepada tokoh parti itu yang sememangnya disanjungi kawan dan lawan semasa hayatnya.
Baru-baru ini pekung mengenainya terbocor. Maka bagi menampal kembali pekung tersebut para pemimpinnya terpaksa bersilat lidah apabila diajukan beraneka soalan daripada pemberita.
Ada yang mengatakan pihak yang membocorkan pekung itu sebagai pengkhianat, ada yang mengatakan apa yang terbocor itu adalah sebenarnya majlis ilmu. Namun alasan yang lebih hebat adalah pekung itu harus ditutup dengan pembohongan atas restu pimpinan yang sekian hari kita lihat semakin hilang arah tuju.
Itulah dia Nik Mohamad Abduh Nik Abdullah. Sosok yang dipertahankan pengikut dan pimpinan PAS sejak kebelakangan ini. Dia mungkin sahaja kini liabiliti terbesar buat PAS.
Sepertinya restu untuk berbohong daripada Haji Abdul Hadi Awang tidak cukup, Nik Abduh mencari pula alasan baharu.
“Ayah pun pernah bohong,” kata Nik Abduh. Jangan terkejut, ini adalah percakapan Nik Abduh yang sahih.
Kata-kata ini keluar dari mulut Nik Abduh bagi menghalalkan tindakannya berbohong.
Ini selepas suara rakaman yang menyatakan bahawa PAS menerima wang UMNO disahkan adalah milik Nik Abduh.
Kenyataan ini mengundang kemarahan pelbagai pihak yang kenal dengan peribadi bekas Mursyidul Am Pas, Allahyarham Datuk Nik Abdul Aziz Nik Mat atau lebih mesra dipanggil Tok Guru Nik Aziz.
Malah ada juga yang membandingkan keperibadian beliau dengan seorang lagi anak Tok Guru, Nik Muhammed Omar yang kini menyertai Amanah.
Nik Omar dikatakan mempunyai keperibadian yang mirip arwah bapanya serta mempunyai sifat merendah diri.
Kini, setelah segala pembohongan terbongkar, rakyat khususnya pengikut PAS mungkin mampu menilai antara kaca dan permata. – roketkini.com
Nik Abduh Nik Abdul Aziz, the son of former PAS spiritual leader Nik Abdul Aziz, has decided to fight back. After months of denial, the disgraceful junior has finally admitted that he was indeed the person in an audio recording many critics claim was proof that the Islamic party received money from UMNO, during which crooked Najib Razak was the prime minister.
Last April, just a month before the May 9th elections, which saw the downfall of the Najib regime, Nik Abduh denied he was the person in the recording, and claimed the audio was fabricated to tarnish his image. But karma is a bitch. You can only lie for so long, before being exposed of accepting dirty money while pretending to preach to followers about the evil of corruption.
Today, Mr. Nik Abduh claims that he actually wanted to come clean on the highly-explosive audio recording, but leaders of his party, including President Abdul Hadi Awang, had urged him to lie about the bribery considering the 14th general election was around the corner. In other words, Nik Abduh admits “Holy Man” Hadi Awang had given his blessings to lie to their 2-million followers.
When push comes to shove, Nik Abduh has no intention of being made the scapegoat in the RM90 million corruption scandal. After all, his boss Hadi Awang and family members got the lion’s share of the cash. Hence, Nik cleverly took the pre-emptive strike, telling all and sundry that he didn’t lie, but was told to lie by the president of the Islamic party.
Heck, to make it more dramatic, Nik also claims that it was incredibly difficult for him to lie at the beginning. But the leaders of PAS insisted that he denies and lies about the audio recording, so he finally relented. This guy should be awarded the Oscars for his acting talents. Perhaps he would also obediently jump from the KLCC Twin Towers if Hadi Awang orders him to.
To further justify his action, Nik Abduh has even brought up his father’s name, claiming that his late father had also lied in the past, apparently to protect the Islamic party’s secrets. At the rate he drags his father, president and everyone under the sun into the RM90 million bribery, it makes you wonder how many mountains of lies have the holiest political party told their gullible supporters.
Caught with his pants down, Hadi Awang now said he is not bothered by Sarawak Report editor Clare Rewcastle-Brown anymore, who continues to bring up the RM90 million fiasco, despite the Feb 2’s out-of-court settlement with the PAS president. It’s absolutely amazing that Mr. Hadi suddenly isn’t offended anymore for being accused of accepting bribes.
After spending millions, even to the tune of asking members to donate to a fund amounting to RM3 million to meet the cost of the legal suit against Sarawak Report, Mr. Hadi has a new silly story – it did not matter that the Sarawak Report kept its article online accusing the PAS leaders took RM90 million from UMNO, because it was already public knowledge.
Seriously? If what Clare Rewcastle-Brown wrote did not matter at all, why on Earth was Hadi Awang so freaking furious of the allegations, so much so that he had flown all the way to London and sue the British journalist in 2017 over an article that several PAS leaders received RM90 million from former Prime Minister Najib Razak to secretly support Barisan Nasional?
Pro-PAS cybertroopers, propagandists and bloggers are getting funnier in their defence of Hadi Awang and his minions. They could only argue that since the editor of Sarawak Report had also withdrawn her counterclaim against the PAS president, it shows Clare Rewcastle-Brown was guilty too. They deliberately omitted the part that the damaging articles remain online even after the suit was settled out of court.
According to PAS vice-president Mohd Amar Nik Abdullah, the allegations made by Rewcastle-Brown against PAS were baseless and without any strong evidence. He said – “To us, the fact that she agreed for the matter to be settled out of court indicates that she had no solid proof.” Have all the PAS leaders suddenly become fabulously dumb?
If the British journalist had no solid proof, why the hell did the holiest man in Malaysia – Hadi Awang – stupidly agrees to the out-of-court settlement in the first place? It was the PAS president who offered to settle his defamation suit, not Sarawak Report. Clare Rewcastle-Brown probably agreed to the offer because to continue with the lawsuit in the UK, it would only benefit the lawyers.
That explains why Clare Rewcastle-Brown was delighted with Abdul Hadi Awang’s offer. She doesn’t need to continue paying her lawyer, yet her articles can remain published online. The fact that the PAS president, with tail between legs, has not made any demand for the article to be removed, let alone an apology, is already the clearest proof that the British journalist possessed proof as solid as a rock.
And that proof is the audio recording of Nik Abduh admits to taking money from UMNO. That piece of evidence is more than enough to wreck havoc on the PAS Islamic Party’s reputation and integrity if the lawsuit continues in the London court. The question whether Hadi will lose his case in the UK did not arise at all. The writing was on the wall that he will certainly lose his lawsuit.
PAS had no choice but to eat humble pie by offering an out-of-court settlement to Sarawak Report. To twist and spin the settlement as a moral victory is like saying Najib’s stepson, Riza Aziz, had won despite agreeing to pay the United States government US$60 million to settle a civil lawsuit that sought to seize assets bought with money stolen from 1MDB.
The RM90 million scandal has given Hadi Awang sleepless nights, so he desperately wanted to run away from it. When he first sued Sarawak Report in 2017, he hadn’t a clue that Nik Abduh would be so stupid as to admit taking dirty money from Najib. He thought he could call Clare Rewcastle-Brown’s bluff when the British investigative journalist exposed the massive corruption in the Islamic party.
Still, the holy man was clever enough to cut his loss. But the damage has already been done. To protect himself and the interest of the party, the PAS president is more than willing to sacrifice Nik Abduh. However, Nik Abduh refuses to surrender without a fight, throwing everything, including the kitchen sink and the good name of his father, to cleanse his tainted name. - FT
cheers.
tumpang sekole...?: Patutkah Nik Abduh kata ‘ayah pun pernah berbohong’...Begitu juga dengan seorang pemimpin PAS yang cukup dikasihi pengikutnya, apatah lagi beliau adalah anak kepada tokoh parti itu yang sememangnya disanjungi kawan dan lawan semasa hayatnya.
Baru-baru ini pekung mengenainya terbocor. Maka bagi menampal kembali pekung tersebut para pemimpinnya terpaksa bersilat lidah apabila diajukan beraneka soalan daripada pemberita.
Ada yang mengatakan pihak yang membocorkan pekung itu sebagai pengkhianat, ada yang mengatakan apa yang terbocor itu adalah sebenarnya majlis ilmu. Namun alasan yang lebih hebat adalah pekung itu harus ditutup dengan pembohongan atas restu pimpinan yang sekian hari kita lihat semakin hilang arah tuju.
Sepertinya restu untuk berbohong daripada Haji Abdul Hadi Awang tidak cukup, Nik Abduh mencari pula alasan baharu.
“Ayah pun pernah bohong,” kata Nik Abduh. Jangan terkejut, ini adalah percakapan Nik Abduh yang sahih.
Kata-kata ini keluar dari mulut Nik Abduh bagi menghalalkan tindakannya berbohong.
Ini selepas suara rakaman yang menyatakan bahawa PAS menerima wang UMNO disahkan adalah milik Nik Abduh.
Malah ada juga yang membandingkan keperibadian beliau dengan seorang lagi anak Tok Guru, Nik Muhammed Omar yang kini menyertai Amanah.
Nik Omar dikatakan mempunyai keperibadian yang mirip arwah bapanya serta mempunyai sifat merendah diri.
Kini, setelah segala pembohongan terbongkar, rakyat khususnya pengikut PAS mungkin mampu menilai antara kaca dan permata. – roketkini.com
RM90 Million Scandal–The Blame Game Has Begun Within PAS...
Nik Abduh Nik Abdul Aziz, the son of former PAS spiritual leader Nik Abdul Aziz, has decided to fight back. After months of denial, the disgraceful junior has finally admitted that he was indeed the person in an audio recording many critics claim was proof that the Islamic party received money from UMNO, during which crooked Najib Razak was the prime minister.
Last April, just a month before the May 9th elections, which saw the downfall of the Najib regime, Nik Abduh denied he was the person in the recording, and claimed the audio was fabricated to tarnish his image. But karma is a bitch. You can only lie for so long, before being exposed of accepting dirty money while pretending to preach to followers about the evil of corruption.
Today, Mr. Nik Abduh claims that he actually wanted to come clean on the highly-explosive audio recording, but leaders of his party, including President Abdul Hadi Awang, had urged him to lie about the bribery considering the 14th general election was around the corner. In other words, Nik Abduh admits “Holy Man” Hadi Awang had given his blessings to lie to their 2-million followers.
When push comes to shove, Nik Abduh has no intention of being made the scapegoat in the RM90 million corruption scandal. After all, his boss Hadi Awang and family members got the lion’s share of the cash. Hence, Nik cleverly took the pre-emptive strike, telling all and sundry that he didn’t lie, but was told to lie by the president of the Islamic party.
Heck, to make it more dramatic, Nik also claims that it was incredibly difficult for him to lie at the beginning. But the leaders of PAS insisted that he denies and lies about the audio recording, so he finally relented. This guy should be awarded the Oscars for his acting talents. Perhaps he would also obediently jump from the KLCC Twin Towers if Hadi Awang orders him to.
To further justify his action, Nik Abduh has even brought up his father’s name, claiming that his late father had also lied in the past, apparently to protect the Islamic party’s secrets. At the rate he drags his father, president and everyone under the sun into the RM90 million bribery, it makes you wonder how many mountains of lies have the holiest political party told their gullible supporters.
After spending millions, even to the tune of asking members to donate to a fund amounting to RM3 million to meet the cost of the legal suit against Sarawak Report, Mr. Hadi has a new silly story – it did not matter that the Sarawak Report kept its article online accusing the PAS leaders took RM90 million from UMNO, because it was already public knowledge.
Seriously? If what Clare Rewcastle-Brown wrote did not matter at all, why on Earth was Hadi Awang so freaking furious of the allegations, so much so that he had flown all the way to London and sue the British journalist in 2017 over an article that several PAS leaders received RM90 million from former Prime Minister Najib Razak to secretly support Barisan Nasional?
Pro-PAS cybertroopers, propagandists and bloggers are getting funnier in their defence of Hadi Awang and his minions. They could only argue that since the editor of Sarawak Report had also withdrawn her counterclaim against the PAS president, it shows Clare Rewcastle-Brown was guilty too. They deliberately omitted the part that the damaging articles remain online even after the suit was settled out of court.
According to PAS vice-president Mohd Amar Nik Abdullah, the allegations made by Rewcastle-Brown against PAS were baseless and without any strong evidence. He said – “To us, the fact that she agreed for the matter to be settled out of court indicates that she had no solid proof.” Have all the PAS leaders suddenly become fabulously dumb?
If the British journalist had no solid proof, why the hell did the holiest man in Malaysia – Hadi Awang – stupidly agrees to the out-of-court settlement in the first place? It was the PAS president who offered to settle his defamation suit, not Sarawak Report. Clare Rewcastle-Brown probably agreed to the offer because to continue with the lawsuit in the UK, it would only benefit the lawyers.
And that proof is the audio recording of Nik Abduh admits to taking money from UMNO. That piece of evidence is more than enough to wreck havoc on the PAS Islamic Party’s reputation and integrity if the lawsuit continues in the London court. The question whether Hadi will lose his case in the UK did not arise at all. The writing was on the wall that he will certainly lose his lawsuit.
PAS had no choice but to eat humble pie by offering an out-of-court settlement to Sarawak Report. To twist and spin the settlement as a moral victory is like saying Najib’s stepson, Riza Aziz, had won despite agreeing to pay the United States government US$60 million to settle a civil lawsuit that sought to seize assets bought with money stolen from 1MDB.
The RM90 million scandal has given Hadi Awang sleepless nights, so he desperately wanted to run away from it. When he first sued Sarawak Report in 2017, he hadn’t a clue that Nik Abduh would be so stupid as to admit taking dirty money from Najib. He thought he could call Clare Rewcastle-Brown’s bluff when the British investigative journalist exposed the massive corruption in the Islamic party.
Still, the holy man was clever enough to cut his loss. But the damage has already been done. To protect himself and the interest of the party, the PAS president is more than willing to sacrifice Nik Abduh. However, Nik Abduh refuses to surrender without a fight, throwing everything, including the kitchen sink and the good name of his father, to cleanse his tainted name. - FT
Tiada ulasan:
Catat Ulasan