Sabtu, 29 Februari 2020

Bencilah maksiat, tapi sayangi pendosanya. 9814


Membantu Tanpa Merendahkan Orang Yang Dibantu.

Dikisahkan seorang lelaki pergi ke pasar untuk membeli buah. Lalu ia bertanya, “Berapa harga pisang dan apel ini?” “Pisang ini 20.000 dan apel ini 30.000 per kilo.” jawab si penjual buah. 

Tak lama kemudian seorang wanita datang dan bertanya, “Berapa harga pisang ini?” Penjual itu menjawab, “Pisang ini 5.000 dan apel itu 10.000 per kilonya.” 

Mendengar jawaban si penjual buah kepada si wanita wajah pembeli lelaki itu memerah. Ia merasa dipermainkan. Mengapa ia diberi harga tiga kali lipat dari harga wanita ini?

Dengan segera penjual buah itu berkata kepada pembeli lelaki, “Mohon tunggu sebentar pak.” Ia pun segera melayani si wanita yang membeli satu kilo pisang dan satu kilo apel hanya dengan harga 15.000. 

Setelah wanita itu pergi, si penjual buah meminta maaf kepada pembeli lelaki tersebut. Ia menjelaskan, “Demi Allah aku tidak sedang mempermainkanmu. Sebenarnya wanita itu adalah janda yang memiliki empat anak yatim. Dan ia selalu menolak jika ada yang ingin memberi bantuan. Suatu saat aku ingin memberinya buah namun ia pun menolaknya. Maka aku berpikir satu-satunya cara untuk membantunya adalah memberi harga yang murah agar ia tidak merasa sedang dibantu. Wanita itu datang sekali dalam seminggu. Dan Demi Allah, setiap kali ia datang maka hari itu pendapatanku menjadi berkali-kali lipat dari biasanya.” 

Pembeli lelaki itu baru mengerti maksud dari si penjual buah dan dia pun meneteskan air mata karena terharu dengan kebaikan hati penjual ini. Orang-orang semacam inilah yang termasuk dalam ayat berikut ini :

يَحۡسَبُهُمُ ٱلۡجَاهِلُ أَغۡنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعۡرِفُهُم بِسِيمَٰهُمۡ لَا يَسۡـَٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلۡحَافٗاۗ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

“(orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS.Al-Baqarah:273)

Di sekitar kita banyak sekali orang yang membutuhkan bantuan namun mereka memilih diam demi menjaga kehormatan dan harga diri. Maka perhatikanlah orang-orang sekitarmu dan carilah cara terbaik untuk membantu mereka tanpa mereka merasa sedang diberi bantuan.

Rasulullah saw bersabda :

إِرحَمُوا مَن فِي الأَرضِ يَرحَمُكُم مَن فِي السَّمَاء

“Sayangilah yang ada di bumi maka engkau akan disayangi oleh yang di langit.”

Semoga bermanfaat..
Tidak Berlebih-Lebihan Dalam Berbicara. 

Secara umum, biasanya kaum wanita lebih banyak atau unggul dalam berbicara dibandingkan laki-laki. Ia lebih banyak mengekspresikan hati, keinginan dan minatnya melalui lisan sehingga makin mengolah kata.

Taufik Al-Hakim berkata: “Belum pernah aku temukan dua perempuan yang sedang duduk dan keduanya tidak berbicara. Aku pernah menyaksikan sekelompok wanita sedang berkumpul, saya heran bagaimana mereka saling menghadirkan bahan pembicaraan? Kadang saya merasa paling cerewet diantara kaum laki-laki, namun ketika saya bandingkan dengan kaum wanita ternyata saya paling pendiam diantara mereka”. (Mut’atul Hadits, Abdullah Ad Dawud, hal 72).

Seorang istri shalihah hendaknya mampu menjaga lisannya dari perkataan jelek, mengadu domba, mencela, suka berkeluh kesah, bahkan terlontar ucapan yang mengkufuri nikmat Allah, dengan tidak bersyukur pada suaminya. Terkadang ia dengan ringan membuat topik pembicaraan yang mampu menyihir lawan bicara sehingga menarik dan asyik berbicara yang bisa menjerumuskan dalam membicarakan aib orang lain termasuk kekurangan suaminya sendiri tanpa ia sadari.

Berlebih-lebihan dalam berbicara tanpa kendali dan tujuan yang mulia akan hanya akan mendatangkan dosa dan murka Allah subhanahu wa ta’ala.

Berkata Imam Muslim rahimahullah: “Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ، قالَهَا ثَلَاثًا

Binasalah orang yang suka berlebih-lebihan/melampaui batas” beliau mengatakan tiga kali”(Syarh Shahih Muslim oleh An-Nawawi, 16/220).

Dan sabdanya: الْمُتَنَطِعُوْنَ (berlebih-lebihan), berkata An-Nawawi: “Yang dimaksud ialah orang yang berdalam-dalam, berlebih-lebihan, dan melampaui batas dalam perkataan dan perbuatan mereka” (Dikutip dari “Wahai Muslimah Dengarlah Nasehatku” [terjemah] karya Ummu Abdillah Al-Wadi’iyyah, hal 63).

Syariat memerintahkan seorang muslimah dan mukminah untuk mampu mengendalikan lidahnya, tidak mudah mengumbar kata-kata tanpa ada kebutuhan mendesak, seperti saling menasehati sesama, berdakwah, membicarakan perkara agama, bermusyawarah untuk urusan kebaikan dunia dan lain-lain yang bermanfaat. 

Kaum muslimah hendaknya menyadari betapa lisan bak pisau bermata dua, di satu sisi bisa mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala namun di sisi lain mampu menjerumuskannya dalam neraka.

Jadikanlah dalam lisanmu untuk meraih apa-apa yang dicintai serta diridhai-Nya. Lisan yang senantiasa basah oleh dzikrullah dalam segala situasi dan suasana agar hidupmu berkah dan berpahala. Lisan yang membantumu untuk selalu mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla, dan senantiasa menumbuhkan ketaatan pada perintah-Nya.

Hadirkan selalu pembicaraan yang berfaidah yang mampu membuatmu dan orang lain tentram dan bahagia. Pembicaraan yang tidak mengundang petaka, bukan pembicaraan yang justru membuat hidupmu di dunia dan akhirat sengsara.

Sepantasnya seorang muslimah sejati memperbanyak do’a, rajin menuntut ilmu, dan bersahabat dengan orang-orang yang shalih-shalihah agar bisa membantunya untuk menjaga lisannya dari perkara dosa dan hal-hal yang dimurkai-Nya.

Referensi :
1. Wahai Muslimah Dengarlah Nasehatku (terjemah), Ummu Abdillah Al-Wadi’iyyah, Pustaka Sumayyah, Pekalongan,2006
2. One heart, Rumah tangga Satu Hati Satu Langkah, Zainal Abidin bin Syamsudi, Pustaka Imam Bonjol, Jakarta, 2014

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa. Baca selengkapnya 
Hikmah Dalam Mengkritik.

Kita terkadang tidak siap untuk menjadi guru. Ketika kita diingatkan sebuah kesalahan, sering muncul keangkuhan. Padahal tanda keikhlasan adalah menerima kritikan yang baik. Kita terkadang tidak siap untuk menjadi besar, mudah terkena ujub dan merasa nikmat dengan kehormatan. Jika kita merasa direndahkan kesombongan seringkali muncul menggelapkan hati. (Ustadz Abu Yahya Badrussalam, dikutip dari salamdakwah.com).

Menyentuh jiwa sekali ungkapan hikmah di atas, betapa kritikan seakan terasa pedas menyayat hati ketika dimaknai berbeda, sejatinya kritikan yang disampaikan dengan perasaan cinta ingin menasehati saudaranya dan berharap cinta Allah niscaya berbuah kebaikan. Terkadang seseorang berat menerima saran atau kritikan dan merasa dirinya dipojokkan tatkala cara mengkritiknya tak beradab. Hal ini diperparah lagi ketika yang bersangkutan memiliki karakter sensitif atau mudah tersinggung secara berlebihan.

Ibnu Hazm rahimahullah berkata: “Siapa berpikir dengan jernih dan melatih dirinya untuk tenang dengan kebaikan, maka sebenarnya kritikan lebih menguntungkan dari pada pujian, karena pujian bila sesuai fakta membuat orang ujub dan dan hancurlah semua kelebihannya, bila mengada-ada lalu ia bangga dengan kepalsuan dan demikian itu jelas suatu bentuk cacat berat. Sementara kritikan orang bila sesuai fakta maka mendorong untuk mengoreksi kekurangan tersebut dan demikian itu suatu keuntungan besar yang semua orang butuh kecuali orang kerdil. Jika kritikan tersebut mengada-ada sedang ia bersabar maka ia terlatih untuk bersabar dan lapang dada lalu ia meraup kebaikan, karena kebaikan orang yang mengkritik akan diberikan kepadanya pada hari pembalasan sehingga ia meraup pahala tanpa susah payah. Yang demikian itu semua orang pasti senang kecuali orang gila” (Siyar wal Akhlak, hal. 114).

Seorang mukmin hendaklah tawadhu’ ketika dinasehati dan menasehati orang lain. Berbaik sangkalah karena setiap diri pasti punya aib dan kekurangan. Yakinlah saat orang lain mengoreksi aib kita berarti ia perhatian pada kita dan berharap kita senantiasa dalam kebaikan. Ketika orang yang mengkritik dan pihak yang dikritik sama-sama memiliki iman kuat dan akhlak mulia niscaya kritikan akan dianggap hadiah yang diberikan dengan perasaan suka cita. Dan yang menerima juga akan merasa bahagia karena tujuannya untuk kebaikan dan taqwa, asal disampaikan dengan hikmah dan bijaksana.

Hikmah menurut Ibnu Qoyyim rahimahullah adalah sesuatu yang tepat dengan cara yang tepat dalam waktu dan tempat yang tepat (Madarijus Salikin: 2/479).

Kritikan adalah media untuk memperbaiki diri agar seorang mukmin senantiasa instropeksi diri dan segera berbenah sehingga berada di level tertinggi dalam segala kebaikan. Hindari sikap apriori (praanggapan_ed) dan pikiran-pikiran negatif atau su’udzon pada orang lain. Jangan biarkan dendam dan hasad menguasai, baik ketika menasehati atau dinasehati orang lain. Bukankah dengan kritikan atau nasehat seorang akan mengetahui kekurangan kita?

Ibnu Hibban Al Busti rahimahullah pernah menyampaikan: “Seorang yang berakal, aib-aib dirinya tidak akan tersembunyi olehnya. Seorang yang tidak mengetahui aibnya, iapun tidak mengetahui kebaikan-kebaikan orang lain. Sesungguhnya hukuman terberat atas seseorang adalah ia tidak mengetahui aibnya sendiri. Karena, orang yang tidak mengetahui aibnya maka ia tidak dapat menghilangkannya dari dirinya” (Raudhatul ‘Uqala, I/22).

Ibnu Rajab berkata: “Konon para salaf jika ingin menasehati seorang mereka menyampaikannya secara rahasia, sampai-sampai ada yang mengatakan barangsiapa yang menasehati saudaranya secara rahasia berarti ia betul-betul menasehati saudaranya dan barangsiapa yang menasehatinya di depan orang banyak, berarti ia hanya ingin menjatuhkan martabatnya” (Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam, I/225).

Wallahu a’lam.

Referensi :

1. One Heart, Rumah Tangga satu hati satu langkah, Zainal Abidin bin Syamsuddin, Lc, Pustaka Imam Bonjol, Jakarta, 2014
2. Majalah Tashfiyah, edisi 19. Vol.02, 1443 H
3. Majalah Usroti, edisi 09. Vol I
4. Langkah Pasti Menuju Bahagia (terjemah), Dr. Abdul Muhsin bin Muhammad Al-Qosim, Dar An-Naba’, Surakarta

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa. 
Baca selengkapnya 
Musuh Kita Adalah Penyakit Bukan Penderitanya.

ISLAM rahmatan lil alamin atau Islam rahmat bagi seluruh alam. Adalah Islam yang bisa merangkul semuanya. Memberikan sinarnya bagi setiap umat manusia. Dan muslim adalah penganutnya.

Senantiasa berakhlak karimah dan dekat kepada sesama. Maka yang utama adalah berbagi kebaikan dan bukan menebar kebencian. Mengajak kepada kebajikan, dan mencegah kemungkaran. Yang menolak kepada kemaksiatan dan bukan menghindar kepada si pelaku perbuatan.

Karena Islam untuk kita semua dan bukan hanya untuk sebagian. Bagaimana bisa orang mengerti indahnya Islam, jika kita tolak mereka sebelum masuk ke dalam?

Terinspirasi dari perkataan Ustadz Salim A, Fillah bahwa, “Bencilah maksiat, tapi sayangi pendosanya. Kritiklah pernyataan, tapi muliakan penyampainya. Musuh kita adalah penyakit, dan bukan penderitanya.”

Sehingga inilah akhlak muslim seharusnya. Mengetahui mana yang lebih utama. Walau sampai hari ini dari kita masih banyak yang lupa, akan tetapi tetaplah berusaha untuk memperbaikinya. Menjadi muslim yang lebih baik serta peduli kepada manusia yang lainnya. [inspirasi-islami]

Terkena Najis di Tengah Salat, Lakukanlah Ini…


sukarja pada Check Porsi Haji App. - 5 minit yang lalu
ABU Said al-Khudri radhiyallahu anhu bercerita, Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sedang shalat mengimami para sahabat, tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandalnya, lalu beliau letakkan di sebelah kirinya. Para jamaah yang melihat itu langsung melepaskan sandal mereka. Seusai shalat, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya, Mengapa kalian melepas sandal kalian?Kami melihat anda melepaskan sandal anda, … Continue reading Terkena Najis di Tengah Salat, Lakukanlah Ini…

Nasehat Guru: Apa yang Harus Dijaga di Bulan Rajab


sukarja pada Check Porsi Haji App. - 5 minit yang lalu
SEJAK hari kemarin kita memasuki bulan Rajab, bulan penuh kemuliaan dan keistimewaan. Apa yang harus kita lakukan? Banyak sudah bahasan menjawab pertanyaan itu. Kali ini saya ingin berbagi dawuh guru hati saya, Habib Umar bin Hafidz Yaman. Beliau berkata begini: “Hati-hatilah kalian jangan sampai masuk bulan Rajab dalam keadaan sementara silaturrahim kita dengan keluarga ada … Continue reading Nasehat Guru: Apa yang Harus Dijaga di Bulan Rajab


Tiada ulasan: