Khamis, 11 Julai 2013

861. Berikut adalah penjelasan kufu’ dalam Fiqih Munakahat.

Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Bismillahirrohmanirrohim
Beberapa waktu lalu saya berdiskusi dengan 3 orang ikhwah mengenai kufu’ dalam pernikahan. 

Dari pendapat saya sempat terlontar bahwa setiap orang pada dasarnya sekufu’ selama yang bersangkutan adalah seorang muslim. Pendapat ini dinukil dari pendapat Imam Ali bin Abi Tholib r.a. bahwa :
“Manusia itu satu sama lain adalah kufu’, mereka yang Arab, yang bukan Arab, yang Kuraisy dan yang Hasyimi kalau sudah masuk Islam dan sudah beriman”
Namun untuk masalah kufu’ ditinjau dari segi Fiqih Munakahat sendiri, sudah dijabarkan cukup jelas. Berikut adalah penjelasan kufu’ dalam Fiqih Munakahat. 

Sekufu dalam arti bahasa adalah sepadan, sama atau menyerupai. Yang dimaksud dengan sepadan dan menyerupai di sini adalah persamaan antara kedua calon mempelai dalam 5 perkara :
Pertama, dalam agamanya. Seorang laki-laki fasik yang keji tidaklah sepadan dengan seorang wanita yang suci dan adil. Karena laki-laki fasikdalam persaksian dan beritanya tidak dapat diterima. Ini merupakan salah satu kekurangan yang sangat manusiawi. 

Kedua, keturunan atau segi keluarga. Orang asing (bukan keturunan Arab) tidak sepadan dengan orang yang keturunan dari bangsa Arab. 

Ketiga, merdeka. Orang yang mempunyai status sebagai hamba sahaya atau seorang budak belia tidaklah sepadan dengan orang yang merdeka. Karena ia memiliki kekurangan yaitu statusnya dalam kepemilikan orang lain. 

Keempat, profesi. Orang yang memiliki profesi yang rendah seperti tukang bekam atau tukang tenun, tidaklah sepadan dengan putri seorang yang memiliki profesi besar seperti saudagar dan pedagang kaya. 

Kelima, memenuhi permintaan dari pihak wanita. Yaitu, bisa memberikan mahar yang diminta dan nafkah yang ditentukan dari pihak wanita tersebut. Demikian juga dengan orang serba susah hidupnya, tidaklah sepadan dengan wanita yang biasa hidup bergelimangan harta. Karena hal ini bisa menimbulkan bahaya yang tidak sedikit jika tidak terpenuhi nafkah yang ia butuhkan. 

Jika didapati dari salah satu calon mempelai memiliki satu dari lima kategori di atas, maka kesamaan tersebut telah dianggap terpenuhi. Hal ini tidak berpengaruh pada keabsahan atau sahnya akad nikah yang dilakukan. Karena, sesungguhnya sekufu’ itu tidak termasuk syarat sah nikah, sebagaimana Nabi SAW memerintahkan Fatimah binti Qois untuk menikah dengan Usamah bin Zaid. Dan Fatimah pun menikah dengannya. Demikian yang dijelaskan dalam hadist riwayat muttafaq alaih. 
Sumber:
Berikut adalah penjelasan kufu’ dalam Fiqih Munakahat.

Perhatian: Pemaparan tajuk-tajuk, gambar-gambar dan segala bagai, adalah pandangan dan pendapat peribadi yang lebih menjurus kepada sikap dan sifat untuk menjadi lebih baik dengan mengamalkan gaya hidup menurut perentah dan larangan Allah S.W.T., antaranya bersikap dengan tiada prasangka, tidak bertujuan untuk kebencian, tidak berkeperluan untuk bersubahat dengan perkara bohong dan tiada kaitan dan berkepentingan dengan mana-mana individu. Jujur., aku hanyalah hamba Allah S.W.T., yang hina dina. BERSANGKA BAIK KERANA ALLAH S.W.T..

Tiada ulasan: