Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Bismillahirrohmanirrohim
Beberapa waktu lalu saya berdiskusi dengan 3 orang
ikhwah mengenai kufu’ dalam pernikahan.
Dari pendapat saya sempat
terlontar bahwa setiap orang pada dasarnya sekufu’ selama yang
bersangkutan adalah seorang muslim. Pendapat ini dinukil dari pendapat
Imam Ali bin Abi Tholib r.a. bahwa :
“Manusia itu satu sama lain adalah kufu’, mereka
yang Arab, yang bukan Arab, yang Kuraisy dan yang Hasyimi kalau sudah
masuk Islam dan sudah beriman”
Namun untuk masalah kufu’ ditinjau dari segi Fiqih
Munakahat sendiri, sudah dijabarkan cukup jelas. Berikut adalah
penjelasan kufu’ dalam Fiqih Munakahat.
Sekufu dalam arti bahasa adalah sepadan, sama atau
menyerupai. Yang dimaksud dengan sepadan dan menyerupai di sini adalah
persamaan antara kedua calon mempelai dalam 5 perkara :
Pertama, dalam agamanya. Seorang
laki-laki fasik yang keji tidaklah sepadan dengan seorang wanita yang
suci dan adil. Karena laki-laki fasikdalam persaksian dan beritanya
tidak dapat diterima. Ini merupakan salah satu kekurangan yang sangat
manusiawi.
Kedua, keturunan atau segi keluarga. Orang asing (bukan keturunan Arab) tidak sepadan dengan orang yang keturunan dari bangsa Arab.
Ketiga, merdeka. Orang yang
mempunyai status sebagai hamba sahaya atau seorang budak belia tidaklah
sepadan dengan orang yang merdeka. Karena ia memiliki kekurangan yaitu
statusnya dalam kepemilikan orang lain.
Keempat, profesi. Orang yang
memiliki profesi yang rendah seperti tukang bekam atau tukang tenun,
tidaklah sepadan dengan putri seorang yang memiliki profesi besar
seperti saudagar dan pedagang kaya.
Kelima, memenuhi permintaan dari
pihak wanita. Yaitu, bisa memberikan mahar yang diminta dan nafkah yang
ditentukan dari pihak wanita tersebut. Demikian juga dengan orang serba
susah hidupnya, tidaklah sepadan dengan wanita yang biasa hidup
bergelimangan harta. Karena hal ini bisa menimbulkan bahaya yang tidak
sedikit jika tidak terpenuhi nafkah yang ia butuhkan.
Jika didapati dari salah satu calon mempelai memiliki
satu dari lima kategori di atas, maka kesamaan tersebut telah dianggap
terpenuhi. Hal ini tidak berpengaruh pada keabsahan atau sahnya akad
nikah yang dilakukan. Karena, sesungguhnya sekufu’ itu tidak termasuk
syarat sah nikah, sebagaimana Nabi SAW memerintahkan Fatimah binti Qois
untuk menikah dengan Usamah bin Zaid. Dan Fatimah pun menikah dengannya.
Demikian yang dijelaskan dalam hadist riwayat muttafaq alaih.
Sumber:Berikut adalah penjelasan kufu’ dalam Fiqih Munakahat.
Perhatian:
Pemaparan tajuk-tajuk, gambar-gambar dan segala bagai, adalah pandangan dan
pendapat peribadi yang lebih menjurus kepada sikap dan sifat untuk menjadi
lebih baik dengan mengamalkan gaya hidup menurut perentah dan larangan Allah
S.W.T., antaranya bersikap dengan tiada prasangka, tidak bertujuan untuk
kebencian, tidak berkeperluan untuk bersubahat dengan perkara bohong dan tiada
kaitan dan berkepentingan dengan mana-mana individu. Jujur., aku hanyalah hamba
Allah S.W.T., yang hina dina. BERSANGKA BAIK KERANA ALLAH S.W.T..
Tiada ulasan:
Catat Ulasan