Selasa, 1 Oktober 2013

1889. Mencintai Junjungan Nabi Muhammad SAW.


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ  , الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ , الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ,  مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ , إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ , اهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيمَ  , صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ , غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ.

Assalamualaikum w.b.t/السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Meja www.peceq.blogspot.com 
Munafik dan kafir laknatullah sebenarnya pemberontak dan pengganas. 
Islam Agama Ku.

Begitukah Cara Mencintai Nabi SAW?

O!eh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi.

Hadits Pertama 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam Tujuan Penciptaan Makhluk
Lau laa ka lamaa kholaqtul aflaaka
“Seandainya bukan karenamu (Nabi Muhammad), Aku (Alloh) tidak akan menciptakan makhluk.” 

Haditsnya Populer 


Hadits di atas sangat populer, sering disampaikan oleh para mubaligh Indonesia. Lebih-lebih pada acara perayaan maulid Nabi, hampir bisa dipastikan hadits ini akan muncul dalam khotbah atau pidatonya.
Ada kisah menarik tentang hadits palsu ini yang menunjukkan betapa mengakarnya hadits ini di hati masyarakat umum, sampai-sampai dianggap oleh sebagian mereka sebagai ayat al-Qur’an. Syaikh Abdurrohman Abdul Kholiq bercerita: “Suatu saat, sekitar tahun 1381 H bertepatan dengan 1960 M, saya pernah menyampaikan ceramah di Masjid Nabawi tentang aqidah yang benar mengenai Rosul, lalu ada seorang jama’ah haji yang sudah tua berdiri menghadapku seraya mengatakan: ‘Bukankah Alloh berfirman:
Seandainya bukan karenamu (Nabi Muhammad), Aku (Alloh) tidak akan menciptakan makhluk. Aku pun menjawab: ‘lni bukan ayat al-Qur’an, juga bukan hadits, dan kandungannya pun tidak benar.’ Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana hadits ini begitu populer di masyarakat sampai-sampai dianggap sebagai ayat al-Qur’an, padahal bukan.”[1]

Takhrij Hadits 

Diriwayatkan ad-Dailami dalam Musnad-nya: 2/41 dari jalur Ubaidulloh bin Musa al-Qurosyi: “Menceritakan kepada kami Fudhoil bin Ja’far bin Sulaiman dari Abdush Shomad bin Ali bin Abdulloh bin Abbas dari ayahnya, Ibnu Abbas secara marfu’.”

Derajat Hadits 

MAUDHU’. Sebagaimana dikatakan ash-Shoghoni[2]. Kecacatan hadits di atas terletak pada Abdush Shomad. Al-Uqoili berkata tentangnya: “Haditsnya tidak terjamin dan orang-orang sebelum Abdush Shomad tidak saya kenal.”

Ibnul Jauzi juga meriwayatkan dalam al-Maudhu’at: 1/288-289 dari Sahabat Salman radhiyallahu ‘anhu, lalu berkomentar: “Haditsnya maudhu’.” Komentar beliau tersebut disetujui as-Suyuthi dalam al-Ala’i: 1/282.[3]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ucapan ini bukanlah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dari jalur yang shohih maupun lemah, tidak dinukil oleh seorang pun ahli hadits, baik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau dari sahabat. Bahkan ucapan ini tidak diketahui siapa yang mengucapkannya.”[4]

Kritik Atas Matan Hadits 

Makna hadits ini pun tidak benar[5] karena bertentangan dengan firman Alloh:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)

Ayat ini menegaskan bahwa Alloh menciptakan anak Adam untuk beribadah, bukan karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan setelah kita meneliti kitab-kitab tafsir ulama tentang ayat ini, ternyata tak satu pun di antara mereka yang menafsirkan ayat di atas dengan hadits ini sekalipun untuk membawakan pendapat yang lemah. Seandainya saja hadits ini menjadi pegangan ulama, niscaya akan mereka tampilkan dalam menafsirkan ayat di atas.[6]

Hadits Kedua
Aqidah Nur Muhammad
 Awwalu maa kholaqollaahu nuuru nabiyyika yaa jaabiru!
Makhluk yang pertama kali diciptakan adalah cahaya Nabimu wahai Jabir! 

Haditsnya Populer 

Hadits ini juga sangat populer, terutama di kalangan ahli khurofat dan ahli tasawuf yang sering-kali mengungkapkan sanjungan-sanjungan berlebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kita yakini dengan seyakin-yakinnya bahwa beliau tidak ridho dengannya. Marilah kita perhatikan ucapan penulis Dala’il Khoirot:[7]
Allahumma zid-hu nuuron ‘ala nuurihi alladzii kholaqtahu minhu
“Ya Alloh, tambahkanlah dia cahaya di atas cahaya yang telah Engkau ciptakan darinya. “ 

Derajat Hadits 

TIDAK ADA ASALNYA. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan bahwa hadits ini adalah dusta menurut kesepakatan ahli hadits.[8] Demikian juga yang ditegaskan Syaikh Sulaiman bin Sahman.[9]As-Suyuthi juga menegaskan bahwa hadits ini tidak ada sanadnya.[10]Demikian juga Jamaluddin al-Qosimi[11] dan Muhammad Rosyid Ridho[12], keduanya menegaskan bahwa hadits ini tidak ada asalnya.

Anehnya, sebagian orang yang mempromosikan hadits ini menisbatkannya pada Mushonnaf Abdur Rozzaq[13] padahal ini hanyalah omong-kosong belaka yang tidak ada kenyataannya, karena yang benar hadits ini hanyalah dibuat-buat oleh tokoh-tokoh tasawuf seperti Ibnu Arobi, Ibnu Hamawaih, dan al-Bakri[14]. Maka janganlah engkau tertipu.

Abdulloh al-Ghumari[15] berkata dalam risalahnya Mursyidul Ha’ir li Bayani Wadh’I Hadits Jabir: “Menyandarkan hadits ini kepada Abdur Rozzaq merupakan suatu kesalahan, karena (hadits ini) tidak ada dalam Mushonnaf-nya, Jami’-nya, maupun Tafsir-nya …. Hadits ini jelas maudhu’ (palsu) dan di dalamnya terdapat istilah-istilah tasawuf. Sebagian orang sekarang membuat-buat sanad hadits ini dan menyebutkan bahwa Abdur Rozzaq meriwayatkannya dari jalur Ibnul Munkadir dari Jabir. Semua ini adalah dusta dan dosa. Kesimpulannya, hadits ini mungkar, palsu, dan tidak ada asalnya dalam kitab hadits.”[16]

Kritik Atas Matan Hadits 

Hadits yang populer ini adalah batil. Begitu pula semua hadits yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diciptakan dari cahaya batil ditinjau dari beberapa hal:

1. Hal itu bertentangan dengan ketegasan Alloh dan Rosul-Nya yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia biasa:

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya Ilah (sembahan) kamu itu adalah Ilah Yang Esa.’” (QS. al-Kahfi [18]: 110)

Selain itu, bertentangan juga dengan hadits:

“Malaikat diciptakan dari cahaya, iblis diciptakan dari api yang menyala-nyala, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan pada kalian. [17]

Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa hanya malaikatlah yang diciptakan dari cahaya, Adam dan anak keturunannya tidak.[18]

2. Keyakinan ini hanyalah ucapan sebagian ahli khurofat dan orang-orang Sufi yang tidak ada asalnya, ucapan yang batil dan kedustaan belaka.[19] Bahkan, kalau kita telusuri ternyata keyakinan ini adalah hasil pemikiran filsafat Plato yang pada dasarnya menjurus kepada keyakinan wihdatul wujud (bersatunya hamba dengan Alloh) karena menurut mereka, manusia tercipta dari cahaya Muhammad dan Muhammad tercipta dari cahaya Alloh. Sebab itu, mereka adalah suatu bagian dari Alloh.[20]

Penutup 

Cinta Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu kepastian dan kewajiban bagi setiap muslim. Tidak sah iman seorang bila tidak mencintai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya, bagaimanakah hakikat cinta kepada Nabi?

Apakah cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berlebih-lebihan seperti mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah cahaya yang berpindah-pindah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui ilmu gaib dan berhak mendapatkan ibadah?! Jawablah pertanyaanku: Seperti inikah cara mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; ataukah ini adalah suatu penghinaan kepada beliau?

Jawaban ringkas atas pertanyaan ini dapat kita temukan apabila kita memahami secara benar hakikat syahadat bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abduhu wa Rosuluhu (hamba dan rosul Alloh). Dalam syahadat ini ada dua hal yang perlu dicermati:

Pertama: Keyakinan kita bahwa beliau adalah hamba Alloh berkonsekuensi bahwa beliau hanya manusia biasa. Hal ini merupakan bantahan terhadap golongan-golongan yang ghuluw (berlebih-lebihan) kepada beliau seperti kaum Sufi dan Rofidhoh berupa keyakinan-keyakinan di atas dan sejenisnya.
Allah berfirman:

Katakanlah: “Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rosul?” (QS. al-Isro’ [17]: 93)

Oleh karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya dari perbuatan ghuluw kepada beliau. Sabda beliau:

“Janganlah kalian memujiku sebagaimana kaum Nasrani memuji Ibnu Maryam (Nabi Isa ‘alaihis salam). Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: ‘Hamba Alloh dan Rosul-Nya.’”[21]

Kedua: Keyakinan kita bahwa beliau adalah rosul dan utusan Alloh berkonsekuensi bahwa beliau adalah manusia pilihan Alloh sehingga wajib bagi kita beriman kepadanya, membenarkan ucapannya, menjalankan perintahnya, menjauhi larangannya dan tidak beribadah kepada Alloh kecuali dengan syari’at yang beliau ajarkan. Hal ini merupakan bantahan kepada golongan-golongan yang tidak menghormati beliau seperti Kaum Yahudi, Nasrani, zindiq, kaum rasionalis, dan ahli bid’ah secara umum.

Jadi, sikap yang benar adalah sikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak meremehkan. Kita beriman bahwa beliau adalah manusia biasa tetapi memiliki keistimewaan karena beliau adalah seorang rosul, utusan Alloh. Wallohu A’lam.[22]

Sumber: majalah al-Furqon edisi 8 tahun kedelapan, Robi’ul Awwal 1430 H, hal. 22-24

[1] Al-Fikru Shufi hlm. 194. [Penulis kitab ini (Syaikh Abdurrahman Abdul Kholiq) secara umum telah ditinggalkan jumhur ulama zaman ini, karena beberapa pendapatnya yang menyalahi manhaj ahlus Sunnah, silakan lihat pada link INI   dan   INI,  _admin]
[2] Al-Ahadits al-Maudhu’ah hlm. 7
[3] Silsilah Ahadits adh-Dho’ifah: 282
[4] Majmu’ Fatawa: 11/96
[5] Adapun ucapan Syaikh Ali al-Qori dalam al-Asror al-Marfu’ah hlm. 288: “Tetapi maknanya benar.” Syaikh al-Albani berkomentar: “Ucapan ini tidak bisa diterima kecuali setelah terbukti keshohihan haditsnya terlebih dahulu.” (adh-Dho’ifah: 1/451)
[6] Khosho’ish al-Mushthofa Bainal Ghuluw wal Jafa’ kar. Dr. Shodiq bin Muhammad hlm. 112-113.
[7] Lihat kembali tulisan kami tentang kitab ini, Menyorot Kitab Dala’il Khoirot dalam Majalah AL FURQON Tahun ke-5 Edisi 11 (1427 H).
[8] Majmu’ Fatawa: 18/367
[9] Ash-Showai’qul Mursalah asy-Syihabiyyah hlm. 15
[10] Al-Hawi lil Fatawi: 2/43
[11] Syarh al-Arba’in al-Ajluniyyah: 343
[12] Fatawa Rosyid Ridho: 2/447
[13] Seperti yang dilakukan oleh Dr. Isa bin Abdulloh al-Himyari dalam kitabnya Juz al-Mafqud minal ]uz Awwal min Mushbnnaf Abdur Rozzaq – kata pengantar Dr. Muhammad Sa’id Mamduh al-Mishri. Kitab ini telah dibongkar kedustaannya secara beramai-ramai oleh para ulama masa kini. Lihat penjelasannya dalam Difa’ Anin Nabi wa Sunnatihi Muthohharoh kar. Muhammad Ziyad bin Umar at-Tuklah, cet. Darul Muhaddits.
[14] Lihat an-Nur al-Muhammadi Baina Hadyi Kitab Mubin wa Ghuluwi Gholin kar. Addab al-Himsy hlm. 46.
[15] Kami kutip ucapan beliau karena ada sesuatu yang unik tentang beliau ini, menggeluti ilmu hadits sekaligus mengagumi tasawuf. Syaikh Muhammad Alwi al-Maliki memujinya: “Al-Allamah, al-Faqih, ahli hadits Maghrib, bahkan ahli hadits dunia.” (Mafahim  Yajibu  ‘An Tushohhah hlm. 19). Jadi, yang mendustakan hadits palsu ini bukan saja para ulama sunnah melainkan tokoh-tokoh tasawwuf juga, seperti Abdulloh al-Ghumari, Ahmad al-Ghumari, Abdulloh al-Habsyi, Hasan as-Saqqof, Abdul Fattah Ghuddah, dan sebagainya. (Lihat Difa’ ‘Anis Sunnah kar. Muhammad at-Tuklah hlm. 105-
107)
[16] Lihat secara lebih luas tentang hadits ini dalam risalah Tanbihul Hudzdzaq ‘Ala Buthlani Ma Sya’a Bainal Anam min Hadits Nur al-Mansub li Mushonnaf Abdur Rozzaq kar. Ahmad Abdul Qodir asy-Syinqithi – kata pengantar Syaikh Abdul Aziz bin Baz, an-Nur al-Muhammadi kar. Addab Mahmud al-Himsy, Difa’ Anin Nabi kar. Syaikh Ziyad at-Tuklah, Khosho’ish al-Mushthofa Baina Ghuluw wal Jafa’ kar. Dr. Shodiq Muhammad hlm. 77-104, al-Qoulu Fashl Fi Hukmil Ihtifal Bi Maulid Khoir Rusul kar. Syaikh Ismail al-Anshori: 2/703-714, Majalah AL FURQON Tahun ke-7 Edisi 8 (1429 H).
[17] HR. Muslim: 8/226
[18] Silsilah Ahadits ash-Shohihah: 458
[19] Fataiua Nur ‘Ala Darb kar. Syaikh Abdul Aziz bin Baz: 1/112-113
[20] Lihat Khosho’ish al-Mushthofa kar. Dr. Shodiq bin Muhammad hlm. 89-92, al-Haqiqoh al-Muhammadiyyah ‘Am al-Falsafat Afluthiyyah kar. ‘Ayidh bin Sa’ad ad-Dusari.
[21] HR. al-Bukhori: 3445
[22] Lihat risalah Haqiqoh Syahadah Anna Muhammad Rosululloh kar. Abdul Aziz bin Abdulloh Alu Syaikh.

Sumber: (Begitukah cara mencintai Nabi SAW) . 

"..KEHIDUPAN DUNIA HANYALAH Kesenangan YANG MEMPERDAYA" [QS. AL 'IMRAN (3):185]. 

Firman Allah S.W.T., yang bermaksud: Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang yang bukan daripada kalangan kamu (seperti Yahudi, Nasrani, dan Munafiq) menjadi teman karib (yang dipercayai). Mereka tidak akan berhenti berusaha mendatangkan kesusahan kepada kamu. Mereka sukakan apa yang menyusahkan kamu. Telah pun nyata (tanda) kebencian mereka pada pertuturan mulut mereka, dan apa yang tersembunyi oleh hati mereka lebih besar lagi. Sesungguhnya Kami telah jelaskan kepada kamu ayat ayat (Kami), jika kamu memahaminya (memikirkannya).” - [Al Quran Surah Al Imran ayat 118-120] . 

Baca Juga: 
Firman Allah S.W.T., yang bermaksud: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf, lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Al Baqarah: 263). 
Tiada ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah
Firman Allah S.W.T., yang bermaksud: “Mereka yang berjuang di jalan Kami nescaya Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah berserta orang yang berbuat baik.” (Al Ankabut: 69). 

"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." (QS. Yusuf: 86). 


Semasa hidup sederhanakanlah kegembiraan. Supaya wujud keseimbangan jiwa dan roh, bila menerima kesedihan yang pasti ditemui juga. Mengingatkan diri sendiri menjadi keutamaaan sebelum mengingatkan orang lain . In Syaa Allah ''palis'' sekali dari sifat-sifat sombong dan keji. Semuanya kerana Allah S.W.T.. Amin Ya Rob.  (Peceq Admin). 
Perhatian: Pemaparan tajuk-tajuk, gambar-gambar dan segala bagai, adalah pandangan dan pendapat peribadi yang lebih menjurus kepada sikap dan sifat untuk menjadi lebih baik dengan mengamalkan gaya hidup menurut perentah dan larangan Allah S.W.T., antaranya bersikap dengan tiada prasangka, tidak bertujuan untuk kebencian, tidak berkeperluan untuk bersubahat dengan perkara bohong dan tiada kaitan dan berkepentingan dengan mana-mana individu. Jujur., aku hanyalah hamba Allah S.W.T., yang hina dina. BERSANGKA BAIK KERANA ALLAH S.W.T..

Tiada ulasan: