ﺑِﺴْــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْـــﻢ
ماشاءالله
سبحان الله
الله اکبر
سُبْحَانَ اللَّهِ اَللَّهُمَّ صَلِّي عَلَى سَيّدنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلۓِ سَيّدنَا مُحَمَّدٍ الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف المرسلين، وعلى آله وصحبه أجمعين
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى ءَالِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْن
Allah berfirman yang bermaksud; “Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS: Al Imran 3:185)
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّـيْطٰنِ الرَّجِيْمِ
بسم الله الرحمن الرحيم
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف المرسلين،
وعلى آله وصحبه أجمعين
MEMBUNUH DAN TERBUNUH FI SABILILLAH.
Fisabilillah merupakan gelaran dan sejenis perlakuan yang dianggap mulia dalam Islam. Sejak dahulu lagi Fi sabil Allah yang menjadi polemik di antara ulama. Ada yang menyempitkan makna fi sabil Allah dan ada yang meluaskan pemahamannya. Wikipedia
https://almanhaj.or.id/5929-pengertian-fi-sablillh.html
Jihad fisabilillah: Pengertian dan konsep - Utama - Utusan Online
http://www.utusan.com.my/rencana/utama/jihad-fisabilillah-pengertian-dan-konsep-1.27249
Allah berfirman dalam Surah At-Taubah Ayat 5:
“Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka BUNUHLAH orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, tangkaplah mereka, tawanlah mereka, dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Taubah [9]: 5)
#tafsir-jalalayn
(Apabila sudah habis) telah habis (bulan-bulan haram itu) hal ini merupakan batas maksimal masa penangguhan (maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka) baik di tanah suci maupun di luar tanah suci (dan tangkaplah mereka) dengan menahannya (kepunglah mereka) dalam benteng-benteng dan tempat-tempat perlindungan mereka sehingga mereka terpaksa harus bertempur dengan kalian atau menyerah masuk Islam (dan intailah mereka di tempat pengintaian.) yakni jalan-jalan yang biasa mereka lalui. Dinashabkannya lafal kulla karena huruf jarnya dicabut. (Jika mereka bertobat) dari kekafiran (dan mendirikan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka.) jangan sekali-kali kalian menghambat dan mempersulit mereka (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.) terhadap orang yang bertobat.
#tafsir-quraish-shihab
Apabila masa perlindungan selama empat bulan itu telah habis, maka perangilah orang-orang musyrik yang melanggar perjanjian di mana pun berada. Tangkaplah mereka dengan kekerasan. Kepunglah mereka dari segala penjuru. Intailah mereka di semua tempat. Apabila mereka telah bertobat dari kekufuran dan berpegang teguh kepada hukum-hukum Islam dengan mengerjakan salat dan menunaikan zakat, berikanlah kebebasan kepada mereka, karena mereka telah masuk dalam agama Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun atas orang yang bertobat, dan Maha Penyayang pada hamba-hamba-Nya.
#diskusi Admin Submit : 2015-04-01 02:13:31 Link sumber: http://tafsir.web.id/
Yang dimaksud dengan bulan Haram di sini adalah masa 4 bulan yang diberi tangguh kepada kaum musyrik itu (mereka yang mengadakan perjanjian tidak diperangi), Yaitu dimulai dari tanggal 10 Zulhijjah (hari turunnya ayat ini) sampai dengan 10 Rabi'ul akhir.
Di tanah halal atau di tanah haram.
Dengan menawannya.
Di benteng mereka sampai mereka terbunuh atau masuk Islam. Jangan biarkan mereka leluasa di negeri dan bumi Allah yang sesungguhnya Dia jadikan sebagai tempat ibadah bagi hamba-hamba-Nya. Bumi ini milik Allah, tidak pantas ditempati oleh musuh-Nya; yaitu orang-orang yang ingin menghilangkan agama-Nya dari bumi ini.
Di jalan yang mereka lalui serta tetap teruslah bersikap seperti ini agar mereka bertobat dari perbuatan syirknya.
Maksudnya keamanan mereka menjadi terjamin. Berdasarkan ayat ini, maka barang siapa yang enggan melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, ia harus diperangi sampai mau melakukannya sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
Surat At-Taubah Ayat 5 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/9-at-taubah/ayat-5#tafsir-jalalayn
Surat At-Taubah Ayat 5 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/9-at-taubah/ayat-5#tafsir-quraish-shihab
Surat At-Taubah Ayat 5 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/9-at-taubah/ayat-5#diskusi
Allah telah berfirman dalam Surah Al-Baqarah Ayat 191 hingga Ayat 193:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kalian jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan, dan janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kalian di tempat itu. Jika mereka memerangi kalian (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kalian), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kalian), maka tidak ada permusuhan (lagi) kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian. (Al-Baqarah: 190)
Ayat ini merupakan ayat perang pertama yang diturunkan di Madinah. Setelah ayat ini diturunkan, maka Rasulullah ﷺ memerangi orang-orang yang memerangi dirinya dan membiarkan orang-orang yang tidak memeranginya, hingga turunlah surat Bara’ah (surat At-Taubah).
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan hal yang sama, hingga dia mengatakan bahwa ayat ini di-mansukh oleh firman-Nya:
Maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka. (At-Taubah: 5)
Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, mengingat firman-Nya: orang-orang yang memerangi kalian. (Al-Baqarah: 190)
Sesungguhnya makna ayat ini merupakan penggerak dan pengobar semangat untuk memerangi musuh-musuh yang berniat memerangi Islam dan para pemeluknya. Dengan kata lain, sebagaimana mereka memerangi kalian, maka perangilah mereka oleh kalian. Seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
Dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya. (At-Taubah: 36)
Karena itulah maka dalam ayat ini Allah Swt. berfirman: Dan bunuhlah mereka di mana saja kalian jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (Mekah). (Al-Baqarah: 191)
Dengan kata lain, agar semangat kalian berkobar untuk memerangi orang-orang musyrik itu, sebagaimana semangat mereka menggebu-gebu untuk memerangi kalian; dan agar kalian terdorong untuk mengusir mereka dari negeri yang mereka telah mengusir kalian darinya sebagai pembalasan yang setimpal.
(tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Baqarah: 190)
Yakni perangilah mereka di jalan Allah, tetapi janganlah kalian bersikap melampaui batas dalam hal ini. Termasuk ke dalam pengertian bertindak melampaui batas ialah melakukan hal-hal yang dilarang (dalam perang).
Menurut Al-Hasan Al-Basri antara lain ialah mencincang musuh, curang, membunuh wanita-wanita, anak-anak serta orang-orang lanjut usia yang tidak ikut berperang serta tidak mempunyai kemampuan berperang, para rahib dan pendeta-pendeta yang ada di dalam gereja-gerejanya, membakar pohon, dan membunuh hewan bukan karena maslahat.
Hal ini dikatakan oleh Ibnu Abbas, Umar ibnu Abdul Aziz, Muqatil ibnu Hayyan, dan lain-lainnya.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis:
Dari Buraidah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Pergilah di jalan Allah dan perangilah orang yang kafir kepada Allah. Berperanglah kalian, tetapi janganlah kalian curang, jangan khianat, jangan mencincang, dan jangan membunuh anak-anak serta jangan membunuh orang-orang yang ada di dalam gereja-gerejanya. (Riwayat Imam Ahmad)
Disebutkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw. bila memberangkatkan pasukannya, terlebih dahulu berpesan kepada mereka:
Berangkatlah kalian dengan menyebut asma Allah, perangilah di jalan Allah orang-orang yang kafir kepada Allah, janganlah kalian melampaui batas, janganlah kalian curang, jangan mencincang (menyiksa), jangan membunuh anak-anak, dan jangan pula orang-orang yang berada dalam gereja-gerejanya.
Imam Ahmad dan Imam Abu Daud meriwayatkan pula hadis yang semisal secara marfu' dari sahabat Anas ibnu Malik r.a.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan:
Dari sahabat Ibnu Umar yang menceritakan: Pernah dijumpai seorang wanita yang terbunuh dalam suatu peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Maka sejak itu beliau membenci membunuh wanita-wanita dan anak-anak.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Al-Ajlah, dari Qais ibnu Abu Muslim, dari Rub'i ibnu Hirasy yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Huzaifah bercerita, "Rasulullah ﷺ pernah membuat banyak perumpamaan kepada kami, satu, tiga, lima, tujuh, sembilan, dan sebelas (perumpamaan). Maka Rasulullah ﷺ membuat suatu perumpamaan dari semuanya itu kepada kami dan meninggalkan perumpamaan yang lainnya.
Beliau ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya ada suatu kaum yang lemah lagi miskin, mereka diperangi oleh orang-orang yang kuat lagi memendam permusuhan, tetapi Allah memenangkan orang-orang yang lemah atas mereka, lalu orang-orang yang lemah itu menghukum mereka dengan cara mempekerjakan dan menguasai mereka, maka Allah murka terhadap orang-orang yang berbuat demikian hingga hari kiamat'."
Hadis ini ditinjau dari segi sanadnya berpredikat hasan. Makna hadis, bahwa ketika kaum yang lemah itu dapat mengalahkan kaum yang kuat, maka kaum yang lemah berbuat kelewat batas terhadap mereka dan mempekerjakan mereka secara paksa dengan pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak bagi mereka. Maka Allah menjadi murka terhadap mereka yang menang itu disebabkan sikap mereka yang melebihi batas.
Hadis dan asar yang membahas hal ini cukup banyak. Mengingat jihad itu mengandung risiko melayangnya banyak jiwa, terbunuhnya banyak kaum laki-laki, maka Allah mengingatkan bahwa perbuatan yang telah dilakukan oleh mereka —yaitu kafir kepada Allah, mempersekutukan-Nya, dan menghalang-halangi jalan Allah— adalah perbuatan yang lebih parah dan lebih fatal, lebih besar akibatnya daripada pembunuhan.
Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan. (Al-Baqarah 191)
Menurut Abu Malik, makna ayat ini ialah bahwa apa yang sedang kalian hadapi itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan.
Abul Aliyah, Mujahid, Qatadah, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan. (Al-Baqarah: 191) Artinya, musyrik itu bahayanya lebih besar daripada pembunuhan.
dan janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 191)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan:
Sesungguhnya kota ini telah disucikan Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi, maka dia tetap suci karena disucikan Allah sampai hari kiamat dan tidak pernah dihalalkan kecuali sesaat untukku di waktu siang hari, dia tetap suci karena disucikan Allah sampai hari kiamat; pepohonannya tidak boleh ditebang, rerumputannya tidak boleh dicabut. Jika ada seseorang membolehkan karena alasan Rasulullah ﷺ pernah melakukan perang padanya, maka katakanlah oleh kalian bahwa sesungguhnya Allah hanya mengizinkan bagi Rasul-Nya dan Dia tidak mengizinkan bagi kalian.
Yang dimaksud ialah peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ terhadap penduduknya ketika hari kemenangan atas kota Mekah, karena sesungguhnya beliau ﷺ membukanya dengan paksa, dan sebagian dari kaum lelaki di antara mereka ada yang terbunuh di Khandamah.
Tetapi menurut pendapat yang lain, Nabi ﷺ membuka kota Mekah secara damai, karena berdasarkan kepada sabda Nabi ﷺ yang mengatakan:
Barang siapa yang menutup pintunya, maka dia aman; dan barang siapa yang masuk ke dalam Masjidil Haram, maka dia aman; dan barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyan, maka dia aman.
kecuali jika mereka memerangi kalian di tempat itu. Jika mereka memerangi kalian (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 191)
Dengan kata lain, janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram (Mekah) kecuali bila mereka memulai memerangi kalian padanya, maka saat itu kalian boleh memerangi mereka untuk membela diri. Sebagaimana. yang dilakukan oleh para sahabat ketika mengucapkan baiat (janji setia) kepada Nabi ﷺ pada hari Hudaibiyyah di bawah sebuah pohon. Mereka berjanji setia untuk membela Nabi ﷺ yaitu di saat semua suku Quraisy dan para pendukungnya dari kalangan suku Saqif dan orang-orang Habsyah pada tahun itu bersekutu untuk memerangi Nabi ﷺ. Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta'alla mencegah pcperangan di antara mereka. Untuk itu Allah Subhanahu Wa Ta'alla berfirman:
Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kalian dan (menahan) tangan kalian dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kalian atas mereka. (Al-Fath: 24)
Allah Subhanahu Wa Ta'alla berfirman pula:
Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kalian ketahui, bahwa kalian akan membunuh mereka yang menyebabkan kalian ditimpa kesusahan tanpa pengetahuan kalian (tentulah Allah tidak akan menahan tangan kalian dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang yang kafir di antara mereka dengan azob yang pedih. (Al-Fath: 25)
Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kalian), maka sesesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 192)
Dengan kata lain, apabila mereka tidak melakukan peperangan di tanah haram (suci), mereka menyerah mau masuk Islam dan bertobat, sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka, sekalipun mereka telah memerangi kaum muslim di Tanah Suci Allah. Karena sesungguhnya tiada suatu dosa besar pun dianggap berat oleh Allah bila Dia mengampuni orang yang bertobat darinya dan kembali ke jalan-Nya. Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta'alla memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir dengan tujuan seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya:
sehingga tidak ada fitnah lagi. (Al-Baqarah: 193)
Yang dimaksud dengan fitnah ialah syirik (mempersekutukan Allah). Demikianlah menurut apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi', Muqatil ibnu Hayyan, As-Saddi, dan Zaid ibnu Aslam.
Allah Subhanahu Wa Ta'alla berfirman:
dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. (Al-Baqarah: 193)
Yakni hanya agama Allah-lah menang lagi tinggi berada di atas agama lainnya, seperti pengertian yang terkandung di dalam hadis Sahihain:
Melalui Abu Musa Al-Asy'ari yang menceritakan: Nabi ﷺ pernah ditanya mengenai seorang lelaki yang berperang karena keberaniannya, seorang lelaki yang berperang karena fanatiknya, dan seorang lelaki yang berperang karena riya (pamer), manakah di antaranya yang termasuk ke dalam perang di jalan Allah? Nabi ﷺ menjawab, "Barang siapa yang berperang demi meninggikan kalimah Allah, maka dia adalah orang yang berperang di jalan Allah."
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula hadis berikut:
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan tidak ada Tuhan selain Allah; apabila mereka mau mengucapkannya, berarti mereka memelihara darah dan harta bendanya dariku, kecuali karena alasan yang hak, sedangkan perhitungan mereka (yang ada di dalam hati mereka) diserahkan kepada Allah.
Jika mereka berhenti (dari memusuhi kalian), maka tidak ada permusuhan (lagi) kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 193)
Yakni jika mereka tidak melakukan lagi kebiasaan syiriknya dan tidak lagi memerangi orang-orang mukmin, maka cegahlah diri kalian dari mereka, karena sesungguhnya orang-orang yang memerangi mereka sesudah itu adalah orang yang zalim, dan tidak ada lagi permusuhan kecuali terhadap orang-orang yang zalim. Demikianlah menurut takwil yang dikemukakan oleh Mujahid, yakni tidak ada perang lagi kecuali terhadap orang yang memulainya. Atau makna yang dimaksud ialah, apabila mereka berhenti memusuhi kalian, berarti kalian telah bebas dari gangguan perbuatan aniaya mereka, yaitu kemusyrikan mereka, maka tidak ada permusuhan lagi terhadap mereka sesudah itu. Yang dimaksud dengan istilah 'udwan dalam ayat ini ialah membalas dan memerangi, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
Oleh karena itu, barang siapa yang menyerang kalian, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadap kalian. (Al-Baqarah: 194)
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. (Asy-Syura: 40)
Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahl: 126)
Karena itulah maka Ikrimah dan Qatadah mengatakan bahwa orang yang zalim ialah orang yang menolak, tidak mau mengucapkan kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi. (Al-Baqarah: 193), hingga akhir ayat. Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa ia pernah kedatangan dua orang lelaki pada zaman fitnah Ibnuz Zubair (kemelut yang terjadi di masa Abdullah ibnuz Zubair), lalu kedua lelaki itu berkata, "Sesungguhnya orang-orang telah melibatkan dirinya dalam kemelut ini, sedangkan engkau —hai Ibnu Umar— sebagai sahabat Nabi Saw. mengapa tidak ikut berangkat berperang?" Ibnu Umar menjawab, "Diriku tercegah oleh hukum Allah yang melarang darah saudaraku." Keduanya mengatakan lagi, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi' (Al-Baqarah: 193)?" Ibnu Umar menjawab, "Kami telah berperang sehingga tiada ada fitnah lagi, dan agama hanyalah untuk Allah. Sedangkan kalian menghendaki agar perang kalian lakukan sehingga fitnah timbul lagi dan agar agama untuk selain Allah."
Usman ibnu Saleh meriwayatkan dari Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Fulan dan Haiwah ibnu Syuraih, dari Bakr ibnu Umar Al-Magafiri, bahwa Bukair ibnu Abdullah pernah menceritakan kepadanya dari Nafi', bahwa ada seorang lelaki datang kepada sahabat Ibnu Umar dan mengatakan, "Hai Abu Abdur Rahman, apakah yang mendorongmu melakukan ibadah haji satu tahun dan bermukim satu tahun, sedangkan engkau meninggalkan jihad di jalan Allah Subhanahu Wa Ta'alla padahal engkau mengetahui anjuran Allah mengenai berjihad itu?" Ibnu Umar menjawab, "Hai anak saudaraku, Islam dibangun di atas lima pilar, yaitu iman kepada Allah dan Rasul-Nya, salat lima waktu, puasa Ramadan, menunaikan zakat, dan haji ke Baitullah." Mereka mengatakan, "Bukankah engkau telah mendengar apa yang telah dikatakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'alla di dalam firman-Nya, hai Abu Abdur Rahman, (yaitu): 'Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah' (Al-Hujurat: 9). Juga firman Allah Subhanahu Wa Ta'alla yang mengatakan: 'Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi' (Al-Baqarah: 193)."
Ibnu Umar berkata, "Kami telah melakukannya di zaman Rasulullah ﷺ yang pada saat itu Islam masih minoritas, dan seorang lelaki muslim diuji dalam agamanya, adakalanya dibunuh oleh mereka atau disiksa. Ketika Islam menjadi mayoritas, maka tidak ada fitnah lagi." Lelaki itu berkata, "Bagaimanakah menurutmu tentang Ali dan Us'man?" Ibnu Umar menjawab, "Adapun mengenai Usman, maka Allah telah memaafkannya, dan kalian ternyata tidak suka memaafkannya. Sedangkan Ali, dia adalah anak paman Rasulullah ﷺ dan juga sebagai menantunya," lalu Ibnu Umar mengisyaratkan dengan tangannya dan berkata, "Itulah rumah Ali seperti yang kalian lihat sendiri (yakni tinggal di rumah Rasulullah ﷺ)."
Tafsir Surat Al-Baqarah, ayat 190-193
http://www.ibnukatsironline.com/2015/04/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-190-193.html
Allah berfirman dalam Surah Al-Anfal Ayat 12:
“Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman.” “Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” [Qs. Al-Anfal :12]
#tafsir-jalalayn
(Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat) yang diperbantukan kepada kaum Muslimin ("Sesungguhnya Aku) bahwasanya Aku (bersama kamu) memberikan pertolongan dan bantuan (maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang telah beriman) dengan memberikan pertolongan kepada mereka dan mengabarkan berita gembira. (Kelak Aku akan timpakan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir) ketakutan yang sangat (maka penggallah leher mereka) kepala mereka (dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka) ujung-ujung jari tangan dan kaki. Dikatakan bahwa dalam perang itu jika seseorang muslim hendak memukul kepala si kafir tiba-tiba kepala itu sudah jatuh menggelinding sendiri sebelum pedangnya sampai kepadanya. Dan Rasulullah saw. melempar mereka dengan segenggam batu kerikil, maka tidak ada seorang musyrik pun yang luput matanya dari lemparan batu kerikil itu, akhirnya mereka kalah.
#tafsir-quraish-shihab
Wahai orang-orang yang beriman, ketahuilah bahwa Allah telah mewahyukan kepada para malaikat itu untuk membisikkan ke dalam hati kalian. Allah berfirman kepada malaikat, "Aku akan menyertai kalian untuk membantu dan memenangkan kalian. Kuatkanlah hati orang-orang yang beriman, tunduklah kepada kebenaran dan berjihadlah di jalan Allah. Kami akan menjadikan hati orang-orang musyrik itu dicekam rasa takut dan gentar menghadapi kalian. Tebaslah batang leher mereka dan potonglah jari tangan mereka yang membawa pedang."
#diskusi Admin Submit : 2015-04-01 02:13:31 Link sumber: http://tafsir.web.id/
Yang membantu kaum muslimin.
Dengan memberikan bantuan dan pertolongan.
Dengan membantu dan memberikan kabar gembira, mendorong mereka untuk berani melawan musuh serta mendorong mereka berjihad.
Khithab (pembicaraan) ini bisa ditujukan kepada para malaikat dan bisa ditujukan kepada kaum mukmin. Jika ditujukan kepada para malaikat, maka hal ini menunjukkan bahwa para malaikat ikut terjun dalam perang Badar, dan jika ditujukan kepada kaum mukmin, maka berarti Allah mendorong mereka dan mengajari mereka bagaimana mereka membunuh kaum musyrik, dan bahwa mereka tidak perlu mengasihani orang-orang musyrik karena mereka telah menentang Allah dan Rasul-Nya.
Yakni penggallah leher mereka. Oleh karena itulah, ketika salah seorang kaum muslimin hendak memenggal leher orang kafir dalam perang Badar, ternyata lehernya sudah jatuh lebih dahulu karena pukulan malaikat.
Maksud ujung jari di sini adalah persendian anggota tangan dan kaki. Dalam peperangan, sasaran yang mematikan adalah leher, tetapi apabila lawan memakai baju besi sehingga sulit dikalahkan, maka tangannya yang dilumpuhkan agar tidak dapat memegang senjata sehingga mudah ditawan.
Surat Al-Anfal Ayat 12 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/8-al-anfal/ayat-12#tafsir-jalalayn
Surat Al-Anfal Ayat 12 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/8-al-anfal/ayat-12#tafsir-quraish-shihab
Surat Al-Anfal Ayat 12 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/8-al-anfal/ayat-12#diskusi
Surat Muhammad Ayat 4 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/47-muhammad/ayat-4
Surat Muhammad Ayat 4 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/47-muhammad/ayat-4#tafsir-jalalayn
Surat Muhammad Ayat 4 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/47-muhammad/ayat-4#tafsir-quraish-shihab
Surat Muhammad Ayat 4 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/47-muhammad/ayat-4#diskusi
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [Al-Baqarah : 190]
#tafsir-jalalayn
Tatkala Nabi saw. dihalangi kaum Quraisy untuk mengunjungi Baitullah pada perjanjian Hudaibiah dan berdamai dengan orang-orang kafir itu untuk kembali di tahun depan, di mana ia diberi kesempatan untuk memasuki Mekah selama tiga hari, kemudian tatkala ia telah bersiap-siap untuk umrah kada, sedangkan kaum muslimin merasa khawatir kalau-kalau Quraisy tidak menepati janjinya lalu memerangi mereka, padahal kaum muslimin tak mau melayani mereka jika di saat ihram, di tanah haram dan di bulan haram; maka turunlah ayat, (Dan perangilah di jalan Allah), maksudnya untuk menjunjung tinggi agama-Nya (orang-orang yang memerangi kamu) di antara orang-orang kafir (tetapi janganlah kamu melampaui batas) misalnya dengan memulai peperangan terhadap mereka (karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas), artinya yang melanggar apa-apa yang telah digariskan bagi mereka. Dan ini dinasakh dengan ayat Bara-ah atau dengan firman-Nya:
#tafsir-quraish-shihab
Di antara ketakwaan kepada Allah adalah menanggung beban dalam menaati-Nya. Dan beban terberat bagi manusia adalah berperang melawan musuh-musuh Allah(1) yang menyerang lebih dulu. Dari itu, janganlah kalian lebih dulu menyerang atau membunuh mereka yang ikut berperang dan mereka yang tidak ada sangkut pautnya dengan peperangan itu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai mereka yang melampaui batas. {(1) Ayat ini merupakan salah satu ayat yang menolak tuduhan bahwa Islam adalah "agama pedang", agama yang tersebar melalui perang, seperti yang dikatakan sebagian orang. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa kaum Muslimin tidak dibolehkan memulai serangan (agresi). Ayat ini merupakan ayat kedua yang diturunkan seputar masalah perang, setelah lebih dulu turun surat al-Hajj: "Telah diizinkan (beperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka." Bukti bahwa Islam bukanlah agama yang disebarkan dengan pedang, adalah karakter dakwah Islam--seperti yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya--yang dilakukan dengan hikmah, nasihat dan berdebat dengan cara yang terbaik. Di samping itu, Islam mengajak umat manusia untuk beriman melalui pemberdayaan rasio guna merenungi ciptaan-ciptaan Allah. Dengan cara itulah Rasul menyebarkan dakwahnya selama 13 tahun di Mekah. Tak ada pedang yang terhunus, dan tak setetes darah pun yang mengalir. Bahkan ketika kaum Quraisy menyiksa para pengikut-Nya, beliau tidak menyuruh mereka membalas. Rasul malah menyuruh para pengikutnya yang setia untuk berhijrah ke Habasyah (Etiopia) untuk menyelamatkan keyakinan mereka. Suatu saat, kaum Quraisy mengisolasikan Banû Hâsyim dan Banû 'Abd al-Muththalib, dua klan yang merupakan kerabat dekat Nabi. Mereka dipaksa menyerahkan Nabi untuk dibunuh atau, jika tidak, mereka akan diusir dari kota Mekah. Ketika mereka menolak menyerahkan Rasul, kaum Quraisy pun mulai melakukan tindakan perang yang nyata, yaitu memboikot mereka di Syi'b Banû Hâsyim, Mekah. Dibuatlah perjanjian untuk tidak melakukan jual beli dan tidak melakukan perkawinan dengan Banû Hâsyim. Perjanjian ini kemudian digantung di dalam Ka'bah. Pemboikotan yang berlangsung selama tiga tahun ini membuat kaum Muslim hidup sangat sengsara, hingga ada yang mengganjal perut dengan rerumputan menahan rasa lapar. Melihat itu, Rasul memerintahkan mereka--secara sembunyi-sembunyi--untuk berhijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya. Ketika kaum Quraisy mendengar berita bahwa Rasul akan berhijrah ke Madinah, mereka pun bersekongkol untuk segera membunuh Nabi. Tetapi, dengan pertolongan Allah, Rasul selamat dari makar mereka ini. Kegagalan ini membuat kebencian Quraisy terhadap kaum Muslim semakin bertambah. Siksaan terhadap kaum Muslim semakin sering dilakukan, sehingga mereka memutuskan untuk menyusul Nabi berhijrah ke Madinah dengan meninggalkan harta, rumah dan sanak saudara. Kendatipun kaum Muslim sudah menetap di Madinah, genderang perang yang telah dibunyikan kaum Quraisy sejak peristiwa pemboikotan masih terus berkumandang. Kedua belah pihak pun saling mengintai. Dan ketika kaum Muslim membuntuti kafilah Abû Sufyân, kaum Quraisy semakin beralasan untuk menyerang kaum Muslim di Madinah, meskipun kafilah Abû Sufyân itu tidak diserang oleh kaum Muslim. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh kaum Muslim kecuali bertahan. Di sinilah lalu turun ayat yang mengizinkan Rasul dan pengikutnya berperang, ayat pertama yang berbicara tentang perang (al-Hajj: 39-41). Ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa perang ini dibolehkan, adalah karena adanya serangan kaum Quraisy yang zalim. Setelah kekalahan kaum Quraisy dalam perang Badar ini, sebelum meninggalkan medan pertempuran, salah seorang pembesar Quraisy berkata, "Perang telah tercatat, pertemuan kita tahun depan di Uhud." Ini jelas merupakan ultimatum bahwa kaum Quraisy masih ingin melanjutkan peperangan. Dan begitulah, peperangan kemudian berkecamuk di Uhud, 6 mil dari Madinah. Kaum Muslim harus bertahan dari serangan Quraisy. Serangan Quraisy seperti ini juga terjadi di perang Khandak ketika kaum Muslim dikepung di Madinah. Lalu Rasul pun memerintahkan membuat parit-parit (khandaq) untuk bertahan dari serangan musuh. Alhasil, umat Islam di Madinah kemudian menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan. Rasul pun mengutus delegasi ke beberapa kerajaan untuk mengajak mereka kepada Islam. Tetapi di Persia, Raja Kisra menyobek surat Rasul dan mengutus orang yang sanggup memenggal kepala Muhammad. Dengan demikian, Rraja Kisra telah menyatakan perang terhadap kaum Muslim. Kaum Muslim harus bertahan dan akhirnya dapat menaklukkan imperium Persia dan kerajaan-kerajaan Arab yang berada di bawah koloninya. Penaklukan Islam atas imperium Romawi Timur juga tidak keluar dari konteks di atas. Adalah Syarhabîl ibn 'Amr, raja Ghassasinah di Syâm, kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Romawi, membunuh kurir Rasul yang bermaksud menemui Heraclius. Dia pun membunuh setiap warganya yang memeluk Islam. Puncaknya, ia mempersiapkan satu balatentara untuk menyerang negara Islam di Jazirah Arab. Kaum Muslim harus bertahan hingga akhirnya dapat menaklukkan imperium Romawi di Timur. Demikianlah, Islam tidak pernah memerintahkan menghunus pedang kecuali untuk bertahan dan menjamin keamanan dakwah Islam. Mahabenar Allah ketika berfirman, "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah" (Q., s. al-Baqarah: 256). } Surat Al-Baqarah Ayat 190 | Tafsirq.com https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-190 Surat Al-Baqarah Ayat 190 | Tafsirq.com https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-190#tafsir-jalalayn Surat Al-Baqarah Ayat 190 | Tafsirq.com https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-190#tafsir-quraish-shihab Surat Al-Baqarah Ayat 190 | Tafsirq.com https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-190#diskusi
Surah Al-Hajj Ayat 40
(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, [Al-Hajj (22) : 40]
#tafsir-jalalayn
Mereka adalah (orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar) di dalam pengusiran itu; mereka sekali-kali tidak diusir (melainkan karena mereka berkata) disebabkan perkataan yang mereka ucapkan yaitu, ("Rabb kami hanyalah Allah") semata. Perkataan ini adalah perkataan yang hak dan benar, maka mengusir hanya dengan alasan karena mengucapkan perkataan itu adalah tidak dibenarkan. (Dan sekiranya Allah tiada menolak keganasan sebagian manusia) lafal Ba'dhahum menjadi Badal Ba'dh lafal An-Naas (dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan) dibaca Lahuddimat dengan memakai harakat Tasydid menunjukkan makna banyak, yakni telah banyak dirobohkan; sebagaimana dapat dibaca Takhfif yaitu Lahudimat (biara-biara) bagi para rahib (gereja-gereja) bagi orang-orang Nasrani (rumah-rumah ibadah) bagi orang-orang Yahudi; lafal shalawaat artinya tempat peribadatan menurut bahasa Ibrani (dan mesjid-mesjid) bagi kaum Muslimin (yang disebut di dalamnya) maksudnya di dalam tempat-tempat yang telah disebutkan tadi (nama Allah dengan banyak) sehingga ibadah menjadi terhenti karena robohnya tempat-tempat tersebut. (Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong-Nya) menolong agama-Nya. (Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat) di atas semua makhluk-Nya (lagi Maha Perkasa) pengaruh dan kekuasaan-Nya maha perkasa.
#tafsir-quraish-shihab
Yaitu orang-orang yang dianiaya oleh orang-orang kafir dan dipaksa untuk meninggalkan kampung halamannya, Makkah, tanpa dosa kecuali untuk menemukan Allah dan menyembah-Nya. Seandainya Allah tidak memberikan kepada kebenaran pembela-pembela yang akan selalu mempertahankan dan melindunginya dari kesewenang-wenangan orang-orang zalim, niscaya kebatilan akan menyebar dan tiran- tiran akan semakin leluasa dalam kesemena-menaan mereka. Dan jika keadaannya terus begitu, para tiran itu akan berhasil membungkam suara kebenaran, merusak gereja, biara, sinagog dan masjid yang merupakan tempat-tempat yang banyak dipakai untuk menyebut nama Allah. Allah telah berjanji akan menolong siapa saja yang menolong agama-Nya, dan akan memuliakan siapa saja yang menjunjung tinggi kebenaran di atas bumi. Janji Allah tidak mungkin dilanggar, karena Allah Mahakuat untuk melaksanakan segala kehendak-Nya dan Mahaperkasa, tidak ada yang mengalahkan.
#diskusi Admin Submit : 2015-04-01 02:13:31 Link sumber: http://tafsir.web.id/
Surat Al-Hajj Ayat 40 | Tafsirq.com https://tafsirq.com/22-al-hajj/ayat-40
Surat Al-Hajj Ayat 40 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/22-al-hajj/ayat-40#tafsir-jalalayn
Surat Al-Hajj Ayat 40 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/22-al-hajj/ayat-40#tafsir-quraish-shihab
Surat Al-Hajj Ayat 40 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/22-al-hajj/ayat-40#diskusi
Kemudian jika mereka berhenti dari memusuhi kamu, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al-Baqarah : 192-193]
Fisabilillah merupakan gelaran dan sejenis perlakuan yang dianggap mulia dalam Islam. Sejak dahulu lagi Fi sabil Allah yang menjadi polemik di antara ulama. Ada yang menyempitkan makna fi sabil Allah dan ada yang meluaskan pemahamannya. Wikipedia
PENGERTIAN FI SABILILLAH
Oleh
DR. Abdullah Manshur al-Ghufaili
Fi sabîlillâh (di jalan Allâh) adalah satu diantara delapan pihak atau golongan atau pos yang berhak menerima zakat mal kaum Muslimin, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allâh dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allâh, dan Allâh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana [At-Taubah/9:60]
Para fuqaha` (Ulama ahli fikih) sepakat bahwa orang-orang yang sedang berperang di jalan Allâh Azza wa Jalla masuk dalam kategori fi sabîlillâh,[1] sedangkan selain orang-orang yang sedang berperang masih diperselisihkan oleh para Ulama, apakah mereka masuk dalam fi sabîlillâh ataukah tidak? Kemudian perbedaan pendapat ini semakin melebar di zaman-zaman ini dan terbagi menjadi lima pendapat:
Maksud dari fi sabîlillâh adalah perang saja. Ini adalah pendapat Abu Yûsuf rahimahullah dari kalangan Hanafiyah,[2] juga pendapat madzhab Mâlikiyah,[3] Syâfi’iyah[4] dan salah satu riwayat dari Hanâbilah[5] yang dirajihkan oleh Ibnu Qudâmah rahimahullah.[6]
Dalil pendapat ini adalah:
- Yang dimaksud dengan fi sabîlillâh secara mutlak adalah perang dan kebanyakaan penggunaan kalimat ini dalam al-Qur`ân adalah dalam arti berperang.[7]
Dalil ini tidak bisa diterima, karena seharusnya pada saat tidak ada nukilan dari syari’at tentang pengertiannya, maka kita harus mengambil maknanya secara bahasa. Dan kalimat fi sabîlillâh dalam konteks ini menunjukkan makna umum.[8]
- Hadits Abu Said al-Khudriy Radhiyallahu anhu yang marfu’:
لاَ تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلاَّ لِخَمْسَةٍ : لِغَازٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ أَوْ لِعَامِلٍ عَلَيْهَا أَوْ لِغَارِمٍ أَوْ لِرَجُلٍ اِشْتَرَاهَا بِمَالِهِ أَوْ لِرَجُلٍ كَانَ لَهُ جَارٌ مِسْكِينٌ فَتَصَدَّقَ عَلىَ المِسْكِيْنِ فَأَهْدَاهَا المِسْكِيْنُ لِلْغَنِي
Zakat itu tidak halal untuk orang kaya kecuali lima orang (kaya-red) : orang yang berperang di jalan Allâh atau amil zakat atau gharim atau orang yang membelinya dengan hartanya atau orang yang memiliki tetangga miskin, dia memberikan zakat kepada tetangga tersebut lalu tetangga yang miskin tersebut menghadiahkannya kepada orang kaya.[9]
Sisi pengambilan dalil dari hadits ini yaitu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ghâzi (orang yang sedang berperang) diantara lima orang yang disebutkan dalam hadits di atas, padahal diantara delapan golongan orang penerima zakat yang disebutkan dalam ayat di atas tidak ada yang bisa diberikan kepada orang yang berperang kecuali bagian fi sabîlillâh.[10]
Namun sisi pendalilan ini juga terbantah, karena dalil di atas paling maksimal menunjukkan bahwa seorang yang sedang berjihad diberi bagian zakat dari pos fi sabîlillâh sekalipun dia orang yang kaya, sementara jalan-jalan Allâh banyak, tidak hanya terbatas pada arti perang di jalan Allâh Azza wa Jalla .[11]
Maksud dari fi sabîlillâh adalah berperang, haji dan umrah. Ini adalah pendapat Muhammad bin al-Hasan[12] dari Hanafiyah dan sebuah madzhab di kalangan Hanâbilah.[13]
Dalil dari pendapat kedua ini adalah:
- Hadits Ummu Ma’qil Radhiyallahu anha mengatakan bahwa Abu Ma’qil Radhiyallahu anhu berangkat haji bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika dia pulang, Ummu Ma’qil Radhiyallahu anhaberkata, “Saya tahu bahwa saya wajib haji.” Lalu keduanya berangkat menuju Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat sampai di depan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Ummu Ma’qil Radhiyallahu anhaberkata, “Wahai Rasûlullâh! Sesungguhnya saya wajib haji sementara Abu Ma’qil Radhiyallahu anhu sendiri memiliki unta muda.” Abu Ma’qil Radhiyallahu anhu menjawab, “Kamu benar, tetapi aku telah menjadikannya untuk di jalan Allâh.” Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَعْطِهَا فَلتَحُجَّ عَلَيْهِ فَإِنّهُ فِي سَبِيلِ اللهِ
Berikanlah kepadanya agar dia bisa haji, karena itu termasuk fi sabîlillâh[14]
Namun dalil ini pun dibantah dengan beberapa hal berikut:
Pertama, hadits ini dhaif.[15]
Kedua, zakat hanya diberikan kepada satu di antara dua orang :
- Orang yang membutuhkannya seperti orang fakir, miskin, hamba sahaya dan orang yang berhutang untuk membayar hutangnya
- Orang yang dibutuhkan oleh kaum Muslimin seperti amil zakat, orang yang berperang, mu`allaf (orang yang baru masuk Islam), gharîm (orang yang menanggung hutang) demi mendamaikan dua pihak yang bertikai.
Sementara haji untuk orang miskin tidak mendatangkan manfaat bagi kaum Muslimin secara umum. Kaum Muslimin tidak membutuhkan ibadah haji orang miskin tersebut dan orang fakir sendiri juga tidak membutuhkan ibadah haji itu, karena orang fakir tidak ada kewajiban ibadah haji. Juga tidak ada kemaslahatan bagi orang fakir jika diwajibkan melaksanakan ibadah haji, atau dibebani dengan kesulitan yang telah Allâh angkat darinya dan kewajiban yang telah diringankan. Sementara memberikan senilai biaya haji untuk orang fakir tersebut kepada golongan-golongan lain yang membutuhkan atau memberikannya demi kemaslahatan kaum Muslimin itu lebih patut dan lebih utama.[16]
- Atsar-atsar mauqûf yang menunjukkan bahwa haji termasuk fi sabîlillâh, seperti atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan Abu Ubaid Radhiyallahu anhu dengan sanadnya dari jalan Abu Mu’âwiyah dari al-A’masy dari Hasan bin al-Asyras dari Mujâhid rahimahullah dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu bahwa dia membolehkan seseorang memberikan zakatnya untuk menunaikan haji dan memerdekakan budak. Demikian juga atsar dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma ketika ditanya tentang seorang wanita yang mewasiatkan tiga puluh dirham di jalan Allâh, maka Ibnu Umar Radhiyallah anhuma ditanya, “Bolehkan ia dipakai untuk haji?” Dia menjawab, “Ia termasuk fi sabîlillâh.” Abu Ubaid dalam al-Amwâl, 1/723 berkata, “Aku mendengar Ismâ’il bin Ibrâhim dan Muâdz menyampaikannya dari Ibnu Aun dari Anas bin Sîrin dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma.
Dalil ini pun dibantah dengan menyatakan bahwa atsar Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu tidak shahih, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bâri, 3/389, “Al-Khallâl rahimahullah berkata, ‘Ahmad bin Hâsyim rahimahullah mengabarkan kepada kami, dia berkata bahwa Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata, ‘Aku pernah berpendapat boleh memerdekakan budak dari harta zakat, tetapi setelah itu aku menahan diri darinya, karena aku melihatnya tidak shahih.” Harb rahimahullah berkata, lalu seseorang menyebutkan hujjah atasnya dengan hadits Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu , maka Ahmad rahimahullah berkata, ‘Ia goncang (Sanadnya kacau).’ Ahmad menyatakan atsar ini goncang karena perbedaan pada sanadnya dari al-A’masy sebagaimana yang engkau lihat, oleh karena itu al-Bukhâri tidak menyampaikannya dengan lafazh pasti (al-jazm).”
Adapun atsar Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, sekalipun menunjukkan haji itu termasuk fi sabîlillâh, hanya saja kalimat sabîlullâh yang ada dalam ayat di atas bukan maksudnya haji, namun jihad di jalan Allâh Azza wa Jalla , karena makna ini adalah makna umum secara mutlak.[17]
Maksud dari fi sabîlillâh adalah segala perkara kebaikan dan ketaatan. Ini adalah pendapat yang dinisbatkan oleh al-Qaffâl kepada sebagian fuqaha` tanpa menyebut nama mereka, sebagaimana yang dinukil oleh ar-Râzi dalam tafsirnya 16/90 dari beliau. Al-Kasani memilih pendapat ini, sekalipun dia membatasinya pada orang-orang yang membutuhkan.[18] Pendapat ini diterima oleh banyak Ulama di zaman ini.[19]
Dalil dari pendapat ini adalah kata fi sabîlillâh bersifat umum, tidak boleh dibatasi pada sebagian maknanya kecuali dengan berdasarkan dalil yang shahih, padahal tidak ada dalil shahih yang membatasi maknanya.[20]
Dalil ini tidak bisa diterima, karena keumuman tersebut dibatasi dengan konteks penggunaannya. Jika pendapat ini diterima, maka konsekuensinya adalah semua orang yang melakukan kebaikan dan ketaatan seperti shalat, puasa, sedekah dan lain sebagainya berhak menerima zakat, karena mereka telah melakukan kebaikan dan masuk dalam kategori fi sabîlillâh. Inilah konsekuensi hukumnya, padahal tidak seorang pun Ulama yang terkenal keulamaannya berpendapat seperti itu.[21]
Maksud dari fi sabîlillâh adalah kemaslahatan umum. Ini adalah pendapat sebagian Ulama zaman ini.[22]
Dalil pendapat ini adalah:
- Tidak dikenal dalam al-Qur`an kalimat sabîlillâh kecuali bermakna kebaikan umum yang menyeluruh.[23]
Dalil ini juga tidak bisa diterima, karena kalimat fi sabîlillâh disebutkan dengan beberapa makna, sekalipun banyak digunakan untuk kalimat yang bermakna jihad di jalan Allâh.[24]
- Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membayar diyat seorang Sahabat yang tidak diketahui pembunuhnya dari unta zakat.[25] Ini tercantum dalam hadits Sahal bin Abu Hatsmah al-Anshari Radhiyallahu anhu bahwa dia berkata:
فَكَرِهَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبْطِلَ دَمَهُ، فَوَدَاهُ مِائَةً مِنْ إِبِلِ الصَّدَقَةِ
Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ingin darahnya sia-sia, maka Beliau membayar diyatnya seratus unta dari unta zakat. (Muttafaq alaihi)[26]
Ibnu Hajar dalam Fathul Bâri, 12/244 berkata, “Sebagian Ulama memahaminya sesuai dengan zhahirnya. Qâdhi Iyâdh rahimahullah menyampaikan dari sebagian Ulama tentang dibolehkan membayar zakat untuk kepentingan umum.”
Sisi pengambilan dalil dari hadits ini: Bila membayar diyat korban pembunuhan dari zakat dibolehkan demi meredam pertikaian dan demi menjaga ketertiban umum, maka lebih utama lagi untuk dibolehkan menggunakan zakat demi menjaga keamanan masyarakat dan kehidupan mereka di negeri Islam serta menjaga kemaslahatan umum mereka.[27]
Dalil di atas dibantah dengan bantahan berikut:
- Hadits ini disebutkan dalam shahih al-Bukhâri dengan lafazh yang berbeda. Dalam lafazh itu disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membayar diyat dari dirinya.
Mayoritas Ulama telah mengkompromikan antara dua riwayat tersebut dengan mengatakan bahwa Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli unta-unta zakat dari para penerima zakat setelah mereka memilikinya, kemudian menyerahkannya kepada keluarga korban.
- Kalau pun bisa diterima bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membayar diyatnya dari harta zakat, tetap saja bukan termasuk kemaslahatan umum.
- Maksud dari pembayaran diyat bukan hanya meredam pertikaian semata, sebaliknya ia hanyalah bagian dari illat (sebab hukum). Mendamaikan di antara dua pihak yang bertikai dan membuat jiwa keluarga korban mau menerima juga termasuk tujuan-tujuan syari’at di balik pembayaran diyat.
Kemudian alasan menjaga keamanan masyarakat tidak terwujud pada seluruh kemaslahatan umum.[28]
Maksud dari kalimat fi sabîlillâh adalah jihad dalam arti umum, baik jihad dengan tangan, harta maupun lisan. Dengan demikian, ini mencakup perang di jalan Allâh dan dakwah kepada Allâh. Ini adalah keputusan al-Mujamma’ al-Fiqhi al-Islami[29] dan an-Nadwah li Qadhaya az-Zakah al-Mu’âshirah yang pertama.[30]
Dalil pendapat ini adalah:
- Yang diinginkan dari penyebutan kalimat fi sabilillah dalam ayat tentang zakat adalah maknanya yang khusus yaitu jihad atau yang semakna dengannya. Inilah yang terfahami dari gaya bahasa penyampaiannya yang diawali dengan pembatasan.[31] Jika pengertian kalimat fi sabîlillâh dibawa kepada pengertian umum, maka cakupannya sangat banyak dan ini bertentangan dengan gayabahasa pembatasan yang hanya membatasi pembagian zakat pada delapan golongan saja.[32]
- Jihad dalam Islam tidak terbatas pada perang militer dengan senjata semata. Dalam sebuah riwayat shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Beliau ditanya, “Jihad apakah yang paling utama?” Maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Kalimat haq di depan pemimpin zhalim.[33]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
جَاهِدُوا المُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa dan lisan kalian[34]
- Kalaupun dakwah kepada Allâh tidak termasuk dalam jihad di jalan Allah berdasarkan dalil itu, namun dakwah tetap bisa masuk ke dalam jihad melalui jalur atau metode qiyas, karena keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu mendukung agama Allâh dan menjunjung tinggi kalimat-Nya.[35]
Pendapat yang kelima inilah pendapat yang rajih. Yaitu pendapat yang mengatakan bahwa maksud dari fi sabîlillâh adalah maknanya yang khusus yaitu jihad dalam pengertian luas, mencakup semua aktifitas dalam rangka menolong agama Allah Azza wa Jalla. Pendapat ini yang rajih karena dalil-dalilnya yang kuat dan beberapa hal berikut ini:
- Kata fi sabîlillâh banyak digunakan dengan makna jihad. Fakta ini membuat makna ini lebih dekat dari makna lainnya. Kata fi sabîlillâh disebutkan lima puluh kali; Tiga puluh delapan kali disebutkan beriringan dengan jihad dan perang; Di delapan tempat disebutkan bersama infak, tujuh dari delapan ini disebutkan bersama infak dan perang sementara yang kedelapan disebutkan pada ayat zakat; Dan empat yang tersisa sehingga genap lima puluh disebutkan bersama kalimat hijrah yang berarti pergi ke negeri Islam demi menjunjung tinggi kehormatan agama. Dari sini diketahui bahwa kalimat fi sabîlillâh disebutkan dikebanyakan tempat dengan makna jihad.[36]
- Penafsiran golongan fi sabîlillâh dengan jihad merupakan pendapat mayoritas Ulama salaf dan jumhur Fuqaha` (mayoritas Ulama ahli fikih-red) zaman dulu dan zaman sekarang.
- Seluruh ayat yang disebut kalimat fi sabîlillâh yang terkait jihad dengan jiwa juga disebutkan di tempat yang sama tentang jihad dengan menggunakan harta. Ini menunjukkan adanya perluasan makna jihad fi sabîlillâh kepada makna yang lebih umum, artinya jihad fi sabîlillâh tidak hanya bermakna perang,[37]sebagaimana penggunaan kalimat jihad pada beberapa nash dengan makna yang lebih luas, tidak hanya bermakna perang, seperti firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
Dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Quran dengan jihad yang besar [Al-Furqân/25: 52]
Dan sebagian hadits yang menetapkan hal ini telah dijelaskan pada dalil-dalil pendapat kelima.
- Tujuan dari peperangan itu adalah menolong agama dan mengusir orang-orang kafir yang berlaku zhalim. Tujuan ini juga bisa terwujud melalui jihad dengan harta dan lisan dengan cara menjelaskan kebenaran, mendakwahnya, membantah dan menolak kebatilan. Terutama di zaman-zaman ini, di mana media informasi telah menyebar luas hingga menjangkau seluruh pelosok bumi dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk pola pikir masyarakat dan merubah pemahaman mereka. Bahkan perang informasi melalui media massa lebih besar dampaknya daripada perang militer. Fakta ini semakin menegaskan pentingnya sikap yang tidak memilah-milah antara satu bentuk jihad dengan bentuk jihad lainnya dalam masalah penyaluran zakat kaum Muslimin kepada mereka yang berjihad, selama tujuannya adalah menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan.
- Pendapat ini mewujudkan sinkronisasi antara gaya bahasa pembatasan dalam ayat zakat dengan adanya perluasan makna fi sabîlillâh yang terdapat dalam al-Qur`ân dan Sunnah. Yaitu dengan memahaminya tidak sebagai sebuah pengkhususan yang sempit tapi juga tidak melebar ke makna yang terlalu umum. Jadi sebuah pengkhususan makna fi sabîlillâh disertai perluasan makna namun tidak keluar dari makna fi sabîlillâh yang sering dipergunakan dan tidak hanya sebatas makna secara bahasa semata.
Pendapat ini didukung oleh keputusan al-Mujamma’ al-Fiqhi al-Islâmi di Makkah, teks keputusan tersebut adalah:
Setelah terjadi tukar pendapat dan kajian terhadap dalil kedua pendapat, maka majlis menetapkan berdasarkan suara mayoritas sebagai berikut:
- Mempertimbangkan bahwa pendapat kedua telah diucapkan oleh beberapa Ulama kaum Muslimin dan memiliki sisi pertimbangan dukungan dari sebagian ayat-ayat yang mulia seperti firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqarah/2:262), dan dari hadits-hadits yang mulai. Salah satu dari hadits-hadits itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawûd bahwa seorang laki-laki telah menjadikan untanya di jalan Allâh, lalu istrinya ingin haji, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
اِرْكَبِيْهَا فَإِنَّ الحَجَّ فِي سَبِيلِ اللهِ
Naikilah unta itu, karena haji termasuk fi sabîlillâh.
- Mempertimbangkan bahwa tujuan dari jihad dengan senjata adalah meninggikan kalimat Allâh Subhanahu wa Ta’ala , sementara meninggikan kalimat Allâh Azza wa Jalla sebagaimana bisa dengan perang, bisa juga dengan dakwah ke jalan Allâh Subhanahu wa Ta’ala serta menyebarkan agamanya dengan menyiapkan para da’i dan mendukung mereka serta membantu mereka dalam menunaikan tugas. Oleh karena itu, kedua perkara tersebut adalah jihad, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa`i dan dishahihkan oleh al-Hâkim dari Anas Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
جَاهِدُوا المُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
Berjihadlah melawan orang-orang musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kalian.
- Mempertimbangkan bahwa agama Islam ini diperangi dengan perang pemikiran dan akidah oleh orang-orang menyimpang, Yahûdi, Nasrani dan musuh-musuh agama yang lain. Para musuh tersebut mendapatkan dukungan moril dan meteriil, maka kaum Muslimin harus menghadapi mereka dengan senjata yang sama dengan mereka atau bahkan kalau bisa dengan senjata yang lebih kuat dari itu.
- Mempertimbangkan bahwa peperangan di negeri-negeri Islam telah memiliki kementerian khusus dan mempunyai anggaran finansial di setiap Negara. Lain halnya, dengan jihad melalui dakwah, ia tidak memiliki anggaran secara khusus yang menopang dan mendukungnya di kebanyakan negara Islam.
Dari sini maka majlis menetapkan dengan suara mayoritas bahwa dakwah kepada Allâh Azza wa Jalla, perkara yang mendukung dan menunjang prosesnya termasuk dalam makna fi sabîlillâh dalam ayat zakat yang mulia.[38]
Keputusan yang terkait dengan masalah ini secara khusus juga ada dalam keputusan an-Nadwah li Qadhaya az-Zakah al-Mu’âshirah yang pertama tentang golongan fi sabîlillâh, sebagai berikut:
Maksud dari golongan fi sabîlillâh (yang berhak menerima zakat-red) adalah jihad dengan maknanya yang luas yang ditetapkan oleh para fuqaha` di mana tujuannya adalah melindungi agama dan meninggikan kalimat Allâh. Disamping bermakna perang, dakwah kepada Islam, upaya menjadikan syariat Allâh sebagai undang-undang hukum, menepis syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh musuh Islam, menghadang arus-arus yang berlawanan dengannya juga masuk dalam kategori fi sabîlillâh. Dengan ini jihad tidak sebatas gerakan militer semata, hal-hal berikut juga termasuk ke dalam jihad dengan maknanya yang umum:
- Mendukung secara finansial gerakan-gerakan jihad militer yang menjunjung panji Islam dan menghadang permusuhan terhadap kaum Muslimin di berbagai negeri mereka.
- Mendukung secara finansial pusat-pusat dakwah kepada Islam yang dikelola oleh kaum Muslimin yang jujur lagi amanah di negeri-negeri kafir dengan tujuan menyebarkan Islam melalui segala cara yang shahih yang sejalan dengan zaman, termasuk dalam hal ini adalah setiap masjid yang didirikan di negeri kafir untuk dijadikan sebagai pusat dakwah Islam.
- Mendukung secara finansial upaya-upaya peneguhan Islam di antara minoritas kaum Muslimin di negeri-negeri di mana kaum kafir berkuasa atas kaum Muslimin, di mana kaum Muslimin yang minoritas tersebut menghadapi upaya-upaya penghapusan identitas mereka di negeri-negeri tersebut.”[39]
PENERAPAN KONTEMPORER DARI POS “FI SABILILLAH”
Dari keterangan di atas diketahui bahwa yang dimaksud dengan fi sabîlillâh adalah menolong agama melalui jihad dengan jiwa, harta dan lisan. Tentu ini mencakup semua urusan dakwah dan sekaligus menjelaskan bahwa di antara lahan yang patut untuk didanai melalui jalur fi sabîlillâh adalah :
Pertama, segala aktifitas untuk mewujudkan persiapan jihad yang diperintahkan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allâh dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allâh mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allâh niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” [Al-Anfâl/8:60].
Diantara wujudnya:
- Mendirikan dan mendanai pabrik-pabrik militer yang memproduksi alat-alat militer, berat maupun ringan dan membeli persenjataan bila diperlukan.
- Mendirian akademi-akademi militer yang mendidik para pemuda kaum Muslimin untuk menggunakan senjata dan berperang demi membela negeri kaum Muslimin.
- Mencetak buku-buku dan majalah-majalah militer yang memberikan arahan dan informasi kepada kaum Muslimin terkait dengan perkara-perkara yang mereka butuhkan dalam jihad.
- Mendirian pusat-pusat riset dan penelitian yang mengkaji langkah-langkah musuh.[40]
Lahan-lahan di atas bisa didanai dari zakat melalui pos fi sabîlillâh bila Ulama umat menetapkan bahwa itu telah memenuhi kriteria syar’i.
Kedua, perkara yang mewujudkan jihad dan menolong agama Allah melalui jalan dakwah. Ini memiliki beberapa bentuk, di antaranya:
- Mendirikan kantor-kantor (pusat-pusat) dakwah dan bimbingan dan memenuhi kebutuhannya seperti sarana prasarana, gaji para pegawainya dan biaya operasional lainnya.[41]
- Mencetak buku-buku dan buletin-buletin yang bertujuan menyebarkan ilmu syar’i dan dakwah kepada Allâh serta mengedarkan kaset-kaset Islam yang membawa misi dakwah.
- Mendukung halaqah-halaqah hafalan al-Qur`ân dan mendanai biaya operasionalnya. Dengan ini sebuah tujuan mulia akan terwujudkan yaitu mengajarkan kitabullah lalu mengamalkannya. Ini termasuk pintu jihad yang paling besar, karena ayat tentang jihad yang pertama kali turun adalah jihad dengan al-Qur`ân, sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
Dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Quran dengan jihad yang besar. [Al-Furqân/25:52].
- Membuat dan mendanai website di dunia internet yang menjelaskan kebenaran, membimbing manusia dan berdakwah kepada Allâh dengan hikmah dan nasehat yang baik. Terutama di zaman ini di mana teknologi telah menjadi sarana komunikasi paling efektif antara satu orang dengan lainnya.
- Mendirikan jaringan TV Islam yang mengajak kepada Allâh dan mendukungnya demi mewujudkan visi dan misinya. Ini termasuk sarana jihad dengan menggunakan lisan yang paling agung, karena dia memiliki pengaruh yang besar. Karena sarana ini memiliki daya tarik dan pengaruh yang tinggi. Perang di jalur ini lebih besar dampaknya daripada perang militer, karena berdampak secara khusus terhadap akal manusia. Berbeda dengan perang militer, ia hanya mengusai hal-hal riil dan terkadang tidak menyentuh akal dan akidah.
- Mendirikan yayasan-yayasan dakwah yang memperhatikan dakwah Islam, baik dakwah kepada orang-orang kafir agar masuk Islam atau dakwah kepada kaum Muslimin dengan memahamkan mereka terhadap agamanya dan memperteguh keyakinan mereka, terutama yang baru masuk Islam.
- Mendirikan dan membuat radio-radio Islam serta mendanainya, agar suara kebenaran menjangkau seluruh penjuru bumi. Jangkauan radio itu melebihi jangkauan televisi, karena lebih mudah diakses. Ini memungkinkan seluruh lapisan masyarakat untuk menyimaknya, sebagaimana membawa radio dan mendengarkannya relatif mudah di berbagai tempat, berbeda dengan jaringan TV, mobilitasnya terbatas.
- Mendirikan majalah-majalah dan koran-koran Islam yang bertunjuan dakwah yang benar kepada kitab Allâh dan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , menjelaskan kebenaran dan menumpas kebatilan.
Sarana-sarana modern lainnya yang bisa membantu mewujudkan tujuan dakwah kepada Allâh Azza wa Jalla dengan menjelaskan hidayah dan agama yang benar, karena hal itu termasuk jihad dengan lisan dan termasuk sarana mendukung agama dan membimbing manusia yang menjadi tujuan disyariatkanya jihad. Oleh karena itu ada perintah berjihad dalam artianyang luas, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جَاهِدُوا المُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
“Berjihadlah melawan orang-orang musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kalian”.
Dan yang lebih utama dari itu adalah mendahulukan dakwah kepada selain kaum muslimin, karena lebih dekat kepada makna jihad di samping dampaknya yang besar.
Wallahu a’lam.
(Diangkat dari Nawazil az-Zakat oleh DR. Abdullah Manshur al-Ghufaili)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIX/1436H/2015. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
_______
Footnote
[1] Lihat Badâ`i’ ash-Shanâ`i’ 73/2; Raddul Muhtâr, 3/260; al-Isyrâf ala Nukat Masâ`il al-Khilâf, 1/422; Adz-Dzakhîrah 3/148; Al-Bayân 3/326; Raudhah ath-Thâlibîn, 2/321; Al-Furû’ 2/612 dan Kasysyâf al-Qannâ’ 2/107.
[2] Lihat Badâ`i’ ash-Shanâ`i’ 2/73; Raddul Muhtâr 3/260. Beliau rahimahullah mengkhususkannya pada orang-orang miskin yang berjihad.
[3] Lihat al-Isyrâf ala Nukat Masâ`il al-Khilâf 1/422 dan adz-Dzakhîrah 3/148.
[4] Lihat al-Bayân 3/426 dan Raudhah ath-Thâlibîn 2/321.
[5] Lihat al-Furû’ 2/612 dan Kasysyâf al-Qannâ’ 2/107.
[6] Lihat al-Mughnî 9/326.
[7] Lihat al-Majmu’ 6/200.
[8] Lihat ar-Raudhah an-Nadiyyah, 1/206; Mashraf fi Sabîlillâh bainal Umum wal Khusûs, hlm. 38
[9] Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunan Abi Dawud, no. 1635 dan al-Hâkim dalam al-Mustadrak 1/566 no. 1481, juga Ahmad dalam al-Musnad 3/56, Syaikh al-Arnauth berkata dalam tahqiqnya, “Hadits shahih, rawi-rawinya adalah rawi-rawi ash-Shahihain.”
[10] Lihat asy-Syarhul Kabîr 7/250.
[11] Makalah fi Sabîlillâh, salah satu makalah Hai`ah Kibâr al-Ulamâ` di Kerajaan Saudi Arabiah 1/131.
[12] Lihat Badâ`i’ ash-Shanâ`I, 73/2 dan Hasyiyah Raddul Muhtâr 3/260.
[13] Lihat al-Furû’ 2/612 dan Kasysyâf al-Qannâ’ 2/107.
[14] Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1988 dan Ahmad no. 27151, 6/375. Dikatakan dalam Aunul Ma’bûd5/323, “Hadits Ummu Ma’qil memiliki beberapa jalan periwayatan dan sanad, namun tidak luput dari idhthirâb(kegoncangan) dalam matan dan sanad.”
[15] Lihat al-Majmû’ 6/200.
[16] Lihat al-Mughni 9/329.
[17] Lihat asy-Syarhul Kabîr 7/250.
[18]Lihat al-Bada`i’ 2/73
[19] Lihat keputusan al-Mujamma’ al-Fiqhi no. 3 hlm. 211 keputusan no. 4.
[20] Lihat Mashraf fi Sabilillah baina al-Umûm wal Khusûs, hlm. 52.
[21] Makalah Fi Sabilillah, salah satu makalah Hai`ah Kibar al-Ulama` di Kerajaan Saudi Arabiah 1/135.
[22] Di antara yang berpendapat demikian adalah as-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dan Syaikh Mahmud Syaltut, lihat Tafsir al-Manar 10/504 dan al-Islam Aqidah wa Syari’ah, hlm. 124
[23] Lihat Tafsir al-Qur`an karya Syaltut, hlm. 651.
[24] Lihat Masymulat Mashraf fi Sabîlillâh bi Nazhrah Mu’âshirah 2/788, dalam kumpulan makalah fikih fi Qadhâyâ az-Zakah al-Mu’âshirah.
[25] Hal itu tercantum dalam hadits Basyir bin Yasar dari Sahal bin Abu Hatsmah al-Anshâri bahwa dia berkata, “Lalu Rasûlullâh n tidak ingin darahnya sia-sia, maka Beliau membayar diyatnya seratus unta dari unta zakat.” Muttafaq alaihi. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhâri dalam Kitab ad-Diyat Bab al-Qasamah no. 6502 dan Muslim Kitab al-Qasamah wal Muharibin wal Qishash wad Diyat Bab al-Qasamah no. 1669 dan ini adalah lafazh Muslim.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 12/244 berkata, “Sebagian Ulama memahaminya sesuai dengan zhahirnya. Qadhi Iyadh menyampaikan dari sebagian Ulama dibolehkannya membayar zakat untuk kepentingan umum.”
[26] Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhâri no. 6502 dan Muslim no. 1669 dan ini adalah lafazh Muslim.
[27] Lihat Infaq az-Zakah fil Mashalih al-Ammah, hlm. 102.
[28] Lihat Masymulat Mashraf fi Sabîlillâh bi Nazhrah Mu’âshirah 2/788, dalam kumpulan makalah fikih fi Qadhaya az-Zakah al-Muashirah.
[29] Lihat keputusan al-Mujamma’ al-Fiqhi al-Islami di Makkah no. 3 hlm. 210.
[30] Lihat Fatawa wa Taushiyat Nadawat Qadhaya az-Zakah al-Muashirah hal. 25.
[31] Yang dimaksudkan adalah firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya, “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk …. (QS. At-Taubah/9:60)-red
[32] Lihat Fiqhu az-Zakah 2/703.
[33] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 4/314 no. 18850, an-Nasa`i no. 4209 secara mursal. Namun hadits ini diriwayatkan secara maushûl dari riwayat Athiyah al-Aufi dari Abu Said al-Khudri, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan lafazh, “Jihad paling utama adalah kalimat adil di depan pemimpin yang zhalim.” Dalam sunan Abu Dawud no. 4344 dan at-Tirmidzi no. 4011. Riwayat ini dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 4/99 dan al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahîhah no. 491, 1/886.
[34] Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan an-Nasaa’I dan dishahihkan al-Albani dalam al-Misykah no. 3821.
[35] Lihat Fiqhu az-Zakah 2/704.
[36] Lihat Masymulat Mashraf fi Sabîlillâh bi Nazhrah Mu’âshirah 2/848, dalam kumpulan makalah fikih fi Qadhaya az-Zakah al-Muashirah.
Lihat untuk menambah maklumat tentang kajian terhadap dalil-dalil yang menyebutkan fi sabîlillâh makalah Mashraf fi Sabilillah bainal Umum wal Khusus, hlm. 15.
[37] Lihat Mashraf fi Sabilillah bainal Umum wal Khusus, hlm. 20
[38] Keputusan keempat tentang pengumpulan dan pembagian zakat dan pajak di Pakistan pada daurah kedelapan, no. 3 hlm. 211 keputusan no. 4.
[39] Fatâwâ wa Tausiyât Nadawat Qadhâya az-Zakah al-Mu’âshirah, hlm. 25.
[40] Lihat Masymulat Mashraf fi Sabîlillah bi Nazhrah Mu’âshirah 2/854.
[41] Lihat at-Taqrîr wat Tahbîr 1/326 dan al-Mustashfa hlm. 67.
Pengertian Fi Sabîlillâh – Almanhaj – Media Salafiyyah Ahlus Sunnahhttps://almanhaj.or.id/5929-pengertian-fi-sablillh.html
Jihad fisabilillah: Pengertian dan konsep
TAN SRI ABDULLAH MAT ZIN 21 November 2014 1:38 AM
Mutakhir ini negara digemparkan dengan berita segelintir rakyat Malaysia yang cenderung menyertai kumpulan militan Negara Islam (IS) dengan alasan untuk menyertai perang jihad. Selain itu tidak memeranjatkan jika segelintir mereka ini terlibat secara langsung dengan kumpulan militan kerana fenomena seperti ini mula melanda dan merebak di kebanyakan negara termasuk negara maju seperti Amerika Syarikat (AS), Perancis dan Britain. Paling membimbangkan bagaimana kumpulan IS begitu licik merekrut bukan sahaja lelaki bahkan juga gadis remaja dan kanak-kanak. Kenapa semua ini berlaku ?
Paling tidak, boleh dikatakan kerana situasi masyarakat kita mentafsirkan pemahaman konsep jihad mereka secara melampau dan hanya melihat jihad ini dengan peperangan sahaja. Soalnya apakah yang dimaksudkan dengan jihad dan bagaimanakah jihad itu boleh dilaksanakan dalam realiti hari ini?
Perkataan jihad berasal daripada bahasa Arab, ia merupakan kata masdar (kata terbitan) yang diambil daripada kata perbuatan jahada, yujahidu, mujahadah dan jihadan. Antara pengertian jihad menurut bahasa ialah:
- berusaha bersungguh-sungguh
- kesungguhan dan kepenatan
- mencurahkan segala usaha mengikut kemampuan dan keupayaan.
- tabah dan sabar menghadapi cabaran dan kesulitan serta keazaman untuk terus berjuang.
Ringkasan perkataan jihad (menurut bahasa) ini menunjukkan bentuk kesungguhan, kegigihan, kesulitan, kepenatan, kebangkitan, ketabahan dan perjuangan. Sementara itu, pengertian jihad menurut tasawwur Islam bukanlah terbatas kepada peperangan atau pertarungan senjata sahaja.
Menurut tasawwur Islam, jihad tidak boleh disamakan dengan ghazwah, harb dan qital yang membawa maksud peperangan kerana perkataan jihad mempunyai pengertian yang lebih umum daripada ketiga-tiga perkataan itu. Ghazwah, harb dan qital ini membawa erti peperangan, manakala jihad membawa erti antaranya bersungguh-sungguh membela agama dan menjunjung tinggi kepentingan agama.
Untuk mengetahui lebih lanjut pengertian jihad sebagaimana yang terkandung dalam al-Quran, kita dapati perkataan jihad sering dikaitkan dengan menggunakan perkataan fisabilillah yang membawa pengertian perjuangan dalam menegakkan agama Allah SWT. Sebagaimana contohnya, firman Allah SWT yang bermaksud : Mereka berjihad dengan bersungguh-sungguh di jalan Allah (dalam melaksanakan ajaran Allah SWT atau agama Islam) dan mereka tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. (Surah al-Maaidah : 54) dan firman-Nya lagi yang bermaksud: “Sesungguhnya orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta benda dan jiwa mereka pada jalan Allah dan orang yang memberikan tempat kediaman dan perlindungan serta pertolongan (kepada Muhajirin) mereka itu satu sama lain melindungi.” (Surah al-Anfal : 71)
Mengikut huraian yang terkandung di dalam al-Quran ini, perkataan fisabilillah mengandungi pengertian yang luas antaranya jalan kebaikan dan kebenaran, jalan untuk menegakkan agama Allah, menghapuskan kezaliman dan kefasikan serta kemaksiatan dan menegakkan keadilan dan kesejahteraan.
Menurut Sheikh Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar, perkataan fisabilillah ini ialah jalan bagi mendapat keredaan Allah SWT, jalan untuk memelihara agama-Nya dan memelihara hamba-hamba-Nya. Manakala al-Sheikh Muhammad Shaltut (bekas Sheikh al-Azhar) dalam kitab tafsir beliau iaitu Tafsir al-Quran al-Karim, beliau menulis: “Secara umumnya perkataan fisabilillah ini bererti menegakkan kebenaran, menimbulkan kebaikan dan kebajikan sebagai pengganti kepada kejahatan dan kerosakan, meletakkan keadilan dan kasih sayang sebagai pengganti kepada kezaliman dan kekerasan.”
Apabila ditinjau pengertian jihad yang terdapat dalam al-Sunnah pula, maka ia juga mempunyai pengertian yang luas. Jihad bukan hanya bererti berperang sahaja, tetapi ia bererti setiap usaha ikhlas yang bertujuan untuk menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran juga dianggap sebagai jihad.
Sebagaimana yang disebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Zar al-Ghifaari RA yang bermaksud: “Telah berkata Saidina Abu Bakar RA: Wahai Rasulullah SAW, adakah jihad selain memerangi orang musyrik? Rasulullah SAW menjawab: “Benar, wahai Abu Bakar, sesungguhnya bagi Allah SWT ada mujahid di bumi yang lebih afdal daripada syuhada”. Mereka hidup mendapat rezeki, menjalani kehidupan di bumi ini. Allah SWT berbangga dengan mereka kepada para malaikat di langit dan syurga dihiasi untuk mereka seperti berhiasnya Ummu Salamah untuk Rasulullah SAW. Maka Saidina Abu Bakar bertanya lagi: “Siapakah mereka itu?” Rasulullah SAW menjawab: “Mereka ialah orang yang menyuruh kepada kebaikan dan melarang kemungkaran dan orang yang bercinta kerana Allah SWT serta benci kerana Allah SWT.”
Dalam hadis tersebut jelas menunjukkan bahawa perkataan jihad bukanlah hanya memerangi orang musyrik yang memusuhi orang Islam tetapi merangkumi apa yang diistilahkan sekarang dengan amar makruf dan nahi mungkar. Selain itu terdapat riwayat Ibn Umar RA yang bermaksud: Seorang lelaki datang kepada Nabi SAW lalu meminta izin untuk berjihad. Rasulullah SAW bertanya kepadanya: “Adakah ibu bapa kamu masih hidup?” Beliau menjawab: Benar, kedua-duanya masih hidup. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Berjihadlah kepada mereka berdua.”
Begitu juga sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis riwayat Ahmad dan al-Bukhari daripada Saidatina Aisyah RA yang bermaksud: Saya pernah bertanya Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah! Adakah diwajibkan ke atas wanita berjihad?” Baginda SAW menjawab: “Jihad yang tiada peperangan di dalamnya iaitu haji dan umrah.”
Berdasarkan kepada penjelasan yang dibuat oleh Rasulullah SAW di dalam hadis-hadis tersebut, dapatlah dibuat kesimpulan bahawa menurut pandangan al-Sunnah, jihad adalah segala usaha menyebarkan kebaikan dan melarang kemungkaran, berbuat baik kepada kedua ibu bapa, mengerjakan ibadah haji dan umrah serta perbuatan-perbuatan lain seperti yang dianjurkan oleh Islam.
Huraian al-Quran dan al-Sunnah jelas menunjukkan bahawa jihad bukan hanya peperangan, akan tetapi lebih daripada itu. Ia merangkumi setiap perbuatan yang baik adalah jihad, setiap usaha untuk membanteras kemungkaran juga adalah jihad. Apa yang pasti adalah Islam sememangnya agama yang benci keganasan dan peperangan.
Pergolakan terbaru berlaku di mana IS menyiarkan rakaman video pada 16 November 2014 menunjukkan mereka telah memancung kepala Peter Kassig, seorang pekerja bantuan AS yang ditawan semasa menghantar bantuan bekalan di Syria tahun lepas. Video IS itu juga menunjukkan sekurang-kurangnya 18 orang yang dikatakan anggota tentera Syria dipancung serentak. Persoalannya adakah perjuangan yang melibatkan pertumpahan darah sesama Islam dianggap jihad yang suci? Apakah benar agama Islam yang mulia ini membenarkan perbuatan yang berbentuk keganasan dan kemudaratan demi mencapai matlamat tertentu.
Persoalan yang berbangkit sekarang ialah adakah mengangkat senjata itu satu-satunya jalan dakwah yang ada, atau masih ada jalan-jalan lain? Muzakarah Majlis Fatwa Kebangsaan kali ke-106 pada 23 Oktober lalu merumuskan penyertaan umat Islam negara ini dalam perjuangan bersenjata militan IS di atas nama jihad, adalah bertentangan dengan syarak dan kematian dialami bukannya mati syahid.
Waktu aman dan sejahtera yang ada di negara kita hendaklah diisi dengan berjihad untuk membangunkan ummah, memerangi kemiskinan, kejahilan dan penyakit serta membanteras penyakit-penyakit sosial. Kewajipan dan tanggungjawab juga terletak di bahu kita semua bagi menjaga kesejahteraan negara daripada kekacauan dan huru-hara serta mempertahankan kesucian Islam daripada pihak yang cuba untuk menyelewengkannya daripada tuntutan sebenar.
Kefahaman bahawa Islam berkembang melalui perang adalah tidak benar sama sekali. Jika benar fahaman itu, nescaya tiada lagi bumi yang boleh dihuni manusia, bahkan peperangan dan pembunuhan sentiasa berlaku kerana ada orang yang ingin beribadah kepada Allah dengan membunuh orang yang dianggapnya musuh Islam dan musuh Allah.
Jika membunuh itu suatu pencapaian yang mempunyai nilai tinggi di sisi Allah SWT, nescaya Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi terdahulu merupakan orang yang paling banyak membunuh mangsa, tetapi hakikatnya tiada nyawa terkorban di tangan para nabi. Sesungguhnya, dakwah Islam hanya untuk disampai kepada sasarannya, bukan untuk dipaksa supaya diterima. Akidah Islam tidak pernah disebar melalui paksaan, sama ada kepada umat nabi-nabi terdahulu atau pun umat Nabi Muhammad SAW.
PENULIS ialah Penasihat Agama kepada Perdana Menteri
Jihad fisabilillah: Pengertian dan konsep - Utama - Utusan Online
http://www.utusan.com.my/rencana/utama/jihad-fisabilillah-pengertian-dan-konsep-1.27249
Allah berfirman dalam Surah At-Taubah Ayat 5:
ﺑِﺴْــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْـــﻢ
فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ ۚ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka BUNUHLAH orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, tangkaplah mereka, tawanlah mereka, dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Taubah [9]: 5)
#tafsir-jalalayn
(Apabila sudah habis) telah habis (bulan-bulan haram itu) hal ini merupakan batas maksimal masa penangguhan (maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka) baik di tanah suci maupun di luar tanah suci (dan tangkaplah mereka) dengan menahannya (kepunglah mereka) dalam benteng-benteng dan tempat-tempat perlindungan mereka sehingga mereka terpaksa harus bertempur dengan kalian atau menyerah masuk Islam (dan intailah mereka di tempat pengintaian.) yakni jalan-jalan yang biasa mereka lalui. Dinashabkannya lafal kulla karena huruf jarnya dicabut. (Jika mereka bertobat) dari kekafiran (dan mendirikan salat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka.) jangan sekali-kali kalian menghambat dan mempersulit mereka (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.) terhadap orang yang bertobat.
#tafsir-quraish-shihab
Apabila masa perlindungan selama empat bulan itu telah habis, maka perangilah orang-orang musyrik yang melanggar perjanjian di mana pun berada. Tangkaplah mereka dengan kekerasan. Kepunglah mereka dari segala penjuru. Intailah mereka di semua tempat. Apabila mereka telah bertobat dari kekufuran dan berpegang teguh kepada hukum-hukum Islam dengan mengerjakan salat dan menunaikan zakat, berikanlah kebebasan kepada mereka, karena mereka telah masuk dalam agama Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun atas orang yang bertobat, dan Maha Penyayang pada hamba-hamba-Nya.
#diskusi Admin Submit : 2015-04-01 02:13:31 Link sumber: http://tafsir.web.id/
Yang dimaksud dengan bulan Haram di sini adalah masa 4 bulan yang diberi tangguh kepada kaum musyrik itu (mereka yang mengadakan perjanjian tidak diperangi), Yaitu dimulai dari tanggal 10 Zulhijjah (hari turunnya ayat ini) sampai dengan 10 Rabi'ul akhir.
Di tanah halal atau di tanah haram.
Dengan menawannya.
Di benteng mereka sampai mereka terbunuh atau masuk Islam. Jangan biarkan mereka leluasa di negeri dan bumi Allah yang sesungguhnya Dia jadikan sebagai tempat ibadah bagi hamba-hamba-Nya. Bumi ini milik Allah, tidak pantas ditempati oleh musuh-Nya; yaitu orang-orang yang ingin menghilangkan agama-Nya dari bumi ini.
Di jalan yang mereka lalui serta tetap teruslah bersikap seperti ini agar mereka bertobat dari perbuatan syirknya.
Maksudnya keamanan mereka menjadi terjamin. Berdasarkan ayat ini, maka barang siapa yang enggan melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, ia harus diperangi sampai mau melakukannya sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu.
Surat At-Taubah Ayat 5 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/9-at-taubah/ayat-5#tafsir-jalalayn
Surat At-Taubah Ayat 5 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/9-at-taubah/ayat-5#tafsir-quraish-shihab
Surat At-Taubah Ayat 5 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/9-at-taubah/ayat-5#diskusi
Allah telah berfirman dalam Surah Al-Baqarah Ayat 191 hingga Ayat 193:
ﺑِﺴْــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْـــﻢ
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190) وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (191) فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (192) وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلا عُدْوَانَ إِلا عَلَى الظَّالِمِينَ (193
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kalian jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan, dan janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kalian di tempat itu. Jika mereka memerangi kalian (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kalian), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kalian), maka tidak ada permusuhan (lagi) kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian. (Al-Baqarah: 190)
Ayat ini merupakan ayat perang pertama yang diturunkan di Madinah. Setelah ayat ini diturunkan, maka Rasulullah ﷺ memerangi orang-orang yang memerangi dirinya dan membiarkan orang-orang yang tidak memeranginya, hingga turunlah surat Bara’ah (surat At-Taubah).
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan hal yang sama, hingga dia mengatakan bahwa ayat ini di-mansukh oleh firman-Nya:
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ
Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, mengingat firman-Nya: orang-orang yang memerangi kalian. (Al-Baqarah: 190)
Sesungguhnya makna ayat ini merupakan penggerak dan pengobar semangat untuk memerangi musuh-musuh yang berniat memerangi Islam dan para pemeluknya. Dengan kata lain, sebagaimana mereka memerangi kalian, maka perangilah mereka oleh kalian. Seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَقاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَما يُقاتِلُونَكُمْ كَافَّةً
Dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya. (At-Taubah: 36)
Karena itulah maka dalam ayat ini Allah Swt. berfirman: Dan bunuhlah mereka di mana saja kalian jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (Mekah). (Al-Baqarah: 191)
Dengan kata lain, agar semangat kalian berkobar untuk memerangi orang-orang musyrik itu, sebagaimana semangat mereka menggebu-gebu untuk memerangi kalian; dan agar kalian terdorong untuk mengusir mereka dari negeri yang mereka telah mengusir kalian darinya sebagai pembalasan yang setimpal.
**********
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'alla:
{وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ}
(tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Baqarah: 190)
Yakni perangilah mereka di jalan Allah, tetapi janganlah kalian bersikap melampaui batas dalam hal ini. Termasuk ke dalam pengertian bertindak melampaui batas ialah melakukan hal-hal yang dilarang (dalam perang).
Menurut Al-Hasan Al-Basri antara lain ialah mencincang musuh, curang, membunuh wanita-wanita, anak-anak serta orang-orang lanjut usia yang tidak ikut berperang serta tidak mempunyai kemampuan berperang, para rahib dan pendeta-pendeta yang ada di dalam gereja-gerejanya, membakar pohon, dan membunuh hewan bukan karena maslahat.
Hal ini dikatakan oleh Ibnu Abbas, Umar ibnu Abdul Aziz, Muqatil ibnu Hayyan, dan lain-lainnya.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis:
عَنْ بُرَيدة أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: "اغْزُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِالْلَّهِ، اغْزُوا وَلَا تَغُلّوا، وَلَا تَغْدروا، وَلَا تُمَثِّلُوا، وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا، وَلَا أَصْحَابَ الصَّوَامِعِ".
Dari Buraidah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Pergilah di jalan Allah dan perangilah orang yang kafir kepada Allah. Berperanglah kalian, tetapi janganlah kalian curang, jangan khianat, jangan mencincang, dan jangan membunuh anak-anak serta jangan membunuh orang-orang yang ada di dalam gereja-gerejanya. (Riwayat Imam Ahmad)
Disebutkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw. bila memberangkatkan pasukannya, terlebih dahulu berpesan kepada mereka:
"اخْرُجُوا بِسْمِ اللَّهِ، قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ كَفَرَ بِالْلَّهِ، لَا تَغْدِرُوا وَلَا تَغُلُّوا، وَلَا تُمَثلوا، وَلَا تَقْتُلُوا الْوِلْدَانَ وَلَا أَصْحَابَ الصَّوَامِعِ".
Berangkatlah kalian dengan menyebut asma Allah, perangilah di jalan Allah orang-orang yang kafir kepada Allah, janganlah kalian melampaui batas, janganlah kalian curang, jangan mencincang (menyiksa), jangan membunuh anak-anak, dan jangan pula orang-orang yang berada dalam gereja-gerejanya.
Imam Ahmad dan Imam Abu Daud meriwayatkan pula hadis yang semisal secara marfu' dari sahabat Anas ibnu Malik r.a.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: وجُدت امْرَأَةٌ فِي بَعْضِ مَغَازِي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَقْتُولَةً، فَأَنْكَرَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قتلَ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ
Dari sahabat Ibnu Umar yang menceritakan: Pernah dijumpai seorang wanita yang terbunuh dalam suatu peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Maka sejak itu beliau membenci membunuh wanita-wanita dan anak-anak.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُصعب بْنُ سَلام، حَدَّثَنَا الْأَجْلَحُ، عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي مُسْلِمٍ، عَنْ رِبْعي ابن حِرَاش، قَالَ: سَمِعْتُ حُذَيفة يَقُولُ: ضَرَبَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْثَالًا وَاحِدًا، وَثَلَاثَةً، وَخَمْسَةً، وَسَبْعَةً، وَتِسْعَةً، وأحدَ عشَرَ، فَضَرَبَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهَا مَثَلًا وَتَرَكَ سائرَها، قَالَ: "إِنَّ قَوْمًا كَانُوا أهلَ ضَعْف وَمَسْكَنَةٍ، قَاتَلَهُمْ أهلُ تَجَبُّرٍ وَعَدَاءٍ، فَأَظْهَرَ اللَّهُ أَهْلَ الضَّعْفِ عَلَيْهِمْ، فَعَمَدُوا إِلَى عَدُوهم فَاسْتَعْمَلُوهُمْ وَسَلَّطُوهُمْ فَأَسْخَطُوا اللَّهَ عَلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Al-Ajlah, dari Qais ibnu Abu Muslim, dari Rub'i ibnu Hirasy yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Huzaifah bercerita, "Rasulullah ﷺ pernah membuat banyak perumpamaan kepada kami, satu, tiga, lima, tujuh, sembilan, dan sebelas (perumpamaan). Maka Rasulullah ﷺ membuat suatu perumpamaan dari semuanya itu kepada kami dan meninggalkan perumpamaan yang lainnya.
Beliau ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya ada suatu kaum yang lemah lagi miskin, mereka diperangi oleh orang-orang yang kuat lagi memendam permusuhan, tetapi Allah memenangkan orang-orang yang lemah atas mereka, lalu orang-orang yang lemah itu menghukum mereka dengan cara mempekerjakan dan menguasai mereka, maka Allah murka terhadap orang-orang yang berbuat demikian hingga hari kiamat'."
Hadis ini ditinjau dari segi sanadnya berpredikat hasan. Makna hadis, bahwa ketika kaum yang lemah itu dapat mengalahkan kaum yang kuat, maka kaum yang lemah berbuat kelewat batas terhadap mereka dan mempekerjakan mereka secara paksa dengan pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak bagi mereka. Maka Allah menjadi murka terhadap mereka yang menang itu disebabkan sikap mereka yang melebihi batas.
Hadis dan asar yang membahas hal ini cukup banyak. Mengingat jihad itu mengandung risiko melayangnya banyak jiwa, terbunuhnya banyak kaum laki-laki, maka Allah mengingatkan bahwa perbuatan yang telah dilakukan oleh mereka —yaitu kafir kepada Allah, mempersekutukan-Nya, dan menghalang-halangi jalan Allah— adalah perbuatan yang lebih parah dan lebih fatal, lebih besar akibatnya daripada pembunuhan.
**********
Karena itulah maka dalam ayat selanjutnya disebutkan:
{وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ}
Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan. (Al-Baqarah 191)
Menurut Abu Malik, makna ayat ini ialah bahwa apa yang sedang kalian hadapi itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan.
Abul Aliyah, Mujahid, Qatadah, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan. (Al-Baqarah: 191) Artinya, musyrik itu bahayanya lebih besar daripada pembunuhan.
***************
Firman-Nya:
{وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}
dan janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 191)
Di dalam kitab Sahihain disebutkan:
"إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، وَإِنَّهَا سَاعَتِي هَذِهِ، حَرَام بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، لَا يُعْضَد شَجَرُهُ، وَلَا يُخْتَلى خَلاه. فَإِنْ أَحَدٌ تَرَخَّصَ بِقِتَالِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُولُوا: إِنَّ اللَّهَ أَذِنَ لِرَسُولِهِ وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ"
Sesungguhnya kota ini telah disucikan Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi, maka dia tetap suci karena disucikan Allah sampai hari kiamat dan tidak pernah dihalalkan kecuali sesaat untukku di waktu siang hari, dia tetap suci karena disucikan Allah sampai hari kiamat; pepohonannya tidak boleh ditebang, rerumputannya tidak boleh dicabut. Jika ada seseorang membolehkan karena alasan Rasulullah ﷺ pernah melakukan perang padanya, maka katakanlah oleh kalian bahwa sesungguhnya Allah hanya mengizinkan bagi Rasul-Nya dan Dia tidak mengizinkan bagi kalian.
Yang dimaksud ialah peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ terhadap penduduknya ketika hari kemenangan atas kota Mekah, karena sesungguhnya beliau ﷺ membukanya dengan paksa, dan sebagian dari kaum lelaki di antara mereka ada yang terbunuh di Khandamah.
Tetapi menurut pendapat yang lain, Nabi ﷺ membuka kota Mekah secara damai, karena berdasarkan kepada sabda Nabi ﷺ yang mengatakan:
مَنْ أَغْلَقَ بَابَهُ فَهُوَ آمِنٌ، وَمَنْ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَهُوَ آمِنٌ، وَمَنْ دَخَلَ دَارَ أَبِي سُفْيَانَ فَهُوَ آمِنٌ
Barang siapa yang menutup pintunya, maka dia aman; dan barang siapa yang masuk ke dalam Masjidil Haram, maka dia aman; dan barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyan, maka dia aman.
****************
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'alla:
{حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ}
kecuali jika mereka memerangi kalian di tempat itu. Jika mereka memerangi kalian (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 191)
Dengan kata lain, janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram (Mekah) kecuali bila mereka memulai memerangi kalian padanya, maka saat itu kalian boleh memerangi mereka untuk membela diri. Sebagaimana. yang dilakukan oleh para sahabat ketika mengucapkan baiat (janji setia) kepada Nabi ﷺ pada hari Hudaibiyyah di bawah sebuah pohon. Mereka berjanji setia untuk membela Nabi ﷺ yaitu di saat semua suku Quraisy dan para pendukungnya dari kalangan suku Saqif dan orang-orang Habsyah pada tahun itu bersekutu untuk memerangi Nabi ﷺ. Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta'alla mencegah pcperangan di antara mereka. Untuk itu Allah Subhanahu Wa Ta'alla berfirman:
وَهُوَ الَّذِي كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُمْ بِبَطْنِ مَكَّةَ مِنْ بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ
Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kalian dan (menahan) tangan kalian dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kalian atas mereka. (Al-Fath: 24)
Allah Subhanahu Wa Ta'alla berfirman pula:
{وَلَوْلا رِجَالٌ مُؤْمِنُونَ وَنِسَاءٌ مُؤْمِنَاتٌ لَمْ تَعْلَمُوهُمْ أَنْ تَطَئُوهُمْ فَتُصِيبَكُمْ مِنْهُمْ مَعَرَّةٌ بِغَيْرِ عِلْمٍ لِيُدْخِلَ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ لَوْ تَزَيَّلُوا لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}
Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kalian ketahui, bahwa kalian akan membunuh mereka yang menyebabkan kalian ditimpa kesusahan tanpa pengetahuan kalian (tentulah Allah tidak akan menahan tangan kalian dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang yang kafir di antara mereka dengan azob yang pedih. (Al-Fath: 25)
**************
Adapun firman Allah Subhanahu Wa Ta'alla:
{فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kalian), maka sesesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 192)
Dengan kata lain, apabila mereka tidak melakukan peperangan di tanah haram (suci), mereka menyerah mau masuk Islam dan bertobat, sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka, sekalipun mereka telah memerangi kaum muslim di Tanah Suci Allah. Karena sesungguhnya tiada suatu dosa besar pun dianggap berat oleh Allah bila Dia mengampuni orang yang bertobat darinya dan kembali ke jalan-Nya. Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta'alla memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir dengan tujuan seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya:
{حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ}
sehingga tidak ada fitnah lagi. (Al-Baqarah: 193)
Yang dimaksud dengan fitnah ialah syirik (mempersekutukan Allah). Demikianlah menurut apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi', Muqatil ibnu Hayyan, As-Saddi, dan Zaid ibnu Aslam.
Allah Subhanahu Wa Ta'alla berfirman:
{وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ}
dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. (Al-Baqarah: 193)
Yakni hanya agama Allah-lah menang lagi tinggi berada di atas agama lainnya, seperti pengertian yang terkandung di dalam hadis Sahihain:
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ، قَالَ: سُئِل النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَّجُلِ يُقاتل شُجَاعَةً، وَيُقَاتِلُ حَميَّة، وَيُقَاتِلُ رِيَاءً، أَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ: "مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فهو فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Melalui Abu Musa Al-Asy'ari yang menceritakan: Nabi ﷺ pernah ditanya mengenai seorang lelaki yang berperang karena keberaniannya, seorang lelaki yang berperang karena fanatiknya, dan seorang lelaki yang berperang karena riya (pamer), manakah di antaranya yang termasuk ke dalam perang di jalan Allah? Nabi ﷺ menjawab, "Barang siapa yang berperang demi meninggikan kalimah Allah, maka dia adalah orang yang berperang di jalan Allah."
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula hadis berikut:
"أمرْتُ أنْ أقاتلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِذَا قَالُوهَا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ"
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan tidak ada Tuhan selain Allah; apabila mereka mau mengucapkannya, berarti mereka memelihara darah dan harta bendanya dariku, kecuali karena alasan yang hak, sedangkan perhitungan mereka (yang ada di dalam hati mereka) diserahkan kepada Allah.
***********
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'alla:
{فَإِنِ انْتَهَوْا فَلا عُدْوَانَ إِلا عَلَى الظَّالِمِينَ}
Jika mereka berhenti (dari memusuhi kalian), maka tidak ada permusuhan (lagi) kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 193)
Yakni jika mereka tidak melakukan lagi kebiasaan syiriknya dan tidak lagi memerangi orang-orang mukmin, maka cegahlah diri kalian dari mereka, karena sesungguhnya orang-orang yang memerangi mereka sesudah itu adalah orang yang zalim, dan tidak ada lagi permusuhan kecuali terhadap orang-orang yang zalim. Demikianlah menurut takwil yang dikemukakan oleh Mujahid, yakni tidak ada perang lagi kecuali terhadap orang yang memulainya. Atau makna yang dimaksud ialah, apabila mereka berhenti memusuhi kalian, berarti kalian telah bebas dari gangguan perbuatan aniaya mereka, yaitu kemusyrikan mereka, maka tidak ada permusuhan lagi terhadap mereka sesudah itu. Yang dimaksud dengan istilah 'udwan dalam ayat ini ialah membalas dan memerangi, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ}
Oleh karena itu, barang siapa yang menyerang kalian, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadap kalian. (Al-Baqarah: 194)
{وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا}
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. (Asy-Syura: 40)
{وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ}
Dan jika kalian memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kalian. (An-Nahl: 126)
Karena itulah maka Ikrimah dan Qatadah mengatakan bahwa orang yang zalim ialah orang yang menolak, tidak mau mengucapkan kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi. (Al-Baqarah: 193), hingga akhir ayat. Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa ia pernah kedatangan dua orang lelaki pada zaman fitnah Ibnuz Zubair (kemelut yang terjadi di masa Abdullah ibnuz Zubair), lalu kedua lelaki itu berkata, "Sesungguhnya orang-orang telah melibatkan dirinya dalam kemelut ini, sedangkan engkau —hai Ibnu Umar— sebagai sahabat Nabi Saw. mengapa tidak ikut berangkat berperang?" Ibnu Umar menjawab, "Diriku tercegah oleh hukum Allah yang melarang darah saudaraku." Keduanya mengatakan lagi, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi' (Al-Baqarah: 193)?" Ibnu Umar menjawab, "Kami telah berperang sehingga tiada ada fitnah lagi, dan agama hanyalah untuk Allah. Sedangkan kalian menghendaki agar perang kalian lakukan sehingga fitnah timbul lagi dan agar agama untuk selain Allah."
Usman ibnu Saleh meriwayatkan dari Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Fulan dan Haiwah ibnu Syuraih, dari Bakr ibnu Umar Al-Magafiri, bahwa Bukair ibnu Abdullah pernah menceritakan kepadanya dari Nafi', bahwa ada seorang lelaki datang kepada sahabat Ibnu Umar dan mengatakan, "Hai Abu Abdur Rahman, apakah yang mendorongmu melakukan ibadah haji satu tahun dan bermukim satu tahun, sedangkan engkau meninggalkan jihad di jalan Allah Subhanahu Wa Ta'alla padahal engkau mengetahui anjuran Allah mengenai berjihad itu?" Ibnu Umar menjawab, "Hai anak saudaraku, Islam dibangun di atas lima pilar, yaitu iman kepada Allah dan Rasul-Nya, salat lima waktu, puasa Ramadan, menunaikan zakat, dan haji ke Baitullah." Mereka mengatakan, "Bukankah engkau telah mendengar apa yang telah dikatakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'alla di dalam firman-Nya, hai Abu Abdur Rahman, (yaitu): 'Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah' (Al-Hujurat: 9). Juga firman Allah Subhanahu Wa Ta'alla yang mengatakan: 'Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi' (Al-Baqarah: 193)."
Ibnu Umar berkata, "Kami telah melakukannya di zaman Rasulullah ﷺ yang pada saat itu Islam masih minoritas, dan seorang lelaki muslim diuji dalam agamanya, adakalanya dibunuh oleh mereka atau disiksa. Ketika Islam menjadi mayoritas, maka tidak ada fitnah lagi." Lelaki itu berkata, "Bagaimanakah menurutmu tentang Ali dan Us'man?" Ibnu Umar menjawab, "Adapun mengenai Usman, maka Allah telah memaafkannya, dan kalian ternyata tidak suka memaafkannya. Sedangkan Ali, dia adalah anak paman Rasulullah ﷺ dan juga sebagai menantunya," lalu Ibnu Umar mengisyaratkan dengan tangannya dan berkata, "Itulah rumah Ali seperti yang kalian lihat sendiri (yakni tinggal di rumah Rasulullah ﷺ)."
Tafsir Surat Al-Baqarah, ayat 190-193
http://www.ibnukatsironline.com/2015/04/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-190-193.html
Allah berfirman dalam Surah Al-Anfal Ayat 12:
ﺑِﺴْــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْـــﻢ
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا ۚ سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ
“Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman.” “Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” [Qs. Al-Anfal :12]
#tafsir-jalalayn
(Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat) yang diperbantukan kepada kaum Muslimin ("Sesungguhnya Aku) bahwasanya Aku (bersama kamu) memberikan pertolongan dan bantuan (maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang telah beriman) dengan memberikan pertolongan kepada mereka dan mengabarkan berita gembira. (Kelak Aku akan timpakan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir) ketakutan yang sangat (maka penggallah leher mereka) kepala mereka (dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka) ujung-ujung jari tangan dan kaki. Dikatakan bahwa dalam perang itu jika seseorang muslim hendak memukul kepala si kafir tiba-tiba kepala itu sudah jatuh menggelinding sendiri sebelum pedangnya sampai kepadanya. Dan Rasulullah saw. melempar mereka dengan segenggam batu kerikil, maka tidak ada seorang musyrik pun yang luput matanya dari lemparan batu kerikil itu, akhirnya mereka kalah.
#tafsir-quraish-shihab
Wahai orang-orang yang beriman, ketahuilah bahwa Allah telah mewahyukan kepada para malaikat itu untuk membisikkan ke dalam hati kalian. Allah berfirman kepada malaikat, "Aku akan menyertai kalian untuk membantu dan memenangkan kalian. Kuatkanlah hati orang-orang yang beriman, tunduklah kepada kebenaran dan berjihadlah di jalan Allah. Kami akan menjadikan hati orang-orang musyrik itu dicekam rasa takut dan gentar menghadapi kalian. Tebaslah batang leher mereka dan potonglah jari tangan mereka yang membawa pedang."
#diskusi Admin Submit : 2015-04-01 02:13:31 Link sumber: http://tafsir.web.id/
Yang membantu kaum muslimin.
Dengan memberikan bantuan dan pertolongan.
Dengan membantu dan memberikan kabar gembira, mendorong mereka untuk berani melawan musuh serta mendorong mereka berjihad.
Khithab (pembicaraan) ini bisa ditujukan kepada para malaikat dan bisa ditujukan kepada kaum mukmin. Jika ditujukan kepada para malaikat, maka hal ini menunjukkan bahwa para malaikat ikut terjun dalam perang Badar, dan jika ditujukan kepada kaum mukmin, maka berarti Allah mendorong mereka dan mengajari mereka bagaimana mereka membunuh kaum musyrik, dan bahwa mereka tidak perlu mengasihani orang-orang musyrik karena mereka telah menentang Allah dan Rasul-Nya.
Yakni penggallah leher mereka. Oleh karena itulah, ketika salah seorang kaum muslimin hendak memenggal leher orang kafir dalam perang Badar, ternyata lehernya sudah jatuh lebih dahulu karena pukulan malaikat.
Maksud ujung jari di sini adalah persendian anggota tangan dan kaki. Dalam peperangan, sasaran yang mematikan adalah leher, tetapi apabila lawan memakai baju besi sehingga sulit dikalahkan, maka tangannya yang dilumpuhkan agar tidak dapat memegang senjata sehingga mudah ditawan.
Surat Al-Anfal Ayat 12 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/8-al-anfal/ayat-12#tafsir-jalalayn
Surat Al-Anfal Ayat 12 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/8-al-anfal/ayat-12#tafsir-quraish-shihab
Surat Al-Anfal Ayat 12 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/8-al-anfal/ayat-12#diskusi
ﺑِﺴْــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْـــﻢ
Surat Muhammad Ayat 4
فَإِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّىٰ إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّىٰ تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا ۚ ذَٰلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ ۗ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَلَنْ يُضِلَّ أَعْمَالَهُمْ
Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. [Qs. Muhammad : 4]
#tafsir-jalalayn
(Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang maka pancunglah batang leher mereka) lafal Dharbur Riqaab adalah bentuk Mashdar yang menggantikan kedudukan Fi'ilnya, karena asalnya adalah, Fadhribuu Riqaabahum artinya, maka pancunglah batang leher mereka. Maksudnya, bunuhlah mereka. Di sini diungkapkan dengan kalimat Dharbur Riqaab yang artinya memancung leher, karena pukulan yang mematikan itu kebanyakan dilakukan dengan cara memukul atau memancung batang leher. (Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka) artinya kalian telah banyak membunuh mereka (maka kencangkanlah) tangkaplah dan tawanlah mereka lalu ikatlah mereka (ikatan mereka) dengan tali pengikat tawanan perang (dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka) lafal Mannan adalah bentuk Mashdar yang menggantikan kedudukan Fi'ilnya; maksudnya, kalian memberikan anugerah kepada mereka, yaitu dengan cara melepaskan mereka tanpa imbalan apa-apa (atau menerima tebusan) artinya, kalian meminta tebusan berupa harta atau tukaran dengan kaum muslimin yang ditawan oleh mereka (sampai perang meletakkan) maksudnya, orang-orang yang terlibat di dalam peperangan itu meletakkan (senjatanya) artinya, menghentikan adu senjata dan adu lain-lainnya, misalnya orang-orang kafir menyerah kalah atau mereka menandatangani perjanjian gencatan senjata; hal inilah akhir dari suatu peperangan dan saling tawan-menawan. (Demikianlah) menjadi Khabar dari Mubtada yang diperkirakan keberadaannya, yaitu perkara tentang menghadapi orang-orang kafir adalah sebagaimana yang telah disebutkan tadi (apabila Allah menghendaki niscaya Allah dapat menang atas mereka) tanpa melalui peperangan lagi (tetapi) Dia memerintahkan kalian supaya berperang (untuk menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain) di antara mereka dalam peperangan itu, sebagian orang yang gugur di antara kalian ada yang dimasukkan ke dalam surga, dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam neraka. (Dan orang-orang yang gugur) menurut suatu qiraat dibaca Qaataluu dan seterusnya, ayat ini diturunkan pada waktu perang Uhud, karena banyak di antara pasukan kaum muslimin yang gugur dan mengalami luka-luka (di jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan) maksudnya, tidak akan menghapuskan (amal mereka.)
#tafsir-quraish-shihab
Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang, pancunglah batang leher mereka. Apabila kalian berhasil melemahkan dan mengalahkan mereka dengan banyak membunuh pasukan mereka, tawanlah mereka. Sesudah perang, kalian boleh membebaskan mereka tanpa tebusan apapun atau meminta harta atau tawanan kaum Muslimin sebagai tebusan. Hendaknya seperti itulah sikap kalian terhadap orang-orang kafir sampai perang berakhir. Begitulah ketentuan Allah yang berlaku untuk mereka. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan memenangkan kaum Muslimin tanpa melalui perang. Tetapi, karena Allah ingin menguji orang-orang Mukmin melalui orang-orang kafir, Dia menetapkan jihad. Orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, amal perbuatannya tidak akan disia-siakan oleh Allah. (1) Mereka akan diberi petunjuk, keadaan mereka akan diperbaiki, dan mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang telah diperkenalkan kepada mereka. (1) Dalam ayat yang berbicara mengenai perintah membunuh ini digunakan kata riqâb yang berarti 'batang leher', karena cara membunuh yang paling cepat dan tidak menyakitkan adalah dengan memenggal leher. Secara ilmiah telah terbukti bahwa leher merupakan jaringan penghubung antara kepala dan seluruh organ tubuh. Maka, apabila jaringan urat saraf manusia terputus, semua fungsi utama organ tubuh akan melemah. Dan apabila jaringan urat nadi telah putus, maka darah akan berhenti dan tidak dapat memberi makan ke otak. Begitu pula, apabila saluran pernapasan telah putus, maka manusia tidak lagi dapat bernapas. Dalam kondisi seperti ini manusia akan cepat mati.
#diskusi Admin Submit : 2015-04-01 02:13:32 Link sumber: http://tafsir.web.id/
#tafsir-jalalayn
(Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang maka pancunglah batang leher mereka) lafal Dharbur Riqaab adalah bentuk Mashdar yang menggantikan kedudukan Fi'ilnya, karena asalnya adalah, Fadhribuu Riqaabahum artinya, maka pancunglah batang leher mereka. Maksudnya, bunuhlah mereka. Di sini diungkapkan dengan kalimat Dharbur Riqaab yang artinya memancung leher, karena pukulan yang mematikan itu kebanyakan dilakukan dengan cara memukul atau memancung batang leher. (Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka) artinya kalian telah banyak membunuh mereka (maka kencangkanlah) tangkaplah dan tawanlah mereka lalu ikatlah mereka (ikatan mereka) dengan tali pengikat tawanan perang (dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka) lafal Mannan adalah bentuk Mashdar yang menggantikan kedudukan Fi'ilnya; maksudnya, kalian memberikan anugerah kepada mereka, yaitu dengan cara melepaskan mereka tanpa imbalan apa-apa (atau menerima tebusan) artinya, kalian meminta tebusan berupa harta atau tukaran dengan kaum muslimin yang ditawan oleh mereka (sampai perang meletakkan) maksudnya, orang-orang yang terlibat di dalam peperangan itu meletakkan (senjatanya) artinya, menghentikan adu senjata dan adu lain-lainnya, misalnya orang-orang kafir menyerah kalah atau mereka menandatangani perjanjian gencatan senjata; hal inilah akhir dari suatu peperangan dan saling tawan-menawan. (Demikianlah) menjadi Khabar dari Mubtada yang diperkirakan keberadaannya, yaitu perkara tentang menghadapi orang-orang kafir adalah sebagaimana yang telah disebutkan tadi (apabila Allah menghendaki niscaya Allah dapat menang atas mereka) tanpa melalui peperangan lagi (tetapi) Dia memerintahkan kalian supaya berperang (untuk menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain) di antara mereka dalam peperangan itu, sebagian orang yang gugur di antara kalian ada yang dimasukkan ke dalam surga, dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam neraka. (Dan orang-orang yang gugur) menurut suatu qiraat dibaca Qaataluu dan seterusnya, ayat ini diturunkan pada waktu perang Uhud, karena banyak di antara pasukan kaum muslimin yang gugur dan mengalami luka-luka (di jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan) maksudnya, tidak akan menghapuskan (amal mereka.)
#tafsir-quraish-shihab
Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang, pancunglah batang leher mereka. Apabila kalian berhasil melemahkan dan mengalahkan mereka dengan banyak membunuh pasukan mereka, tawanlah mereka. Sesudah perang, kalian boleh membebaskan mereka tanpa tebusan apapun atau meminta harta atau tawanan kaum Muslimin sebagai tebusan. Hendaknya seperti itulah sikap kalian terhadap orang-orang kafir sampai perang berakhir. Begitulah ketentuan Allah yang berlaku untuk mereka. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan memenangkan kaum Muslimin tanpa melalui perang. Tetapi, karena Allah ingin menguji orang-orang Mukmin melalui orang-orang kafir, Dia menetapkan jihad. Orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, amal perbuatannya tidak akan disia-siakan oleh Allah. (1) Mereka akan diberi petunjuk, keadaan mereka akan diperbaiki, dan mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang telah diperkenalkan kepada mereka. (1) Dalam ayat yang berbicara mengenai perintah membunuh ini digunakan kata riqâb yang berarti 'batang leher', karena cara membunuh yang paling cepat dan tidak menyakitkan adalah dengan memenggal leher. Secara ilmiah telah terbukti bahwa leher merupakan jaringan penghubung antara kepala dan seluruh organ tubuh. Maka, apabila jaringan urat saraf manusia terputus, semua fungsi utama organ tubuh akan melemah. Dan apabila jaringan urat nadi telah putus, maka darah akan berhenti dan tidak dapat memberi makan ke otak. Begitu pula, apabila saluran pernapasan telah putus, maka manusia tidak lagi dapat bernapas. Dalam kondisi seperti ini manusia akan cepat mati.
#diskusi Admin Submit : 2015-04-01 02:13:32 Link sumber: http://tafsir.web.id/
Allah Subhaanahu wa Ta'aala membimbing hamba-hamba-Nya kepada sesuatu yang menjadi maslahat bagi mereka dan dapat memenangkan mereka terhadap musuh-musuh-Nya.
Yakni jika kamu melihat bahwa menawan itu lebih baik.
Jika mereka telah ditawan, maka kaum muslimin dapat menjadi tenang dari kejahatan mereka dan larinya mereka.
Tanpa harta dan tanpa tebusan.
Yaitu dengan tidak melepaskan mereka sampai mereka membeli diri mereka atau dibeli oleh kawan-kawan mereka dengan harta, atau mengganti dengan seorang muslim yang tertawan.
Yaitu dengan masuknya mereka ke dalam Islam atau masuk ke dalam perjanjian. Atau maksudnya sampai tidak ada lagi peperangan. Oleh karena itu, apabila dalam sebagian waktu tidak ada peperangan karena suatu sebab, maka tidak ada pembunuhan dan penawanan.
Yakni diujinya orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir, digilirkannya kemenangan di antara mereka, dan menangnya sebagian mereka atas sebagian yang lain.
Tanpa perlu mengadakan peperangan karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, Dia berkuasa agar orang-orang kafir tidak bisa menang di satu medan pertempuran pun.
Agar tegak pasar jihad, dan agar jelas keadaan hamba, yang benar dari yang dusta, dan agar beriman orang yang beriman di atas bashirah (ilmu), bukan iman atas dasar ikut-ikutan, karena hal itu adalah iman yang lemah, dimana hampir saja tidak langgeng pada seseorang saat menghadapi ujian dan cobaan.
Agar kalimat-Nya tinggi, maka bagi mereka pahala yang besar.
Yakni Allah tidak akan menghapuskannya dan membatalkannya, bahkan Dia akan menerimanya dan menumbuhkannya untuk mereka serta memperlihatkan hasil amal mereka di dunia dan akhirat.
Surat Muhammad Ayat 4 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/47-muhammad/ayat-4#tafsir-jalalayn
Surat Muhammad Ayat 4 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/47-muhammad/ayat-4#tafsir-quraish-shihab
Surat Muhammad Ayat 4 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/47-muhammad/ayat-4#diskusi
ﺑِﺴْــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْـــﻢ
Surat Al-Baqarah Ayat 190
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [Al-Baqarah : 190]
#tafsir-jalalayn
Tatkala Nabi saw. dihalangi kaum Quraisy untuk mengunjungi Baitullah pada perjanjian Hudaibiah dan berdamai dengan orang-orang kafir itu untuk kembali di tahun depan, di mana ia diberi kesempatan untuk memasuki Mekah selama tiga hari, kemudian tatkala ia telah bersiap-siap untuk umrah kada, sedangkan kaum muslimin merasa khawatir kalau-kalau Quraisy tidak menepati janjinya lalu memerangi mereka, padahal kaum muslimin tak mau melayani mereka jika di saat ihram, di tanah haram dan di bulan haram; maka turunlah ayat, (Dan perangilah di jalan Allah), maksudnya untuk menjunjung tinggi agama-Nya (orang-orang yang memerangi kamu) di antara orang-orang kafir (tetapi janganlah kamu melampaui batas) misalnya dengan memulai peperangan terhadap mereka (karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas), artinya yang melanggar apa-apa yang telah digariskan bagi mereka. Dan ini dinasakh dengan ayat Bara-ah atau dengan firman-Nya:
#tafsir-quraish-shihab
Di antara ketakwaan kepada Allah adalah menanggung beban dalam menaati-Nya. Dan beban terberat bagi manusia adalah berperang melawan musuh-musuh Allah(1) yang menyerang lebih dulu. Dari itu, janganlah kalian lebih dulu menyerang atau membunuh mereka yang ikut berperang dan mereka yang tidak ada sangkut pautnya dengan peperangan itu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai mereka yang melampaui batas. {(1) Ayat ini merupakan salah satu ayat yang menolak tuduhan bahwa Islam adalah "agama pedang", agama yang tersebar melalui perang, seperti yang dikatakan sebagian orang. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa kaum Muslimin tidak dibolehkan memulai serangan (agresi). Ayat ini merupakan ayat kedua yang diturunkan seputar masalah perang, setelah lebih dulu turun surat al-Hajj: "Telah diizinkan (beperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka." Bukti bahwa Islam bukanlah agama yang disebarkan dengan pedang, adalah karakter dakwah Islam--seperti yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya--yang dilakukan dengan hikmah, nasihat dan berdebat dengan cara yang terbaik. Di samping itu, Islam mengajak umat manusia untuk beriman melalui pemberdayaan rasio guna merenungi ciptaan-ciptaan Allah. Dengan cara itulah Rasul menyebarkan dakwahnya selama 13 tahun di Mekah. Tak ada pedang yang terhunus, dan tak setetes darah pun yang mengalir. Bahkan ketika kaum Quraisy menyiksa para pengikut-Nya, beliau tidak menyuruh mereka membalas. Rasul malah menyuruh para pengikutnya yang setia untuk berhijrah ke Habasyah (Etiopia) untuk menyelamatkan keyakinan mereka. Suatu saat, kaum Quraisy mengisolasikan Banû Hâsyim dan Banû 'Abd al-Muththalib, dua klan yang merupakan kerabat dekat Nabi. Mereka dipaksa menyerahkan Nabi untuk dibunuh atau, jika tidak, mereka akan diusir dari kota Mekah. Ketika mereka menolak menyerahkan Rasul, kaum Quraisy pun mulai melakukan tindakan perang yang nyata, yaitu memboikot mereka di Syi'b Banû Hâsyim, Mekah. Dibuatlah perjanjian untuk tidak melakukan jual beli dan tidak melakukan perkawinan dengan Banû Hâsyim. Perjanjian ini kemudian digantung di dalam Ka'bah. Pemboikotan yang berlangsung selama tiga tahun ini membuat kaum Muslim hidup sangat sengsara, hingga ada yang mengganjal perut dengan rerumputan menahan rasa lapar. Melihat itu, Rasul memerintahkan mereka--secara sembunyi-sembunyi--untuk berhijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya. Ketika kaum Quraisy mendengar berita bahwa Rasul akan berhijrah ke Madinah, mereka pun bersekongkol untuk segera membunuh Nabi. Tetapi, dengan pertolongan Allah, Rasul selamat dari makar mereka ini. Kegagalan ini membuat kebencian Quraisy terhadap kaum Muslim semakin bertambah. Siksaan terhadap kaum Muslim semakin sering dilakukan, sehingga mereka memutuskan untuk menyusul Nabi berhijrah ke Madinah dengan meninggalkan harta, rumah dan sanak saudara. Kendatipun kaum Muslim sudah menetap di Madinah, genderang perang yang telah dibunyikan kaum Quraisy sejak peristiwa pemboikotan masih terus berkumandang. Kedua belah pihak pun saling mengintai. Dan ketika kaum Muslim membuntuti kafilah Abû Sufyân, kaum Quraisy semakin beralasan untuk menyerang kaum Muslim di Madinah, meskipun kafilah Abû Sufyân itu tidak diserang oleh kaum Muslim. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh kaum Muslim kecuali bertahan. Di sinilah lalu turun ayat yang mengizinkan Rasul dan pengikutnya berperang, ayat pertama yang berbicara tentang perang (al-Hajj: 39-41). Ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa perang ini dibolehkan, adalah karena adanya serangan kaum Quraisy yang zalim. Setelah kekalahan kaum Quraisy dalam perang Badar ini, sebelum meninggalkan medan pertempuran, salah seorang pembesar Quraisy berkata, "Perang telah tercatat, pertemuan kita tahun depan di Uhud." Ini jelas merupakan ultimatum bahwa kaum Quraisy masih ingin melanjutkan peperangan. Dan begitulah, peperangan kemudian berkecamuk di Uhud, 6 mil dari Madinah. Kaum Muslim harus bertahan dari serangan Quraisy. Serangan Quraisy seperti ini juga terjadi di perang Khandak ketika kaum Muslim dikepung di Madinah. Lalu Rasul pun memerintahkan membuat parit-parit (khandaq) untuk bertahan dari serangan musuh. Alhasil, umat Islam di Madinah kemudian menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan. Rasul pun mengutus delegasi ke beberapa kerajaan untuk mengajak mereka kepada Islam. Tetapi di Persia, Raja Kisra menyobek surat Rasul dan mengutus orang yang sanggup memenggal kepala Muhammad. Dengan demikian, Rraja Kisra telah menyatakan perang terhadap kaum Muslim. Kaum Muslim harus bertahan dan akhirnya dapat menaklukkan imperium Persia dan kerajaan-kerajaan Arab yang berada di bawah koloninya. Penaklukan Islam atas imperium Romawi Timur juga tidak keluar dari konteks di atas. Adalah Syarhabîl ibn 'Amr, raja Ghassasinah di Syâm, kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Romawi, membunuh kurir Rasul yang bermaksud menemui Heraclius. Dia pun membunuh setiap warganya yang memeluk Islam. Puncaknya, ia mempersiapkan satu balatentara untuk menyerang negara Islam di Jazirah Arab. Kaum Muslim harus bertahan hingga akhirnya dapat menaklukkan imperium Romawi di Timur. Demikianlah, Islam tidak pernah memerintahkan menghunus pedang kecuali untuk bertahan dan menjamin keamanan dakwah Islam. Mahabenar Allah ketika berfirman, "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah" (Q., s. al-Baqarah: 256). } Surat Al-Baqarah Ayat 190 | Tafsirq.com https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-190 Surat Al-Baqarah Ayat 190 | Tafsirq.com https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-190#tafsir-jalalayn Surat Al-Baqarah Ayat 190 | Tafsirq.com https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-190#tafsir-quraish-shihab Surat Al-Baqarah Ayat 190 | Tafsirq.com https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-190#diskusi
ﺑِﺴْــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْـــﻢ
Surah Al-Hajj Ayat 40
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, [Al-Hajj (22) : 40]
#tafsir-jalalayn
Mereka adalah (orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar) di dalam pengusiran itu; mereka sekali-kali tidak diusir (melainkan karena mereka berkata) disebabkan perkataan yang mereka ucapkan yaitu, ("Rabb kami hanyalah Allah") semata. Perkataan ini adalah perkataan yang hak dan benar, maka mengusir hanya dengan alasan karena mengucapkan perkataan itu adalah tidak dibenarkan. (Dan sekiranya Allah tiada menolak keganasan sebagian manusia) lafal Ba'dhahum menjadi Badal Ba'dh lafal An-Naas (dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan) dibaca Lahuddimat dengan memakai harakat Tasydid menunjukkan makna banyak, yakni telah banyak dirobohkan; sebagaimana dapat dibaca Takhfif yaitu Lahudimat (biara-biara) bagi para rahib (gereja-gereja) bagi orang-orang Nasrani (rumah-rumah ibadah) bagi orang-orang Yahudi; lafal shalawaat artinya tempat peribadatan menurut bahasa Ibrani (dan mesjid-mesjid) bagi kaum Muslimin (yang disebut di dalamnya) maksudnya di dalam tempat-tempat yang telah disebutkan tadi (nama Allah dengan banyak) sehingga ibadah menjadi terhenti karena robohnya tempat-tempat tersebut. (Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong-Nya) menolong agama-Nya. (Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat) di atas semua makhluk-Nya (lagi Maha Perkasa) pengaruh dan kekuasaan-Nya maha perkasa.
#tafsir-quraish-shihab
Yaitu orang-orang yang dianiaya oleh orang-orang kafir dan dipaksa untuk meninggalkan kampung halamannya, Makkah, tanpa dosa kecuali untuk menemukan Allah dan menyembah-Nya. Seandainya Allah tidak memberikan kepada kebenaran pembela-pembela yang akan selalu mempertahankan dan melindunginya dari kesewenang-wenangan orang-orang zalim, niscaya kebatilan akan menyebar dan tiran- tiran akan semakin leluasa dalam kesemena-menaan mereka. Dan jika keadaannya terus begitu, para tiran itu akan berhasil membungkam suara kebenaran, merusak gereja, biara, sinagog dan masjid yang merupakan tempat-tempat yang banyak dipakai untuk menyebut nama Allah. Allah telah berjanji akan menolong siapa saja yang menolong agama-Nya, dan akan memuliakan siapa saja yang menjunjung tinggi kebenaran di atas bumi. Janji Allah tidak mungkin dilanggar, karena Allah Mahakuat untuk melaksanakan segala kehendak-Nya dan Mahaperkasa, tidak ada yang mengalahkan.
#diskusi Admin Submit : 2015-04-01 02:13:31 Link sumber: http://tafsir.web.id/
Mereka terpaksa keluar dari kampung halamannya karena disakiti dan diberikan cobaan (fitnah).
Ucapan ini adalah hak. Oleh karena itu, mengusirnya adalah mengusir tanpa hak. Syaikh As Saâdiy berkata, âAyat ini menunjukkan hikmah disyariatkan jihad, dan bahwa maksud daripadanya adalah menegakkan agama Allah, menolak gangguan dan kezaliman kaum kafir terhadap kaum mukmin yang memulai terlebih dulu menzalimi, agar dapat beribadah kepada Allah serta menegakkan syariat Islam yang nampak.â
Dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah, Dia menghindarkan bahaya orang-orang kafir.
Seperti dengan melakukan shalat, membaca kitab Allah, dan berdzikr. Bahkan ibadah bisa menjadi terhenti karena robohnya tempat ibadah tersebut dan orang-orang kafir menguasai kaum muslimin. Hal ini menunjukkan bahwa negeri-negeri yang tercapai di sana ketenteraman beribadah kepada Allah, masjid-masjidnya makmur, ditegakkan syiâar-syiâar Islam di sana merupakan sebab perjuangan para mujahid fii sabilillah. Syaikh As Saâdiy berkata, âJika anda bertanya, âKita melihat sekarang masjid-masjid kaum muslimin ramai tidak roboh, padahal sebagian besarnya di bawah pemerintahan kecil dan pemerintahan yang tidak teratur, sedang mereka tidak memiliki kekuatan untuk memerangi negara-negara sebelahnya yang berada di Benua Eropa. Bahkan kita menyaksikan masjid-masjid yang berada di bawah kekuasaan mereka ramai, penduduknya aman dan tenteram padahal para penguasa mereka yang kafir sanggup merobohkannya, namun Allah memberitahukan bahwa kalau seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain tentu rumah-rumah ibadah itu hancur, dan kami tidak menyaksikan adanya penolakan tersebut?â Jawab: Pertanyaan dan kemusykilan ini masuk ke dalam keumuman ayat ini dan salah satu bagiannya. Karena barang siapa mengetahui keadaan negara-negara sekarang dan sistem pemerintahannya, di mana mereka memperhatikan semua umat dan semua bangsa yang berada di bawah kekuasaannya dan masuk ke dalam pemerintahannya, ia menganggapnya sebagai bagian dari anggota kerajaannya dan pemerintahannya, baik umat itu memiliki kemampuan karena jumlahnya atau karena perlengkapannya atau karena hartanya, atau karena pekerjaannya maupun pelayanannya, maka semua pemerintahan itu memperhatikan maslahat orang-orang asing tersebut baik agama maupun dunia, mereka khawatir jika tidak melakukan yang demikian tatanan pemerintahannya menjadi rusak dan kehilangan sebagian tiangnya, sehingga sebagian ajaran agama tegak karena sebab itu, khususnya masjid-masjid, di mana ia âwal hamdulillah- benar-benar tertata rapi, bahkan di ibukota negara-negara besar. Negara-negara yang merdeka itu pun memperhatikan kebutuhan rakyat mereka yang muslim meskipun terdapat kedengkian dan kebencian dari negara-negara Nasrani; yang Allah beritahukan bahwa hal itu akan senantiasa ada sampai hari kiamat. Dengan demikian, tetaplah pemerintahan Islam yang tidak sanggup dan tidak bisa membela dirinya selamat dari banyak bahaya mereka yang timbul karena adanya rasa hasad pada mereka, namun tidak ada seorang pun di antara mereka yang sanggup menguasainya karena takut terhadap perlindungan dari yang lain, padahal sesungguhnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala tetap akan memperlihatkan kemenangan Islam dan kaum muslimin kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana yang dijanjikan-Nya dalam kitab-Nya. Dan Al hamdulillah, telah nampak sebab-sebab kemenangan itu dengan adanya kesadaran kaum muslimin tentang perlunya kembali kepada agama mereka, di mana kesadaran merupakan awal mula kebangkitan. Oleh karena itu, Kita memuji Allah dan meminta kepada-Nya agar Dia menyempurnakan nikmat-Nya. Oleh karena itu Dia berfirman dalam janji-Nya yang benar dan sesuai kenyataan, âAllah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya.â Yakni orang yang menegakkan agama-Nya, ikhlas dalam menegakkannya, berperang di jalan-Nya agar kalimatullah menjadi tinggi.â
Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa, semua makhluk tunduk di hadapan-Nya dan Dia berkuasa terhadap mereka. Maka bergembiralah kamu wahai kaum muslimin, karena meskipun jumlah atau perlengkapan kamu sedikit, sedangkan jumlah dan perlengkapan musuh banyak, maka sandaran kamu adalah Yang Mahakuat lagi Mahaperkasa. Oleh karena itu, kerjakanlah semua sebab yang diperintahkan, kemudian mintalah pertolongan kepada-Nya, niscaya Dia akan menolong kamu. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, âWahai orang-orang mukmin! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.â (Terj. Muhammad: 7) Oleh karena itu, penuhilah hak iman dan amal saleh, karena sesungguhnya Dia telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, setelah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Nya dengan tidak mempersekutukan sesuatu apa pun dengan-Nya. (lihat An Nuur: 55).
Surat Al-Hajj Ayat 40 | Tafsirq.com https://tafsirq.com/22-al-hajj/ayat-40
Surat Al-Hajj Ayat 40 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/22-al-hajj/ayat-40#tafsir-jalalayn
Surat Al-Hajj Ayat 40 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/22-al-hajj/ayat-40#tafsir-quraish-shihab
Surat Al-Hajj Ayat 40 | Tafsirq.com
https://tafsirq.com/22-al-hajj/ayat-40#diskusi
ﺑِﺴْــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْـــﻢ
Kemudian jika mereka berhenti dari memusuhi kamu, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al-Baqarah : 192-193]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan