Untunglah barang siapa yang memilih akhirat sebagai tujuannya. Merugilah barang siapa yang memilih dunia sebagai hiburan baginya.
Siapa bercita-cita untuk memenangi anugerah bintang popular di Akhirat? Haha, ada ke? Tersenyum saya sendiri. Tapi nak gambarkan di fikiran saya segalanya indah di Akhirat sana sebenarnya..
Ada suatu kenikmatan yang besar di sana iaitu "Kenikmatan memandang wajah Allah di Akhirat" Jadi, pesananku, bahawa jadikanlah dunia ini sebagai ladang Akhirat. Bercucuk tanamlah sehingga sampai waktunya tiba.
Saya sentiasa mendoakan setiap dari kita dapat meraih petunjuk dari Allah, dan saya juga memohon agar Allah memberikan juga saya petunjuk Nya. In Syaa Allah. Tak salah kalau kita mendoakan orang lain, bukan? Apatah lagi orang itu adalah orang yang tidak kita kenali. Tambahan lagi, dia bukan Islam, kita berdoa supaya mereka dapat mengenal Islam, dapat petunjuk, taufik dan hidayah Allah dan akhirnya menjadi penganut Islam. Prays!
Because Allah always listens !!!!!!! Saya percaya Allah sedang mendengar dan melihat . Jom berdoa . :) ;) Ya Allah, berikanlah kami petunjuk Mu dan peliharalah kami akan petunjuk Mu. Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada saudara-saudara kami yang masih belum berpeluang untuk mengenal Islam dan menghayati keindahannya. Agar mereka juga dapat mati bersama kami sebagai seorang Islam.
BERITA TERKAIT
Bencana di Balik Berita Bencana Kamis, 25 Oktober 2018 12:11
korban-gempa-378kiafe0u7peyfnuaz0ne.jpg
Foto: Ilustrasi korban gempa dalam berita bencana
Oleh: Beggy Rizkiansyah, kolumnis Kiblatnet
KIBLAT.NET – Wajahnya tampak emosional. Di situlah Najwa Shihab berdiri, melaporkan bencana Tsunami di Aceh pada tahun 2004. Tak begitu lama ia tak kuat menahan sedihnya. Ia melaporkan situasi pasca tsunami sembari mennguraikan air mata. Inilah salah satu contoh bagaimana emosi dapat melibatkan proses liputan, termasuk dalam meliput bencana. Apakah keterlibatan emosi dapat mengganggu objektivitas seorang jurnalis?
Pertanyaan seperti itu menjadi salah satu bahan perdebatan dalam wacana jurnalisme dalam meliput bencana. Karin Wahl-Jorgensen dan Mervi Pantti dalam The Ethics of Global Disaster Reporting: Journalistic Witessing and The Challenge to Objectivity memuat berbagai pertannyaan seputar etika dalam liputan bencana. Persoalan tersebut termasuk keterlibatan emosi dalam pemberitaan. (Karin Wahl-Jorgensen dan Mervi Pantti: 2013)
Ahmad Arif dalam Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme (2010) juga mengangkat soal keterlambatan media dalam mengungkap bencana tsunami di Aceh pada 2004. Ahmad Arif juga menggugat bagaimana media-media bahkan tergesa-gesa dalam mewartakan bencana tanpa verifikasi yang memadai. Salah satunya disebabkan kesalahan informasi yang disampaikan oleh berbagai institusi pemerintah yang bukan saja, tak mampu memberi informasi yang memadai tetapi juga memberi informasi keliru. Sehingga pemberitaan bencana kerap terlambat diangkat.
Najwa Shihab saat meliput tsunami Aceh.
Di luar kedua kajian Arif dan Karin, ada banyak pertanyaan lain. Salah satunya yang merebak saat ini yaitu, bagaimana media Islam dalam mewartakan bencana? Bagaimana etika menilai bencana, termasuk kontroversi mengaitkan satu bencana sebagai azab dari Allah.
Amat penting untuk menarik kembali tujuan awal dari meliput bencana. Ward (2010) menyebutkan bahwa jurnalisme bencana bukan semacam perlombaan. Tetapi bertugas untuk menggugah emosi pembaca atau pemirsa. Ward menyebutnya jurnalisme humanistik yang menggabungkan emosi dan alasan. Jurnalisme humanistik untuk berempati pada korban dengan informasi yang berdasarkan fakta dan analisis kritis. (Karin Wahl-Jorgensen dan Mervi Pantti: 2013)
Pemahaman seperti ini juga mengundang kritik. Keterlibatan emosi dalam liputan dianggap akan mengacaukan objektivitas. Namun apakah mungkin seorang jurnalis menyingkirkan emosi sebagai satu ciri kemanusiaannya? Menurut Kovach dan Rosenstiel, penulis buku Elemen-Elemen Jurnalisme, akan sangat aneh, bahkan menekan, jika reporter berlaku seperti robot jurnalistik. (Karin Wahl-Jorgensen dan Mervi Pantti: 2013)
Satu penjelasan menarik disebutkan oleh WIlls (2013). “Pembaca dan penonton akan lebih terikat dengan sebuah cerita jika mereka merasa reporter peduli pada cerita, orang-orang yang terkena dan cukup peduli agar pembaca atau penonton menulis satu cerita yang peduli dan meyakinkan.” (Karin Wahl-Jorgensen dan Mervi Pantti: 2013)
Perdebatan di atas memang berkisar dalam bingkai juralisme barat yang mengusung humanisme sekular. Kepedulian akan liputan bencana memang bermaksud untuk menggugah empati dan kepedulian sebagai sesama manusia.
Hal berbeda jika kita melihat dari perspektif jurnalisme Islami. Salah satu fungsi jurnalisme Islami adalah edukasi (tabligh). Ia tak saja mengajak pembaca atau penontonnya untuk berempati dan peduli. Tetapi juga untuk mengambil hikmah dari bencana tersebut.
Kerusakan yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah pascagauncangan gempa yang berpusat di Donggala (foto: Antara)
Umat Islam diajarkan untuk memahami bahwa bencana bukan saja pewujudan dari azab atau pun ujian, tetapi juga menunjukkan kekuasaan Allah di balik sebuah bencana (al-Baqarah 155-157). (Fariq Gasim Anuz: 2017) Berbagai penjelasan ilmiah di balik terjadinya bencana tidak seharusnya membuat kita memiliki cara pandang yang sekularistik dan menyingkirkan peran Allah. Sebaliknya, berbagai penjelasan ilmiah seharusnya membawa kita semakin mempercayai bahwa Allah mampu mengatur segalanya.
Tak ada yang dapat mengetahui apakah bencana tersebut berupa azab ataupun ujian. Hanya pribadi masing-masinglah yang dapat menduga-duga makna di balik bencana tersebut dan bahan muhasabah bagi dirinya. Dalam satu hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari, Aisyah ra bertanya pada Rasulullah SAW tentang tha’un. Rasulullah kemudian menjawab tha’un sebagai azab yang dikirim Allah kepada siapa-siapa yang dikehendakinya; dijadikannya tha’un sebagai rahmat orang yang beriman. Jika hamba tersebut terkena penyakit tha’un, dia tetap tinggal di negerinya dengan sabar dan mengharap ganjaran dari Allah, maka ia mendapat ganjaran syahid jika ia mati. (Fariq Gasim Anuz: 2017)
Jurnalis muslim berperan agar -di samping mengajak untuk peduli pada para korban- umat dapat mengambil hikmah dari sebuah bencana. Bagi jurnalis muslim. Ia tentu tak dapat menjangkau alasan di balik terjadinya bencana tersebut.; apakah itu azab atau ujian. Namun hikmah dari bencana tersebut dapat disampaikan oleh para jurnalis muslim.
Satu lokasi yang menjadi sarang kemaksiatan, kemudian terkena bencana dapat diangkat sebagai satu berita (peringatan) kepada para pembaca tanpa harus memakai bahasa yang menghakimi. Kumpulan fakta yang disusun dalam satu reportase atau liputan tersebut disajikan pada pembaca atau penonton, dan membiarkan mereka yang menilai.
Bagaimana pun, pesan pemberitaan satu bencana dapat kita pilah menjadi tiga aspek. Pertama liputan atau reportase bencana berfungsi untuk mengajak para pembaca atau penonton untuk bersegera membantu para korban. Emosi yang kemudian terlibat dalam reportase adalah manusiawi. Seperti diajukan Wills (2013), cerita yang menggugah akan membuat pembaca lebih peduli. Tentu saja, keterlibatan emosi harus dimbangi dengan fakta yang kuat.
Kedua, liputan atau reportase lebih mendalam tentang bencana tersebut disajikan dengan penjelasan ilmiah yang dibingkai oleh nilai tauhid untuk memaklumi kedhaifan manusia dan betapa besarnnya kekuasaan Allah. Penjelasan ilmiah atas satu bencana disajikan sebagai satu proses bukan satu alasan terjadinya bencana tersebut. Dan bukan disajikan dengan bahasa, kata-kata, atau bingkai (framing) yang bertendensi menyingkirkan peran Allah dalam menggerakkan segala fenomena alam tersebut.
Ketiga, liputan atau reportase lebih mendalam dari lokasi bencana juga menyingkap kehidupan masyarakat tersebut. Jika satu daerah yang terkena bencana setelah dilakukan liputan adalah bekas tempat yang menjadi sarang kemaksiatan misalnya, hal tersebut bukanlah tabu untuk diangkat. Dan tidak berarti tidak berempati kepada para korban.
Liputan yang demikian adalah wajar, selama tidak menghakimi para korban, memberi penilaian akhir atau melakukan penyimpulan yang memastikan alasan di balik bencana tersebut. Sebab yang demikian adalah satu hal yang hanya diketahui oleh Allah. Poin yang lebih krusial dari liputan semacam itu adalah pesan (hikmah) kepada pembaca bahwa segala kemaksiatan membuka kemungkinan kemudharatan pada masyarakat, apa pun bentuknya.
Pada akhirnya, pemberitaan bencana alam dalam perspektif jurnalisme Islami bukanlah sekedar liputan biasa. Atau perlombaan dalam kecepatan meliput. Tetapi lebih penting, bagaimana pembaca atau penonton memahami, bahwa segala bencana adalah atas kuasa Allah dan manusia harus mengambil pelajaran atasnya.
BACA JUGA Polda Bali Benarkan Acara Mister dan Miss Gaya Dewata Berbau LGBT
BACA JUGA Penyelidikan Saudi: Jamal Khashoggi Tewas Dikeroyok di Konsulat
Bencana di Balik Berita Bencana - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/25/bencana-di-balik-berita-bencana/
TITIAN
m
Sabah tetapkan had umur kahwin 18 tahun Kerajaan negeri hanya benarkan pasangan usia muda berkahwin dengan izin mahkamah 24/10/2018
shafie-apdal-esszone-620x405.jpg
01-baharu-maghfirah.png
KOTA KINABALU, 15 Safar 1440H, Rabu – Kerajaan negeri Sabah menetapkan had umur minimum perkahwinan kepada 18 tahun, kata Ketua Menterinya, Datuk Seri Mohd Shafie Apdal.
Bagaimanapun katanya, kerajaan negeri hanya akan membenarkan mereka yang berusia bawah 18 tahun berkahwin jika diizinkan mahkamah.
“Ada orang yang mahu berkahwin di usia muda. Mungkin mereka berusia 16 tahun dan mahu berkahwin atas sebab-sebab tertentu.
“Kita ada ordinan yang menentukan perkara ini, dan ada syarat-syarat yang perlu dipenuhi. Mereka perlu ke mahkamah, termasuk Mahkamah Syariah. Tetapi kita akan ikut cadangan kerajaan Persekutuan menaikkan usia perkahwinan kepada 18 tahun,” katanya seperti dilapor portal tempatan.
Shafie sebelum ini, menyatakan bahawa usia 18 tahun adalah sedikit ‘lanjut’ untuk sesetengah perempuan berkahwin.
Beliau berkata demikian sebagai menyokong kenyataan Mufti Sabah Bungsu @ Aziz Jaafar yang menyeru had umur perkahwinan bagi orang Islam diturunkan kepada usia 14 tahun bagi perempuan dan 16 tahun bagi lelaki.
wakaf-tunai-alfateh.jpg
Sabah tetapkan had umur kahwin 18 tahun - Portal Islam dan Melayu | ISMAWeb
MASYARAKAT PERLU BANTU LGBT KEMBALI KE PANGKAL JALAN
Posted by aki2004 on Oktober 24, 2018 ·
Oleh Shaarani Ismail
GOLONGAN lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), kini sudah tidak lagi berselindung di atas nama kumpulan tertentu, sebaliknya dilihat terarah kepada gerakan sosial yang lantang menuntut hak persamaan terhadap identiti yang mereka bawa meskipun umum mengetahui ia menyimpang jauh daripada fitrah manusia.
Sebagai golongan minoriti yang mempunyai orientasi seksual berbeza daripada fitrah, iaitu bukan heteroseksual, mereka sering kali melaungkan supaya kumpulan mereka tidak didiskriminasi dan mendakwa sering ditindas serta dizalimi oleh kebanyakan negara di dunia khususnya negara Islam yang menyifatkan orientasi seksual mereka jauh tersasar daripada sifat semula jadi manusia.
Meskipun begitu, golongan LGBT melalui gerakan sosial yang bergerak atas nama pertubuhan dan persatuan hari ini dilihat tidak putus asa malah ghairah menjalankan pelbagai kempen bagi mengiktiraf LGBT, baik di dalam mahupun di luar negara yang kebanyakannya adalah gerakan yang berjuang di atas nama hak kebebasan manusia.
Mufti Wilayah Persekutuan, Datuk Dr Zulkifli Mohamad Al-Bakri, ketika membentangkan kertas kerjanya Hubungan Gender dan Seks Songsang dari Perspektif Islam pada Wacana Suami Gay Isteri Mak Nyah di Ipoh berkata, budaya LGBT kini cuba dinormalisasikan oleh gerakan LGBT bahawa perbuatan itu normal.
Katanya, pemikiran itu sedikit sebanyak mendorong pemikiran masyarakat untuk mengharuskannya dan menjadikannya sebagai hak asasi yang tidak boleh dinafikan pula.
Terdapat juga hadis fitan (fitnah) dan athar yang mengisyaratkan tersebarnya perbuatan lesbian dan gay pada akhir zaman seperti hadis Anas RA bahawa Baginda SAW bersabda bermaksud, “Apabila umatku menghalalkan lima perkara, maka kehancuranlah ke atas mereka; apabila terzahir laknat-melaknat, meminum arak, memakai sutera (bagi lelaki), mengambil penyanyi wanita, lelaki menjadi gay dan wanita menjadi lesbian.
Jelaslah, tanda dinyatakan Baginda kini sudah semakin jelas dan ketara apabila ucapan laknat-melaknat pada hari ini bukan lagi perkara pelik, manakala empat lagi tanda dinyatakan sudah lazim kita lihat dan bukan lagi sesuatu luar biasa.
Zulkifli berkata, apa yang jelas, tugas membendung dan menangani perkara itu kini adalah menjadi tanggungjawab pemerintah termasuk mengenakan hukuman, peraturan atau polisi yang paling berkesan dalam menanganinya serta mengekangnya daripada berkembang.
“Ibu bapa, pendidik, orang berpengaruh dan masyarakat perlu memberikan kecaknaan serta keprihatinan untuk sama-sama menangani isu ini, sekali gus memberikan pemahaman akan kesan dan pengaruhnya kepada semua pihak dengan sebaiknya,” katanya.
Bagaimanapun, sikap masyarakat hari ini turut memberikan kesan terhadap perkembangan budaya songsang LGBT apabila kehadiran mereka seolah-olah dirai malah setiap perbuatan dilakukan oleh golongan ini menjadi perhatian malah ada secara terang-terangan menyatakan sokongan sedangkan ia bukan norma masyarakat.
Tindakan itu juga dilihat menjadi antara penyebab golongan LGBT tidak segan-silu mengetengahkan kehidupan mereka, malah berbangga mempunyai hubungan terlarang dengan kaum sejenis, bangga mempunyai bentuk badan menggiurkan meskipun palsu dan tidak semula jadi serta berbangga berkongsi cerita tidak sepatutnya kepada umum.
Golongan LGBT sebenarnya boleh dipulihkan jika mendapat sokongan masyarakat, selain melalui pendekatan bersesuaian dalam berdamping dan menyelami mengapa mereka memilih cara hidup sedemikian.
Sementara itu, Pengamal undang-undang yang juga Timbalan Presiden Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), Mohd Khairul Anuar Ismail, yang membentangkan kertas kerja Tuntutan LGBT Di Manakah Percanggahan di bawah Perlembagaan Persekutuan’ pada wacana sama berkata, asalnya LGBT ialah penyakit berkaitan psikologi atau proses kejiwaan yang bercelaru.
Katanya, apabila dikatakan dengan penyakit ia adalah sesuatu yang boleh dipulihkan dan secara psikologinya boleh dipulihkan apabila mereka mendapat sokongan dari segi psikologi serta spiritual.
“Antara punca utama golongan LGBT tidak mencari penyelesaian untuk mengubati dan merawati diri adalah disebabkan sikap masyarakat sendiri yang suka melabel, mengutuk, mengeji, mencemuh, melaknat dan menghina golongan songsang serta pelaku maksiat.
“Masyarakat memandang prejudis terhadap golongan ini malah terdapat juga yang mengambil kesempatan terhadap mereka hingga menyebabkan golongan LGBT memilih untuk tidak bersama masyarakat malah menjauhkan diri dari masyarakat,” katanya.
Katanya, tindakan sedemikian adalah tindakan ekstrem yang melampaui batas sedangkan melampaui batas itu ditegah Islam.
“Meskipun golongan LGBT dianggap sebagai golongan menyimpang amalannya, cara menangani golongan itu secara melampaui batas juga dianggap sebagai menyimpang daripada tujuan asal kehidupan bermasyarakat yang diciptakan untuk saling nasihat-menasihati,” katanya.
Apa yang jelas, masyarakat memainkan peranan penting dalam memastikan sama ada golongan LGBT boleh dipulihkan, semakin bebas berkembang atau terus didiskriminasikan kerana kelainan orientasi yang mereka anggap satu keunikan dan bukan kecacatan.
Jika golongan LGBT berterusan melaungkan hak asasi, masyarakat sekeliling turut mempunyai hak sama untuk memastikan kehidupan mereka terhindar dengan perbuatan menyimpang daripada fitrah manusia, sekali gus memastikan generasi mereka terhindar daripda penyimpangan orientasi seksual golongan LGBT.
Bagi bekas mak nyah yang kini sudah kembali ke pangkal jalan, Mohd Khairiri Mohamad Ramli atau lebih dikenali sebagai Cikgu Erin, masyarakat memainkan peranan yang cukup signifikan dalam membantu golongan LGBT untuk kembali kepada masyarakat dengan lebih yakin.
Dia yang kini giat menjalankan kerja dakwah dalam kalangan LGBT berkata, apa yang penting golongan itu perlu didekati secara berhemah. “Sebagai bekas seorang mak nyah, saya lebih senang menghampiri golongan LGBT dengan menggunakan pendekatan santai, tidak ada paksaan dalam saya mengajak mereka untuk melakukan ibadat atau mengikuti kelas al-Quran sebaliknya saya menggunakan pendekatan dengan kaedah kasih sayang.
“Saya bawa mereka menyertai kerja sukarelawan yang saya anjurkan dan pada masa sama, saya bimbing mereka melalui penerapan solat tahajud serta taubat. Apa yang saya harapkan mereka boleh berubah dan mengekalkan momentum perubahan.
“Jika masyarakat faham dan tidak menjauhkan diri serta tidak menghina, mencaci atau mempertikaikan perubahan golongan itu, insya-Allah mereka boleh berubah. Peranan masyarakat penting kerana ia menyokong tetapi boleh juga meruntuhkan,” katanya.
Apa pun, masyarakat menentang LGBT disebabkan oleh dasar kepercayaan amalan yang dilakukan golongan itu bukanlah suatu yang hak dan mengiktiraf penyimpangan yang dilakukan golongan berkenaan hanya merosakkan fitrah manusia serta memberikan implikasi besar terhadap akhlak dan moral.
Lihatlah apa yang berlaku di Barat yang memberikan pengiktirafan kepada golongan itu. Didapati lebih banyak kerosakan daripada kebaikan, selain meruntuhkan ikatan suci perkahwinan yang difitrahkan Tuhan untuk lelaki dan perempuan dalam membina keluarga yang semula jadi, bukan dengan keluarga buatan yang penuh kepura-puraan.
Masyarakat perlu bantu LGBT kembali ke pangkal jalan | Pusat Kefahaman Islam AKI
https://aki2004.wordpress.com/2018/10/24/masyarakat-perlu-bantu-lgbt-kembali-ke-pangkal-jalan/
m
Benci HTI atau Benci Kalimat Tauhid? Kamis, 25 Oktober 2018 12:40
Foto: bendera kalimat tauhid
Oleh: Multazim Jamil, penikmat nasi kucing
KIBLAT.NET – Peringatan Hari Santri tahun ini diwarnai peristiwa yang menggegerkan publik. Di Garut, dalam upacara peringatan hari santri, terjadi insiden pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid, oleh oknum anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser). Tak berjeda lama, video pembakaran bendera itupun viral. Media sosial mendadak ribut dengan pro-kontra pembakaran bendera, yang diklaim oleh pelaku, sebagai bendera HTI.
Berbagai pihak mengeluarkan pernyataan sikapnya terkait kasus ini. GP Ansor, sebagai induk organisasi dari Banser, mengklaim bahwa bendera yang dibakar oleh oknum kadernya adalah bendera HTI. Berbeda dengan GP Ansor, MUI menyatakan bahwa bendera yang dibakar bukanlah bendera HTI, tetapi bendera kalimat tauhid.
Anasir Umat Islam lainnya tak tinggal diam. Di Solo, umat Islam menggelar long march dengan membawa bendera tauhid. Di kota-kota lain pun bersusulan mengadakan acara serupa, sebagai pembelaan terhadap bendera tauhid.
Berbagai analisis muncul, di antaranya adalah analisis yang menyalahkan HTI karena menggunakan bendera universal milik umat Islam sebagai bendera organisasi. Ya, sampai detik ini, HTI masih sangat berguna sebagai “kambing hitam” untuk berbagai persoalan.
HTI sebagai organisasi sudah dibubarkan oleh pemerintah melalui keputusan Kemenkumham. Sebagaimana yang kita ketahui, HTI dalam semua narasi dakwahnya mengerucutkan solusi dari semua masalah, yaitu khilafah. Mirip jargon iklan sebuah minuman. Sampai di sini, mari kita jujur-jujuran saja, apa atau siapa yang ditakuti? HTI atau khilafah?
Salah satu sebab dari dibubarkannya HTI adalah paham khilafah yang bertentangan dengan pancasila, anti-NKRI. Sebagai ajaran islam, bukan hanya ajaran HTI, khilafah memang berbenturan secara langsung dengan paham nation-state(negara-bangsa). Makanya, keduanya akan saling menegasikan, saling mengalahkan.
Kita yang lahir dan hidup dalam ruang lingkup Indonesia sebagai negara-bangsa, mungkin masih kesulitan untuk mendeskripsikan apa dan bagaimana sistem khilafah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terdengar utopis memang, apalagi kita berada di tengah-tengah umat Islam yang awam dan masih resisten terhadap ajaran khilafah.
Saya jadi teringat cerita dari seorang kawan. Suatu hari, seorang kawan dai bercerita tentang kesulitan temannya sesama dai dalam menyampaikan materi tentang khilafah.
“Ini berat sekali, akhi,” keluh temannya, sambil menguraikan masalahnya, “Mendakwahkan khilafah itu sekarang menyimpan potensi bahaya. Kita bisa dituduh HTI, radikal. Bahkan kita bisa diciduk oleh Polisi, karena mengajarkan paham yang berpotensi mengancam NKRI.”
“Akhi,” teman saya mulai menasehati, berlagak sok bijak, “Bukankah memang jalan para nabi itu penuh onak dan duri? Kalau hanya ceramah tematik, datang menunggu undangan berbicara, dengan tema haha-hihi, pulang dapat amplop, siapa lagi yang mau menyampaikan tema-tema berat ini, menempuh jalan terjal ini?”
Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah, sebagaimana disebutkan dalam hadits nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, akan tegak kembali di akhir zaman, sebagai fase terakhir bagi umat Islam. Kita, sebagai orang Islam yang mendaku diri sebagai pengikut nabi, wajib mengimani hal ini, sebagai konsekuensi atas keimanan kita pada Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa sallam.
Tak salah memang. Berat sekali membayangkan bagaimana caranya khilafah akan tegak di masa depan. Bahkan membayangkannya pun sangat sulit. Bagaimana tidak, melihat kondisi umat Islam hari ini, mungkin baru sebagian kecil yang sudah paham tentang khilafah.
Banyaknya narasi yang mendelegitimasi ajaran khilafah juga bak jamur di musim hujan. Kebanyakan narasi tersebut berfokus pada tataran praktis penegakan kekuasaan yang dijalankan oleh para khalifah, seperti kesewenangan sultan, sisi pribadi sultan yang memiliki banyak selir, atau konflik sipil.
Bukan hanya dari kalangan orientalis Barat, seseorang dengan julukan Gus, yang menjadi dosen di Australia itu, adalah salah satu ahlinya. Ahli mencari sisi buruk khalifah, dari urusan perang, hingga urusan ranjang. Seolah dia pura-pura lupa, bahwa ajaran khilafah dan praktek khilafah adalah dua hal yang berbeda.
Ya, hari ini mungkin kita belum tahu bagaimana sistem negara-bangsa ini akan runtuh, dan berganti dengan sistem khilafah. Sebagaimana dulu sebelum tahun 1900, orang-orang Yahudi belum tahu bagaimana cara meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah, lalu mendirikan negara Israel dan memecah belah tanah kaum muslimin.
Keimanan terhadap janji Rasulullah shallallahu ‘Alaihi wa sallam akan tegaknya khilafah harus kita pegang erat. Untuk urusan ini, mari kita tengok orang-orang Yahudi. “Janji Tuhan” yang mereka percayai tentang “tanah yang dijanjikan” telah menuntun jalan, menyiapkan diri, dan memanfaatkan momentum untuk mewujudkan Israel Raya.
Mempersiapkan umat adalah hal yang bisa dilakukan untuk saat ini. Allah-lah yang akan mengaturnya, mendatangkan momentum, yang seringkali tanpa kita duga sebelumnya. Tugas berat masih terlihat jelas, bagi para dai, ulama, dan aktivis Islam untuk memberi pencerahan pada umat tentang ajaran khilafah. Bisa jadi, ini adalah momentumnya.
Benci HTI atau Benci Kalimat Tauhid? - Kiblat
16 Famous International Products You Didn’t Know Are HARAM!
Famous International Products contains haram ingredients and this list includes a number of famous international products you will be amazed to see.
These following are Haram (Prohibited) for all the Muslims around the world as these product contains white and red wine, gelatin and E120, which is a color preservation of Pork. We at The Islamic Information strives to bring informative things to keep Muslims all across the globe about the things which normally they do not know about.
Here are the 16 Famous International Products that you should never eat.
1. Pop Tarts (USA)
Photo Credit: Ephemeral Noms
2. Jell-O (USA)
Photo Credit: thefoodcharlatan.com
3. Heinz Dinner Chicken (UK)
Photo Credit: Amazon UK
4. Pasta Creamy Chicken (USA)
Photo Credit: Amazon.com
5. Pasta Chicken Broccoli (USA)
Photo Credit: Instacart
6. Rice Chicken Broccoli (USA)
Photo Credit: amazon.com
7. Tulip Chicken (Denmark)
Photo Credit: Tulip
8. Knorr Chicken Soup (France)
Photo Credit: Flipkart
9. Slim A Soup (UK)
Photo Credit: Amazon UK
10. Picnic Chicken (USA)
Photo Credit: Amazon.in
11. Skittles Fruit (UK)
Photo Credit: Bestway Wholesale
12. Pascual Yogikids (Spain)
Photo Credit: Calidad Pascual
13. Chupa Bubble (Holland)
Photo Credit: Your Spanish Corner
14. Bubblicious (UK)
Photo Credit: Amazon UK
15. Chicken Tonight (Holland)
Photo Credit: produkteausholland.de
16. Cup A Soup (UK)
Photo Credit: Convenience Store
Please spread this information as much as you can so people can know about these product and refrain from buying such products when they visit super markets.
The most interesting thing is that all of these products are easily available in all small and big stores and that includes Muslim countries as well and a number of Muslims are actively using these products without having any knowledge that this is something prohibited for them.
So, as a Muslims it is our duty to spread this information to all our Muslim brothers and Sisters and if we missed out any other product do not forget to name it in the comments below.
https://theislamicinformation.com/famous-international-products-haram/
Bendera Tauhid Dibakar, PA 212: Menodai Agama Islam, Wajib Dihukum
Kamis, 25 Oktober 2018 17:52
Foto: Ketua PA 212 Slamet Maarif.
KIBLAT.NET, Jakarta – Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif mengungkapkan bahwa pembakaran terhadap bendera bertuliskan kalimat tauhid adalah sebuah penodaan agama Islam. Menurutnya, siapa yang melakukannya harus mendapatkan tindakan hukum.
“Apapun alasannya ketika kalimat tauhid dibakar, itu adalah penodaan dan penghinaan terhadap agama kami. Siapapun yang menghina maka wajib dihukum, wajib dipenjara, bahkan bisa dikatakan murtad,” ungkapnya dalam diskusi publik berjudul “Membakar Bendera Tauhid, Penghinaan terhadap Islam?” di Hotel Grand Alia Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (25/10/2018).
Dia kemudian mengomentari pihak-pihak yang menyebut bahwa bendera yang dibakar adalah bendera HTI atau ISIS, bukan bendera tauhid. “Gak ada di situ tulisannya (HTI). Apa mereka buta bahasa Arab? Apa mereka tidak mengerti tulisan Laa ilaaha illah, sehingga dibaca HTI,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Slamet mendoakan kepada siapa saja yang membakar dan pihak yang berada di balik pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid agar diberikan hidayah dan bertobat kepada Allah. Di sisi lain, ia berdoa agar umat Islam dipersatukan dengan kalimat tauhid setelah kejadian ini.
“Satukan kami kembali dengan kalimat tauhid, dan berikan kami kemenangan dengan kalimat tauhid-Mu, di akhir hidup kami, jadikan kalimat tauhid yang terakhir keluar dari lisan kami. Terus berjuang untuk tegaknya kalimat Allah, umat Islam tidak boleh berhenti berjuang menegakkan kalimat tauhid di muka bumi,” tutupnya.
Sebelumnya, sebuah video yang menunjukkan anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) membakar bendera bertuliskan kalimat tauhid tersebar di media sosial, bertepatan dengan peringatan Hari Santri Nasional. Tak hanya memicu reaksi netizen, aksi itu juga memantik demo di sejumlah daerah menuntut pelaku diproses hukum.
Reporter: Muhammad Jundii
Editor: M. Rudy
https://www.kiblat.net/2018/10/25/bendera-tauhid-dibakar-pa-212-menodai-agama-islam-wajib-dihukum/
Polisi Dalami Niat Pembakar Bendera Tauhid di Garut
Kamis, 25 Oktober 2018 17:55 0 Komentar
Foto: Komisaris Jenderal (Pol) Ari Dono Sukmanto
KIBLAT.NET, Jakarta – Wakapolri, Komisaris Jenderal (Pol) Ari Dono Sukmanto memaparkan bahwa saat ini polisi masih mendalami kasus pembakaran bendera tauhid di Garut. Menurutnya, kepolisian juga menggali keterangan saksi.
“Sekarang masih dalam rangka untuk mendalami keterangan yang disampaikan oleh para tiga orang yang satu melakukan pembakaran. Kemudian sekarang digali, dicari keterangan saksi,” katanya kepada wartawan di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta Pusat pada Kamis (25/10/2018).
Ia juga membenarkan tentang pembakaran tersebut. Namun, ia beranggapan bahwa niat dari pembakar sebenarnya masih harus didalami.
“Bahwa perbuatan itu memang ada, pembakaran. Kemudian niat untuk membakar itu apa, itu yang juga didalami,” tuturnya.
Selain itu, mantan Kabareskrim ini juga menyebutkan bahwa kepolisian turut mencari pembawa bendera. Sebab, ia beranggapan bahwa saat kegiatan tidak boleh membawa atribut apapun.
“Juga sekarang kita sedang nyari lagi. Siapa yang bawa bendera, itu yang sedang kita cari. Ada peraturannya bahwa salah satu peraturan saat hari santri tidak boleh bawa atribut-atribut yang dilarang. Siapa yang membawa bendera, maksudnya apa?” tukasnya.
Reporter: Taufiq Ishaq
Editor: M. Rudy
https://www.kiblat.net/2018/10/25/polisi-dalami-niat-pembakar-bendera-tauhid-di-garut/
THURSDAY, OCTOBER 25, 2018
Hukum meletak sutrah di dalam solat
Tiada ulasan:
Catat Ulasan