Jumaat, 5 April 2019

Masyarakat Peduli. Peduli Masyarakat. 9324.


Khutbah Jumat – Menjadi Masyarakat yang Lebih Peduli
by Sodikin

Oleh: Ust. Dwi Budiyanto, M.Hum

Khutbah Pertama

لْحَمْدُ لِلَّهِ الْقَوِيِّ الْـمَتِيْن، اَلْـمَلِكِ الْحَقِّ الْــمُبِيْن، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاهُ نَسْتَعِيْن، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، سَيِّدَ الْــمُرْسَلِيْنَ وَإِمَامِ الْـــمُتَّقِيْن.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مَحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْن، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن، أَمَّا بَعْدُ؛

قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Kita seringkali dikejutkan dengan kejadian-kejadian yang seakan tidak terduga sama sekali. Tiba-tiba saja sebuah masyarakat dihebohkan dengan tindak kejahatan salah seorang anggota masyarakatnya, yang merusak dan mencemarkan. Tidak sekadar meresahkan masyarakat, tetapi juga membawa akibat fatal bagi kehidupan, bahkan tidak jarang tindakan-tindakan itu berujung pada kematian.

Kasus-kasus seperti pesta minuman keras, perzinaan, pelacuran, perselingkuhan, perjudian, pemalakan, atau tindak kemaksiatan lainnya, seringkali tidak datang tiba-tiba. Bibit dan gejalanya telah ada sebelumnya, tapi ia semakin membesar karena tanpa sadar dimaklumi dan dibiarkan saja. Ketika perbuatan-perbuatan merusak itu telah membawa dampak negatif, kita baru merasa kaget dan meributkannya.

Buya Hamka dalam Lembaga Budi menyatakan bahwa untuk memperbaiki dan menjaga akhlak yang rusak maka biasanya orang telah menyediakan dua penjagaan. Pertama, menjaga masyarakat. Kedua, menyediakan ancaman hukuman. Ketika masyarakat memiliki kepedulian untuk menjaga masyarakat, biasanya masyarakat itu terjaga dari tindak kemaksiatan.

Tetapi ketika masyarakat tidak mempedulikannya, kemaksiatan akan berkembang leluasa dan tak terkendali. Jadi, seringkali sebuah kemaksiatan terjadi tidak sekedar karena banyaknya pelaku kejahatan, tetapi juga karena orang-orang baik yang ada di dalam masyarakat memilih untuk bersikap diam.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Pemisalan Rasulullah SAW, sebagaimana dikutip pula oleh Sayyid Muhammad Nuh dalam Fiqhud Da’wah al Fardliyyah fil Minhajil Islami, sangat tepat menggambarkan perihal kepedulian di tengah masyarakat kita.

Kita semisal naik kapal di tengah samudera luas. Setiap penumpang amat butuh terhadap air. “Saya sangat membutuhkan air,” kata salah seorang di antara mereka. Lalu dengan menyengaja mereka yang berada di kabin enggan naik ke geladak menimba air. Mereka ingin menempuh cara-cara praktis, maka dilobangilah dinding kapal itu. Apabila para penumpang yang mengetahui dapat mencegahnya tentu akan selamat seluruh penumpang. Namun, apabila enggan mencegahnya tentu seluruh isi kapal lambat laun akan tenggelam bersama.

Allah SWT menjelaskan di dalam firman-Nya.

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan takutlah kamu sekalian akan datangnya fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja” (QS Al Anfal: 26).

Demikianlah dampak dari sikap tidak peduli di tengah kita. Ia tidak hanya merusak pelakunya, tetapi dalam jangka panjang ia mampu merubuhkan sendi-sendi kebaikan di tengah masyarakat. Ketika minuman keras yang terbalut pesta dibiarkan dan dianggap sebagai pilihan pribadi, bersiaplah untuk berjumpa dengan kenyataan suatu saat kelak menenggak miras dianggap perkara lumrah.

Ketika seorang anak gadis mulai dibiarkan bepergian hingga larut malam dengan laki-laki bukan muhrimnya tanpa sedikit pun kekhawatiran, waspadalah tak akan lama lagi, pergaulan yang lebih bebas akan dianggap sebagai kewajaran. Jika dulu hamil di luar nikah dianggap perkara tabu dan memalukan, ketika sendi kebaikan mulai longgar, orang pun mulai menganggapnya biasa dan wajar. Na’udzubillahi min dzaalik.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Kita perlu perkuat kembali sikap kepedulian di tengah masyarakat kita. Peduli untuk berbuat baik, peduli untuk mengajak pada kebaikan, dan juga peduli untuk mencegah kemungkaran di tengah masyarakat kita. Kisah tentang “Penduduk Suatu Negeri di Tepian Laut” sebagaimana terkisahkan dalam surat Al-A’raaf ayat 163-164 perlu menjadi renungan kita bersama.

Pada setiap Sabtu, Bani Israil diwajibkan untuk berhenti sejenak dari dunia dan aktivitasnya. Sebagai gantinya mereka diwajibkan untuk mengisi dan memenuhinya dengan beribadah kepada-Nya. Al-Quran menyeru sang nabi untuk menanyakan pada Bani Israil perihal penduduk negeri di tepi laut itu dan sikap mereka terhadap kewajiban di hari Sabtu. Ailah nama kota itu – berada di Antara Madyan dan Thur sebagaimana dituturkan Muhammad bin Ishaq dari Dawud bin al-Hushain dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas ketika menerangkan firman Allah.

وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ

“Dan tanyakanlah kepada mereka tentang negeri yang terletak di tepian laut” (QS. al A’raaf: 163).

Pada Sabtu, ketika penduduk di tepi laut itu semestinya tak berurusan dengan hal-ihwal dunia, ujian keimanan dan ketaatan dihadirkan. Tak seperti hari-hari lainnya, pada setiap Sabtu ikan-ikan tampak di lautan, berjejal-jejal, berdesak-desak dalam jumlah yang banyak.

Tapi pada hari saat ikan-ikan tampak di permukaan itu, penduduk terlarang menangkapnya. Padahal, saat mereka bebas menangkap ikan, ikan-ikan tak tampak berjejal di permukaan laut. Demikianlah ujian itu diberikan. Godaan itu selalu ditampilkan dalam bentuk-bentuk yang amat menggiurkan.

Kelompok pertama dari penduduk negeri di tepi laut itupun tergelincir. Ibnu Katsir menuturkan, “Mereka bersiasat untuk melanggar larangan Allah, dengan melakukan upaya-upaya yang nampaknya tidak melanggar, tapi hakikatnya melakukan keharaman.” Sebelum Sabtu, demikian mereka bersiasat, ditebarkanlah jala dan perangkap. Ketika ikan-ikan mulai berdatangan di tepian laut pada hari Sabtu, ikan-ikan itupun masuk pada perangkap yang telah dipasang sehari sebelumnya. Agar tak dianggap melanggar, orang-orang berhati luka itupun memanen ikan-ikan setelah Sabtu.

Kelompok kedua, mereka yang sibuk mengingatkan. Orang-orang di kelompok ini sibuk menentang setiap siasat yang dilakukan kelompok pertama; siasat yang dimaksudkan untuk mengakali larangan Allah. Inilah orang-orang yang peduli.

Di sisi yang lain ada kelompok ketiga, merekalah yang tidak melakukan pelanggaran pada hari Sabtu, tapi sekaligus juga memilih diam menyaksikan kemaksiatan di depan mata. Kelompok ketiga inilah yang justru mempertanyakan dengan nada sinis pilihan sekaligus aktivitas kelompok kedua.

وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

“Dan ingatlah ketika suatu umat di antara mereka berkata, ‘Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengadzab mereka dengan adzab yang amat keras?”Mereka menjawab, ‘Agar kami memiliki alasan di hadapan Rabb-mu dan supaya mereka bertakwa.’” (QS. al-A’raaf : 164)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Jelas pertanyaan itu diarahkan untuk melemahkan prinsip dan tindakan yang ditempuh kelompok masyarakat yang memilih peduli dan sibuk memberikan peringatan, “Buat apa kalian terus menasihati pelaku kemaksiatan itu,” kata mereka dengan nada mencibir, “sementara jika Allah mau, Dia akan adzab mereka dengan siksa yang amat pedih?”

Mereka yang tak pernah henti menasihati itu pun memberikan jawaban tegas dan jelas, “Ma’dziratan ilaa Rabbikum – agar kami memiliki alasan di hadapan Rabbmu.” Alasan yang melepaskan tanggung jawab untuk mengajak pada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Inilah kelompok yang menjadikan dakwah sebagai orientasi dan pilihan hidupnya. Inilah sekelompok masyarakat yang peduli untuk menjaga masyarakat. Tak kenal lelah ia memberikan peringatan. Tak peduli seberapa lama ia harus menasihati, sebab itulah jalan yang harus ditempuhinya. Menunaikannya adalah bagian dari penyempurnaan tugas selaku hamba-Nya.

Alasan kedua pun mereka sampaikan, “Wala’allahum yattaquun – supaya mereka bertakwa.” Inilah harapan seorang Muslim. Ia resah menyaksikan masyarakat di sekitarnya yang jauh dari ketaatan kepada Allah ta’ala. Ia gelisah ketika bibit-bibit kemaksiatan mulai menggejala di lingkungannya.

Oleh karena itu, bagi mereka, sesulit apapun menyeru sesama kepada kebaikan, harapan akan hidayah Allah tak pernah sekalipun pupus. Ia menyadari sepenuhnya bahwa tugas baginya hanyalah menyampaikan; sementara kewenangan untuk membukakan hidayah ada pada Allah ta’ala. Mudah-mudahan dengan nasihat-nasihat yang tersampaikan itu mereka menjadi bertakwa; menggantinya dengan taubat kepada Allah dan meninggalkan kemaksiatan yang selama ini mereka lakukan.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Sekali lagi, seringkali sebuah kemaksiatan merebak tidak sekadar karena banyaknya pelaku kejahatan, tetapi juga karena banyak orang baik memilih bersikap diam. Marilah kita kembali tumbuhkan sikap peduli terhadap masyarakat dan lingkungan kita. Sebab, begitulah yang diajarkan Rasulullah SAW.

مَنْ لَمْ يَهْتَمْ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ

“Sesiapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka mereka bukanlah termasuk dari golongan mereka.” (H.R. Ath-Thabrani)

Salah satu bentuk kepedulian tersebut adalah dorongan untuk memberikan kemanfaatan hidup bagi sesama. Bermanfaat bagi kehidupan dunia dan tentu saja akhiratnya.

الــْـمُؤْمِنُ يَأْلِفُ وَيُؤْلَفُ، وَلاَ خَيْرَ فِيْمَنْ لاَ يَأْلِفُ وَلَا يُؤْلَفُ، وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Orang mukmin itu menjalin dan dijalin. Tiada kebaikan bagi orang yang tidak menjalin dan tidak pula dijalin. Orang yang terbaik di antara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ath-Thabrani)

مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ

“Barangsiapa yang bisa memberi manfaat kepada kawannya, hendaklah ia melakukannya.” (H.R. Muslim)

Demikianlah anjuran Rasulullah SAW. Kebermanfaatan itu selalu bersumber dari sikap peduli terhadap sesama. Oleh karena itu, marilah kita ajak sebanyak-banyaknya orang untuk ke masjid, mendatangi pengajian dan majelis ilmu, atau aktivitas kebaikan lainnya.

Kita nasihati secara baik yang berkecenderungan untuk melanggar dan menyimpang. Kita bimbing mereka yang bersedia untuk berbenah. Kita bantu mereka yang membutuhkan. Kita jadikan masyarakat kita, masyarakat yang dilimpahi ketakwaan, dan karenanya kita berharap Allah limpahkan pula kebarakahan. Jika setiap Muslim berlomba-lomba untuk peduli dan bermanfaat bagi sesama dan kehidupan, insya Allah kehidupan bermasyarakat kita akan jauh lebih baik dan barakah.

وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (Q.S. Al-Muthaffifin: 26).

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لله عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِه،

وَأَشهَدُ أَن لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِه، وأَشهدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحمَّدًا عَبدُهُ وَرَسُولُهُ اَلدَّاعِي إِلى رِضْوَانِه، أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا عَبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلاَ تَـمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون:

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِيهِمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ،

أَقِيْمُوا الصَّلَاة…

[]
SUMBER: IKDI.OR.ID
https://www.islampos.com/khutbah-jumat-menjadi-masyarakat-yang-lebih-peduli-142323/?

Kisah Pria Muslim Kaya Raya, Ajak 60.000 Pelayan dan 12.000 Bawahannya Pergi ke Mekah untuk Berhaji
Minggu, 10 Maret 2019 14:53
Kisah Pria Muslim Kaya Raya, Ajak 60.000 Pelayan dan 12.000 Bawahannya Pergi ke Mekah untuk Berhaji
Pria Muslim Kelewat Tajir Ini Ajak 60.000 Pelayan dan 12.000 Bawahannya Ikut Serta ke Mekah untuk berhaji 

SERAMBINEWS.COM - Bill Gates, Mark Zuckerberg, atau Jeff Bezos tak akan mampu menyaingi kekayaan pria satu ini.

Jeff Bezos yang punya harta Rp 1.800 triliun dan dinobatkan sebagai orang terkaya dunia saat ini mungkin akan dibuat melongo melihat kejadian berikut.

Mengutip BBC News via Grid.ID, Minggu (10/3) pada abad ke-14 hiduplah seorang pria bernama Mansa Musa.

Mansa Musa berasal dari Afrika Barat yang berkuasa di sana.

Profesor University of California, Rudolph Butch menyatakan selain berkuasa, Mansa Musa ia nobatkan sebagai manusia terkaya sepanjang masa yang pernah hidup di bumi.

Bahkan disinyalir kekayaan Mansa Musa sudah tidak bisa dihitung lagi jumlahnya.

Ada yang sempat menakar kekayaan Mansa Musa sebesar 5.700 triliun.

Namun itu hanya hitungan di atas kertas dan tak pasti.

Banyak sejarawan mengklaim kekayaan Mansa Musa memang infinity alias tak terhitung.

Mansa Musa lahir pada tahun 1280 dari keluarga para penguasa.

Saudaranya, Mansa Abu-Bakr merupakan penguasa di tahun 1312 dan berbisnis di bidang ekspedisi laut dengan ribuan orang mualim yang mengawaki 2000 kapal.

Kekayaannya berasal dari sumber emas dan garam (yang saat itu dianggap barang mahal) dari wilayah kekuasaannya.

Mansa Musa yang sudah diajari ilmu agama Islam dan berdagang sejak kecil lantas mengikuti jejak saudaranya itu.

Lambat laun bisnisnya menggurita dan hartanya menumpuk amat banyak.

Karena Mansa Musa adalah muslim yang taat, ia harus menunaikan ibadah haji karena dinilai mampu.

Mansa Musa kemudian pergi naik haji ke Mekah, Jazirah Arab.

Namun pergi hajinya ini bagaikan kampanye militer megah.

Tak mau pergi sendirian, Mansa Musa membawa serta 60.000 pelayannya dan 12.000 bawahan untuk melakukan perjalanan ibadah Haji melewati gurun Sahara dan Mesir.
S
(BBC News) Lukisan yang menunjukkan Mansa Musa pergi berhaji
Tak cukup sampai situ, ia juga membawa harta benda kerajaan, rekan pedagang, pasukan, ribuan Unta dan lain sebagainya.

Secara teori ia membawa semua seluruh elemen kota asalnya untuk pergi haji ke Mekah.

Hebatnya, sepanjang perjalanan Mansa Musa membagi-bagikan harta yang ia bawa kepada orang tak mampu.
S
Catalan Atlas yang merupakan peta hasil dari perjalanan Mansa Musa selama beribadah Haji (BBC News)

Seusai berhaji Mansa Musa bukan hanya pulang begitu saja.

Ia juga membawa serta para penyiar agama untuk mengajarkan lebih jauh mengenai Islam di kota asalnya.

Namun Mansa Musa tak berumur panjang.

Ia meninggal pada 1337 di usianya yang ke 57 tahun dan penerus kerajaan bisnisnya tak bisa seperti dirinya. (*)

Artikel ini sudah tayang di Hot.Grid. id dengan Pergi Haji, Pria Muslim Kelewat Tajir Ini Ajak 60.000 Pelayan dan 12.000 Bawahannya Ikut Serta ke Mekah

http://aceh.tribunnews.com/2019/03/10/kisah-pria-muslim-kaya-raya-ajak-60000-pelayan-dan-12000-bawahannya-pergi-ke-mekah-untuk-berhaji?

Hura-hura dan Gunakan Uang Sebagai Tisu Toilet, Rakyat Negara Ini Sekarang Hidup Melarat
Rabu, 27 Maret 2019 12:12
Hura-hura dan Gunakan Uang Sebagai Tisu Toilet, Rakyat Negara Ini Sekarang Hidup Melarat
Gunakan Uang Sebagai Tisu Toilet, Rakyat Negara Ini Sekarang Kena Karma Hidup Melarat. 

SERAMBINEWS.COM - Sebuah negara benar-benar dikatakan kaya jikalau masyarakatnya berpendidikan dan tahu cara mengolah segala kekayaan hayati tanah airnya.

Jikalau sebuah negara hanya dianugerahi kekayaan alam tapi masyarakatnya tak terdidik maka hanya akan dijadikan antek asing negara lain.

Seperti negara satu ini yang dianugerahi Sumber Daya Alam melimpah namun rakyatnya kurang pendidikan.

Mengutip Intisari, Rabu (27/3/2019) banyak orang yang asing dengan negara Nauru.

Nauru, sebuah negara kecil di Samudra Pasifik yang ternyata sempat menjadi salah satu negara terkaya di dunia mengalahkan Qatar, Uni Emirat, maupun Arab Saudi sekalipun.

Padahal luas negara Nauru hanya 21 kilometer persegi, tak lebih luas dari Pulau Jawa.

Dalam itung-itungan luas negara-negara di dunia, Nauru berada di urutan ketiga negara terkecil di dunia.

Nauru awalnya dihuni oleh orang-orang Mikronesia dan Polinesia selama setidaknya 3.000 tahun, yang terisolasi kecuali dari pelaut atau narapidana yang melarikan diri.

Lantas pada abad ke-19 Kekaisaran Jerman datang menganeksasi dan menjadikan Nauru sebagai koloninya.

Jerman yang mengetahui adanya kandungan Fosfat yang amat besar di Nauru segera menambangnya.

Fosfat sendiri adalah bahan dasar pembuatan pupuk.

Pribumi Nauru dilibatkan dalam proses penambangan Fosfat hingga akhirnya mereka bisa merdeka dari penjajahan pada tahun 1968.

Peta Nauru Google
Usai merdeka pemerintahan Nauru mengalakkan penambangan fosfat sampai maksimal.

Di sana-sini ditambang, hingga keseimbangan ekosistem Nauru rusak.

Namun sebagai gantinya uang miliaran dolar AS masuk ke kantong masyarakatnya.

Bayangkan saja, dari seorang penambang biasa lantas mendadak mendapat uang berlimpah membuat warga Nauru congkak bukan main.

Mereka menghambur-hamburkan uang dan hidup mewah hura-hura dengan berlibur ke Hawaii, Guam dan Singapura.

Nauru Google

Bahkan seorang polisi nekat membeli sebuah mobil Lamborghini walau tahu badannya kegemukkan dan tak muat masuk di sana.

Masyarakat Nauru juga tak tahu bagaimana mengelola keuangan karena kurangnya pendidikan di kepala mereka.

"Dari tahun 1970-an hingga 1990-an kami dihujani kekayaan tapi kami tidak tahu cara menanganinya," kata Evi Agir, (40) seorang penduduk pulau Nauru yang memainkan gitarnya di bawah naungan pohon ketika anak-anak berlari-lari di sekitar kakinya.


"Hampir tidak ada orang yang berpikir untuk menginvestasikan uang itu."

Manoa Tongamalo (43) seorang pengangguran mengatakan, "Banyak hal-hal bodoh terjadi. Orang-orang akan pergi ke toko, membeli beberapa permen, membayar dengan banyak uang dan tidak minta kembalian."

"Mereka bahkan menggunakan uang itu sebagai tisu toilet."

Lama kelamaan Fosfat Nauru habis dan seakan kena karma, kini masyarakat Nauru hidup melarat, negaranya rusak serta tak ada yang peduli akan keadaan mereka. (*) 

Artikel ini telah tayang di gridhot.id dengan judul Hura-hura dan Gunakan Uang Sebagai Tisu Toilet, Rakyat Negara Ini Sekarang Kena Karma Hidup Melarat

Hura-hura dan Gunakan Uang Sebagai Tisu Toilet, Rakyat Negara Ini Sekarang Hidup Melarat - Serambi Indonesia

Bolehkah Aqiqah dengan Sapi?
by yudi
Bolehkah Aqiqah dengan Sapi?
SOAL: Kami telah lama menikah akan tetapi belum dikaruniani anak. Akhirnya kami berusaha dengan cara bayi tabung. Setelah dua kali mencoba, alhamdulillah kami diberi karunia oleh Alloh berupa dua anak kembar perempuan. Dalam rangka untuk akikah untuk dua anak kami, bolehkah kami menyembelih satu ekor sapi untuk keduanya ? karena alhamdulillah kami ada rejeki dan ingin agar daging dari sembelihan itu bisa disedekahkan kepada lebih banyak orang-orang disekita kami. Atas jawabannya, kami ucapkan terima kasih.

Jawab: Dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di kalangan para ulama’. Sebagian kecil ulama’ tidak memperbolehkan aqiqah dengan sapi. Mereka membatasi aqiqah sah hanya dengan kambing sebagaimana dzohir hadits di dalam masalah ini. Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ

“Dari anak laki-laki dua kambing yang sepadang dan dari anak perempuan satu kambing”. [ HR. Abu Dawud : 2834 dari Ummu Kurzin Al-Ka’biyyah –rodhiallohu ‘anha- ].

Adapun jumhur ulama’ ( mayoritas ulama’ ) berpendapat bahwa syarat akikah sama dengan syarat berkurban, dari sisi harus berupa bahimatul an’am ( binatang ternak ), dari sisi umur dan selamat dari cacat.Dan yang dimaksud binatang ternak yang sah digunakan untuk berkurban, berupa : onta, sapi dan kambing.

Imam An-Nawawi –rohimahullah- berkata :

المجزئ في العقيقة هو المجزئ في الأضحية ….هذا هو الصحيح المشهور وبه قطع الجمهور

“Mencukupi ( sah ) dalam masalah akikah apa yang telah mencukupi ( sah ) dalam masalah berkurban…..ini merupakan pendapat yang benar dan masyhur, dan pendapat ini telah dipastikan oleh jumhur ( mayoritas ulama’ )”. [ Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 8/429 ].

Sehingga jumhur ulama’ berpendapat bolehnya akikah dengan sapi. Dan pendapat ini merupakan pendapat yang benar dilihat dari beberapa sisi :

[1]. Adanya ijma’ ( kesepakatan ) para ulama’ tentang keabsahan pada akikah diqiyaskan kepada keabsahan pada hewan kurban. Imam Ibnu Abdil Barr-rohimahullah- berkata :

وقد أجمع العلماء أنه لا يجوز في العقيقة إلا ما يجوز في الضحايا من الأزواج الثمانية ، إلا من شذ ممن لا يعد خلافاً

“Para ulama’ telah bersepakat, sesungguhnya tidak boleh pada masalah akikah kecuali apa yang boleh di dalam berkurban dari binatang ternah ( onta, sapi dan kambing ) kecuali seorang yang telah berpendapat dengan sesuatu yang ganjil yang tidak dianggap penyelisihannya”. [ Al-Istidzkar : 5/321 ].

Imam Malik bin Anas –rohimahullah- berkata :

وإنما هي – العقيقة – بمنزلة النسك والضحايا

“Dan hanyalah akikah itu sekedudukan dengan menyembelih dan berkurban”. [ Al-Muwaththo’ : 2/400 ].

Pada masalah berkurban, dibolehkan untuk menyembelih onta, sapi dan kambing. Demikian pula pada akikah. Dan ijma’, merupakan hujjah dalam syari’at agama kita setelah Al-Qur’an, sunnah dan qiyas. Dan qiyas, termasuk hujjah dalam agama kita menurut jamhur ulama’ terkecuali sebagian kecil yang menolaknya, seperti Ibnu Hazm Adz-Dzhohiri –rohimahullah-.

[2]. Telah datang dalam sebagian riwayat, perintah untuk akikah dari Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- tanpa menyebutkan atau menentukan binatang yang harus disembelih. Bahkan kata “darah” dalam riwayat tersebut datang dengan bentuk kata “nakirah” ( tidak tertentu ) sehingga memberikan faedah umum. Artinya boleh dengan onta, atau sapi, atau kambing.

Sebagaimana diriwayatkan dari Salman bin Amir Adh-Dhobbi –rodhiallohu ‘anhu-, beliau berkata, Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ، فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا، وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى

“Bersama kelahiran anak disyari’atkan akikah. Maka alirkan darah darinya dan hilangkan ganguan darinya”. [ HR. Al-Bukhari : 5471 ].

Telah diriwayatkan pula dalam sebagian hadits dengan lafadz “nusuk” ( berkurban ). Dan kata “nusuk” dalam bahasa Arab bermakna menyembelih hewan yang meliputi onta, sapi dan kambing. Rosulullah-shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ، فَأَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَلَدِهِ، فَلْيَفْعَلْ

“Barang siapa yang lahir bayi baginya dan dia ingin untuk berkurban untuknya, hendaknya dia lakukan”. [ HR. Al-Baihaqi dalam “Al-Kubro” : 9/505, Malik : 3/715, Ahmad : 38/211 dan selainnya ].

[3]. Telah diriwayatkan :

مَنْ وُلِدَ لَهُ غُلَامٌ فَلْيَعِقَّ عَنْهُ مِنَ الْإِبِلِ أَوِ الْبَقَرِ أَوِ الْغَنَمِ

“Barang siapa yang dilahirkan baginya seorang anak, hendaknya dia akikahi darinya dari jenis onta atau sapi atau kambing”. [ HR. Ath-Thobroni dalam “Mu’jamush Shogir” : 229 ].

Hadits ini hadits yang dhoif ( lemah ). Telah dilemahkan oleh imam Al-Haitsami dalam “Majma’ Zawaid” : ( 9/107 ). Akan tetapi, walaupun lemah secara sanad, akan tetapi shohih secara matan ( isi hadits ). Karena didukung dengan qiyas yang telah disebutkan sebelumnya serta adanya ijma’ dalam masalah ini sebagaiman telah disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr –rohimahullah-.

[4]. Telah diriwayatkan dari sebagian salaf, sesungguhnya mereka juga memperbolehkan akikah dengan sapi ataupun onta. Diantaranya, apa yang diriwayatkan dari Qotadah beliau berkata :

أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ كَانَ يَعُقُّ عَنْ بَنِيهِ الْجَزُورَ

“Sesungguhnya Anas bin Malik mengakikahi anak laki-lakinya dengan onta”. [ HR. Ath-Thobroni dalam “Mu’jam Al-Kabir” : 685 dan Imam Al-Haitsami menyatakan bahwa rowi-rowinya tsiqoh. Lihat : Majma’ Az-Zawaid : 4/59 ].

Demikian juga diriwayatkan dari Abu Bakroh –rodhiallohu ‘anhu- senada dengan hal ini sebagaimana dalam “Majma’ Az-Zawaid” : 4/59.

[5]. Penyebutan kata “kambing” dalam hadits akikah bukanlah sebagai pembatasan. Akan tetapi hanya sebagai bentuk “penyebutan sebagian dari sesuatu yang lebih umum”. Yang lebih umum binatang ternak dalam bab berkurban meliputi : kambing, sapi dan onta. Sehingga penyebutan salah satu dari tiga jenis ini bukanlah pembatasan.

Imam Asy-Syaukani –rohimahullah- berkata :

ولعل وجه ذلك ذكرها في الأحاديث دون غيرها ولا يخفى ان مجرد ذكرها لا ينفي اجزاء

“Barangkali sisi dari hal itu, penyebutan ( kambing ) dalam beberapa hadits tanpa penyebutan selainnya. Tidak ada kesamaran sesungguhnya sekedar penyebutan ( kambing ) tidak meniadakan keabsahan ( selainnya dalam akikah )” [ Nailul Author : 8/351 ].

[6]. Akikah dengan kambing, untuk kadar minimal. Adapun jika lebih dari itu –dengan onta atau sapi-, maka boleh saja. Sebagaimana zakat fitrah. Kadar zakat fitrah 2,5 Kg beras per kepala di negara kita. Jika ada seorang yang zakat dengan kadar 5 kg, maka boleh saja bahkan afdhol.

Enam point di atas sekaligus sebagai bantahan terhadap pendapat Ibnu Hazm Adz-Dzohiri –rohimahullah- dan yang bersama beliau yang mengharuskan akikah dengan kambing saja. Lihat pembahasan ini dalam kitab “Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud” : ( 65 –selanjutnya ), “Al-Mufashshol” : ( 68-75 ), dan selainnya.

Dari hal ini menjadi tambahan faedah bagi kita, bahwa pendapat jumhur merupakan suatu pendapat yang secara umum di atas kebenaran. Walaupun kita tidak menyatakan secara mutlak benar. Oleh karena itu, hendaknya kita jangan tergesa-gesa untuk menyelisihi mereka tanpa melalui suatu penelitian dan pembahasan yang matang. Menyelisihi mereka merupakan perkara yang sangat berat.

Demikian pembahasan sederhana dan singkat ini. Semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Barokallohu fiikum. []

Facebook: Abdullah Al Jirani
https://www.islampos.com/bolehkah-aqiqah-dengan-sapi-142252/?

Habis Pijat [berurut], Kenapa Jari Tangan Bunyi "Krek-Krek" ketika Ditarik?
YUNANTO WIJI UTOMO
Kompas.com - 04/04/2019, 19:30 WIB
Ditunjukkan anak panah kuning, gelembung pada sendi yang terbentuk akibat tarikan.
Ditunjukkan anak panah kuning, gelembung pada sendi yang terbentuk akibat tarikan. (Kawchuk GN, et al/PLOS ONE)

KOMPAS.com - Menjelang sesi pijat selesai, biasanya masseur akan menarik jari-jari tangan dan kaki. Banyak orang menanti momen itu untuk akhirnya merasa lega setelah bunyi "kretek" terdengar ketika jari-jari ditarik.


Pernahkan bertanya-tanya, dari mana asalnya bunyi "kretek" itu? Sementara orang pada umumnya cenderung mengabaikan, para ilmuwan bergulat untuk menjelaskannya selama lebih dari 60 tahun terakhir.

JB Roston dan RW Haines adalah dua orang pertama yang mencoba menyuguhkan penjelasan fenomena tersebut lewat publikasi di Journal of Anatomy pada 1947.

Melakukan eksperimen dengan radiografi untuk memvisualisasikan kejadian tingkat jaringan saat jari ditarik, dua peneliti itu mengungkap bahwa sumber suara "kretek" itu adalah perubahan pada sendi otot jari.

Dalam kondisi normal, permukaan sendi otot metakarpal-falanges padat. Saat ada tarikan ringan, permukaan bisa mengembang namun tetap kompak.

Ketika jari-jari tangan ditarik kuat, permukaan sendi mengembang, tekanan pada cairan sendi meningkat sehingga gas yang terlarut pada cairan itu keluar.  

Proses itu mengakibatkan retakan dan ruang udara kecil pada sendi yang kerap kali disebut gelembung. Nah, proses pembentukan gelembung ini yang menurut Roston dan Haines memicu bunyi "kretek".

Teori Roston dan Haines bertahan 24 tahun sebelum akhirnya A Unsworth dari Durham University mengguncangnya lewat punlikasi di Annual of Rheumatic Disease pada 1971.
Unsworth bersama rekannya melakukan penelitian dengan metode yang sama dengan Roston dan haines. Namun, alih-alih mendapatkan penegasan, keduanya malah sampai pada kesimpulan berlawanan.

Unsworth menemukan, bunyi "kretek" itu terjadi bukan karena pembentukan gelembung dalam cairan sendi, tetapi justru oleh pecahnya gelembung tersebut.

Sejak saat itu, puluhan ilmuwan berusaha menemukan mana yang benar dari kedua teori tersebut dan masih terus berdebat dengan hasil risetnya.

Tahun 2015, Gregory N Kawchuk dari Fakultas Rehabilitasi Medis di Universitas Alberta, Amerika Serikat, memberi penegasan pada dugaan Roston dan Haines lewat publikasi di jurnal PLOS ONE.

Dia dan rekannya melakukan pengamatan secara real time, bukan dengan metode radiografi, tetapi dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Kawchuk memasukkan salah satu jari tangan relawan pada tabung bahan karet yang terhubung dengan kabel. Memakai bantuan magnet, dia berusaha menarik jari serupa dengan tarikan saat selesai pijat.

Dari hasil citra MRI, Kawchuk dan rekannya menyimpulkan bahwa suara "kretek" terjadi karena pemebntukan gelembung.

Namun lewat publikasinya di Scientific Report pada 29 Maret 2019 lalu, AI Barakat dari Ecole Polytechnique di Perancis kembali membuat temuan yang bertolak belakang.
Barakat yang seorang pakar hidrodinamika tidak menggunakan pengamatan visual tetapi memakai persamaan matematika.

Model matematika Barakat menunjukkan, suara "kretek" terjadi karena hancurnya gelembung. Tak harus semua gelembung hancur untuk menghasilkan suara, bisa hanya sebagian.

Meski masih jadi perdebatan, satu hal yang bisa diyakini sekarang adalah bahwa suara "kretek"terjadi gara-gara gelembung dalam cairan sendi.

Satu hal yang disepakati pula, kita tak bisa menarik tangan untuk mendapatkan suara itu secara berturut-turut. Butuh waktu paling tidak 20 menit untuk mengulanginya.

https://sains.kompas.com/read/2019/04/04/193000123/habis-pijat-kenapa-jari-tangan-bunyi-krek-krek-ketika-ditarik-#

Pangeran Arab Saudi di Pengasingan [dalam buangan]Bentuk Oposisi, Serukan Pergantian Rezim Kerajaan
Kamis, 14 Maret 2019 20:47
Pangeran Arab Saudi di Pengasingan Bentuk Oposisi, Serukan Pergantian Rezim Kerajaan
Pangeran [putera] Khaled bin Farhan al-Saud. (DAILY SABAH / DPA PHOTO) 

SERAMBINEWS.COM, BERLIN - Seorang pangeran dari kerajaan Arab Saudi membentuk kelompok oposisi yang bertujuan membantu orang-orang yang ingin melarikan diri dari kerajaan.

Selain itu juga menyerukan untuk dilakukannya reformasi terhadap pemerintahan kerajaan yang dianggap sangat konservatif.

Pangeran Khaled bin Farhan al-Saud, yang melarikan diri dari Saudi pada 2007 silam, mengatakan dirinya tergerak untuk bertindak setelah melihat nasib yang menimpa jurnalis Jamal Khashoggi.

Dia pun menilai Arab Saudi memerlukan sistem pemerintahan baru yang lebih demokratis.

"Kita membutuhkan sistem pemerintahan baru di Arab Saudiseperti negara-negara demokrasi lainnya, di mana rakyat memiliki hak untuk memilih pemerintah dan menciptakan Arab Saudi yang baru," kata pangeran yang kini tinggal di Jerman.

Pangeran Khaled membentuk kelompok oposisi yang diberi nama Gerakan Kebebasan Rakyat Semenanjung Arab.

Grup tersebut akan memberikan bantuan pengacara, penerjemah, dan akses untuk suaka di Eropa kepada orang-orang yang ingin melarikan diri dari kerajaan.

"Kami memiliki visi untuk sistem peradilan, untuk hak asasi manusia dan akuntabilitas, tetapi saat ini kami akan fokus pada konstitusi dan aktivisme untuk membantu warga Saudi di Eropa," ujarnya kepada The Independent dikutip The New Arab.

Gagasan untuk memberi bantuan kepada warga Saudi yang melarikan diri, disampaikan Khaled, didapatnya dari kasus pembunuhan Khashoggi, cerita perempuan remaja Rahaf al-Qunun, serta pengalamannya sendiri yang harus melarikan diri karena menghindari penangkapan.

"Saya meninggalkan Saudi pada 2007 setelah saya diperingatkan ada perintah penangkapan saya karena mengkritik pemerintah," jelasnya. 

"Saya telah merasakan penderitaan ini sendiri dan kini saya ingin membantu orang lain yang menghadapi masalah yang sama. Saat Anda menyerukan melawan pemerintah maka Anda butuh bantuan," ujarnya.

Pangerah Khaled mengatakan, dirinya adalah bagian dari keluarga kerajaan yang berseberangan dengan penguasa de facto dan Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman.

Saat ini saudara perempuan dan ayahnya telah menjadi tahanan rumah di Arab Saudi. 

Pangeran Khaled mengatakan, saat ini sudah waktunya Arab Saudi beralih menjadi monarki konstitusi dengan perdana menteri dan kabinet terpilih demi mengakhiri pelanggaran HAM dan ketidakadilan yang terjadi di kerajaan.

"Keluarga kerajaan tetap bisa menjadi tokoh simbolis kepala negara, seperti ratu Inggris, tetapi mereka akan kehilangan seluruh hak politiknya," kata Khaled.

Pangeran Khaled berharap dirinya tidak menjadi anggota kerajaan Saudi terakhir yang menyerukan reformasi dan mengharap akan ada anggota keluarga kerajaan lainnya yang bergabung dengannya.

"Kami ingin bangkit melawan ketidakadilan dan menyelamatkan negara dari kehancuran," ujarnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bentuk Oposisi, Pangeran Saudi di Pengasingan Serukan Pergantian Rezim Kerajaan"

Pangeran Arab Saudi di Pengasingan Bentuk Oposisi, Serukan Pergantian Rezim Kerajaan - Serambi Indonesia

Tiada ulasan: