Sabtu, 27 Oktober 2018

Khalifah sistem pemerintahan diredai Allah Subhanahu Wa Ta'alla. Aamiin. 8547.


Siapakah Makhluk Paling Hina Daripada Diri Kita? Baca Dan Semoga Menjadi Ikhtibar Untuk Kita Semua…  

MAKHLUK PALING HINA

Di sebuah sekolah pondok, terdapat seorang pelajar yang tengah menuntut ilmu daripada seorang guru. Sudah bertahun-tahun lamanya si pelajar ini belajar hingga tibalah saat di mana dia akan dibenarkan pulang untuk berbakti kepada masyarakat.

Sebelum dia pulang, gurunya memberi satu ujian kepadanya. Si guru kemudian berkata pada pelajar tersebut, ”Sebelum kamu pulang, dalam tiga hari ini, aku ingin meminta kamu mencarikan seorang atau pun satu makhluk yang lebih hina dan buruk daripada kamu”, ujar si guru.

“Tiga hari itu terlalu lama Tuan Guru. Hari ini saja saya mampu menemui ramai orang atau makhluk yang lebih buruk daripada saya”,  jawab si pelajar penuh keyakinan diri.

Si guru tersenyum seraya mempersilakan muridnya membawa seorang atau pun satu makhluk itu ke hadapannya. Pelajar itu pun keluar dari ruangan gurunya dengan semangat kerana menganggap begitu mudah ujian itu.

Hari itu juga, si pelajar berjalan menyusuri jalanan. Di tengah jalan, dia menemui seorang pemabuk tegar. Menurut pemilik warung yang dijumpainya, orang tersebut selalu mabuk malahan setiap hari.

Fikiran si pelajar sedikit tenang, dalam hatinya dia berkata, “Pasti dia orang yang lebih buruk dariku, setiap hari dia habiskan hanya untuk memabukkan dirinya, sementara aku selalu rajin beribadah.”

Dalam perjalanan pulang si pelajar kembali berfikir, “Rasanya si pemabuk itu belum tentu lebih buruk dari aku. Sekarang dia sering mabuk, tapi siapa yang tahu di akhir hayatnya Allah SWT mendatangkan hidayah hingga dia mampu husnul Khotimah, sedangkan aku yang sekarang rajin ibadah, kalau di akhir hayatku, Allah SWT mengkehendaki Su’ul Khotimah, bagaimana? Ini bermaksud pemabuk itu belum tentu lebih hina dari aku”, ujarnya bimbang.

Si pelajar kemudian kembali melanjutkan perjalanannya mencari orang atau makhluk yang lebih buruk darinya. Di tengah perjalanan, dia menemui seekor anjing yang menjijikkan kerana selain bulunya kusut dan baunya yang busuk, anjing tersebut juga menderita penyakit kudis. “Akhirnya aku temui juga makhluk yang lebih hina dari aku. Anjing tidak hanya haram, tapi juga berpenyakit kudis dan menjijikkan”, kata santri dengan girang.

Dengan menggunakan guni beras, si pelajar membungkus anjing tersebut bertujuan hendak di bawa ke sekolah pondoknya. Namun di tengah jalan, tiba-tiba dia kembali berfikir. “Anjing ini memang buruk rupa dan berkudis, namun benarkah dia lebih buruk dari aku? Oh tidak, kalau anjing ini mati, maka dia tidak akan diminta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya di dunia, sedangkan aku harus bertanggung jawab pada semua perbuatan selama aku di dunia dan boleh jadi aku akan masuk ke neraka”.

Akhirnya si pelajar menyedari bahawa dirinya belum tentu lebih baik dari anjing tersebut. Hari semakin senja, si pelajar masih mencuba kembali mencari orang atau mahkluk yang lebih hina darinya. Namun hingga malam tiba, dia tak juga menemuinya. Lama sekali dia berfikir, hingga akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke sekolah pondoknya dan menemui gurunya.

“Bagaimana Anakku, apakah kamu sudah menemukannya?”, tanya sang guru. “Sudah, guru”, jawabnya seraya tertunduk.* “Ternyata di antara orang atau makhluk yang menurut saya sangat buruk, saya tetap paling buruk dari mereka”, ujarnya perlahan.

Mendengar jawapan si pelajar, si guru tersenyum lega. “Alhamdulillah. Kamu ternyata lulus dari perguruanku ini, anakku”, ujar si guru terharu. Kemudian si guru berkata, “Selama kita hidup di dunia, jangan pernah bersikap sombong dan merasa lebih baik atau mulia dari orang ataupun makhluk lain. Kita tidak pernah tahu, bagaimana pengakhiran hidup yang akan kita jalani.

Boleh jadi sekarang kita baik dan mulia, tapi di akhir hayat menjadi makhluk yang seburuk-buruknya. Boleh jadi pula sekarang kita beriman, tapi di akhir hayat, syaitan berhasil memalingkan wajah kita hingga melupakan-Nya”

Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak akan masuk ke dalam syurga orang yang di hatinya ada kesombongan meskipun sebesar biji sawi” (Hadis Riwayat Muslim no.91)

Semoga sedikit ilmu yang dititipkan Allah SWT di hati kita tidak menjadikan kita sombong dalam segala urusan.

Dan semoga di sisa umur yang Allah SWT berikan dapat kita pergunakan sebaik-baiknya untuk memperbanyak amal soleh dan bukan hanya disibukkan dengan urusan duniawi belaka dan semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat, cermin²lah diri kita.

“Aamiin Ya Rabbal Alaamiin”

https://babab.net/out/siapakah-makhluk-paling-hina-daripada-diri-kita-baca-dan-semoga-menjadi-ikhtibar-untuk-kita-semua.html
https://sayaphitam.com/60124/siapakah-makhluk-paling-hina-daripada-diri-kitabaca-dan-semoga-menjadi-ikhtibar-untuk-kita-semua/
Siapakah Makhluk Paling Hina Daripada Diri Kita?Baca Dan Semoga Menjadi Ikhtibar Untuk Kita Semua... - Sayap Hitam Dot Com

Khilafah dan Ujian Negara Bangsa


Foto: "Kematian negara bangsa", menjadi sebuah judul artikel di The Guardian.
Oleh: Beggy Rizkiansyah, pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)
KIBLAT.NET – Luapan protes terhadap pembakaran berkobar di mana-mana. Bendera berkalimat tauhid itu dibakar dalam suasana sorak sorai oleh anggota ormas berlatar Islam. Satu ironi yang muncul tentu saja mencari-cari pembenaran atas pembakaran tersebut.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menjadi kambing hitam dalam peristiwa pembakaran ini. Disebutkan bahwa pembakaran terjadi karena kain berwarna hitam itu adalah bendera HTI. Tulisan ini tak hendak membahas soal bendera tersebut. Tetapi kata khilafah yang menjadi wacana penting di balik isu pembakaran bendera.
Zaman memang telah berubah. Pada masa lalu, para pendiri bangsa, menanggapi runtuhnya Daulah Turki Usmaniyah, berembuk dalam Kongres Al-Islam dan berujung menghasilkan komite khilafat. Kongres ini digawangi para pendiri bangsa seperti Tjokroaminoto, KH Wahab Hasbullah (pendiri NU), KH Mas Mansur (Muhammadiyah), Haji Agus Salim, dan lainnya. Komite ini bertugas mencari jalan keluar atas runtuhnya kekhalifahan Turki Usmani. Meski tak membuahkan hasil, setidaknya kita memahami tak ada tendensi negatif pada saat itu terhadap kata khilafah.
khilafah
Di Indonesia, berita penghapusan Khilafah oleh Kemal Attaturk telah sampai dan mendapat respon dari ulama dan tokoh pergerakan Islam pada saat itu. Pada Mei 1924, dalam kongres Al-Islam II yang diselenggarakan oleh Sarekat Islam dan Muhammaddiyah, persoalan tentang Khilafah menjadi topik pembicaraan kongres. Dalam kongres yang diketuai Haji Agus Salim ini diputuskan bahwa untuk meningkatkan persatuan umat Islam maka kongres harus ikut aktif dalam usaha menyelesaikan persoalan Khalifah yang menyangkut kepentingan seluruh umat Islam.
Penyikapan yang adil terhadap kata tersebut, terlepas setuju atau tidaknya, seharusnya bersemayam dalam pikiran mengatasi monsterisasi kata khilafah itu sendiri. Wacana khilafah sebagai politik rasa takut memang digoreng oleh berbagai pihak termasuk media. Melalui (monsterisasi) kata khilafah, menjadi pretext untuk tujuan-tujuan lain. Mirip pola rezim Orde baru ketika mereka melakukan monsterisasi gerakan Islam dengan tudingan Komando Jihad atau ekstrim kanan.
Alih-alih menanggapi dengan cerdas, sikap reaksioner dengan membubarkan tanpa proses peradilan bisa jadi malah berbalik. Isu khilafah yang ditenggarai bertentangan dengan konsep negara-bangsa (nation-state) sebetulnya merupakan satu hal yang harus dijawab pemerintah. Sejauh mana konsep negara-bangsa (nation-state)mampu menghadapi situasi nyata di Indonesia saat ini?
Pendapat mengenai tidak berdayanya satu (konsep) negara-bangsa saat ini bukanlah angan-angan. Banyak pendapat yang menunjukkan senjakala dari konsep negara-bangsa terutama menghadapi globalisasi dan liberalisasi ekonomi di dunia saat ini.
Rana Dasgupta dalam The Demise of The Nation State  menyatakan bahwa orang-orang tak lagi meraih kedamaian di kampung halaman mereka. Sejak tahun 1985, hanya hampir 5% terjadi peperangan antar negara. Sebaliknya, konflik dalam negeri, bukan serangan asing yang menyebabkan kematian hampir 9 juta jiwa. Dari Republik Kongo hingga Suriah, konflik dalam negeri terjadi dan meledakkan angka pengungsian. Sekitar 65 juta orang telah menjadi pengungsi akibat konflik bersenjata di dua negara itu. Silakan bandingkan dengan angka 40 juta orang yang mengungsi akibat perang dunia tahun 1945.
Uang dari para elit mampu melintasi aturan-aturan tiap negara, melepaskan diri keluar negerinya. Negara tampak tak berdaya dikangkangi berbagai manuver elit memindahkan harta dari satu negara ke negara lainnya. Modal global pun mampu menembus jantung ekonomi tiap negara. Menyuntikkan dana. Dan ketika mereka sudah tak betah, modal panas itu pergi keluar meninggalkan negara dalam keadaan kolaps.
Masyarakat di belahan dunia manapun kini hidup dengan berbagai merk, barang dan produk dari berbagai belahan dunia. Kita bangun tidur dengan alarm ponsel dari Korea atau Cina. Kita mandi memakai sabun dengan merk dagang dari Amerika Serikat. Sarapan nasi dan tempe yang berasal dari beras dan kedelai impor. Naik kendaraan, entah itu sepeda motor atau mobil dengan merek dagang Jepang. Atau anda naik Bus Transjakarta asal Swedia. Bekerja mungkin di perusahaan lokal memakai laptop Cina, Jepang atau Taiwan. Demikian siklus hidup kita dikelilingi oleh berbagai produk ekonomi dunia. Ia mampu melewati batas-batas negara bangsa.

Kenichi Ohmae sejak jauh hari telah memprediksi konsep negara bangsa akan hancur oleh globalisasi ekonomi yang merajai pasar.
Batas-batas negara bangsa tak mampu lagi menahan gelombang aktivitas ekonomi. Menurut Kenichi Ohmae dalam Hancurnya Negara Bangsa: Bangkitnya Negara Kawasan dan Geliat Ekonomi Regional di Dunia Tak Terbatas,
“Semakin banyak individu yang melewati penyaring brutal yang memisahkan wilayah geografi gaya-lama dari ekonomi global, maka kekuasaan atas aktivitas ekonomi secara tak terhindarkan akan berpindah dari pemerintah negara bangsa ke jaringan individu tanpa batas yang tak terbilang jumlahnya.”
Nyatanya yang mampu berpindah dan melewati batas-batas negara bangsa bukan saja barang, tetapi juga jasa. Pendukung Globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia seperti Thomas L. Friedman dalam The World is Flat sudah menyatakan bahwa dunia itu saat ini menjadi datar. Perkembangan teknologi informasi memungkinkan layanan call center sebuah perusahaan di Amerika Serikat ternyata dikerjakan oleh para pegawai pihak ketiga di India. Bagi Friedman, saat ini semua memilki kesempatan yang sama di muka bumi ini. (Thomas L. Friedman : 2006)

Baca juga: Protes Tindakan Banser, Ribuan Warga Jabar Ikuti Aksi Bela Tauhid - Kiblat

Tentu saja kita tak perlu mengamini pendapat penyokong perdagangan bebas seperti Friedman. Kritik terhadap dampak globalisasi yang timpang sudah disampaikan secara tajam oleh ekonom peraih nobel Joseph Stiglitz. Menurutnya  dalam Making Globalization Work, globalisasi tak pelak menguntungkan segelintir negara menjadi lebih makmur sementara yang lain menanggung dampak yang lebih besar. Diperlukan satu kompetisi yang lebih adil dalam globalisasi ekonomi. (2007)
Persoalannya Lembaga keuangan dunia seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Trade Organization (WTO) justru menyokong ideologi perdagangan bebas lewat liberalisasi ekonomi yang tak adil. Lembaga-lembaga keuangan dunia mampu mendiktekan berbagai negara agar membuka aturan ekonomi yang melindungi negara itu sendiri. Rezim perdagangan bebas mampu menundukkan negara-negara merubuhkan pagar perlindungan ekonomi dalam negerinya. Rezim perdagangan bebas atas nama keterbukaan menolak subsidi, memberlakukan tarif mengikuti pasar, menghapuskan proteksi bagi industri lokal.
Tak perlu jauh-jauh mencari contoh, Indonesia sudah menjadi korban dari rezim perdagangan bebas. Intervensi IMF terhadap ekonomi Indonesia saat krisis 1998 membuktikan bahwa kedaulatan Indonesia begitu mudahnya diinjak-injak oleh mereka dan memaksakan satu resep ekonomi keliru dengan mencabut subsidi, membuka pasar keuangan sehingga menghancurkan ekonomi Indonesia lebih hebat.
Begitu pula berbagai perjanjian perdagangan bebas yang diteken bersama WTO nyatanya telah melindas kedaulatan pangan Indonesia sehingga menyiksa petani lokal dan menjadikan Indonesia importir bahan pangan. Perjanjian-perjanjian tersebut faktanya lebih banyak merugikan Indonesia.

Bos IMF Michael Camdessus menyaksikan momen penandatanganan itu sambil menyilangkan kedua lengan di dada. Sementara Soeharto membungkuk untuk menandatangani Letter of Intent (LoI).
Batas-batas negara bangsa juga tak mampu menahan lagi laju informasi dalam globalisasi. Informasi dari belahan dunia manapun kini mampu menerjang setiap individu di pelosok tanah air langsung ke jemari mereka. Badai di Amerika Serikat atau bom dari droneyang meledakkan warga sipil di Afghanistan hanya dalam hitungan menit telah sampai kabarnya di ponsel kita.
Selama infrastruktur teknologi informasi telah ada, apa yang terjadi, gagasan yang disebarkan di belahan dunia lain akan mendatangi kita dalam hitungan menit. Dan hebatnya, perusahaan semacam Google atau Facebook begitu dahsyat melompati batas negara-bangsa.
Siapa yang tak tergantung dengan google? Pemerintah tak mampu menahan hegemoni mereka. Alexis Wichowski dari Columbia University menyatakan dunia saat ini bukan saja milik negara-bangsa. Ada kehadiran aktor non-states (seperti ISIS dan Al-Qaeda), dan ada pula Net-States seperti Google dan Facebook. Net-states hidup dalam jaringan dunia maya, menikmati pengabdian internasional, dan agenda yang percaya akan kemajuan yang membuat mereka berbeda dan kadangkala melampaui hukum.

Baca juga: Dahsyatnya Dosa Pelaku LGBT - Kiblat

Google bukan saja mampu melampaui hukum. Tetapi ia mampu melampaui batas-batas geografis satu negara. Google earth mampu melongok ke bagian mana pun di muka bumi selama satelit mereka mengudara. Ia mampu melongok ke lokasi-lokasi yang mungkin dianggap rahasia bagi pemerintahan. Sangeet Kumar dalam Google Earth and the Nation State: Sovereignty in The Age of New Media (2010) menggambarkan Google ’menantang’ konsep batas-batas negara-bangsa melalui teknologi Google Earth-nya.
Ketika terjadi gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, beberapa hari kemudian muncul-lah penampakan dari atas kehancuran akibat bencana tersebut. Gambar-gambar tersebut muncul via pencitraan satelit. Bayangkan betapa data yang mampu diakses oleh para net-states ini.
Itu sebabnya Google disebut memiliki kekuatan seperti sebuah negara. Melalui kemampuan bakat intelektual tingkat tinggi, sumber finansial miliaran dollar dan kemampuan tingkat tinggi yang mampu memroses informasi yang  dikombinasikan 10 tahun interaksi dengan data, tak pelak Google dapat disebut setara sebuah negara bahkan melampaui negara lainnya. (Sangeet Kumar: 2010)
Memiliki dua milyar penduduknya, Facebook dianggap Mark Zuckerberg seperti satu pemerintahan. “Dalam banyak hal Facebook lebih serupa dengan pemerintahan daripada perusahaan tradisional lainnya,”demikian aku Zuckerberg. Bukan saja karena jumlah penduduknya, Facebook juga mampu menjadi ajang kampanye pertarungan politik yang aturan mainnya diatur oleh mereka. Bukan itu saja, Facebook pada dasarnya mengetahui data strategis tentang preferensi politik penduduk satu negara, kebiasaan, dan berbagai data individu lainnya.
Akses informasi yang sudah begitu hegemonik melampaui batas negara bangsa akhirnya mampu menggerakkan penduduk untuk bergerak melampaui batas-batas negara bangsa. Gelombang pengungsian memberi informasi betapa dahsyatnya perindahan manusia dalam era saat ini. Perpindahan manusia juga terjadi akibat satu kebijakan kesepakatan penyatuan wilayah. Contohnya adalah Uni Eropa.

Mark Zuckerberg, sang pencipta Facebook.
Uni Eropa merupakan satu contoh meleburnya negara-negara yang menyepakati mengurangi banyak aspek dari batas-batas negara bangsa. Warga Uni Eropa menikmati perpindahan dan mobilitas penduduk yang sebelumnya begitu tersekat-sekat. Yunani adalah salah satu contoh menarik betapa memikatnya penyatuan dalam Uni Eropa ini.
Yunani adalah salah satu negara eropa yang menderita akibat krisis finansial. Mata uang Euro juga turut melemahkan perekonomian Yunani. Suka tidak suka, negara dengan ekonomi digdaya seperti Jerman mengarahkan jalannya ekonomi di Uni Eropa. Warga Yunani misalnya lewat referendum tahun 2015 pernah menolak bantuan Uni Eropa.
Mereka menolak bailout Uni Eropa karena percaya akan bailoutitu menyengsarakan rakyat Yunani lewat berbagai kebijakan pengetatan. Namun menariknya, warga Yunani tetap mau tergabung dalam Kawasan Uni Eropa. Meski secara ekonomi Uni Eropa membuat mereka sengsara, namun mereka percaya Uni Eropa dapat memberikan keamanan dan stabilitas lewat kerjasama.
Benar bahwa di Eropa dan Amerika, kini gerakan sayap kanan nasionalis sedang bangkit kembali. Di Perancis, Swedia, Inggris, bahkan Jerman sayap kanan mulai mendulang suara. Minoritas terutama imigran dipersalahkan. Persoalannya bermuara pada ekonomi dan kesempatan kerja. Padahal keterbatasan satu pemerintah untuk mencapai agenda mereka dibatasi oleh berbagai kebijakan Lembaga keuangan internasional, korporasi dan pemilk modal.
Benjamin Barber dalam Jihad Vs McWorld mengatakan, “Kita menyebut mereka multinasional tapi mereka lebih akurat disebut sebagai post-nasional, transnasional atau bahkan anti-nasional. Sebab mereka mengharamkan ide bangsa, atau yang membatasi mereka dalam ruang dan waktu.”
Berbagai kenyataan tadi setidaknya membuka mata kita bahwa konsep dan praktek negara-bangsa sedang menghadapi ujian terutama terkait relevansinya. Masih relevankah konsep negara bangsa di tengah gempuran globalisasi, liberalisasi ekonomi, banjir informasi bahkan mobilitas penduduk? Mampukah ia bertahan?
Pertanyaan seperti ini seharusnya dijawab oleh pemerintah. Namun kita menemui satu kontradiksi. Ketika pemerintah mencoba memberangus ide khilafah dan menekankan relevansi konsep negara bangsa, di saat yang sama mereka membuka air bah liberalisasi ekonomi yang menghancurkan batas-batas negara bangsa. Menandatangani berbagai perjanjian kerjasama yang melindas kedaulatan negara itu sendiri. Maka kita tak perlu heran kalau saat ini argumen cerdas pemerintah tak kunjung muncul di media arus utama. Nampaknya, bagi mereka lebih mudah meneriakkan slogan “harga mati” meski kenyataannya mendukung “harga pasar”.

Khilafah dan Ujian Negara Bangsa - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/27/khilafah-dan-ujian-negara-bangsa/

Aksi Bela Tauhid Serukan Laailaha Illallah Muhammad Rasulullah Milik Umat Islam Sedunia


Foto: Aksi Bela Tauhid di depan Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Jumat (26-10-2018)
KIBLAT.NET – Jakarta – Umat Islam Jakarta turut menggelar Aksi Bela Tauhid, seperti yang terjadi di beberapa wilayah lain, sebagai reaksi atas pembakaran bendera tauhid yang dilakukan oleh anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di Garut. Dalam aksi itu diserukan kalimat laailaha illallah muhammadur rosulullahmerupakan milik umat Islam di seluruh dunia.
Aksi Bela Tauhid di Jakarta, Jumat (26/10/2018), dipusatkan di depan Kantor Menteri Koordinator Bidang Hukum Politik dan Keamanan (Menkopolhukam). Ribuan peserta aksi memulai aksi dengan berjalan dari kawasan Patung Kuda di Jalan Merdeka Barat.
Sejumlah tokoh hadir dalam aksi tersebut, salah salah satunya Ketua Front Pembela Islam (FPI) KH Shobri Lubis. Dalam orasinya dia mengajak kepada kaum muslimin untuk memiliki bendera tauhid di rumah masing-masing.
“Sebagai gantinya yang sudah dibakar di Garut, maka setiap warga muslim yang beriman kepada Allah di rumahnya minimal harus menyiapkan bendera hitam dan putih, royah dan liwa’ sebagai tanda cinta kepada Nabi Muhammad,” kata KH Shobri Lubis dari atas mobil orasi.
KH Shobri Lubis juga menegaskan apabila bendera yang bertuliskan kalimat tauhid dihina, maka dirinya dan umat Islam siap berkorban untuk kalimat mulia itu. “Nggakusah pakai FPI, nggak usah pakai HTI, nggak usah pakai ormas Islam yang mana pun. Kalau laailaha illallah muhammadur rasulullah sudah dihina orang, sudah dibakar dan diinjak, wajib kita membelanya,” serunya.

Baca juga: 100 Personel Banser Bersiaga di Kantor PBNU dan GP Ansor - Kiblat

Dalam kesempatan itu Ketua FPI juga mengingatkan Menkopolhukam yang menurutnya telah menyamakan bendera tauhid dan HTI. “Kita ingatkan Menkopolhukam, jangan menyamakan bendera tauhid dengan bendera apapun juga. Lailahaillallah Muhammadur rosulullah milik umat Islam di seluruh dunia,” kata KH Sobri Lubis, yang disambut teriakan setuju oleh para peserta aksi.
Aksi bela tauhid yang dimulai sekitar pukul 13.00 WIB. Dalam aksi itu bedera tauhid berwarna hitam terlihat mendominasi dan diusung oleh para peserta.
Reporter: Haikal Sobirin
Editor: Imam S.

Aksi Bela Tauhid Serukan Laailaha Illallah Muhammad Rasulullah Milik Umat Islam Sedunia - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/26/aksi-bela-tauhid-serukan-laailaha-illallah-muhammadur-rasulullah-milik-umat-islam-sedunia/

Bolehkah Membakar Bendera Tauhid dengan Alasan Saddu Dzara’i?


Foto: Bendera Tauhid
KIBLAT.NET – Aksi peringatan hari santri nasional, Senin (22/10) diwarnai kegaduhan di jagad maya. Pasalnya, sebuah video yang menampilkan aksi pembakaran bendera tauhid mendadak viral di sosmed. Dalam video tersebut beberapa anggota Banser terlihat menyita bendera bertuliskan kalimat lailahaillallah muhammadar rasulullah kemudian dibakar dengan diiringi nyayian mars ya lal wathon.
Sontak saja, aksi tersebut menjelma menjadi polemik dan disorot masyarakat luas terutama dari kalangan umat Islam. Mereka memprotes keras terhadap kejadian tersebut. Sebab, bendera yang dibakar itu murni bertuliskan tauhid dan tidak ada tulisan nama atau indetitas ormas apapun.
Namun di tengah kegaduhan tersebut, muncul pula sebagian kalangan yang membela aksi pembakaran tersebut dengan beragam alasan. Ada yang menilai tidak mengapa karena dilakukan demi menjaga kalimat tauhid agar tidak tercecer di sembarang tempat. Alasan ini diungkapkan sendiri oleh ketua Banser saat dimintai keterangan terhadap kejadian itu. Selain itu, ia juga berdalih bahwa yang dibakar itu bendera ormas HTI yang keberadaannya sudah terlarang di Indonesia.
Berikutnya, di jejaring media online tersebar pula sebuah tulisan yang hendak membela aksi pembakaran tersebut dengan dalih saddu dzari’ah, yaitu sebuah metode penetapan hukum yang mempertimbangkan tindakan preventif terhadap suatu bahaya atau mafsadah yang muncul di kemudian hari.
(menolak sesuatu yang membahayakan). Bendera betuliskan kalimat tauhid dianggap bagian dari simbol kelompok yang terlarang, HTI (hizbut tahrir indonesia). Karena itu, membakarnya pun tidak masalah demi mencegah adanya ancaman stabilitas negara.
Pertanyaanya, benarkah yang dibakar itu bendera HTI? Kalaupun seandainya benar, apakah tepat jika aksi pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid itu diperbolehkan dengan alasan saddu dzari’ah karena membahayakan? Nah, tulisan ini akan mencoba menjawab semua itu dengan menghadirkan beberapa pandangan para ulama fiqh dalam memandang persoalan ini.
Sekilas Tentang Istilah Saddu Dzari’ah
Kata saddu dzari’ah merupakan bentuk frase yang terdiri dari dua kata, yaitu; saddu(menutup) dan dzari’ah (jalan, sarana atau wasilah). Maka secara Bahasa, makna saddu dzari’ah adalah menutup segala macam bentuk jalan, sarana, wasilah atau sebab terjadinya sesuatu. Bentuk jamak dari dzari’ah adalah adz-dzara’i. Karena itulah, dalam beberapa kitab usul fikih, istilah yang digunakan adalah sadd adz-dzara’i.
Imam Al-Qarafi menjelaskan, “Saddu dzari’ah adalah memotong jalan kerusakan sebagai cara untuk menghindari kerusakan tersebut. Meski suatu perbuatan bebas dari unsur kerusakan (mafsadah), namun jika perbuatan itu merupakan jalan atau sarana terjadi suatu kerusakan (mafsadah), maka kita harus mencegah perbuatan tersebut.” (Al-Furuq, 2/32)
Sementara itu, dalam karyanya al-Muwafaqat, asy-Syatibi menyatakan bahwa saddu dzari’ah adalah menolak sesuatu yang boleh agar tidak mengantarkan kepada sesuatu yang dilarang.” (al-Muwafaqat fi Ushul al-Fiqh, 3/257)
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa Saddu dzari’ah merupakan suatu metode penggalian hukum Islam dengan cara melarang, menutup jalan atau wasilah suatu amalan yang diduga dapat menimbulkan sesuatu hal yang merusak atau membahayakan.
Meskipun tidak ada dalil yang sharih, namun pijakan para ulama dalam menetapkan kaidah ini sebagai metode penggalian hukum sangatlah berargumen. Di antaranya dilihat dari konteks beberapa firman Allah Ta’ala ketika melarang suatu wasilah yang berpotensi terjadinya kemungkaran yang lebih besar. Misalnya Allah Ta’ala berfirman:

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. al-An’am: 108)
Ayat di atas menunjukkan bahwa mencaci maki tuhan atau sembahan agama lain adalah dzari’ah (wasilah) yang akan menimbulkan sesuatu mafsadah yang dilarang, yaitu kita mencaci tuhan mereka maka mereka pun akan membalas mencaci Tuhan yang kiya yakini. karena itu, larangan mencaci maki tuhan agama lain merupakan tindakan preventif (saddu dzari’ah).
Sementara dalam hadis juga terdapat riwayat dari Abdullah bin Amr r.a, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Diantara dosa besar adalah seorang laki-laki mencela kedua orang tuanya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, ‘Apakah (mungkin) seorang laki-laki mencela orang tuanya? ‘Beliau menjawab: “Ya. Dia mencela bapak seseorang lalu orang tersebut (membalas) mencela bapaknya, lalu dia mencela ibunya, lalu orang tersebut (membalas) mencela ibunya.” (HR. Muslim)
Berikutnya, para ulama juga menetapkan beberapa kaidah fiqh yang erat kaitannya dengan saddu dzari’ah. Di antaranya kaidah berikut:
مَا أَدَى إِلَى الْحَرَامِ فَھُوَ حَرَام
“Apa saja yang membawa kepada perbuatan haram, maka hal tersebut juga haram hukumnya.” (Qawaid Al Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/184)
Dari sini Ibnu Qayyim menerangkan, “Ketika Allah melarang suatu hal, maka Allah pun akan melarang dan mencegah segala jalan dan perantara yang bisa mengantarkan kepadanya. Hal itu untuk menguatkan dan menegaskan pelarangan tersebut. Namun jika Allah membolehkan segala jalan dan perantara tersebut, tentu hal ini bertolak belakang dengan pelarangan yang telah ditetapkan.” (I’lamul Muwaqi’in, 2/103)
Sebagai catatan, tidak semua ulama sepakat dengan saddu dzari‘ah sebagai metode dalam menetapkan hukum. Secara umum, mereka yang menerima sepenuhnya sebagai metode penetapan hukum adalah mazhab Maliki dan mazhab Hambali. Sementara mazhab Syafi’i dan Hanafi tidak menerima sepenuhnya. Mereka menolak metode ini sebagai dasar istinbath pada kasus tertentu, namun menggunakannya pada kasus-kasus yang lain. Dan berbeda dengan mazhab Zhahiri yang menolak sepenuhnya metode ini sebagai dasar menetapkan hukum. (Wahbah Dzuhaili, Al-wajiz fi Ushuli Fiqh, hlm. 110)
Bagaimana Seharusnya Saddu Dzari’ah Diterapkan?
Dalam menerapkan saddu dzari’ah, tentu tidak boleh lepas dari pengkajian terhadap potensi bahaya atau mafsadah (kerusakan) dibalik obyek perbuatan yang akan dihukumi. Karena itu, besar dan kecilnya potensi bahaya akan sangat berpengaruh pada hukum yang akan disimpulkan. Suatu wasilah yang jelas-jelas dapat mengatarkan kepada perbuatan haram, maka wasilah tersebut hukumnya juga haram dilakukan. Menjual anggur pada aslinya boleh, namun akan menjadi haram bila dijualkannya kepada pembuat khamer. Sebab akan digunakan untuk meciptakan barang haram.
Sehingga upaya menentukan mafsadah menjadi basis utama dalam menerapkan saddu dzari’ah. Namun satu hal yang menjadi titik tekan para ulama bahwa tolak ukur dalam penentuan maslahah atau mafsadah tidak bisa diputuskan hanya melalui akal manusia semata. Patokannya harus diukur dengan syari’at. Karena pandangan akal manusia berbeda-beda. Mungkin saja, suatu perkara dianggap maslahah, namun menurut orang lain dianggap sebagai mafsadah. Misalnya, Khamer bagi sebagian kalangan bisa saja dianggap maslahah, namun bagi sebagian yang lain menilainya mafsadah. Sebab, manusia mempunyai akal dan nafsu. Jika nafsu yang mendominasi, niscaya akan tergantung dengan kepentingan masing-masing. (Al-Ghazali, Al-Mustashfa, hal. 275)

BACA JUGA  Aksi Bela Tauhid Serukan Laailaha Illallah Muhammad Rasulullah Milik Umat Islam Sedunia 

BACA JUGA  Penanganan Kasus Pembakaran Bendera Tauhid Diserahkan kepada Polri dan Kejaksaan

Karena itu, para ulama menetapkan beberapa ketentuan khusus ketika menggunakan saddu dzari’ah sebagai dasar hukum. Sehingga siapa pun tidak bebas menggunakan metode ini untuk menyimpulkan sebuah hukum hanya karena potensi bahaya yang ada dalam dugaannya. Di antara ketentuan tersebut adalah:
Pertama: Wasilah atau perbuatan yang diperbolehkan tersebut sangat berpotensi terjadinya kerusakan (mafsadah). Tapi bila potensi kerusakannya hanya sebatas dugaan maka perbuatan tersebut tidak terlarang. Dia tetap dibolehkan sebagaimana hukum asalnya. (Asy-Syatibi, Al-Muwafaqat, 2/348)
kedua: Mafsadah yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut sama nilainya dengan maslahah yang didapatkan atau bahkan lebih banyak mafsadahnya. maka perbuatan tersebut menjadi haram dilakukan. (Al-Qarafi, AlFuruq, 3/33)
ketiga: Standar penentuannya tidak disyaratkan harus sesuai dengan niat/kehendak mukallaf. Namun tetap dilhat dari potensi mafsadah yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut menurut keumumannya. (Ibnu Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, 3/148)
keempat: Apapun yang dilarang karena dasar saddu dzari’ah akan diperbolehkan bila ada hajat yang mendesak. Seperti seorang qadhi yang perlu melihat wanita ajnabi dalam persidangan. (Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 15/419)
Dari sini dapat disimpulkan bahwa penggunaan saddu dzari’ah untuk membenarkan pembakaran bendera tauhid jelas bertolak belakang dengan prinsip kaidah itu sendiri. Sebab, potensi bahaya atau kerusakan diukur bukan atas dasar nilai-nilai syar’i. Namun murni didasarkan pada akal atau kepentingan kelompoknya sendiri. Berikutnya, potensi bahaya yang disebutkan juga masih sebatas dugaan yang belum pasti. Jadi penggunaan saddu dzari’ah di sini perlu dikaji ulang.
Tidak berhenti di situ, pembolehan pembakaran bendera tauhid dengan alasan saddu dzari’ah tidak sesuai dengan kaidah maqashidu syariah. Dalam kajian maqashidu syariah, memuliakan lafadh tauhid atau syiar Islam lainnya, seperti mengagungkan al-Quran atau menjaga kesucian masjid bisa disebut bagian dari bentuk penjagaan terhadap agama (hifzuddin). Dalam pandangan maqashidu syariah menjaga agama  merupakan bagian dari dharuriyatu al-Khamsah (lima kebutuhan azasi) yang paling utama di antara yang lainnya, yaitu menjaga jiwa, keturunan, akal, dan harta. Sehingga bila ada dharuriayat (kebutahan azasi) lainnya yang bertentangan dengannya maka menjaga agama harus didahulukan. Contohnya, bila seseorang saat mempertahankan harta harus mengorbankan agama, maka harta wajib ia dikorbankan daripada harus kehilangan agama. Maknanya, penjagaan terhadap agama harus selalu diutamakan. (Al-Muwafaqat,2/14)
Oleh karena itu, membakar bendera yang betuliskan kalimat tauhid jelas bentuk ketidakpedulian terhadap penjagaan agama (hifdhuddin). Jika demi menjaga jiwa saja tidak dibenarkan ketika harus mengorbankan agama, bagaimana dengan alasan-alasan lainnya. Apakah pantas demi menjaga negara kita rela mengorbankan kesucian agama kita? Atau atas dugaan kerusakan yang belum pasti terjadi lalu kita perbolehkan untuk membakar kemulian syiar-syiar agama? maka sangatlah keliru bila aksi pembakaran bendera tauhid dibela-bela dengan kaidah yang seharusnya dipakai untuk menolak bahaya yang menimpa norma-norma Islam. Apalagi digunakan untuk menolak bahaya yang menimpa kepentingan golongannya. Wallahu a’lam bissawab!
Penulis: Fakhruddin
Editor: Arju

Bolehkah Membakar Bendera Tauhid dengan Alasan Saddu Dzara'i? - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/26/bolehkah-membakar-bendera-tauhid-dengan-alasan-saddu-dzarai/

Hukuman Allah kepada Para Penista Syiar Islam


Foto: Bendera Tauhid dibakar
KIBLAT.NET – Umat Islam Indonesia sedang dihebohkan dengan kejadian yang membuat marah setiap muslim. Alih-alih dimuliakan karena kalimat tauhid adalah simbol kaum muslimin dan termasuk wahyu-Nya, ada oknum yang berulah dengan membakar bendera tauhid.
Sontak ghirah dalam dada umat Islam bergejolak dan aksi-aksi jihadul kalimah pun dilaksanakan di berbagai tempat di Nusantara. Solo, Semarang, Yogyakarta dan di kota-kota besar lainnya kaum muslimin bergerak untuk membela kalimat yang paling mulia ini.
Kalimat tauhid adalah bagian dari syiar-syiar Allah yang ada di muka bumi. Sudah sepantasya sebagai seorang muslim, kita mengagungkannya. Allah SWT berfirman :
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
Artinya, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj : 32)
Syiar-syiar Allah amatlah sangat banyak, Al-Quran dan hadits-hadits rasul juga bagian dari syiar Allah yang seharusnya diagungkan oleh umat Islam.
Sebagian dari manusia yang diberi akal oleh Allah ada yang mencoba melawan syiar-syiarNya dengan berbagai hal. Ada yang melawannya dengan perbuatan seperti pembakaran kalimat tauhid, namun ada pula yang menantang wahyu dengan logika.  Mereka mendewakan akal entah karena sombong atau karena iming-iming dunia. Apapun alasannya, tindakan ini tetaplah digolongkan sebagai perlawanan terhadap nash Allah dan bersiaplah bagi pelaku untuk menerima balasannya.
Melawan dan Meremehkan  Wahyu Allah
Salah satu contoh perbuatan melawan wahyu di masa Nabi dapat kiat temukan di kitab Shahih Muslim. Disebutkan Salamah bin Al Akwa’ berkata,
أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشِمَالِهِ فَقَالَ « كُلْ بِيَمِينِكَ ». قَالَ لاَ أَسْتَطِيعُ قَالَ « لاَ اسْتَطَعْتَ ». مَا مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبْرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ.
“Ada seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, ‘Makanlah dengan tangan kananmu!’ Dia malah menjawab, ‘Aku tidak bisa.’ Beliau bersabda, ‘Benarkah kamu tidak bisa?’ -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya.” (HR. Muslim no. 2021)

BACA JUGA  Menebak Arah Hubungan Saudi, Turki dan AS Usai Kematian Khashoggi

Secara zahir hadits dapat kita ketahui bahwa ada seseorang yang menolak sabda Rasulullah soal makan dengan tangan kanan. Penolakan ini didasari karena sifat sombong, bukan karena ketidakmampuannya menggunakan tangan kanan. Maka, balasan bagi si penolak sabda Nabi ini terbayar kontan dengan tangannya yang tidak bisa sampai ke mulutnya persis seperti yang ia katakan sendiri.
Hadits ini menceritakan ketika Rasulullah kedatangan tamu di kota Madinah. Rasul sebagai tuan rumah menyambutnya dengan ramah dan murah hati. Satu di antara tamu yang datang mempunyai hati yang keras dan tercemar penyakit sehingga tertutup dari kebenaran.
Tiba saat makan siang, Rasulullah pun menghidangkan makanan istimewa pada para tamunya. Rasulullah mengamati seseorang disampingnya yang makan dengan tangan kiri. Nabi pun mengingatkannya dengan lembut,”Makanlah dengan tangan kanan.”
“Saya tidak bisa”, jawabnya singkat dengan kesombongan bukan karena ketidakmampuan.
Akhirnya, orang ini pun merasakan akibat dari kesombongannya melawan sabda Nabi. Sampai ajalnya ia tidak mampu mengangkat tangannya sampai ke mulutnya. Naudzubillah…
Hadits ini selain mengajarkan kita tata cara makan yang baik menurut syariat juga memperingatkan akan wabah penyakit hati berbahaya yang bernama kesombongan. Orang-orang yang sombong akan menolak kebenaran karena telah dipalingkan Allah dari kebenaran.
Allah berfirman
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.” (QS.Al-A’raf:146)
Allah akan memalingkan orang sombong dari kebenaran dan jika mereka melihat sesuatu yang baik secara otomatis tidak akan mau menempuhnya. Kebalikannya jika melihat kesesatan, ia secara sukarela akan mengikutinya. Kesombongan seseorang terhadap syariat akan menyebabkan petaka pada dirinya karena berujung pada penolakan syariat Allah. 

BACA JUGA  Gus Yaqut Peringatkan Kader Ansor Tak Lagi Lakukan Pembakaran Bendera Tauhid 

Ada lagi kisah seseorang yang meremehkan sabda Nabi dan langsung mendapat balasan dari Allah karena memandang sebelah mata wahyu dari-Nya. Dalam kitab Ta’zimus Sunnah disebutkan bahwa Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il At Taimiy –dalam penjelasannya terhadap shohih Muslim- mengatakan,
”Aku telah membaca di sebagian kisah (hikayat) mengenai sebagian ahli bid’ah ketika mendengar hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِى الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
“Jika salah seorang di antara kalian bangun tidur, maka janganlah dia mencelupkan tangannya di dalam bejana sampai dia mencucinya tiga kali terlebih dahulu, karena dia tidak tahu di manakah tangannya bermalam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan niatan mengejek, ahli bid’ah ini berkata, ”Ya, saya tahu ke mana tangan saya bermalam di ranjang!!” Lalu tiba-tiba pada saat pagi, dia dapati tangannya berada dalam dubur sampai pergelangan tangan.
Kesombongannya karena meremehkan sabda Nabi terbayar lunas di pagi harinya. Ia mengira bisa lepas dari ketentuan Allah Sang Pemilik Syariat. Jika ada seseorang yang berani meremehkan syariat, menghina wahyu-Nya dengan cara apapun dan berbangga dengan jumlah dan logika,maka bersiaplah menghadapi ketentuan-Nya.
Kalau kita menelusuri lebih dalam tentu banyak perlakuan-perlakuan manusia saat ini yang seenaknya meremehkan ayat-Nya. Entah dengan tindakan represif secara fisik menghancurkan, membakar simbol Islam misalnya bendera tauhid. Atau melecehkan syariat dengan perkataan, gurauan murahan dan semacamnya.
Tindakan-tindakan seperti itu tentu akan dibalas dengan tuntas oleh Allah dengan cepat atau lambat. Maka, jangan sekali-kali meremehkan syariat dan wahyu Allah, cukuplah contoh dari masa lalu dan abad ini menjadi perhatian kita semua. Wallahu a’lam bi shawab.
Penulis: Dhani El_Ashim
Editor: Arju
Sumber
  1. Ta’zimus Sunnah wa Mauqifu Salaf Min man ‘Aradhoha aw Istihza bi Syai’in Minha karya Abdul Qayyum As-Suhaibaniy
  2. library.islamweb.net
  3. articles.islamweb.net
Hukuman Allah kepada Para Penista Syiar Islam - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/26/hukuman-allah-kepada-para-penista-syiar-islam/

Khutbah Jumat: Cara Orang Mukmin Menghadapi Musibah Gempa


Foto: Khutbah Jumat
Khutbah Pertama
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Kehidupan manusia di dunia ini hampir tak pernah sepi dari musibah yang datang silih berganti. Dari yang kecil sampai yang besar. Dari yang ringan sampai yang berat. Dari yang sedikit hingga yang banyak. Ada musibah yang bersifat individu dan ada yang bersifat umum.
Dan hari ini, kita bisa menyaksikan betapa dahsyatnya musibah yang Allah turunkan terhadap saudara-saudara kita di belahan negeri. Di saat rehabilitas pasca gempa Lombok belum selesai, Allah Ta’ala kembali menurunkan gempa yang disusul tsunami di Palu, Donggala, Sulawesi Tengah. Entah berapa jumlah korban yang meninggal dalam bencana itu. Mungkin mencapai ribuan nyawa lenyap ditelan bumi.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Sebagai umat Islam, kita tentu berharap bahwa sekecil apapun bentuk musibah dapat mengundang kasih sayang Allah kepada kita. Kita yakin bahwa dibalik itu ada hikmah yang hendak Allah inginkan untuk kita.  Karena itu, kita tidak patut untuk menyesalkan diri lalu putus harapan untuk berjuang. Sikap optimisme seperti ini harus selalu menyertai kita. Entah bagaimanapun keadaannya. Karena begitulah karakter umat Islam yang sesungguhnya. Sebagaimana sabda Rasul SAW:
“Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya” (HR. Muslim)
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Lalu apa yang perlu kita perhatikan saat musibah melanda kita? Setidaknya ada dua hal pokok yang harus kita lakukan bila musibah menimpa kita.
Pertama:  Tetap Optimis dan Tidak Mengeluh atau Mencela Musibah
Seorang mukmin selalu berbaik sangka terhadap taqdir yang menimpa dirinya. Keyakinan ada Allah di balik setiap musibah merupakan modal dasar bagi seseorang yang ingin sukses lulus dari ujian dan cobaan Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: 

BACA JUGA  HTI Jadi Alasan Bakar Bendera Tauhid, KH Raodl Bahar: Kebohongan Untuk Menutupi Kebusukan 

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS: At-Taghâbun [64]: 11).
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Ibnu Katsir dalam tafsirnya juz. 8, hal. 137, menjelaskan, “Maknanya: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah Ta’ala, kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah Ta’ala tersebut, maka Allah Ta’ala akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Allah Ta’ala akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.”
Karena itu, rasanya tidak pantas jika kita sebagai makhluk Allah menyalahi segala ketetapan yang Allah turunkan. Baik itu berupa kenikmatan ataupun cobaan. Justru dengan musibah itu kita yakin bahwa Allah peduli dan sayang terhadap kita.
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam dalam sebuah hadis beliau bersabda:
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho terhadap ujian tersebut maka baginya ridha Allah dan barang siapa yang marah terhadap ujian tersebut maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dalam hadis lain Rasulullah SAW menegaskan, “Tidak ada musibah yang menimpa umat Islam hingga sekecil duri menusuknya, melainkan Allah Azza wa Jalla akan menghapus dosa-dosanya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Kedua: Segera Intropeksi diri (Bermuhasabah)
Selain mengharap pahala dibalik musibah yang menimpa, kita juga perlu bermuhasah terhadap apa yang telah kita lakukan. Sebab, boleh jadi gempa atau tsunami merupakan bagian dari teguran Allah terhadap amal kita selama ini. Sejatinya, semua musibah yang terjadi di alam ini, berupa gempa, banjir, tsunami dan sebagainya tidak lain disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu),” (QS. Asy-Syuura: 30)
Makanya kita bisa melihat betapa para salaf shalih begitu takut saat musibah terjadi. Bahkan Rasulullah SAW sendiri mencontohkan demikian. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, “Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.” Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, “Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”
Demikian juga dengan Khalifah Umar bin Khattab, Ketika gempa melanda kota Madinah, beliau berkata kepada penduduk Madinah, “Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”  



Jamaah Jumat Rahimakumullah

Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga tak tinggal diam saat terjadi gempa bumi pada masa kepemimpinannya. Ia segera mengirim surat kepada seluruh wali negeri, “Amma ba’du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan saya telah memerintahkan kepada seluruh negeri untuk keluar pada hari tertentu, maka barangsiapa yang memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya.”
Demikian para salah mencontohkannya. Ketika musibah terjadi, Selain bersabar dan mengaharap magfirah dari Allah, kita juga patut bermuhasabah. Melihat-lihat kembali apa yang pernah kita lakukan sehingga musibah itu Allah Ta’ala turunkan di atas kita. Sehingga dengan seperti itu, kita selalu dekat dengan petunjuk dan ridha dari Allah Ta’ala.
قُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
https://www.kiblat.net/2018/10/04/khutbah-jumat-cara-orang-mukmin-menghadapi-musibah-gempa/

Khutbah Jumat: Bahaya LGBT – Ust. Muhaimin Adi Nurahman

KIBLAT.NET- LGBT telah dijelaskan oleh Allah yang termuat dalam QS. Al A’raf disebutkan bahwa LGBT adalah perbuatan fahisyah dan orang yang melampaui batas.
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ (80) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (81) }
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian?” Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.”
Selain itu, Rasulullah memberikan ancaman dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2915) dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، ثَلاثًا
“Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, beliau sampaikan sampai tiga kali ”.
Video dapat dilihat dan diunduh di sini.
Video and post by : KIBLAT TV

Khutbah Jumat: Bahaya LGBT - Ust. Muhaimin Adi Nurahman - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/26/khutbah-jumat-lgbt-itu-berbahaya-kenapa-dipelihara-ust-muhaimin-adi-nurahman/

Inilah Fitnah Akhir Zaman – Ust. Farid A. Okbah, MA.

KIBLAT.NET- Menguatkan iman sangatlah penting di zaman yang penuh fitnah ini. Apa sajakah fitnah-fitnah akhir zaman yang akan menjerumuskan manusia? Dan bagaimana cara kira menangkal fitnah-fitnah tersebut? Kita simak ceramah Ust. Farid Okbah berikut ini!
Video dapat dilihat dan diunduh di sini.
Video and post by KIBLAT TV

Inilah Fitnah Akhir Zaman - Ust. Farid A. Okbah, MA. - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/23/inilah-fitnah-akhir-zaman-ust-farid-a-okbah-ma/

Pengaruh Keluarga Terhadap Kepribadian Anak – Ust. Tri Asmoro Kurniawan

KIBLAT.NET – Seringkali kita lalai dan acuh dalam masalah pendidikan anak. Sampai pada suatu titik, sebagai orang tua kita kaget, tidak percaya dan bertanya, “kenapa anakku bisa seperti ini?” Dalam video kali ini Ust. Tri Asmoro Kurniawan akan berbagi kisah nyata tentang pendidikan anak dan hubungan antara orang tua dan anak. Beliau juga akan berbagi ilmu tentang bagaimana Islam memandang anak ? Yuk kita simak !
Video dapat dilihat dan diunduh di sini.
Video and post by : KIBLAT TV

Pengaruh Keluarga Terhadap Kepribadian Anak - Ust. Tri Asmoro Kurniawan - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/09/27/anak-dalam-kacamata-islam-ust-tri-asmoro-kurniawan/

Mendidik Anak Cara Islam – Ust. Tri Asmoro Kurniawan

KIBLAT.NET – Banyak orang tua yang mengeluh, “Kenapa anak saya susah diatur? “Kenapa anak saya tidak mau sholat?” Tahukah anda bahwa bukan tidak mungkin bahwa orang tua tersebut sedang memetik buah kesalahan mereka sendiri. Bagaimana cara mendidik anak cara Islam agar anak kita menjadi generasi yang islami dan ideal? Yuk kita simak ulasan dari Ust. Tri Asmoro.
Video dapat dilihat dan diunduh di sini.
Video and post by: KIBLAT TV.

Mendidik Anak Cara Islam - Ust. Tri Asmoro Kurniawan - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/09/13/mendidik-anak-cara-islam-ust-tri-asmoro-kurniawan/

Skenario Global di Balik Industri Islamofobia


Foto: Anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) membakar bendera tauhid saat peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Garut
Oleh: Saifullah Al-Maslul
“Tujuan jangka pendek dari perang ini haruslah untuk menghancurkan Islam militan, namun tujuan jangka panjang dari perang ini adalah modernisasi Islam.” —Daniel Pipes
KIBLAT.NET – Pada tahun 2004, Daniel Pipes, pendiri Middle East Forum yang juga dikenal sebagai dalang gerakan Islamophobia menulis sebuah artikel berjudul “Rand Corporation and Fixing Islam”. Dalam tulisannya tersebut, Pipes mengaku senang. Harapannya untuk memodifikasi Islam berhasil diterjemahkan dalam sebuah strategi oleh peneliti Rand Corporation, Cheryl Benard.
Oleh Benard, misi ini ia sebut dengan istilah religious building, upaya untuk membangun agama Islam alternatifBenard mengakui bahwa misi ini sangat berbahaya dan kompleks, jauh lebih menakutkan dibanding misi nation building. Sedangkan Pipes, menganalogikan misi ini sebagai upaya untuk masuk ke dalam wilayah yang belum terpetakan. “Ini adalah sesuatu yang belum pernah dicoba sebelumnya,” tulisnya.
Sebelumnya, Cheryl Benard, yang berdarah Yahudi ini pernah mencetuskan ide untuk mengubah Islam menjadi agama yang pasif dan tunduk kepada Pemerintah AS. Serangkaian strategi pun dirancang dan dituliskan. Ia memaparkan konsepnya itu dalam buku berjudul “Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies.”
Mereka ingin mengubah Islam, karena ajarannya yang murni tidak akan mengizinkan non-Muslim mengendalikan umat Islam, sumber daya mereka, tanah mereka, atau kekayaan mereka. Bagi mereka ini adalah masalah besar.
Gayung beraambut. Presiden George W. Bush Jr menyambut strategi tersebut. Khilafah menjadi salah satu ajaran dalam Islam yang mereka hantam. Dalam sebuah pidatonya pada bulan September 2006, Bush mengungkapkan:
“Mereka berharap untuk membangun utopia politik kekerasan di Timur Tengah, yang mereka sebut Khilafah.. Khilafah ini akan menjadi kekaisaran Islam totaliter yang mencakup semua wilayah Muslim, baik saat ini maupun di masa lalu, membentang dari Eropa ke Afrika Utara, Timur Tengah, hingga Asia Tenggara…”
Tak hanya itu, dalam pidato yang sama, Bush pun bersumpah, tak akan membiarkan khilafah tegak. “Saya tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Dan tidak ada seorangpun Presiden Amerika di masa depan yang akan membiarkannya juga.”
Jika AS mampu mencegah pembentukan kekhalifahan, mengontrol minyak dan sumber daya energi lainnya di dunia Islam, maka, akibatnya, mereka akan memiliki kekuatan untuk memaksakan kebijakannya di seluruh dunia yang bergantung pada minyak tersebut. 

BACA JUGA  Editorial: Bicaralah, Jenderal! 

Misi yang dicanangkan oleh Benard adalah bagian dari program perang melawan teror, sebuah perang yang menurut Presiden George W. Bush dan Menteri Luar Negeri saat itu, Colin Powell, identik dengan Perang Salib.
“Perang salib ini, perang melawan terorisme ini akan memakan waktu cukup lama. Dan rakyat Amerika harus bersabar. Saya akan bersabar,” kata Bush dalam pidatonya tahun 2001.
Pada tahun 2004, dalam percakapannya dengan presiden Pakistan saat itu, Pervez Musharraf, Powell mengatakan, “Saya memanggil Presiden Musharraf dan berkata: ‘Kami butuh jawaban Anda sekarang. Kami membutuhkan Anda sebagai bagian dari kampanye ini, perang salib ini.’”
Islam ala Rand Corp
Pertanyaannya, bisakah Amerika meyakinkan kaum Muslimin di seluruh dunia untuk menerima “Islam ala Rand” ini? Tidak. Rand  Corporation pun telah mengakui hal ini. Mereka meyakini bahwa umat Islam telah kehilangan kepercayaan kepada Amerika. AS kalah dalam perang gagasan di dunia Islam, gagal mempromosikan kebijakannya kepada umat Islam yang waspada terhadap niat dan kemunafikan Amerika, menurut penasehat Pentagon.

Kantor Pusat RAND di Santa Monica-California, Amerika Serikat (AS)
Maka dari itu, Rand Corp menyatakan bahwa dalam program ini tangan Amerika harus disembunyikan. Sementara, boneka Muslim yang dipilih dengan hati-hati harus berada di garis depan untuk mengantarkan Islam versi baru ini.
Lantas siapa yang akan menjadi boneka dalam Islam ala Rand Corp?
Bagi mereka, mitra ideal untuk menjalankan pekerjaan ini adalah Muslim dari ‘dalam’ komunitas umat Islam yang akan bekerja untuk kepentingan Amerika. Rand melabeli mereka sebagai kaum ‘modernis/moderat’. Ciri dari kelompok modernis ini, menurut Benard, adalah keinginan untuk “memodernkan dan mereformasi Islam, agar sejalan dengan zaman.”
Lalu, bagaimana mereka mampu menjalankan misi dari pemerintah AS tersebut?

BACA JUGA  Tekor BPJS Kesehatan, Defisit Terencana atau Manajemen Buruk?

Pertama, Rand merekomendasikan agar Muslim yang memahami Islam sejati dan ingin menerapkan Syariat Islam disingkirkan, dengan melabelinya sebagai fundamentalis dan ekstremis, pengecut dan pengacau. Rand memberi saran kepada Amerika untuk mendiskreditkan dan menghina para pengikut Islam sejati.

Setelah menyingkirkan kelompok “fundamentalis”, AS akan mengangkat kaum modernis sebagai role model dan pemimpin Islam. Mereka memberikan dukungan kepada kaum modernis, apapun yang mereka minta, antara lain dengan mengontrol sistem pendidikan, pendanaan, liputan media, sehingga kaum modernis bisa menyingkirkan halangan yang menghambat dominasi Amerika. RAND menyarankan:
“Buat role model dan para pemimpin (dari kalangan modernis) … Mereka harus dipelihara dan ditampilkan secara publik sebagai wajah Islam kontemporer … Modernis yang berisiko menghadapi persekusi (karena penodaan dan pengkhianatan mereka) harus dibangun (citranya) sebagai pemimpin hak-hak sipil yang pemberani. Publikasikan dan distribusikan karya mereka dengan dukungan biaya. Dorong mereka menulis untuk masyarakat dan para pemuda. Perkenalkan pandangan mereka ke dalam kurikulum pendidikan Islam. Beri mereka panggung di publik. Buat pendapat dan penilaian mereka tentang pertanyaan mendasar dari penafsiran agama tersedia bagi masyarakat, dalam persaingan dengan para fundamentalis dan tradisionalis, yang memiliki website, penerbitan, sekolah, institut, dan banyak kendaraan lain untuk menyebarkan pandangan mereka.”
Untuk strategi jangka panjang, Rand menyarankan agar para boneka modernis ini mampu membuat para pemuda Islam memeluk sekularisme, bangga dengan sejarah non-Islam dan pra-Islam, melalui kurikulum sekolah dan media lainnya. Dengan demikian, konsep mengenai Syariat, jihad, dan khilafah yang benar akan rusak dalam pikiran para pemuda Islam, bahkan membuat mereka benci dan menjauhinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Rand juga menyarankan agar pemerintah AS mendukung pengembangan ormas yang bisa dimanfaatkan.
“Generasi Muslim berikutnya dapat dipengaruhi jika pesan Islam demokratis bisa dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dan media publik di negara-negara yang bersangkutan … Posisikan sekularisme dan modernisme sebagai pilihan “tandingan” untuk para pemuda Islam yang tidak puas. Fasilitasi dan dorong kesadaran akan sejarah dan budaya pra-Islam dan non-Islam mereka, di media dan kurikulum negara-negara terkait. Bantu pengembangan organisasi kemasyarakatan yang independen, untuk mempromosikan budaya sipil.”
Baca halaman selanjutnya: Islam Nusantara? ...

Skenario Global di Balik Industri Islamofobia - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/27/skenario-global-di-balik-industri-islamofobia/


Skenario Global di Balik Industri Islamofobia

Islam Nusantara?
Jika kita lihat di Indonesia, semua strategi tersebut sudah dan sedang diterapkan. Tapi, apakah masih ada strategi lain?
Ya, tentu ada. Rand juga merekomendasikan perpecahan di dunia Islam dengan menciptakan Islam versi nasionalistik negara tertentu.
“Kembangkan Islam Barat, Islam Jerman, Islam AS, dan lainnya. Hal ini membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang komposisi, praktek dan pemikiran yang berkembang di dalam komunitas-komunitas ini. Bantu dalam memunculkan, mengekspresikan, dan “mengkodifikasi” pandangan mereka.”
Tiga belas tahun berikutnya, tepatnya bulan Maret 2016, strategi penerapannya di Asia Tenggara kembali digodok di Semarang. Beberapa pakar diundang untuk merumuskannya. Pesertanya dari Indonesia, Australia, Singapura, Vietnam, Malaysia, Thailand, hingga Filipina. Dari Indonesia, hadir Wahid Institute dan Ma’arif Institute.

Narasi alternatif yang direkomendasikan untuk menangkal ajaran Islam yang kerap didiskreditkean sebagai ide terorisme.
Rekomendasi dari forum tersebut dituangkan dalam sebuah laporan berjudul “Counter-Narratives for Countering Violent Extremism (CVE) in South East Asia”yang dirilis oleh Hedayah Center, lembaga think tank yang berbasis di Uni Emirat Arab yang lahir atas inisiatif sebuah forum global pimpinan Inggris. Laporan tersebut merekomendasikan tiga ajaran dalam Islam yang harus dimodifikasi, yaitu khilafahjihad, dan al-wala’ wal-bara’.
Modifikasi ajaran Islam tidak hanya dilakukan dengan mengubah definisi. AS juga menyarankan agar penggunaan beberapa istilah-istilah Islami mulai dihindari, seperti jihad, syariah, dan ummah, sebagaimana yang ditulis dalam laporan yang dirilis Dewan Penasihat Keamanan Dalam Negeri AS pada tahun 2016. 

BACA JUGA  Akhir Tragis Tentara Pro Assad, Terjerat Utang di Kursi Roda 

Selain itu, rekomendasi lainnya adalah dengan mengembangkan Islam dalam konteks lokal. Islam Indonesia, bukan Islam di Indonesia. Narasi yang lebih dikedepankan adalah narasi toleransi dan pluralisme, dan bahwa Islam juga sama dengan agama-agama yang lain. Untuk membangun identitas Islam lokal tersebut, antara lain dengan mengembangkan materi khutbah dengan konteks lokal yang mengedepankan tema-tema toleransi, perdamaian, hak perempuan, dan seterusnya.
Rekomendasi lebih detail dirilis pada bulan Agustus 2016 dengan judul “Undermining Violent Extremist Narratives in South East Asia: A How To Guide”.  Laporan tersebut berisi panduan yang lebih praktis dalam mengimplementasikan strategi di atas. Sasaran utama dari proyek ini adalah pemuda dan wanita.
Agar pesan-pesan dan narasi tersebar lebih efektif, mereka menyarankan penggunaan tokoh agama yang bisa digalang untuk menyebarkan Islam alternatif ini. Untuk medianya penyebarannya, dilakukan mulai dengan menggunakan media sosial, televisi, film, radio, media cetak, komik, buku, hingga kegiatan-kegiatan diskusi.
Skenario Islamofobia
Terakhir, sebagai tambahan informasi, dalam bukunya yang berjudul “Islamophobia and the Politics of Empire”, Prof. Deepa Kumar menjelaskan tentang dua skenario Islamofobia yang, menurutnya, berakar dari narasi Paus Urbanus pada saat Perang Salib. Saat itu, Paus membangun narasi yang menggambarkan Islam dan Nabi Muhammad SAW dengan begitu buruk. Hal ini dilakukan untuk memobilisir warga Eropa agar mau melakukan perang Salib dan untuk mencegah  mereka dari masuk Islam. 

BACA JUGA  Penyelidikan Saudi: Jamal Khashoggi Tewas Dikeroyok di Konsulat

Kumar menjelaskannya dengan istilah Islamophobia konservatif dan Islamophobia liberal. Istilah Islamophobia konservatif mungkin cukup familiar bagi kita. Ialah mereka yang memandang bahwa Islam secara instrinsik adalah agama yang buruk, musuh bagi kemodernan, kebebasan, dan semacamnya. Sementara Islamophobia liberal, jelas Kumar, dilabelkan kepada mereka yang muncul dalam retorika lebih lembut. Meski sebenarnya tidak kalah jahat. Mereka membagi adanya “Good Muslims” dan “Bad Muslims”. “Good Muslims” adalah umat Islam yang mau bekerja untuk Barat. Kumar menganalogikan pendekatan Islamofobia liberal sebagai “penjajahan berbulu domba”.
Jadi, jika hari ini kita mendapati begitu banyak fenomena industri kebencian pada Islam dan ajarannya, dengan berbagai tingkatannya, tidak perlu heran. Ada sebuah skenario global yang sangat besar dengan dana milyaran dollar yang saat ini sedang dijalankan, sebagai tindak lanjut dari kebencian ratusan tahun yang bermula dari Perang Salib di masa lalu. Pertanyaannya, di posisi mana kita berada?

Skenario Global di Balik Industri Islamofobia - Page 2 of 2 - Kiblat
https://www.kiblat.net/2018/10/27/skenario-global-di-balik-industri-islamofobia/2/



Tiada ulasan: